Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

HADIS-HADIS EKONOMI
(Pengantar Hadis-Hadis Ekonomi)

Dosen Pengampu: Heryani, S.Th.I,. M.Ud.


Disusun Oleh: Kelompok 1
1.Muhammad Fadhil (19.23.792)
2.Widodo (19.23.870)

JURUSAN:EKONOMI SYARIAH 2B
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
AN-NADWAH KUALA TUNGKAL
TAHUN AJARAN
2020
KATA PENGATAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
berlimpah nikmat berupa kesehatan jasmani maupun rohani kepada kami sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini sampai selesai. Sholawat dan salam tetap kami tercurahkan
kepada Nabi akhir zaman Muhammad SAW.
Kami menyadari tersusunnya makalah ini bukan lah semata-mata hasil jerih payah kami
sendiri,melainkan berkat bantuan berbagai pihak.Untuk itu,kami ucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu kami dalam menyusun makalah ini.
Semoga Allah SWT memberikan pahala yang setimpal dan menjadikan amal sholeh
bagi semua pihak yang telah turut berparsitipasi dalam menyelesaikan makalah ini.Akhir kata
semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.Amiin Ya Rabbal alamin.

Kuala Tungkal, 12-April-2021


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………...………………………………………
DAFTAR ISI……………………………………………………….…
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar belakang……………………………………………..…
B. Rumusan masalah…………………………………………….
C. Tujuan penulisan…………………………………………..…
BAB II: PEMBAHASAN
A. Apa yang di maksud dengan hadis…………………………………………......
B. Bagaimana kedudukan hadis terhadp al-quran ………………………………...
C. Bagaimana fungsi hdis terhadap al-quran…………………………………....
D. Bagaimana kedudukan hadis sebagai sumber ajaran ekonomi islam…………
BAB III: PENUTUP
DAFTAR KEPUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam sarat dengan nilainilai yang mendorong manusia untuk membangun ekonomi
mereka yang tercermin dalam anjuran disiplin waktu, memelihara harta, nilai kerja,
meningkatkan produksi, menetapkan konsumsi, dan juga perhatian Islam terhadap ilmu
pengetahuan. Asumsi dasar atau norma pokok dalam proses maupun interaksi kegiatan
ekonomi adalah syariat Islam yang diberlakukan secara menyeluruh (kaffah atau totalitas)
baik terhadap individu, keluarga, masyarakat, pengusaha, atau pemerintah dalam memenuhi
kebutuhan hidup baik untuk keperluan jasmani maupun rohani. Jika diperhatikan dari
beberapa definisi ekonomi islam yang ada, terlihat bahwa prinsip ekonomi Islam adalah
penerapan asas efisiensi dan manfaat dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan alam.
Motif ekonomi Islam adalah mencari keberuntungan di dunia dan akhirat oleh manusia selaku
khalifah Allah di muka bumi dengan jalan beribadah dalam arti yang luas (’ibadah ghayr
mahdhah)
Para pakar ekonomi mendefinisikan ekonomi sebagai suatu usaha untuk mendapatkan
dan mengatur harta baik materiel maupun non-materiel dalam rangka memenuhi kebutuhan
hidup manusia, baik secara individu maupun kolektif, yang menyangkut perolehan,
pendistribusian ataupun penggunaan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Bagi seorang muslim, bekerja merupakan suatu upaya sungguh-sungguh dengan
mengerahkan seluruh aset dan zikirnya untuk mengaktualisasikan atau menampakkan arti
dirinya sebagai hamba Allah yang menundukkan dunia, serta menempatkan dirinya sebagai
bagian dari masyarakat. Dengan kata lain, pada dasarnya dengan bekerja manusia
memanusiakan dirinya, karena bekerja adalah aktivitas dinamis dan mempunyai tujuan untuk
memenuhi kebutuhan tertentu (jasmani dan rohani) dan di dalam mencapai tujuan tersebut ia
berupaya dengan penuh kesungguhan untuk mewujudkan prestasi yang optimal sebagai bukti
pengabdian dirinya kepada Allah.
Allah memerintahkan agar umat Islam bekerja dan pekerjaan itu sesungguhnya
diperhatikan oleh Allah, Rasul, dan umat Islam. Pekerjaan yang baik dan mendatangkan
dampak positif akan diapresiasi dengan penghargaan di dunia ataupun akhirat. Demikian pula
sebaliknya, pekerjaan yang buruk dan mendatangkan dampak negative akan mendapatkan
ancaman di dunia ataupun akhirat. Allah mengetahui bagaimana seseorang bekerja dengan
jujur atau tidak dalam pekerjaannya itu.

Sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an surah atTaubah/ 9:105


۟ ُ‫َوقُ ِل ٱ ْعمل‬
ِ ‫وا فَ َسيَ َرى ٱهَّلل ُ َع َملَ ُك ْم َو َرسُولُهۥُ َو ْٱل ُمْؤ ِمنُونَ ۖ َو َستُ َر ُّدونَ ِإلَ ٰى ٰ َعلِ ِم ْٱل َغ ْي‬
َ‫ب َوٱل َّش ٰهَ َد ِة فَيُنَبُِّئ ُكم بِ َما ُكنتُ ْم تَ ْع َملُون‬ َ

Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang
mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah)
Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu
apa yang telah kamu kerjakan.

B. Rumusan Masalah

 Apa Yang Di Maksud Dengan Hadis ?


 Bagaimana Kedudukan Hadis Terhadap Al-Quran ?
 Bagaimana Fungsi Hadis Terhadap Al-Quran?
 Bagaiamana Kedudukan Hadis Sebagai Sumber Ajaran (Ekonomi) Islam ?

1. Tujuan

Tujuan hadis-hadis ekonomi adalah tidak mengekang kebebasan individu secara


berlebihan, menciptakan keseimbangan makro ekonomi dan ekologi, atau melemahkan
solidaritas keluarga dan sosial, serta ikatan moral yang terjalin di masyarakat.

2. Kegunaan
Apabila mengamalkan ekonomi syariah akan mendatangkan manfaat yang besar bagi
umat muslim dengan sendirinya, yaitu:

Mewujudkan integritas seorang muslim yang kaffah, sehingga islam-nya tidak lagi
setengah-setengah. Apabila ditemukan ada umat muslim yang masih bergelut dan
mengamalkan ekonomi konvensional, menunjukkan bahwa keislamannya belum kaffah.
Menerapkan dan mengamalkan ekonomi syariah melalui lembaga keuangan islam,
baik berupa bank, asuransi, pegadaian, maupun BMT (Baitul Maal wat Tamwil) akan
mendapatkan keuntungan dunia dan akhirat. Keuntungan di dunia diperoleh melalui bagi
hasil yang diperoleh, sedangkan keuntungan di akhirat adalah terbebas dari unsur riba
yang diharamkan oleh Allah. 
Praktik ekonomi berdasarkan syariat islam mengandung nilai ibadah, karena telah
mengamalkan syariat Allah.  Mengamalkan ekonomi syariah melalui lembaga keuangan
syariah, berarti mendukung kemajuan lembaga ekonomi umat Islam. 
Mengamalkan ekonomi syariah dengan membuka tabungan, deposito atau menjadi
nasabah asuransi syariah berarti mendukung upaya pemberdayaan ekonomi umat. Sebab
dana yang terkumpul akan dihimpun dan disalurkan melalui sektor perdagangan riil. 
Mengamalkan ekonomi syariah berarti ikut mendukung gerakan amar ma'ruf nahi
munkar. Sebab dana yang terkumpul pada lembaga keuangan syariah hanya boleh
disalurkan kepada usaha-usaha dan proyek yang halal.
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN HADIS
Hadits menurut bahasa yaitu sesuatu yang baru, menunjukkan sesuatu yang dekat atau
waktu yang singkat. Hadits juga berarti berita yaitu sesuatu yang diberitakan,
diperbincangkan, dan dipindahkan dari seorang kepada orang lain.
Hadits menurut istilah syara’ ialah hal-hal yang datang dari Rasulullah SAW, baik itu ucapan,
perbuatan, atau pengakuan (taqrir). Berikut ini adalah penjelasan mengenai ucapan,
perbuatan, dan perkataan.1
Hadits Qauliyah ( ucapan) yaitu hadits hadits Rasulullah SAW, yang diucapkannya dalam
berbagai tujuan dan persuaian (situasi).
Hadits Fi’liyah yaitu perbuatan-perbuatan Nabi Muhammad SAW, seperti  pekerjaan
melakukan shalat lima waktu dengan tatacaranya dan rukun-rukunnya, pekerjaan menunaikan
ibadah hajinya dan pekerjaannya mengadili dengan satu saksi dan sumpah dari pihak
penuduh.
Hadits Taqririyah yaitu perbuatan sebagian para sahabat Nabi yang telah diikrarkan oleh
Nabi SAW, baik perbuatan itu berbentuk ucapan atau perbuatan, sedangkan ikrar itu
adakalanya dengan cara mendiamkannya, dan atau melahirkan anggapan baik terhadap
perbuatan itu, sehingga dengan adanya ikrar dan persetujuan itu. Bila seseorang melakukan
suatu perbuatan atau mengemukakan suatu ucapan dihadapan Nabi atau pada masa Nabi,
Nabi mengetahui apa yang dilakukan orang itu dan mampu menyanggahnya, namun Nabi
diam dan tidak menyanggahnya,maka hal itu merupakan pengakuan dari Nabi. Keadaan
diamnya Nabi itu dapat dilakukan pada dua bentuk :
1. Nabi mengetahui bahwa perbuatan itu pernah dibenci dan dilarang oleh Nabi. Dalam hal
ini kadang-kadang Nabi mengetahui bahwa siapa pelaku berketerusan melakukan perbuatan
yag pernah dibenci dan dilarang itu. Diamnya Nabi dalam bentuk ini tidaklah menunjukkan
bahwa perbuatan tersebut boleh dilakukannya. Dalam bentuk lain, Nabi tidak mengetahui
berketerusannya si pelaku itu melakukan perbuatan yang di benci dan dilarang itu. Diamnya
Nabi dalam bentuk ini menunjukkan pencabutan larangan sebelumnya.
2. Nabi belum pernah melarang perbuatan itu sebelumnya dan tidak diketahui pula haramnya.
Diamnya Nabi dalam hal ini menunjukkan hukumnya adalah meniadakan keberatan untuk
diperbuat. Karena seandainya perbuatan itu dilarang, tetapi Nabi mendiamkannya padahal ia
mampu untuk mencegahnya, berarti Nabi berbuat kesaahan ; sedangkan Nabi terhindar
bersifat terhindar dari kesalahan.

1 (Harahap isnaini,samri yenni,marliyah,syahriza rahmi).2015.Hadis-hadis ekonomi.(jl tambra raya no.23


rawamangun - Jakarta) kencana.Hlm 2-3
B. Kedudukan Hadis Terhadap Alquran
Hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Alquran. Menurut Al-Ghouri dalam
Mu’jam al-Mushthalahat al-Haditsah, yang dimaksud hadits adalah segala sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW dari perkataan, perbuatan, taqrir (keputusan),
dan sifat.2
Keabsahan hadits sebagai sumber hukum Islam ini dijelaskan dalam beberapa ayat Alquran.
Dalam surat Al Hasyr ayat 7, Allah berfirman:
َ‫َم ۤا اَفَٓا َء هّٰللا ُ ع َٰلى َرس ُۡولِ ٖه ِم ۡن اَ ۡه ِل ۡالقُ ٰرى فَلِ ٰلّ ِه َولِل َّرس ُۡو ِل َولِ ِذى ۡالقُ ۡر ٰبى َو ۡاليَ ٰتمٰ ى َو ۡال َم ٰس ِك ۡي ِن َو ۡاب ِن ال َّسبِ ۡي ۙ ِل َك ۡى اَل يَ ُك ۡونَ د ُۡولَ ۢةً بَ ۡين‬
‫هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬
ِ ‫ااۡل َ ۡغنِيَٓا ِء ِم ۡن ُكمۡ‌ ؕ َو َم ۤا ٰا ٰتٮ ُك ُم ال َّرس ُۡو ُل فَ ُخ ُذوْ هُ َو َما نَ ٰهٮ ُكمۡ ع َۡنهُ فَا ْنتَه ُۡوا‌ ۚ َواتَّقُوا َ‌ؕ اِ َّن َ َش ِد ۡي ُ•د ۡال ِعقَا‬
‫ب‬

“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya
bagimu maka tinggalkanlah…” (QS. Al Hasyr: 7)".
Ayat ini menekankan bahwa umat Islam harus mengikuti hal-hal yang disampaikan
Rasulullah SAW dan menjadikannya tauladan dalam kehidupan sehari-hari.3
Perintah untuk menaati Rasul juga tercantum dalam surat An Nisa ayat 59 yang artinya:
ۡ‫ٰۤيــاَيُّهَا الَّ ِذ ۡينَ ٰا َمنُ ۡۤوا اَ ِط ۡيـعُوا هّٰللا َ َواَ ِط ۡيـعُوا ال َّرس ُۡو َل َواُولِى ااۡل َمۡ ِر ِم ۡن ُك ۚمۡ‌ فَا ِ ۡن تَنَاز َۡعتُمۡ فِ ۡى َش ۡى ٍء فَ ُر ُّد ۡوهُ اِلَى هّٰللا ِ َوال َّرس ُۡو ِل اِ ۡن ُك ۡنـتُم‬
‫خَي ٌر َّواَ ۡح َسنُ ت َۡا ِو ۡي ًل‬
ۡ ‫ك‬ َ ِ‫تُ ۡؤ ِمنُ ۡونَ بِاهّٰلل ِ َو ۡاليَ ۡـو ِم ااۡل ٰ ِخ ِ‌ر ؕ ٰذ ل‬
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di
antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah
ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya)…”

C. Fungsi Hadis Terhadap Al-Quran


Berdasarkan surat An Nisa ayat 59, diketahui bahwa Alquran merupakan sumber
hukum utama dalam agama Islam. Alquran telah sempurna, namun pemahaman manusia
tidak sempurna sehingga dibutuhkan penjelas agar pesan yang terkandung di dalamnya dapat
dipahami dengan sebenar-benarnya.Di sinilah peran hadits. Melansir dari jurnal Fungsi
Hadits Terhadap Alquran karya Hamdani Khairul Fikri, berikut ini adalah fungsi-fungsi
hadits:

 Bayan Taqrir (Memperjelas Isi Alquran)

2  Idri, 2015, “HADIS EKONOMI: EKONOMI DALAM PERSPEKTIF HADIS NABI”, Jakarta , Karisma Putra
Utama, cet. 1, hlm. 4-5

3 Harahap isnaini,samri yenni,marliyah,syahriza rahmi).2015.Hadis-hadis ekonomi.(jl tambra raya no.23


rawamangun - Jakarta) kencana.Hlm 8-9
Bayan taqrir artinya hadits berfungsi untuk memantapkan dan mengokohkan apa yang telah
ditetapkan Alquran sehingga maknanya tidak perlu dipertanyakan lagi. Contohnya adalah
surat Al-Maidah ayat 6 yang berbunyi:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan sholat, maka basuhlah
muka dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai
dengan kedua mata kaki” (QS.Al-Maidah:6).
Kemudian Nabi Muhammad SAW memperjelasnya. “Rasulullah SAW bersabda, tidak
diterima sholat seseorang yang berhadats sampai ia berwudhu” (HR.Bukhori dan Abu
Hurairah).
Hadits tersebut maknanya sama dengan Alquran, namun lebih tegas ditinjau dari bahasanya
maupun hukumnya. 4

 Bayan Tafsir (Menafsirkan Isi Alquran)

Bayan tafsir artinya menjelaskan yang maknanya samar, merinci ayat yang
maknanya global, dan mengkhususkan ayat yang maknanya umum.
Terdapat kurang lebih enam puluh tujuh ayat Alquran yang berisi perintah sholat, namun
tidak terdapat rincian bagaimana cara mendirikannya.
Rasulullah SAW kemudian memperagakan sholat secara rinci dan memerintahkan umat
Islam untuk menirunya. “Sholatlah kalian seperti kalian melihat aku sedang sholat.”

 Bayan An-Nasakh
kata An-nasakh dari segi bahasa memiliki bermacam-macam arti, yaitu al-itbal
(membatalkan) atau al-ijalah (menghilangkan), atau at-tahwil (memindahkan), atau at-tayir
(mengubah). Para ulama mengartikan bayan an-nasakh ini melalui pendekatan bahasa,
sehingga di antara mereka terjadi perbedaan pendapat dalam mentafrifkan. Hal ini pun terjadi
pada kalangan ulama Mutaakhirin dengan ulama mutaqaddimin, yang disebut bayan an-
nasakh adalah dalil syara’ (yang dapat menghapuskan ketentuan yang telah ada), karena
datangnya kemudian.
Dari pengertian di atas, jelaslah bahwa ketentuan yang datang kemudian dapat
menghapuskan ketentuan yang datang terdahulu. Hadis sebagai sebagai yang datang
kemudian dari Al-Quran, dalam hal ini, dapat menghapuskan ketentuan dan isi kandungan
Al-Quran. Demikia menurut ulama yang menganggap adanya fungsi bayan an-Nasakh.
Sedangkan imam Hanafi fungsi bayan ini hanya terhadap hadis-hadis yang mutawatir dan
masyur. sedangkan terhadap hadist ahad beliau menolaknya. salah satu contoh yang biasa
diajukan oleh para ulama hadis adalah:

4 Idri, 2015, “HADIS EKONOMI: EKONOMI DALAM PERSPEKTIF HADIS NABI”, Jakarta , Karisma Putra
Utama, cet. 1, hlm. 7
ٍ ‫صيَّةَ لِ َوا َر‬
‫ث‬ ِ ‫الَ َو‬
Artinya: “Tidak ada wasiat bagi ahli waris”
Hadits ini mereka me Nasakh isi Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 180[5]

Artinya: Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda)


maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, Berwasiat untuk ibu-bapak dan karib
kerabatnya secara ma'ruf (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa. (Q.S. Al-
Baqarah: 180)
D. Kedudukan Hadis Sebagai Sumber Ajaran (Ekonomi) Islam
Hadis-hadis tentang muamalah jumlahnya terbatas, meskipun lebih banyak jumlahnya
daripada ayat-ayat al-Qur’an tentang muamalah. Hadis-hadis Nabi mengatur tentang
muamalah lebih banyak bersifat global, tidak terlalu mendetail, namun lebih rinci daripada
yang diatur oleh ayat-ayat al-Qur’an. Sebagian ilmuwan ekonomi yang mempelajari sunnah
menemukan modal yang banyak berupa nilai-nilai dan ajaran-ajaran, di samping hukum-
hukum dan penetapan-penetapan syari’at, baik yang berkenaan dengan bidang produksi,
konsumsi, dan distribusi.
Di bidang produksi, hadis yang menganjurkan peningkatan dan pemantapan kualitas
produksi, misalnya “Sesungguhnya Allah mengharuskan ihsan (berkarya dengan baik) dalam
segala sesuatu” (HR. Muslim). Dalam hal ini, bukan hanya sekedar harus menghasilkan
sesuatu. Akan tetapi, yang lebih penting adalah menghasilkan satu produksi yang baik, yang
sanggup memantapkan dirinya dalam dunia persaingan mutu. Adapun yang wajib dilakukan
adalah menghasilkan sesuatu yang dapat mendatangkan kemanfaatan bagi manusia dan bukan
yang mendatangkan kerugian bagi mereka. Oleh sebab itu, masyarakat muslim tidak
dibolehkan memproduksi minuman keras atau narkoba, barang-barang yang dapat mencemari
lingkungan, mendatangkan kerugian bagi kehidupan manusia dan kesehatannya. Di sini
sunnah menegaskan pentingnya pemanfaatan sesuatu yang dapat mendatangkan
kemaslahatan.5
Di bidang konsumsi, hadis yang menjadi petunjuk mengonsumsi sesuatu seperti sabda Nabi
SAW: “Jika makanan seseorang jatuh, maka pungutlah lalu bersihkan kotorannya dan
makanlah, dan jangan membiarkannya di ambil syaitan. Dan habiskanlah makananmu,
sebab kamu tidak tahu pada makanan yang mana yang ada rahmatnya” (HR. Muslim).
Artinya, bila seseorang makan, maka ia harus menghabiskannya dan membersihkannya
dengan jari atau sejenisnya. Ini mengandung makna bahwa jangan sampai ada makanan yang
tersisa yang masuk ke tempat sampah dan tidak dimanfaatkan oleh seorangpun. Jangan
membiarkan makanan tersebut terbuang begitu saja tanpa faedah, sebab makanan yang tidak
diambil manfaatnya, maka syaitan bagiannya.
Di bidang distribusi, banyak ditemukan hadis-hadis tentang zakat, shadaqah, wasiat dan
warisan, yang semuanya terangkum dalam sunnah dalam jumlah yang sangat memadahi.
Misalnya, hadis tentang kewajiban zakat fitrah: “Dari Ibnu Umar, ia berkata: Rasulullah

5 Idri, 2015, “HADIS EKONOMI: EKONOMI DALAM PERSPEKTIF HADIS NABI”, Jakarta , Karisma Putra
Utama, cet. 1, hlm. 10
SAW telah mewajibkan zakat fitrah satu sha’ kurma atau gandum terhadap budak, orang
merdeka, laki-laki, perempuan, anak-anak, dan orang dewasa yang beragama Islam; dan
beliau memerintahkannya untuk menunaikan sebelum berangkat shalat ‘Id” (HR. al-
Bukhari). Selain itu, di dalam hadis juga diperintahkan untuk berlaku adil. Sebagaimana
Rasulullah bersabda:
‫ظ ْل َم فَِإنَّهُ ظُلُ َما تٌ يَ ْو َم ا ْلقِيَا َم ِة‬ ُ َّ‫سلَّ َم َأيُّ َها الن‬
ُّ ‫اس اتَّقُوا ال‬ َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ ُ ‫قَا َل َر‬
َ ِ‫سو ُل هللا‬
“Wahai manusia, takutlah akan kezaliman (ketidakadilan) sebab sesungguhnya dia akan
menjadi kegelapan pada hari pembalasan nanti.” (HR. Imam Ahmad)
Hadis tersebut menunjukan bahwa keadilan ekonomi dalam Islam mengharuskan setiap orang
mendapatkan haknya dan tidak mengambil hak atau bagian orang lain. Peringatan akan
ketidakadilan dan eksploitasi ini dimaksudkan untuk melindungi hak-hak individu dalam
masyarakat serta untuk meningkatkan kesejahteraan umum sebagai tujuan utama Islam.
Dalam lembaga keuangan syariah, hadis atau sunnah dijadikan sebagai landasan syariah
dalam kegiatan bermuamalah. Adapun hadis-hadis yang dijadikan sebagai landasan syariah
yang terdapat di dalam akad-akad di lembaga keuangan syariah, antara lain:
1.      Wadi’ah, yaitu titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan
hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendaki. Sebagaimana
pada sabda Nabi SAW:
َ‫سلَّ َم َأ ِّد اَأل َمانَةَ ِإلَى َم ِن ا ْﺋتَ َمنَ َك َوالَ ت َُخنْ َمنْ َخانَك‬ َ ‫ قَا َل النَّبِ ُّي‬: ‫عَنْ َأبِى ُه َر ْي َرةَ قَا َل‬
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬
“Dari Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: Sampailah
(tunaikanlah) amanat kepada yang berhak menerimanya dan jangan membalas khianat
kepada orang yang telah mengkhianatimu.” (HR. Abu Daud)
2.      Mudharabah, yaitu akad kerja sama usaha antara dua pihak di mana pihak
pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya
menjadi pengelola (mudharib). Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut
kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik
modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian tersebut
diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, maka si pengelola harus
bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Akad ini berlandaskan pada sabda Nabi SAW:
‫صا ِحبِ ِه‬َ ‫شتَ َرطَ َعلَى‬ ْ ‫اربَةً ِإ‬
َ ‫ض‬ َ ‫ب ِإ َذا َدفَ َع ا ْل َما َل ُم‬
ِ َّ‫اس بْنُ َع ْب ِد ا ْل ُمطَل‬ َ َ‫ َكان‬:‫ض َي هللاُ َع ْن ُه َما َأنَّهُ قَا َل‬
ُ َّ‫سيِّ ُدنَا ا ْل َعب‬ ِ ‫س َر‬ ِ ‫َر َوى ابْنُ َعبَّا‬
‫صلى‬ َّ َ ِ‫سو ُل هللا‬ َ َ َ
ُ ‫ض َمنَ فبَلغ ش ُْرطهُ َر‬ َ َ َ َ ْ َ ً
َ ‫شتَ ِرى بِ ِه دَابَّة ذاتَ َكبَ ِد َرطبَ ٍة فِإنْ ف َع َل ذلِ َك‬ ْ َ‫َأنْ الَي‬
ْ َ‫سلُ ُك بِ ِه بَ ْح ًرا َوالَيَن ِز ُل بِ ِه َوا ِديًا َوالَ ي‬
ْ
ُ‫سلَّ َم فََأ َجازَ ه‬
َ ‫هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬
“Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Sayyidina Abbas bin Abdul Muthalib jika
memberikan dana ke mitra usahanya secara mudharabah ia mensyaratkan agar dananya
tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang bahaya, atau membeli ternak. Jika
menyalahi peraturan tersebut, yang bersangkutan bertanggung jawab atas dana tersebut.
Disampaikanlah syarat-syarat tersebut kepada Rasulullah SAW dan Rasulullah pun
membolehkannya.” (HR. Thabrani)
3.      Musyarakah, yaitu akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha
tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan
bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Akad ini
berlandaskan pada sabda Nabi SAW:
ُ‫احبَه‬
ِ ‫ص‬َ ‫ش ِر ي َك ْي ِن َمالَ ْم يَ ُخنْ َأ َح ُد ُه َما‬ ُ ِ‫عَنْ َأبِى ُه َر ْي َرةَ َرفَ َعهُ قَا َل ِإنَّ هللاَ يَقُ ْو ُل َأنَا ثَال‬
َّ ‫ث ال‬
“Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla
berfirman, Aku pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah satunya tidak
mengkhianati lainnya.” (HR. Abu Daud)
4.      Murabahah, yaitu jual beli barang pada harga asal dengan tanbahan keuntungan yang
disepakati. Sebagaimana pada sabda Nabi SAW:
‫ةُ َو‬‰‫ض‬ َ َ‫ ٍل َو ا ْل ُمق‬‰‫ ُع ِإلَى َأ َج‬‰‫ ةُ ا ْلبَ ْي‬‰‫ث فِي ِهنَّ ا ْلبَ َر َك‬
َ ‫ار‬ ٌ َ‫سلَّ َم ثَال‬
َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ ُ ‫ب عَنْ َأبِي ِه قَا َل قَا َل َر‬
َ ِ‫سو ُل هللا‬ ٍ ‫ص َه ْي‬
ُ ‫ح ْب ِن‬
ِ ِ‫صال‬
َ ْ‫عَن‬
َ ‫َأ ْخالَطُ ا ْلبُ ِّر بِال‬
ِ ‫ش ِعي ِر ل ْلبَ ْي‬
‫ت ال لِلبَ ْي ِع‬
“Dari Shalih bin Shuhaib r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda: Tiga hal yang di dalamnya
terdapat keberkatan, jual beli secara tanggung, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur
gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu Majah)
5.      Ijarah, yaitu akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui pembayaran upah
sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (milkiyyah) atas barang itu sendiri. Akad
ini berlandaskan pada sabda Nabi SAW:
ُ‫ َأ ْعطُ ْوا اَأل ِج ْي َر َأ ْج َرهُ قَ ْب َل َأنْ يَ ِجفَّ ع ََرقُه‬:‫سلَّ َم قَا َل‬ َ ‫َع ِن ا ْب ِن ُع َم َر َأنَّ النَّبِ َّي‬
َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬
“Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah SAW bersabda: Berikanlah upah pekerja sebelum
keringatnya kering.” (HR. Ibnu Majah)
Ungkapan tersebut menunjukan adanya jasa yang diberikan berkat kewajiban membayar upah
secara patut. Dalam hal ini, termasuk di dalamnya jasa penyewaan atau leasing.
6.      Rahn, yaitu menahan salah satu harta milik si pemilik sebagai jaminan atau pinjaman
yang diterimanya. Secara sederhana, rahn adalah semacam jaminan utang atau gadai.
Sebagaimana pada sabda Nabi SAW:
‫ي َوَأ َخ َذ ِم ْنهُ ش َِعي ًرا َأل ْهلِه‬
ِّ ‫سلَّ َم ِد ْرعًا لَهُ بِا ْل َم ِدينَ ِة ِع ْن َد يَ ُهو ِد‬ َ ‫ َولَقَ ْد َرهَنَ النَّبِ ُّي‬:‫ض َي هللاُ َع ْنهُ قَا َل‬
َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ ٍ َ‫عَنْ َأن‬
ِ ‫س َر‬
“Dari Anas r.a. berkata: Rasulullah SAW menggadaikan baju besinya kepada seorang
Yahudi di Madinah dan mengambil darinya gandum untuk keluarga beliau.” (HR. al-
Bukhari)6

6 Idri, 2015, “HADIS EKONOMI: EKONOMI DALAM PERSPEKTIF HADIS NABI”, Jakarta , Karisma Putra
Utama, cet. 1, hlm. 11-14
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Berdasarkan Pembahasan Hasil Pemaparan Materi Di Atas, Kesimpulan Dari Pendapatan
Hadis-Hadis Ekonomi Islam Adalah Sebagai Berikut:
 Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah sebagai jalan diberikan kembali
kepadanya. Islam pada hakikatnya adalah jalan hidup otentik penyerahan diri manusia
kepada Tuhan, dan melalui penyerahan diri (Islam) itu manusia akan memperoleh
keselamatan dan kedamaian dalam hidupnya di dunia dan akhirat.
 Teologi Tauhid menegaskan bahwa adanya Tuhan yang satu yang menciptakan segala
sesuatu yang diciptakan segala sesuatu yang ada ini.
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Ibnu Mas’ud dan Zainal. 2007.

Fiqih Madzhab Syafi’i. Bandung : Pustaka Setia, 2007.

Al-Anshari, Imam Abi Zakaria. 2003.

Fathu al-Wahab. Surabaya : Al-Hidayah, 2003.

Husain, Imam Ahmad bin. 2003.

Fathu al-Qorib al-Mujib. Surabaya : Al- Hidayah, 2003.

Syarifuddin, Amir. 2003.

Garis-Garis Besar Fiqh. Jakarta : Kencana, 2003.

Anda mungkin juga menyukai