Anda di halaman 1dari 15

KONSEP KEWIRAUSAHAAN MENURUT AJARAN ISLAM

Disusun Oleh :

Nama : M. Abdi Yulianto

Kelas : 1A D3 Keperawatan

NIM : 202002010079

PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN PEKALONGAN

TAHUN AJARAN 2020/2021


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb.

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya
kepada saya sehingga saya berhasil menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat dan salam
senantiasa  kita haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam yang gelap
gulita menuju alam yang terang benderang. Dan semua perkataan, perbuatan, pengakuan dan sifatnya
adalah panutan bagi semua umatnya.

 Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Kewirausahaan" pada jurusan Keperawatan,
Universitas Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan. Makalah ini berjudul “Konsep Kewirausahaan
dalam ajaran Islam” yang akan membahas tentang apa saja problematika dalam praktek kewirausahaan.

Demikianlah yang dapat saya sampaikan, kurang lebihnya saya mohon maaf bila ada salah-salah kata.
Sesungguhnya segala kekurangan dan kesalahan itu datangnya dari saya sendiri. Sedangkan segala
kelebihan itu datangnya dari Allah SWT semoga Allah SWT meridhai kita.

Wassalamu’alaikum wr.wb.

                                                                   Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Al-Qur’an merupakan kitab suci yang memberikan petunjuk kepada jalan yang benar, memberi kabar
gembira pada muslim yang mengajarkan amal shaleh. Al-Qur’an diturunkan Allah SWT yang di wahyukan
kepada Nabi Muhammad SAW dengan membawa kebaikan dan kebenaran. Tujuan diturunkannya Al-
Qur’an sebagai petunjuk (hudâ), penerang jalan hidup (bayyinât) pembeda antara yang benar dan yang
salah (furqân), penyembuh penyakit hati (syifâ), nasihat atau petuah (mau,idzah) dan sumber informasi
(bayân).1 Sebagai sumber informasi Al-Qur’an mengajarkan banyak hal kepada manusia; dari persoalan
keyakinan, moral, prinsip-prinsip ibadah dan muamalah sampai kepada asas-asas ilmu pengetahuan
dalam berdagang (wirausaha).

Implementasi konsep berwirausaha syariah masyarakat Indonesia pada dasarnya memiliki dua dimensi
yaitu dimensi horizontal dan dimensi vertikal, dimana dimensi vertikal berkaitan dengan hubungan
manusia dengan tuhan (hablumminallah) dan dimensi horizontal berkaitan dengan hubungan manusi
dengan manusia (hablumminannas).

Agama dan aktivitas wirausaha memiliki hubungan yang komplek dan saling tergantung.
Penelitianpenelitian terkini mengenai hubungan agama dan kewirausahaan menunjukkan bahwa agama
mempengaruhi aktivitas kewirausahaan. Agama mampu mempengaruhi keputusan umat manusia untuk
menjadi pengusaha karena merupakan kewajiban untuk memenuhi kebutuhan.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian kewirausahaan Islam?

2. Bagaimana  arti penting kewirausahaan Islam?

3. Bagaimana  konsep kewirausahaan dalam Islam?

4. Bagaimana prinsip kewirausahaan dalam Islam?

5. Bagaimana aspek kewirausahaan dalam Islam?

C. Tujuan

1. Mengetahui pengertian kewirausahaan Islam

2. Mengetahui  arti penting kewirausahaan Islam.


3. Mengetahui konsep kewirausahaan dalam Islam.

4. Mengetahui prinsip kewirausahaan dalam Islam.

5. Mengetahui Aspek Kewirausahaan dalam Islam.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kewirausahaan dalam Islam


Kewirausahaan berasal dari kata dasar Wirausaha. Wirausaha dari segi etimologi berasal dari kata wira
dan usaha. Wira, berarti pejuang, pahlawan, manusia unggul, teladan, berbudi luhur, gagah berani dan
berwatak agung. Usaha, berarti perbuatan amal, berbuat sesuatu. Sedangkan, Pengertian
Kewirausahaan (Inggris: Entrepreneurship) atau Wirausaha adalah proses mengidentifikasi,
mengembangkan, dan membawa visi ke dalam kehidupan.

Visi tersebut bisa berupa ide inovatif, peluang, cara yang lebih baik dalam menjalankan sesuatu. Hasil
akhir dari proses tersebut adalah penciptaan usaha baru yang dibentuk pada kondisi risiko atau
ketidakpastian. Jadi, secara umum pengertian kewirausahaan adalah kegiatan penciptaan bidang usaha
yg baru. Istilah wirausaha sering dipadankan dengan istilah wirasawasta. Secara etimologis, wiraswasta
terdiri dari tiga kata: wira, swa, dan sta yang masing-masing berarti berani, sendiri, dan berdiri. Adapun
secara istilah, wiraswasta berarti keberanian, keutamaan, serta keperkasaan dalam memenuhi
kebutuhan serta memecahkan permasalahan hidup dengan kekuatan yang ada pada diri sendiri.

Kewirausahaan disebut dengan istilah entrepreneurship dalam kamus sering diartikan dengan istilah
kewiraswastaan. Sedangkan entrepreneurship itu sendiri diambil atau diserap dari dalam bahasa dari
bahasa perancis yaitu entreprende yang berarti melakukan atau dalam bahasa Inggris sering diartikan
“in beetween taker” di antara-pengambil dan “go-beetwen” menuju - antara.  Di sini di artikan bahwa
kewirausahaan adalah melakukan sesuatu dengan segala aspek yang ada baik faktor produksi-lahan
kerja, tenaga kerja, modal untuk mendapatkan sebuah peluang usaha baru baik berupa profit dan non
profit.

Sedangakan dalam Lampiran Keputusan Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil Nomor
961/KEP/M/XI/1995, dicantumkan bahwa:

1. Wirausaha adalah orang yang mempunyai semangat, sikap, perilaku dan kemampuan kewirausahaan.

2. Kewirausahaan adalah semangat, sikap, perilaku dan kemampuan seseorang dalam menanganai
usaha atau kegiatan yang mengarah pada upaya mencari, menciptakan serta menerapkan cara kerja,
tekhnologi dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang
lebih baik dan atau memperoleh keuntungan yang lebih baik.

Beberapa pengertian Kewirausahaan Menurut para Ahli adalah sebagai berikut:

Soeparman Spemahamidjaja mendifinisikannya sebagai suatu kemampuan (ability) dalam berfikir kreatif
dan berperilaku inovatif yang dijadikan dasar, sumber daya, tenaga penggerak tujuan, siasat kiat dan
proses dalam menghadapi tantangan hidup.

 S. Wijandi mendifinisikannya sebagai suatu sifat keberanian, keutamaan dalam keteladanan dalam
mengambil resiko yang bersumber pada kemampuan sendiri.
Richard Cantillon mendifinisikannya sebagai bekerja sendiri (self-employment).

Drucker mendefinikannya sebagai  suatu kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan
berbeda (ability to create the new and different).

Zimmerer mendefinisikannya sebagai suatu proses penerapan kreativitas dan inovasi dalam
memecahkan persoalan dan menemukan peluang untuk memperbaiki kehidupan.

Dalam Islam setiap muslim harus berusaha dengan keras agar dapat menjadi tangan diatas daripada
tangan dibawah, artinya lebih baik mampu membantu dan memberi sesuatu pada orang lain dari hasil
jerih payahnya, daripada meminta-minta. Bagaimana bisa membantu orang lain jika untuk
memenuhinya diri sendiri jika tidak mau berusaha keras. Seseorang akan dapat membantu sesama
apabila dirinya telah berkecukupan. Seseorang dikatakan berkecukupan apabila ia mempunya
penghasilan yang lebih. Seseorang akan mendapatkan penghasilan lebih jika berusaha dengan keras dan
baik. Karenanya dalam bekerja harus disertai dengan etos kerja.

Islam mencela orang yang mampu secara fisik dan psikis yang mampu untuk bekerja tetapi tidak mau
berusaha keras. Seorang muslim harus dapat memanfaatkan karunia yang diberikan Allah yang berupa
kekuatan dan kemampuan diri untuk bekal hidup di dunia maupun di akhirat. Etos kerja yang tinggi
merupakan cerminan diri seorang muslim.

Sebagaimana hadis berikut:

َّ ِ‫ َوإِ َّن نَب‬، ‫ط َخ ْيرًا ِم ْن أَ ْن يَأْ ُك َل ِم ْن َع َم ِل يَ ِد ِه‬


‫ي‬ ُّ َ‫ َما أَك ََل اَ َح ٌد طَ َعا ًما ق‬: ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَ َم قَا َل‬
َ ‫ض َي هللاُ َع ْنهُ عَن النبي‬ 1َ ‫ع َْن ْال ِم ْقد َِام ب ِْن َم ْع ِديَ ْك ِر‬
ِ ‫ب َر‬
) ‫(رواه البخارى‬.‫هللا دَا ُو َد َعلَ ْي ِه ال َّسالَم َكانَ يَأْ ُك ُل ِم ْن َع َم ِل يَ ِد ِه‬

Artinya: “Dari Miqdam RA, dari Rasulullah SAW bersabda: tidaklah seseorang makan makanan yang lebih
baik daripada makan hasil kerjanya sendiri dan sesungguhnya Nabi Daud AS makan dari hasil buah
tangan (pekerjaan) nya sendiri” (HR. Al-Bukhari).

Maksud hadis tersebut Nabi menyatakan bahwa usaha yang paling baik adalah berbuat sesuatu dengan
tangannya sendiri dengan syarat jika dilakukan dengan baik dan jujur. yang dimaksudkan ialah usaha
seorang dengan tangannya dapat dimaknai dengan wirausaha, karena dengan melakukan sesuatu
dengan tangannya berarti seseorang dituntut dapat menciptakan sesuatu dan dapat memanfaatkan
peluang dan kemampuan yang dimiliki.

Dalam melakukan suatu usaha, disamping harus mempunyai etos kerja yang tinggi, seorang muslim
harus mempunyai jiwa wirausaha agar usaha berkembang dengan baik, tidakmengalami kerugian,
karena pada hakikatnya kewirausahaan adalah untuk meningkatkan kualitas hidup seseorang dengan
mawujudkan gagasan inovatif dan kreatif. Inovatif adalah bertindak melakukan sesuatu, sedangkan
kreatif adalah memikirkan sesuatu yang baru. 
Allah memerintahkan agar semua muslim berusaha melakukan usaha apa saja dan dimana saja sesuai
dengan ilmu dan keterampilan yang dimiliki sesuai dengan syriat Islam. Ilmu termasuk dari bagian dari
agama, ini berarti berpegang teguh pada ilmu sama halnya berpegang teguh dengan agama, karena ilmu
bersumber dari agama. Hal ini menunjukkan bahwa jika ingin mendapatkan sesuatu yang baik maka
harus berpegang teguh pada agama dan ilmu.sedangkan agama mengajarkan bahwa dalam melakukan
usaha atau mengembangkan modal tidak melampaui batas, sesuai dengan Al-Qur’an, as-sunnah, ijma’
dan qiyas.

B. Arti penting kewirausahaan dalam Islam

Kewirausahaan dan perdagangan dalam pandangan Islam merupakan aspek kehidupan yang
dikelompokkan ke dalam masalah muamalah. Masalah yang erat kaitannya dengan hubungan yang
bersifat horisontal, yaitu hubungan antar manusia yang akan dipertanggungjawabkan kelak di akhirat.

Manusia diperintahkan untuk memakmurkan bumi dan membawanya ke arah yang lebih baik serta
diperintahkan untu berusaha mencari rizki. Dalam mencari rizki maka harus mencari pintu yang terbuka
lebar dan jumlah yang banyak yang bagikan oleh Allah Swt. Pintu rizki yang banyak dan terbuka lebar
adalah melalui kewirausahaan.

Semangat kewirausahaan terdapat dalam QS. Hud ayat 61, QS. Al- Mulk ayat 15, dan QS. Al-Jumuah ayat
10. 8 Sehingga jelas bahwa dalam Alquran tidak membedakan antara wirausaha dengan agama. Hal
sebaliknya terjadi Alquran sangat mendukung adanya peningkatan kualitas dalam kewirausahaan.

Kewirausahaan dalam Islam merupakan suatu ibadah yang akan mendapatkan pahala apabila
dilaksanakan dan salah satu penulis seminar internasional (Nur Suhaili Ramli, Auckland, New Zealand
dalam tulisan Islamic Entrepreneurship) mengatakan kewirusahaan merupakan fardhu kifayaah.
Ketrampilan masing masing individu wajib dikembangkan tetapi tidak semua orang harus memiliki skill
yang sama.

Lebih detailnya Nur Suhaili mengatakan rumusan kewirausahaan dalam Islam adalah:

1. Kewirausahaan merupakan bagian integral dari agama Islam.

2. Berdasarkan sifat manusia, para pengusaha Muslim 'khalifah' yang diutus Allah (SWT) dan memiliki
tanggung jawab mengembangkan kemakmuran dan melihat bisnis sebagai bagian dari ibadah dan
perbuatan baik.

3. Kewirausahaan sebagai Motivasi. Keberhasilan dalam Islam bukan hanya diukur dengan hasil akhir
tetapi juga cara dan sarana untuk mencapai mereka.

4. Kewirausahaan sebagai bagian dari Ibadah. kegiatan usaha adalah bagian dari ibadah atau "perbuatan
baik"
5. Posisi Kewirausahaan dan bisnis dalam Islam: - Islam mendorong umatnya untuk menjelajah ke bisnis.
Nabi Muhammad SAW mengatakan bahwa 9 dari 10 sumber rizki (livlihood) dapat ditemukan dalam
bisnis.

6.  Kewirausahaan merupakan bagian dari Sistem Ekonomi Islam. Kewirausahaan Islam harus beroperasi
dalam domain sistem Ekonomi Islam dan bertindak sebagai kendaraan menuju penerimaan global
Sistem ini.

7. Prinsip-prinsip Kewirausahaan Islam diambil dari hasanah ilmu di Alquran dan Alhadits

8. Etika kewirausahaan yang baik adalah etika kewirausahaan berdasarkan perilaku teladan dari Nabi
Muhammad SAW.

C. Konsep kewirausahaan dalam Islam

Nabi Muhammad SAW mengajarka melakukan berwirausaha dan transaksi dilakukan secara jujur, adil
dan jangan membuat konsumen kecewa. Allah SWT berfirman dalam Surat Ar-Ra’d:11:
۟ ‫ت ِّم ۢن بَ ْين يَ َد ْي ِه َو ِم ْن خَ ْلفِ ِهۦ يَحْ فَظُونَهۥُ ِم ْن أَ ْمر ٱهَّلل ِ ۗ إ َّن ٱهَّلل َ اَل يُ َغيِّ ُر ما بقَوْ ٍم َحتَّ ٰى يُ َغيِّر‬
ۚ ُ‫ُوا َما بِأَنفُ ِس ِه ْم ۗ َوإِ َذٓا أَ َرا َد ٱهَّلل ُ بِقَوْ ٍم س ُٓو ًءا فَاَل َم َر َّد لَهۥ‬ ٌ َ‫لَهۥُ ُم َعقِّ ٰب‬
ِ َ ِ ِ ِ
‫َو َما لَهُم ِّمن دُونِ ِهۦ ِمن َوال‬

Artinya: Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di
belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah[767]. Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan
sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan[768] yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila
Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan
sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.

Selain dalam Al-Qur’an, dalam hadits dijelakan. Nabi Muhammad SAW bersabda “Berusaha untuk
mendapatkan penghasilan halal merupakan kewajiban, disamping sejumlah tugas lain yang telah
diwajibkan”. (H.R. Baihaqi). Dalam HR.Bukhari, Nabi Muhammad SAW bersabda “Tidak ada satupun
makanan yang lebih baik daripada yang dimakan dari hasil keringat sendiri”.

Konsep berwirausaha dalam islam dikenal dengan istilah tijarah (berdagang atau bertransaksi). Konsep
berwirausaha dalam Islam yang mengacu pada konsep wirausaha Nabi Muhammad SAW yang perlu
ditiru dan diterapkan umat muslim, sebagai berikut:

1. Shiddiq (Benar dan Jujur)

Shiddiq artinya adalah berkata benar dan jujur. Seorang wirausaha islam harus mampu meniru sifat
Rasulullah SAW yaitu berkata benar, bertindak benar atau diam saja (jika tidak mampu berkata dan
bertindak benar). Artinya baik pemimpin ataupun karyawan dalam berwirausaha harus bisa berperilaku
benar dan jujur kepada setiap keputusan dan tindakan, jujur terhadap konsumen, pesaing sehingga
usaha yang dijalankan dikelola dengan prinsip kebenaran dan kejujuran. Jujur dalam hal berkaitan
dengan pada saat bertransaksi dengan nasabah, mengedepankan kebenaran informasi, menjelaskan
keunggulan barang. Jika ada kelemahan atau cacat pada produk, maka disampaikan kepada calon
pembeli.

Dalam berwirausaha kejujuran sangat penting karena bentuk kesungguhan dan ketepatan (mujahadah
dan itqan) dalam hal ketepatan waktu, janji, pelayanan, pelaporan, mengakui kelemahan dan
kekurangan, menjauhkan diri dari berbuat bohong dan menipu (baik kepada diri sendiri, teman sejawat,
perusahaan maupun mitra kerja).

2.  Amanah (Dapat Dipercaya)

Amanah yaitu sifat kepercayaan baik dari dari sisi internal maupun eksternal. Amanah dan bertanggung
jawab merupakan kunci sukses dalam menjalankan wirausaha. Memiliki sifat amanah akan membentuk
kredibilitas yang tinggi dan sikap penuh tanggung jawab pada setiap diri seorang muslim.

 Sifat amanah memainkan peranan yang fundamental dalam ekonomi dan bisnis, karena tanpa
kredibilitas dan tanggung jawab ,kehidupan ekonomi dan bisnis akan hancur. Tugas manusia adalah
amanah dari Allah yang harus dipertanggungjawabkan. Implikasi dari cara pandang ini adalah pengakuan
sekecil apapun upaya dan perbuatan manusia, baik atau buruk, tetap mendapat perhatian dari Allah dan
akan mendapatkan balasan yang kembali pada dirinya sendiri.

Sekecil apapun upaya dan perbuatan manusia, baik atau buruk, tetap mendapat perhatian dari Allah dan
akan mendapatkan balasan yang kembali pada dirinya sendiri. Manusia bebas memilih jalan yang salah,
musyrik, munkar yang akan mengantarkannya pada kerusakan, kesesatan dan kehancuran moral.
Sebagai konsekuensinya, jika manusia berbuat kebaikan, maka dia diberi pahala dan kehidupan yang
baik.

3. Tabligh (Argumentatif/Komunikatif)

Tabligh yaitu kemampuan menyampaikan, kemampuan berkomunikasi efektif. Wirausaha yang efektif
merupakan kempuan menyampaikan komunikasi. Kewajiban semua Nabi untuk menyampaikan kepada
manusia apa yang diterima dari Allah berupa wahyu yang menyangkut didalamnya hukum agama. 
Dalam sudut pandang kewirausahaan berbasis syariah, tuhan telah memberikan kemampuan Istimewa
pada manusia, tentu sudah sepantasnya manusia juga memilih jalan hidup yang istimewa dengan
kemampuan yang dimilikinya.
Para wirausahawan harus mampu melatih diri dalam menyampaikan ide dan produk bisnisnya, harus
mampu menyampaikan dan mempromosikan keunggulan-keunggulan produk dengan menarik dan tepat
sasaran, serta mampu mengkomunikasikannya secara tepat dan mudah dipahami oleh siapapun yang
mendengarkannya. Hal yang paling penting harus mampu menjembatani antara pihak perusahaan dan
pihak customer.

4. Fathonah (Cerdas dan Bijaksana)

Sifat fathonah merupakan memiliki kecerdasan dalam berbisnis. Dalam hal ini, pengusaha yang cerdas
merupakan pengusaha yang mampu memahami, menghayati dan mengenal tugas dan tanggung jawab
bisnisnya dengan sangat baik.

Dalam kewirausahaan berbasis syariah, Allah menghendaki manusia bersikap cerdas dalam menyikapi
kehidupan. Allah telah menyediakan dan memudahkan alam ini bagi manusia. Allah juga telah
menganugerahi manusia potensi berupa berbagai kemampuan mengelola dan mengatur alam. Manusia
cerdas adalah manusia yang pandai memanfaatkan alam untuk memenuhi kebutuhan fisik dan psikisnya
seraya tetap mengharapkan ridho dari Allah SWT.

Dalam berwirausaha sifat fathanah adalah bahwa semua kegiatan-kegiatan dalam suatu perusahaan
harus dilakukan dengan kecerdasan, dengan memanfaatkan potensi akal dan pikiran yang ada untuk
mencapai tujuan. Memiliki sifat jujur, benar, dan bertangguang jawab tidak cukup dalam mengelola
bisnis secara profesional. Para pelaku wirausaha juga harus memiliki sifat fathanah, yaitu sifat cerdas,
cerdik, dan bijaksana agar usahanya labih efektif dan efisien.Wirausaha cerdas harus selalu melatih diri
dalam mengasah kecerdasan karena wirausaha diperlukan visi, kreatifitas, ketekunan, inovasi dan
kreativitas agar barang atau produk diterima oleh

Bisnis adalah perdagangan dunia, sedangkan melaksanakan kewajiban syariat adalah perdagangan
akhirat. Keuntungan akhirat pasti lebih utama ketimbang keuntungan dunia. Maka para pedagang
muslim sekali-kali tidak boleh tidak boleh terlalu menibukkan dirinya semata-mata untuk mencari
keuntungan materi dengan meninggalkan keuntungan akhirat.

D. Prinsip kewirausahaan dalam Islam

1. Tauhid

Secara etimologis, tauhid berarti mengesakan, yaitu mengesakan Allah. Tauhid adalah prinsip umum
hukum Islam. Prinsip ini menyatakan bahwa semua manusia ada di bawah suatu ketetapan yang sama,
yaitu ketetapan tauhid yang dinyatakan dalam kalimat la’ila’ha illa al-La’h (Tidak ada Tuhan selain Allah).
Berdasarkan prinsip ini, maka pelaksanaan hukum Islam merupakan ibadah. Ibadah dalam arti
perhambaan manusia dan penyerahan dirinya kepada Allah sebagai manifestasi pengakuan atas ke-
Mahaesaa-Nya dan manifestasi kesyukuran kepada-Nya. Dengan tauhid, aktivitas ekonomi seperti jual
beli merupakan bentuk ibadah, syukur serta bertujuan mencari Ridha-Nya.

2. Keadilan(al’adl)

Keadilan dalam hukum Islam berarti pula keseimbangan antara kewajiban yang harus dipenuhi oleh
manusia (mukallaf) dengan kemampuan manusia untuk menunaikan kewajiban itu.Di bidang ekonomi,
keadilan merupakan “nafas” dalam menciptakan pemerataan dan kesejahteraan, karena itu harta
jangan hanya beredar pada segelintir orang kaya .

3. Prinsip Amar Ma’ruf Nahi Munkar

Prinsip amar ma’ruf nahi munkar merupakan turunan dari dua prinsip pertama, tauhid dan keadilan.
Amar ma’ruf mempunyai arti hukum digerakan untuk dan merekayasa umat manusia menuju tujuan
yang baik dan benar yang dikehendaki dan diridhoi Allah. Sedangkan nahiy munkar berarti larangan
untuk mencegah kemunkaran. Atas dasar prinsip ini, dikenal dalam hukum Islam dengan perintah dan
larangan; wajib dan haram; pilihan antara melakukan dan tidak melakukan sesuatu (perbuatan).

Salah satu pelaksanaan amar ma’ruf bagi pelaku usaha adalah dengan memberikan ganti rugi kepada
konsumen bila ia merasa bersalah atas produk yang dijualnya. Sedangkan nahi munkar dengan
memperhatikan dan melaksanakan aturan-aturan hukum Islam tentang jual beli. Bila tidak, jurang
kecelakaan akan lebih dekat karena transaksinya tidak disertai hukum (jual beli). Ia tidak takut pada
ketentuan-Nya, sehingga praktik manipulasi, penipuan dan lain-lain mudah dikerjakan.

4. Prinsip Kemerdekaan atau Kebebasan (al-Hurriyah)

Islam memberikan kebebasan kepada setiap orang untuk melaksanakan tugas (amar’ma’ruf nahi
munkar, Pen.) tersebut dan menetapkan setiap individu dengan masyarakat untuk bekerja sama dan
tidak menghendaki adanya perselisihan .

5. Prinsip Persamaan atau Egaliter

Prinsip persamaan mengandung arti bahwa tidak ada perbedaan antara sesama manusia, tetapi bukan
berarti hukum Islam menghendaki masyarakat tanpa kelas ala Komunisme, kemuliaan manusia bukanlah
karena ras dan warna kulit. Kemuliaan manusia adalah karena dzat manusia itu sendiri
6. Prinsip al-Ta’awun (Tolong-Menolong)

Prinsip ta’awun berarti bantu-membantu antara sesama anggota masyarakat. Bantu-membantu ini
diarahkan sesuai dengan tauhid, terutama dalam upaya meningkatkan kebaikan dan ketakwaaan kepada
Allah. Prinsip ini menghendaki kaum Muslim berada saling tolong dalam kebaikan dan ketakwaan.

7. Prinsip Toleransi (Tasa’muh)

Prinsip ini sebagai kelanjutan dari prinsip-prinsip yang telah diuraikan di atas. Toleransi dimaksudkan
Islam ialah toleransi yang menjamin tidak terlanggarnya hak-hak Islam dan umatnya. Toleransi dapat
diterima dan terselenggara selagi tidak merugikan agama Islam.

E. Aspek kewirausahaan dalam Islam

Kewirausahaan Islam merupakan aspek kehidupan yang dikelompokkan kedalam masalah


mu’amalah. Di dalam kehidupan zaman modern seperti sekarang ini perkembangan dunia usaha dan
dalam bertransaksi mulai begeser nilai dan visinya. Paham kapitalisme dan rasa ketidak pedulian
terhadap sesama untuk saling tolong menolong, kejujuran sudah mulai terabaikan. Dalam melakukan
transaksi bisnis secara halal sudah banyak ditinggalkan dan dilakukan dengan cara yang diridhoi Allah
SWT. Oleh sebab itu, agar dalam berwirausaha dan bertransaksi umat muslim tidak menyimpang, maka
perlu mengetahui strategi dan cara berbisnis Nabi Muhammad SAW. Islam sebagai agama universal
seluruh aspek kehidupan manusia sudah diatur Allah SWT termasuk tentang ekonomi. Dalam Al Qur’an
dan Hadits sudah tercantum cara dan prinsip melakukan wirausaha dan bertransaki secara halal sesuai
yang dilakukan Nabi Muhammad SAW yang bisa menjadi tuntunan umat muslim. Tujuan dari penulisan
ini adalah untuk mengetahui konsep bewirausaha Nabi Muhammad SAW, konsep berwirausaha dengan
metode dimensi vertikal (hablumminallah) dan dimensi horizontal (hablumminannas), transaksi-
transaksi ekonomi syariah yang halal dalam Islam, serta faktor-faktor penyebab terlarangnya sebuah
transaksi dalam Islam. Diketahui bahwa konsep berwirausaha Nabi Muhammad SAW dilakukan dengan
cara shiddiq, amanah, tabligh, fathonah. Konsep berwirausaha dimensi vertikal dengan berpegang teguh
pada Allah SWT yaitu berkaitan dengan berwirausaha semata-mata karena Allah SWT, berwirausaha
adalah  Ibadah,  Takwa, Tawakal, Dzikir dan Syukur. Dimensi horizontal berkaitan dengan sesama yaitu
hubungan baik dengan karyawan, hubungan harmonis dengan pelanggan, membangun jaringan dengan
lingkungan bisnis dan masyarakat. Sedangkan dalam bertransaksi ekonomi syariah yang di halalkan yaitu
Bai’ Al Murabahah, Syarikat, Wadi’ah. Penyebab terlarangnya transaksi dalam Islam yaitu haram li-zatihi,
Haram li gairihi (gharar, Ihtikar, Bai’an Najsy, Riba, Maysir dan Risywah).
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kewirausahaan berasal dari kata dasar Wirausaha. Wirausaha dari segi etimologi berasal dari kata
wira dan usaha. Wira, berarti pejuang, pahlawan, manusia unggul, teladan, berbudi luhur, gagah berani
dan berwatak agung. Usaha, berarti perbuatan amal, berbuat sesuatu. Sedangkan, Pengertian
Kewirausahaan (Inggris: Entrepreneurship) atau Wirausaha adalah proses mengidentifikasi,
mengembangkan, dan membawa visi ke dalam kehidupan.

Kewirausahaan dalam Islam merupakan suatu ibadah yang akan mendapatkan pahala apabila
dilaksanakan dan berwirausaha merupakan fardhu kifayaah. Ketrampilan masing masing individu wajib
dikembangkan tetapi tidak semua orang harus memiliki skill yang sama.

Konsep Kewirausahaan Islam yaitu; siddiq, amanah tabligh dan fathanah.


B. Saran

Saran kami baik bagi para usahawan adalah agar selalu menanamkan nilai-nilai Islam dalam setiap
kegiatan usahanya. Dan sedangkan bagi civitas akademika kami menyarankan untuk leih lagi melakukan
penelitian-penelitian di bidang wirausaha syariah.

Daftar Pustaka

Mutis, T. (1995), Kewirausahaan yang Berproses, Jakarta: Grasindo

Yusuf, Nasrullah. (2006), Wirausaha dan Usaha Kecil, Jakarta; Modul PTKPNF Depdiknas.

Anoraga, P., dan Soegiastuti, J. (1996), Pengantar Bisnis Modern; Kajian Dasar Manajemen Perusahaan,
Jakarta: Pustaka Jaya

Drucker, Peter.F. 1986. Innovation and Etrepreneurship. London: Heinemann. Edisi Indonesia. Jakarta :
Gramedia.

Soemanto, Wasty. 1984, Sekuncup ide Operasional Pendidikan Wiraswasta, Jakarta: Bumi Aksara.

D.Hisrich, Robert. 2008, Enterpreneurship Kewirausahaan, Jakarta: Salemba Barat.

Wegati, Sri. 2016, Kewirausahaan Islam (Aplikasi dan Teori), Surabaya: UIN Sunan Ampel.

Anda mungkin juga menyukai