Anda di halaman 1dari 16

WIRAUSAHA SEBAGAI SOLUSI MENGATASI KEMISKINAN DALAM

PERSPEKTIF FIQH

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Fikih Kontemporer

Dosen Pengampu:

Prof. Dr. Hj. Tutik Hamidah, M.Ag.

Disusun Oleh:

Ilham Ali Yafie (210101210009)

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG


2022
DAFTAR ISI

A. Pendahuluan ………………..……………………………………………..….... 1

1. Latar Belakang…………………………………………………….…..……. 1
2. Rumusan Masalah ………………………………………………..…..…….. 2
3. Tujuan ……………………….……………………………………….……. 2

B. Pembahasan ………………….…….…………………………………..………. 3
1. Konsep dan Pengertian Wirausaha……………………………….…...….… 3
2. Dalil dan Pendapat Ulama’ Tentang Wirausaha .…………………………....7
3. Analisis ……………………………………………………………………..11

C. Kesimpulan ………………………………………………………………...…..13
D. Daftar Rujukan ....………………...…………………………………………… 14
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam Islam setiap muslim harus berusaha dengan keras agar dapat menjadi
tangan diatas daripada tangan dibawah, artinya lebih baik mampu membantu dan
memberi sesuatu pada orang lain dari hasil jerih payahnya, daripada meminta-minta.
Bagaimana bisa membantu orang lain jika untuk memenuhinya diri sendiri jika tidak
mau berusaha keras. Seseorang akan dapat membantu sesama apabila dirinya telah
berkecukupan. Seseorang dikatakan berkecukupan apabila ia mempunya penghasilan
yang lebih. Seseorang akan mendapatkan penghasilan lebih jika berusaha dengan keras
dan baik. Karenanya dalam bekerja harus disertai dengan etos kerja.
Islam mencela orang yang mampu secara fisik dan psikis yang mampu untuk
bekerja tetapi tidak mau berusaha keras. Seorang muslim harus dapat memanfaatkan
karunia yang diberikan Allah yang berupa kekuatan dan kemampuan diri untuk bekal
hidup di dunia maupun di akhirat. Etos kerja yang tinggi merupakan cerminan diri
seorang muslim sejati, karena Islam mengajarkan akhlakul karimah dalam segala hal
termasuk dalam bekerja.
Sebagaimana hadis berikut:

‫مِن أ َ ْن َيأ ْ ُك َل‬ ُّ َ‫ط َعا ًما ق‬


ْ ‫ط َخي ًْرا‬ َ ٌ ‫ َما أ َ َك َل ا َ َحد‬: َ‫سلَ َم قَال‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ‫عن النبي‬ َ ُ‫ع ْنه‬
َ ُ‫ي هللا‬ َ ‫ض‬ ِ ‫ب َر‬ َ ‫ع ْن ْالمِ ْقدَ ِام ب ِْن َم ْع ِد َي ْك ِر‬
َ
) ‫(رواه البخارى‬.ِ‫ع َم ِل يَ ِده‬ َ ‫سالَم َكانَ يَأْكُ ُل م ِْن‬َّ ‫علَ ْي ِه ال‬
َ َ‫اود‬
ُ َ‫ي هللا د‬َّ ِ‫ َوإِ َّن نَب‬، ‫ع َم ِل يَ ِد ِه‬َ ‫مِ ْن‬

Artinya: “Dari Miqdam RA, dari Rasulullah SAW bersabda: tidaklah seseorang makan
makanan yang lebih baik daripada makan hasil kerjanya sendiri dan sesungguhnya Nabi
Daud AS makan dari hasil buah tangan (pekerjaan) nya sendiri” (HR. Al-Bukhari).

Maksud hadis tersebut Nabi menyatakan bahwa usaha yang paling baik adalah
berbuat sesuatu dengan tangannya sendiri dengan syarat jika dilakukan dengan baik dan
jujur. Sehingga maksud usaha seorang dengan tangannya juga dapat dimaknai dengan
wirausaha, karena dengan melakukan sesuatu dengan tangannya berarti seseorang
dituntut dapat menciptakan sesuatu dan dapat memanfaatkan peluang dan kemampuan
yang dimiliki.
Allah memerintahkan agar semua muslim berusaha melakukan usaha apa saja
dan dimana saja sesuai dengan ilmu dan keterampilan yang dimiliki sesuai dengan

1
syariat Islam. Ilmu termasuk dari bagian dari agama, ini berarti berpegang teguh pada
ilmu sama halnya berpegang teguh dengan agama, karena ilmu bersumber dari agama.
Hal ini menunjukkan bahwa jika ingin mendapatkan sesuatu yang baik maka harus
berpegang teguh pada agama dan ilmu, sedangkan agama mengajarkan bahwa dalam
melakukan usaha atau mengembangkan modal tidak melampaui batas, sesuai dengan
Al-Qur’an, as-sunnah, ijma’ dan qiyas.
Adapun kaitan wirausaha dengan kemiskinan, adalah ketika seorang
wirausahawan itu telah berkecukupan bahkan dapat dikatakan lebih dalam hartanya,
maka dengan hasil tersebut dapat membantu orang-orang miskin melalui zakat,
shodaqoh atau bahkan dapat mempekerjakannya sehingga dapat membantu orang
tersebut untuk memenuhi kebutuhan kesehariannya. Disisi lain pemerintah juga dapat
memberikan modal kepada orang-orang miskin untuk menciptakan wirausahanya
sendiri, maka hal ini dirasa akan memberikan perubahan dan dampak dalam
menuntaskan kemiskinan. Sehingga kegiatan berwirausaha ini diharapkan dapat
menjadi salah satu solusi dalam menuntaskan kemiskinan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pengertian dan konsep wirausaha?
2. Bagaimakah dalil dan pandangan ulama’ tentang wirausaha?
3. Bagaimana analisis penulis antara wirausaha dalam menuntaskan kemiskinan?

C. Tujuan
1. Mendeskripsikan pengertian dan konsep wirausaha
2. Mendeskripsikan dalil dan pandangan ulama’ tentang wirausaha
3. Menganalisis kaitan wirausaha dalam menuntaskan kemiskinan

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Wirausaha
1. Pengertian wirausaha

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata wirausaha


merupakan gabungan dari dua kata yang masing-masing memiliki arti, wira dapat
diartikan sebagai pahlawan atau laki-laki, sedangkan kata usaha merupakan sebuah
kegiatan dengan mengerahkan tenaga dan pikiran untuk mencapai suatu maksud.

Kewirausahaan berasal dari kata wira dan usaha, dan diberi imbuhan ke--
an. Wira dapat diartikan sebagai ksatria, pahlawan, pejuang atau gagah berani.
Sedangkan usaha adalah bekerja atau melakukan sesuatu. Jadi, pengertian
kewirausahaan (Entrepreneurship) adalah perilaku dinamis yang berani mengambil
risiko serta kreatif dan berkembang. Sedangkan, pengertian wirausaha
(entrepreneur) adalah seseorang yang tangguh melakukan sesuatu, dari pengertian
diatas pasti anak muda sekarang mau untuk berrwirausaha karena dalam jiwa muda
mempunyai rasa semangat untuk menjadi seorang pahlawan untuk
mengembangkan dan mensejahterakan orang banyak. Kewirausahaan adalah hasil
latihan dan praktek.1

Menurut Robert C. Ronstadt, kewirausahaan adalah suatu proses yang


dinamis untuk meningkatkan kesejahteraan. Kesejahteraan ini diciptakan oleh
individu-individu yang bersedia mengambil risiko, atas kekayaan, waktu, dan/atau
karier dalam menyediakan nilai (sesuatu yang bernilai) pada barang atau jasa.

Orang yang berperan dalam kegiatan kewirausahaan adalah wirausahawan


Wirausahawan juga adalah orang yang melakukan kegiatan atau aktifitas wirausaha
yang mempunyai keinginan, bakat dan kemauan dalam mengenali produk baru,
menentukan tata cara dalam produksi, menyusun manajemen operasi untuk
pengadaan produk baru, memasarkan produk serta mengatur permodalan dan

1
Purnomo, A., Sudirman, A., Hasibuan, A., Sudarso, A., Sahir, S. H., Salmiah, S., Mastuti, R., Chamidah, D.,
Koryati, T., & Simarmata, J. (2020). Dasar-Dasar Kewirausahaan: Untuk Perguruan Tinggi dan Dunia Bisnis.
Yayasan Kita Menulis.

3
pengelolaan keuangan.2 Wirausahawan merupakan seorang inovator yang dapat
mengubah suatu kesempatan menjadi sebuah ide bisnis yang dapat bernilai tambah.

2. Tahap-Tahap dan Karakteristik Wirausaha


Abraham Maslow dalam Mulyadi Nitisusastro dengan teori hirarki
kebutuhan manusia yang terkenal menyatakan tentang kebutuhan dasar manusia.
Setiap manusia membutuhkan makan, minum, tempat tinggal, kepuasan dan
kebutuhan fisik lainnya. Selain itu manusia juga memerlukan rasa aman dan
perlindungan dari gangguan fisik dan emosional yang merugikan. Hingga abad ini
nampaknya teori ini masih sangat relevan sebagai acuan tentang kebutuhan
manusia. Kebutuhan-kebutuhan di atas, sekalipun dikatakan kebutuhan dasar,
belum dapat disediakan oleh pemerintah, sehingga harus dicari dan diusahakan
sendiri oleh setiap manusia secara umum dan khususnya di Indonesia. Sehingga
berwirausaha merupakan pilihan tepat dalam usaha 3 memenuhi berbagai kebutuhan
tersebut
Adapun menurut Tri Siwi Agustina dikutip oleh Abdul Ghofur dkk, terdapat
tahap-tahap dalam wirausaha yakni:
a) Tahap memulai, Yaitu tahap dimana seseorang yang berniat untuk melakukan
usaha mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan, diawali dengan melihat
peluang usaha baru yang memungkinkan.
b) Tahap melaksanakan usaha, Tahap ini merupakan tahap dimana wirausahawan
mengelola berbagai aspek yang terkait dengan usahanya, seperti pembiayaan,
sumber daya manusia, kepemilikan, organisasi, kepemimpinan dan lain
sebagainya.
c) Tahap mempertahankan usaha, Pada tahap ini, wirausahawan berdasarkan
usaha yang telah dicapai melakukan analisis perkembangan yang dicapai untuk
ditindaklanjuti sesuai dengan kondisi yang dihadapi.
d) Tahap mengembangkan usaha, Tahap ini merupakan tahap dimana jika hasil
yang diperoleh tergolong positif dan mengalami perkembangan atau bertahan,
maka perluasan usaha menjadi salah satu pilihan yang mungkin bisa diambil. 4

2
Bahri, Pengantar Kewirausahaan, Pasuruan:CV. Penerbit Qiara Media, 2019, hal. 5
3
Mulyadi Nitisusastro, Kewirausahaan dan Manajemen Usaha Kecil, Bandung: Alfabeta, 2012, hal. 17.
4
Abdul Ghofur. Pesantren Berbasis Wirausaha (Pemberdayaan Potensi Enterpreneurship Santri di Beberapa
Pesantren Kaliwungu Kendal). Jurnal Dimas Volume 15, No. 2 Tahun 2015..
http://journal.walisongo.ac.id/index.php/dimas/article/view/744/660 di akses 29/11/2022

4
Adapun wirausaha juga memiliki karakteristik yang melingkupi beberapa
hal, diantaranya yaitu:

a) Selalu menjaga nilai-nilai agama


Seorang entrepreneur muslim harus selalu menjaga dan menerapkan
nilai nilai akhlaqul karimah dalam berbisnis seperti, selalu ramah, jujur,
amanah, husnudzan. Dengan demikian maka orang lain senang bermitra dan
berbisnis dengannya bukan karena dia sebagai juragan atau majikan yang kaya,
bukan pula karena keuntungan materi semata yang akan diperoleh tetapi karena
kejujuran dan amanahnya. Kemitraan yang didasari nilai-nilai agama,
Insyaallah akan lebih langgeng.
b) Senang memberi manfaat pada orang lain.
Seorang muslim yang berhasil bisnisnya, makin kaya dan makin banyak
usahanya, akan merasa sangat senang karena makin banyak orang yang ikut
menikmati keberhasilannya. Dan inilah bisnis yang profesional menurut Islam.
c) Selalu bersikap adil dalam berbisnis.
Adil itu bukan sama rata, tetapi adil adalah memberikan haknya secara
proporsional bersikap adil berarti juga selalu berusaha memberi kepuasan
kepada semua orang, tidak ada yang dizhalimi atau dirugikan. Keuntungan
bukan hanya milik diri pribadi, tetapi juga milik orang lain. Pebisnis muslim,
bukan hanya memikirkan kepuasan pribadi, tetapi juga kepuasan mitra
bisnisnya atau langganannya.
d) Selalu inovatif dan kreatif dalam berbisnis
Seiring dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat yang
terus berubah, maka seorang entrepreneur muslim harus kreatif dan inovatif,
selalu berorientasi kedepan. Kecerdikan dalam melihat trend masyarakat, dan
kecepatan menangkap peluang adalah solusi untuk memelihara kelangsungan
usahanya.
e) Selalu memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya.
Hampir pasti bahwa orang yang sukses dalam berbisnis adalah mereka
yang pandai memanfaatkan waktu dengan baik. Kesempatan dan peluang bisnis
sering tidak terulang, karena itu waktu yang tersedia jangan sampai disia-siakan.
Sering orang menyesal dan merugi karena kurang cermat memanfaatkan
kesempatan. Banyak ayat-ayat Al-Qur‟an memperingatkan tentang nilai suatu

5
waktu, dan akibat buruknya bila tidak memanfaatkan waktu, tetapi justeru umat
Islam sering terlena membuang-buang waktu.
f) Menjalin kerjasama dengan pihak lain.
Sebagai makhluk sosial manusia perlu menggalang kerjasama untuk
mewujudkan tujuan bersama. Kerjasama merupakan penggabungan banyak
kekuatan sehingga pekerjaan berat menjadi lebih ringan dan yang sulit menjadi
lebih mudah. Hendaknya pengusaha muslim berpikir bagaimana agar
keuntungan dapat dimiliki secara bersama. Semakin banyak yang memperoleh
keuntungan akan semakin baik. Kunci awal dalam menjalin kerjasama adalah
aspek kejujuran dan keadilan bagi para pelaku transaksi. Antara sesama rekan
berusaha merasa senang, antara penjual dan pembeli merasa senang, antara
majikan dan pekerja merasa senang, sehingga tidak ada pihak yang merasa
dirugikan dan didzhalimi. Kerjasama yang berlandaskan iman dan taqwa akan
melahirkan sikap profesionalisme dan amanah. Dari situlah akan memperkecil
peluang kecurangan dan pengkhianatan yang melenceng dari etika bisnis. 5
3. Keuntungan dan Kelemahan wirausaha

Diantara keuntungan-keuntungan dalam berwirausaha, yaitu :

a) Terbuka peluang untuk mengembangkan usaha, menciptakan suasana kerja


sesuai dengan cita-cita yang dikehendaki sendiri.
b) Terbuka peluang untuk mengaktualisasikan dan mendemonstrasikan potensi
kecerdasan dan kreatifitas keterampilan secara penuh.
c) Terbuka peluang untuk dapat mengatur dan menentukan waktu kerja sendiri,
tidak terikat oleh berbagai ketentuan dan peraturan kerja.
d) Makin lama berwirausaha, akan semakin banyak ilmunya, pengalamannya dan
wawasannya sehingga bisa ditularkan kepada orang lain
e) Melahirkan generasi baru yang memiliki talenta dan kemampuan
berwirausaha. 6
f) Berkembangnya kewirausahaan, maka akan meningkatkan kekuatan ekonomi
Negara. Telah terbukti dalam sejarah perjalanan bangsa bahwa Usaha Kecil

5
Sudradjat Rasyid, dkk. Kewirausahaan Mandiri (Bimbingan Santri Mandiri), Jakarta: PT. Citrayudha, 2005, hal.
46.
6
Sudradjat Rasyid, dkk. Kewirausahaan Mandiri (Bimbingan Santri Mandiri), Jakarta: PT. Citrayudha, 2005, hal.
8.

6
Menegah (UKM) adalah basis ekonomi yang paling tahan menghadapi
goncangan krisis yang bersifat multidimensial.
g) Dengan berkembangnya kewirausahaan, maka akan menumbuhkaan etos kerja
dan kehidupan yang dinamis, serta semakin banyaknya partisipasi masyarakat
terhadap pembangunan bangsa. 7

Dalam berwirausaha selain keuntungan pasti juga ada kekurangannya. Adapun


kelemahan-kelemahan dalam berwirausaha, diantaranya yaitu:

a) Memperoleh pendapatan yang tidak pasti, dan memikul berbagai resiko. Jika
resiko ini telah diantisipasi secara baik, maka berwirausaha telah menggeser
resiko tersebut.
b) Bekerja keras dan waktu/ jam kerjanya panjang.
c) Kualitas kehidupannya masih rendah sampai usahanya berhasil, sebab harus
berhemat.
d) Tanggung jawabnya sangat besar, banyak keputusan yang harus dibuat
walaupun kurang menguasai permasalahan yang dihadapinya. 8

B. Dalil dan Pendapat Ulama’ Tentang Wirausaha

Hukum asal dalam muamalah adalah halal dan mubah, karena hubungan
manusia dengan manusia dalam Islam termasuk dalam kajian muamalah. Pengertian
muamalah sendiri ialah aturan-aturan Allah yang wajib ditaati yang mengatur hubungan
manusia dengan manusia dalam kaitannya dengan cara memperoleh dan
mengembangkan harta benda.9

Pada dasarnya segala kegiatan muamalah itu diperbolehkan hingga ada dalil
yang melarangnya. Hal ini selaras dengan kaidah fiqh:

‫َحر ْي ِمه‬ َ ‫ص ُل فِي ال ُمعا َمل ِة ِاِل َبا َحة ِإال أ َ ْن َيد ُخ َل دَ ِل ْي ُل‬
ِ ‫على ت‬ ْ َ ‫األ‬

Artinya: “Hukum asal dalam muamalah adalah kebolehan sampai ada dalil yang
menunjukkan keharamannya”. 10

7
Nur Baladina. Membangun Konsep Entrepreneurship Islam. Jurnal Ululalbab Vol.13. No.2 Tahun 2012.
http://ejournal.uin-malang.ac.id/index.php/ululalbab/article/download/2371/pdf diakses 30/11/2022
8
Buchari Alma. Kewirausahaan (Edisi Revisi) (Bandung: Alfabeta, 2013), hal. 4.
9
Qamarul Huda, Fiqh Muamalah, Yogyakarta: Teras, 2011, hlm. 4.
10
A. Djazuli, Kaidah-Kaidah Fikih, Jakarta: Prenada Media Group, 2007, hlm. 10.

7
Islam merupakan agama yang paling sempurna dalam segala hal. Salah satu
kesempurnaan syariat Islam ini adalah dengan mengharuskan kepada umatnya agar
bekerja dan berbisnis dengan jalan yang benar dan menjauhi segala hal yang dilarang
oleh Allah dan rasul-Nya. Banyak bisnis atau wirausaha yang dapat dilakukan dalam
rangka memenuhi kebutuhan hidup di dunia dan dalam rangka beribadah kepada Allah
SWT, mulai dari berdagang, berkebun, beternak, sewa menyewa lahan dsb. Salah satu
bisnis atau wirausaha yang dibahas dalam pembahasan ini adalah perniagaan atau
berdagang.
Adapun para fuqaha’ telah sepakat dan menjelaskan bahwa mu’amalah, baik
jual beli, sewa menyewa, dan semisalnya hukum asalnya adalah halal dan
diperbolehkan karena telah jelas disebutkan dalam Al-Quran. Adapun berwirausaha
dalam bentuk perdagangan merupakan salah satu profesi yang sangat mulia dan utama
selagi dijalankan dengan jujur dan sesuai dengan aturan serta tidak melanggar batas-
batas syari’at yang telah ditetapkan oleh Allah dan rasul-Nya di dalam Al-Qur’an dan
As-Sunnah Ash-Shahihah.

Diantara dalil yang menerangkan tentang berdagang adalah:

Sebagaimana yang tercantum dalam QS Al Baqarah ayat 275 yang berbunyi:

‫س ۚ َٰذَلِكَ ِبأَنَّ ُه ْم قَالُوا ِإنَّ َما ْال َب ْي ُع‬


ِّ ِ ‫طا ُن مِنَ ْال َم‬ َ ‫ش ْي‬ ُ َّ‫الر َبا َال َيقُو ُمونَ ِإ َّال َك َما َيقُو ُم ا َّلذِي َيت َ َخب‬
َّ ‫طهُ ال‬ ِّ ِ َ‫ا َّلذِينَ َيأ ْ ُكلُون‬
ِ َّ ‫ف َوأ َ ْم ُرهُ إِلَى‬
ۖ ‫َللا‬ َ َ‫سل‬ َ ‫ظةٌ م ِْن َربِِّ ِه فَا ْنت َ َه َٰى فَلَهُ َما‬ َ ‫الربَا ۚ فَ َم ْن َجا َءهُ َم ْو ِع‬ ِّ ِ ‫َللاُ ْالبَ ْي َع َو َح َّر َم‬ ِّ ِ ‫مِثْ ُل‬
َّ ‫الر َبا ۗ َوأ َ َح َّل‬
َ‫ار ۖ هُ ْم فِي َها خَا ِلد ُون‬ ِ ‫اب ال َّن‬
ُ ‫ص َح‬ ْ َ ‫عادَ فَأُو َٰلَئِكَ أ‬
َ ‫َو َم ْن‬

Artinya: "Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri


melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan)
penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata
(berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai
kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka
baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya
(terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah
penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya." (QS Al Baqarah: 275)

8
Artinya, Islam tidak melarang segala bentuk jual beli selama tidak merugikan
salah satu pihak dan tidak melanggar aturan-aturan yang telah ditetapkan. Allah SWT
juga tidak melarang umat muslim dalam mencari rezeki melalui jual-beli. Hal ini
termaktub dalam firman Allah QS Al Baqarah ayat 198:

‫ح أ َ ْن ت َ ْبتَغُوا فَض ًْال م ِْن َربِِّكُ ْم‬


ٌ ‫علَ ْيكُ ْم ُجنَا‬ َ ‫ۚ لَي‬
َ ‫ْس‬

Artinya: "... Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil
perniagaan) dari Tuhanmu." (QS Al Baqarah: 198)

Selain itu juga terdapat hadist-hadist yang menjelaskan tentang perilaku jual
beli, diantaranya adalah:

Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu alaihi wasallam
bersabda:

‫صدوق األ َ َمين َم َع النَبيين والصديقين والش َهدَاء‬


َ ‫الت َاجر ال‬

“Pedagang yang senantiasa jujur lagi amanah akan bersama para nabi, orang-orang
yang selalu jujur dan orang-orang yang mati syahid.” (HR. Tirmidzi, Kitab Al-Buyu’
Bab Ma Ja-a Fit Tijaroti no. 1130)

Dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu


alaihi wasallam bersabda:

‫إن أطيب الكسب كسب التجار الذي إذا حدثوا لم يكذبوا و إذا ائتمنوا لم يخونوا و إذا وعدوا لم يخلفوا‬

‫و إذا اشتروا لم يذموا و إذا باعوا لم يطروا و إذا كان عليهم لم يمطلوا و إذا كان لهم لم يعسروا‬

“Sesungguhnya sebaik-baik penghasilan ialah penghasilan para pedagang yang mana


apabila berbicara tidak bohong, apabila diberi amanah tidak khianat, apabila berjanji
tidak mengingkarinya, apabila membeli tidak mencela, apabila menjual tidak
berlebihan (dalam menaikkan harga), apabila berhutang tidak menunda-nunda
pelunasan dan apabila menagih hutang tidak memperberat orang yang sedang
kesulitan.” (Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi di dalam Syu’abul Iman, Bab Hifzhu Al-
Lisan IV/221).

9
Berdagang bukan hanya sekedar mencari untung saja namun bagaimana kita
mampu menjalin komunikasi yang baik kepada konsumen melalui etika-etika bisnis.
Seperti yang telah difirrmankan oleh Allah dalam surat Al-jumuah ayat 10:

۱۰: ‫ض ِل هللاِ َواذُكُ ُرهللاَ َكثِي ًْرا لَعَلَّكُ ْم ت ُ ْف ِل ُح ْونَ (الجمعة‬ ِ ‫صالَةُفَا ْنتَش ُِر ْوا فِي اْآلَ ْر‬
ْ َ‫ض َوا ْبتَغُ ْوا م ِْن ف‬ ِ ُ‫فَاءِ ذَا ق‬
َّ ‫ضيَ ِة ال‬

Menurut Ibnu Katsir dalam tafsir ibnu Katsir juz 28 di halaman 10 penafsiran
ayat di atas adalah setelah Allah melarang kaum muslimin berdagang saat shalat jum’at
ditunaikan, Allah mengizinkan kita untuk mencari karunia Allah yang berupa rizki
yang diberikan Allah (berdagang) lagi setelah shalat jum’at selesai ditunaikan.

Firman Allah selanjutnya dan berdzikirlah kamu kepada Allah banyak-banyak


supaya kamu beruntung “. Yakni ketika kalian sedang melakukan jual beli , dan ada
saat kalian mengambil dan memberi hendaklah selalu ingat pada Allah dan janganlah
kesibukan dunia melupakan kalian dari hal-hal yang bermanfaat untuk kehidupan
akhirat. Oleh karena itu di dalam hadits disebut

َ ‫ لَهُ اْل ُم ْلكُ َولَهُ اْل َح ْمد ُ َوه َُو‬,ُ‫ الَإِلَهَ إِالَّهللاُ َو ْحدَهُ الَش َِريْكَ لَه‬:‫ق فقال‬
,‫علَى كُ ِِّل ش َْي ٍء قَ ِدي ٌْر‬ ِ ‫ِّم ْن دَ َخ َل سُ ْوقًا مِنَ اْآلَس َْوا‬

َ ِ‫ف أ َ ْلف‬
‫سيِِّئ َ ٍة‬ َ ‫ع ْنهُ أ َ ْل‬ َ ‫ف أ َ ْلفِ َح‬
َ ‫سنَ ٍة َو َم َحا‬ َ ‫ِب لَه ُ أ َ ْل‬
َ ‫كُت‬

Artinya: “ Barangsiapa masuk ke salah satu pasar, kemudian dia mengucapkan: “ Tidak
ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah yang maha esa, tidak ada sekutu bagi-
Nya, kerajaan bagi-Nya, dan Dia maha Kuasa atas segala sesuatu, “ maka Allah akan
mencatat baginya sejuta kebaikan dan akan menghapuskan darinya sejuta keburukan.”

Bisnis dan profesi apapun beserta keuntungannya akan menjadi musibah dan
petaka bagi pelakunya di dalam kehidupan dunia dan akhirat jika dilakukan dengan
cara-cara yg diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Apalagi di sana terdapat beberapa
hadits dari nabi shallallahu alaihi wasallam yang menunjukkan celaan bagi sebagian
para pedagang atau pelaku bisnis. Di dalam hadits yg shohih, Nabi shallallahu alaihi
wasallam bersabda:

(‫)إن التجار يبعثون يوم القيامة فجارا إال من اتقى هللا وبر وصدق‬

“Sesungguhnya para pedagang (pengusaha) akan dibangkitkan pada hari kiamat


sebagai para penjahat kecuali pedagang yang bertakwa kepada Allah, berbuat baik dan
jujur.” (HR. Tirmidzi, Kitab Al-Buyu’ Bab Ma Ja-a Fi At-Tujjar no.1131)

10
Dari dalil tentang perniagaan diatas dikatahui bahwa Islam sangat
menganjurkan bagi para penganutnya untuk berwirausha dan mengedepankan ahlakul
karimah didalam menjalankannya, seperti jujur, pemurah, amanah, kasih sayang, dsb,
sebagaimana yg diajarkan dan dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Islam mengajarkan bahwa dalam perniagaan tidak semata mata mencari keuntungan
secara duniawi saja. Namun seorang pengusaha juga harus membekali dirinya dengan
bekal keimanan dan ilmu syar’i, khususnya yg berkaitan dengan fikih muamalah dan
bisnis agar bisa menjadi pengusaha yang baik dan benar serta tidak terjerumus dalam
hal-hal yang haram. Sehingga profesi yang dijalankannya mendatangkan pahala dan
keridhoan dari Allah SWT karena bernilai ibadah yang agung.

C. Analisis
Telah diketahui sebagaimana paparan diatas, hukum dasar berwirausaha adalah
diperbolehkan selama tidak bertentangan dengan syariat Islam. Berwirausaha,
berdagang, atau memulai usaha sendiri adalah jenis usaha yang paling dianjurkan dalam
agama Islam. Nabi Muhammad SAW sendiri dulunya adalah seorang pedangang yang
cerdas, jujur, dan tersohor. Berkat berdagang, Rasulullah SAW akhirnya berhasil
menjadi orang yang sukses dan kaya raya pada jamannya. Beliau berdagang dengan
cara membeli sejumlah barang dari pasar untuk bisa dijual lagi di pasar yang lain.
Berwirausaha atau berdagang ini juga tidak hanya bisa dilakukan dengan cara menjual
barang saja. Berdagang juga bisa dilakukan dengan cara menjual keterampilan atau jasa
yang dimiliki. Dengan berdagang secara jujur dan ulet seseorang bisa meraih
kesuksesan dan rejeki yang berkah.

Selain menganjurkan berwirausaha, Islam pun menganjurkan kepada para


menganutnya untuk berjiwa sosial dimana sebagian penghasilan yang diperoleh dari
perniagaan dan pekerjaan lainnya untuk diinfaqkan dan dikeluarkan zakatnya jika telah
terpenuhi syarat wajib zakat dan diinfaqkan di jalan yang Allah ridhoi. Sehingga dengan
berwirausaha, dapat membantu orang-orang sekitar yang kekurangan dalam hal
ekonomi. Maka hal ini dirasa akan memberikan perubahan dan dampak dalam
menuntaskan kemiskinan. Sehingga kegiatan berwirausaha ini diharapkan dapat
menjadi salah satu solusi dalam menuntaskan kemiskinan dengan konsep saling
membantu dan tolong menolong.

11
Kewirausahaan sosial telah disadari memberikan dampak sosial yang besar,
terutama dalam mengentaskan kemiskinan. Inovasi dan ide yang di luar batas pemikiran
umum (out of the box) menjadi instrumen utama. Selain itu, kecerdasan emosional yang
dimiliki oleh wirausaha sosial terus mendorong untuk mencari peluang dalam
melakukan perubahan sosial. Karakteristik seorang wirausaha yang berani mengambil
risiko menandakan sebagai seseorang yang tangguh dalam upaya menyelesaikan
permasalahan sosial.
Pembangunan ekonomi yang berkeadilan, terutama bagi masyarakat miskin
menjadi pendorong untuk melakukan perubahan yang signifikan melalui inovasi sosial.
Pendekatan kewirausahaan membuka jalan bagi pemerataan distribusi ekonomi. Selain
itu, gagasan baru yang kreatif dalam konsep kewirausahaan seringkali melewati batas-
batas tradisi dalam aktivitas ekonomi yang berlaku secara konvensional. Kemunculan
konsep kewirausahaan telah meretas asumsi yang ada dalam teori ekonomi neo klasik.
Merujuk pada Schumpeter, kewirausahaan didefinisikan sebagai “creative
destruction”. 11 Definisi ini menekankan bahwa konsep kewirausahaan bersifat kreatif.
Kreativitas mendorong pada inovasi dan menjadi alat utama dalam memanfaatkan
peluang yang ada. Wirausaha akan selalu mencari perubahan dan meresponnya, serta
memanfaatkannya sebagai peluang untuk menciptakan nilai dan menyelesaikan
masalah.

11
Drucker, P. F., 1985. Innovation and Entrepreneurship. New York: Harper & Row

12
BAB III

KESIMPULAN

1. Berwirausaha merupakan kegiatan ekonomi yang bermacam-macam jenisnya. Adapun


hukum dasar dalam Islam adalah boleh, bahkan dalam Islam cenderung diberikan
kebebasan untuk melakukan muamalah tersebut, selama tidak bertentangan dengan
ketentuan dan aturan Allah SWT.
2. Dengan melihat realita secara jujur dan objektif, maka orang sadar bahwa
menumbuhkan mental wirausaha merupakan terobosan yang penting dan tidak dapat
ditunda-tunda lagi. Kita semua harus berpikir untuk melihat dan melangkah ke arah
sana, karena memiliki berbagai manfaat di dalamnya, termasuk dapat membantu
masyarakat yang miskin.
3. Dalam Islam, baik dari segi konsep maupun praktik, aktivitas kewirausahaan bukanlah
hal yang asing, justru inilah yang sering dipraktikkanoleh Nabi, istrinya, para sahabat,
dan juga para ulama di tanah air. Sehingga perlu ditirukan oleh masyarakat umum
karena dampak yang diberikan sangatlah banyak.

13
DAFTAR PUSTAKA

A. Djazuli. (2007). Kaidah-Kaidah Fikih. Jakarta: Prenada Media Group.


Abdul Ghofur. Pesantren Berbasis Wirausaha (Pemberdayaan Potensi Enterpreneurship
Santri di Beberapa Pesantren Kaliwungu Kendal). Jurnal Dimas Volume 15, No. 2
Tahun 2015.. http://journal.walisongo.ac.id/index.php/dimas/article/view/744/660 di
akses 29/11/2022
Bahri. (2019). Pengantar Kewirausahaan. Pasuruan: CV. Penerbit Qiara Media.
Buchari Alma. (2013). Kewirausahaan (Edisi Revisi). Bandung: Alfabeta.
Drucker, P. F. (1985). Innovation and Entrepreneurship. New York: Harper & Row

Mulyadi Nitisusastro. (2012). Kewirausahaan dan Manajemen Usaha Kecil. Bandung:


Alfabeta.
Nur Baladina. Membangun Konsep Entrepreneurship Islam. Jurnal Ululalbab Vol.13. No.2
Tahun 2012. http://ejournal.uin-
malang.ac.id/index.php/ululalbab/article/download/2371/pdf diakses 30/11/2022
Purnomo, A., Sudirman, A., Hasibuan, A., Sudarso, A., Sahir, S. H., Salmiah, S., Mastuti, R.,
Chamidah, D., Koryati, T., & Simarmata, J. (2020). Dasar-Dasar Kewirausahaan: Untuk
Perguruan Tinggi dan Dunia Bisnis. Medan : Yayasan Kita Menulis.
Qamarul Huda. (2011). Fiqh Muamalah, Yogyakarta: Teras.
Sudradjat Rasyid, dkk. (2005). Kewirausahaan Mandiri (Bimbingan Santri Mandiri). Jakarta:
PT. Citrayudha.

14

Anda mungkin juga menyukai