SKRIPSI
Disusun Oleh :
MOHD AMIRUL ISKANDAR BIN OTHMAN
11830215287
PROGRAM S1
JURUSAN ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
TAHUN 2022 M / 1442 H
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia diciptakan di muka bumi ini sebagai khalifah. Sebagaimana dalam
Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 30 yang artinya “Dan (ingatlah) ketika tuhanmu
berfirman kepada para malaikat, ‘aku hendak menjadikan khalifah di bumi’.
Mereka berkata ‘Apakah engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan
menumpahkan darah di sana, sedangkah kami bertasbih memuji-Mu dan
menyucikan nama-Mu?’ Dia berfirman,’Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui’1. Telah jelas bahwa diciptakannya manusia di bumi adalah sebagai
khalifah. Sebagai khalifah, tugas manusia bukan hanya berdiam saja, tetapi harus
beribadah, bergerak, bekerja, berkarya dalam kehidupan
Manusia sering disebut sebagai makhluk sosial, makhluk ekonomi, makhluk
aktualisasi diri, dan makhluk yang berbicara atau berpikir. Sebagai makhluk
sosial, manusia adalah makhluk bermasyarakat yang senang berkumpul dan
berkelompok, satu sama lainnya saling membutuhkan. Sebagai makhluk
aktualisasi diri, manusia senantiasa berusaha untuk mangaktualkan dirinya dengan
keadaan agar tidak ketinggalan. Sebagai makhluk yang berbicara, manusia adalah
makhluk yang berakal, yang selalu berpikir baik dalam ucapan maupun perbuatan.
Sebagai makhluk ekonomi, manusia bertujuan mencari kenikmatan sebesar-
besarnya dan menjauhi ketidaknyamanan sebisa mungkin.2 Oleh karena itu,
manusia cenderung untuk selalu berusaha mencapai kualitas hidup yang lebih
baik, salah satunya dengan bekerja. Dari bekerjalah manusia memperoleh
pendapatan yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
1
Departemen agama RI. Al-Qur’an dan terjemahan (Bandung: CV penerbit dari ponegoro, 2013 ) hlm. 6.
2
Atang ABD, Hakim dan Jaih Mubarak. Metodologi Studi Islam. Bandung : PT Remaja Rosdakarya,
2000), hlm. 207.
1
2
(i’wadh al-mitsl) dan harga yang adil (Thaman al-mitsl). Ibnu Taimiyah berkata
“Kompensasi yang setara akan diukur dan ditaksir oleh hal-hal yang setara dan
itulah esensi dari keadilan (nafs al-‘adl).3
Pengupahan karyawan atau pekerja tersebut merupakan bentuk pemberian
kompensasi berupa gaji yang diberikan oleh majikan kepada karyawan.
Kompensasi tersebut bersifat finasial dan merupakan yang utama dari bentuk-
bentuk kompensasi yang ada bagi karyawan. Karena gaji yang diterima karyawan
berfungsi sebagai penunjang untuk kelangsungan hidupnya, yaitu untuk memenuhi
sandang, pangan, papan, pendidikan dll. Sedangkan bagi perusahaan, upah yang
diberikan kepada karyawan berfungsi sebagai jaminan untuk kelangsungan
produksi atau usaha perusahaan tersebut. Maka hubungan antara pengusaha
dengan pekerja harus terjaga baik dan saling memahami kebutuhan masing-
masing. Majikan harus memberikan upah yang sesuai dengan pekerjaan si pekerja
tersebut dan pekerja harus bekerja secara profesional.4
Upah dalam agama Islam, merupakan sesuatu yang harus dibayarkan atau
diberikan kepada pihak yang berhak menerimanya, sebagai bentuk atas jaminan
serta penghargaan terhadap apa yang telah dikerjakannya terhadap pemberi upah,
sesuai dengan isi kesepakatan antar keduanya. Nilai yang terdapat dalam upah
haruslah senilai dengan apa yang telah menjadi kesepakatan dan pekerjaan yang
disepakati antara pihak pemilik tenaga kerja dengan tenaga kerja tersebut. Dalam
pemberian upah, juga terdapat batasan waktu yang telah ditentukan, sehingga
pihak pemberi upah tidak dapat secara semena-mena dalam pemberian upah
tersebut. Bahkan, terdapat Hadits Nabi yang menerangkan, alangkah baiknya jika
pihak pemberi Upah tersebut segera membayar (memberikan) apa yang menjadi
hak atas pekerjanya, yang berdasarkan pada Hadits, yang berartikan “Bayarlah
Upah atas pekerja tersebut, sebelum kering keringatnya”5.
3
A.A. Islahi, Economic Concept of Ibn Taimiyah, diterjemahkan oleh Anshari Thayib “Konsepsi
Ekonomi Ibnu Taimiyah”. (Bina Ilmu : Surabaya, 1997), hlm. 91.
4
Susilo Martoyo, Manajemen Sumber Daya Manusia. (Yogyakarta : PT. BPHFE, 1987)., hlm. 130.
5
Nur Aksin, “Upah dan tenaga kerja (Hukum ketenagakerjaan dalam islam)“ dalam jurnal Meta Yuridis,
vol 1, no. 2, tahun 2018, hlm. 73.
4
Mengenai upah yang adil bagi seorang buruh sesuai kehendak Syari’ah
bukan suatu pekerjaan yang mudah. Kompleksitas permasalahannya terletak pada
ukuran yang akan digunakan dan dapat membantu mentransformasikan konsep
upah yang adil ke dalam dunia kerja. Dalam menetapkan upah seorang tidak
dibenarkan bertindak kejam terhadap kelompok pekerja dengan menghilangkan
hak sepenuhnya dari bagian mereka. Upah ditetapkan dengan cara paling tepat
tanpa harus menindas pihak manapun. Setiap pihak harus memperoleh bagian
yang sah dari hasil kerja sama mereka tanpa adanya ketidak adilan terhadap pihak
lain.
Bekerja termasuk ibadah yang merupakan kewajiban bagi manusia,
sebagaimana dalam Surah At-Taubah Ayat 105 terdapat kata I’maluu yang berarti
“bekerjalah atau beramalah”. Kata I’maluu merupakan kalimat fiil amr yang
berarti perintah untuk bekerja. Bekerja merupakan salah satu usaha manusia untuk
memperoleh penghidupan. Karena untuk menjalani kehidupan, manusia bukan
hanya bertawakal saja, namun harus diimbangi dengan usaha dan do’a. Firman
Allah QS. At-Taubah : 105,
الش َه َاد ِة َفُينَبُِّئ ُك ْم ِ وقُ ِل ْاعملُ ْوا فَس َيرى ال ٰلّهُ َعملَ ُكم ور ُس ْولُهٗ والْمْؤ ِمُن ْو ۗنَ و َس ُتر ُّد ْو َن اِىٰل ٰعلِ ِم الْغَْي
َّ ب َو َ َ ُ َ ََ ْ َ ََ َ َ
َمِب َا ُكْنتُ ْم َت ْع َملُ ْو ۚن
“Katakanlah (Nabi Muhammad), “Bekerjalah! Maka, Allah, rasul-Nya, dan
orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu. Kamu akan dikembalikan
kepada (Zat) yang mengetahui yang gaib dan yang nyata. Lalu, Dia akan
memberitakan kepada kamu apa yang selama ini kamu kerjakan.”
Menurut Buya Hamka, di dalam ayat ini Tuhan menegaskan bahwa Tuhan
memperhatikan amal kita. Kita tidak lepas dari mata Tuhan. Dan di waktu Rasul
s.a.w. hidup, beliau pun melihat. Dan kaum yang beriman pun melihat. sebab itu
orang yang beriman, kalau dia beramal tidaklah perlu memukul canang,
menyorakkan ke hilir ke mudik bahwa saya berjasa dan saya kerja keras.
Walaupun bekerja diam-diam di tempat sunyi, namun akhirnya pekerjaan yang
5
baik itu akan diketahui orang juga. Memang kadang-kadang sesama manusia ada
yang dengki, iri hati dan tidak mau mengakui jasa baik seorang yang bekerja.
Janganlah itu diperdulikan, sebab penghargaan dari Allah dan Rasul dan orang
yang beriman, adalah yang lebih tinggi nilainya daripada hanya hasrat dengki
manusia. Dan cobalah fikirkan dengan tenang, kita bekerja yang baik, beramal
yang shalih dalam dunia ini, lain tidak, karena memang yang baik itulah yang
wajib kita kerjakan6.
Faktor pendorong penting yang menyebabkan manusia bekerja adalah
adanya kebutuhan yang harus dipenuhi. Aktivitas dalam kerja mengandung unsur
suatu kegiatan sosial, menghasilkan sesuatu, dan pada akhirnya bertujuan untuk
memenuhi kebutuhannya. Namun demikian di balik tujuan yang tidak langsung
tersebut orang bekerja untuk mendapatkan imbalan yang berupa upah atau gaji
dari hasil kerjanya itu. Jadi pada hakikatnya orang bekerja, tidak saja untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya, tetapi juga bertujuan untuk mencapai
taraf hidup yang lebih baik.
Dalam kehidupan bermasyarakat, disadari atau tidak bahwa manusia selalu
berhubungan antara satu dengan yang lainnya guna memenuhi kebutuhan
hidupnya.7 Kaitannya dengan hal itu, Al-Qur’an selain memberi tekanan yang
sangat besar terhadap pentingnya bekerja, juga dengan jelas menunjukkan bahwa
manusia diciptakan di muka bumi untuk bekerja demi kehidupannya. 8 Dalam
hubungan kerja, satu pihak ada yang sebagai penyedia jasa manfaat atau tenaga
yang disebut buruh dan akan mendapatkan kompensasi berupa upah, serta sebagai
pihak yang menyediakan pekerjaan yang disebut majikan. Dalam literatur fiqh
dinamakan sewa menyewa jasa tenaga manusia, yang disebut akad ijārah al-‘amal
(yaitu ijarah dengan cara memperkerjakan seseorang untuk melakukan sesuatu.9
6
Buya hamka, Tafsir Al Azhar. hlm. 3121.
7
Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam). Yogyakarta : UII Press.
2000)., hlm. 16.
8
Afzalurrahman, Muhammad Sebagai Seorang Pedagang. Jakarta : Yayasan Swarna Bhunny, 1997., hlm.
286
9
M. Yazid Afandi, Fiqh Muamalah dan Implementasinya dalam Lembaga Keuangan Syariah.
Yogyakarta : Logung Pustaka, 2009) hlm. 188.
6
B. Penegasan Istilah
Agar kajian ini lebih mudah dimengerti serta menghindari dari kekeliruan
dalam memahami kata kunci yang terdapat dalam judul, penulis merasa perlu
untuk menjelaskan istilah-istilah tersebut sebagai berikut :
1. Kompensasi (Upah)
Kompensasi dalam agama Islam dikenal dengan istilah Ujral al-Amah.
Menurut Ulama’ Syafi’iyah dan Hanabilah, keberadaan kompensasi
tergantung pada adanya akad. Al Ijarah ( wage, lease, hire ) arti asalnya
adalah imbalan kerja (upah)10. Dalam istilah bahasa Arab dibedakan menjadi
al Ajr dan al Ijarah. Al Ajr sama dengan al Tsawab, yaitu pahala dari Allah
sebagai imbalan taat. Sedangkan Al Ijarah : upah sebagai imbalan atau jasa
kerja11. Kompensasi merupakan segala bentuk penghargaan yang diberikan
perusahaan kepada pegawai sebagai balas jasa atas kontribusinya kepada
perusahaan dan organisasi. Kompensai merupakan salah satu motivasi
seorang pegawai bekerja dalam suatu organisasi. Untuk itu, suatu organisasi
harus memperhatikan pemberian kompensasi yang adil dan layak bagi
pegawai. Karena dengan memberikan kompensasi yang layak maka akan
memberikan kepuasan kerja dan keefektifan pegawai dalam melaksanakan
pekerjaan.
2. Kerja
Menurut kamus besar bahasa Indonesia kerja merupakan suatu kegiatan
yang dilakukan (diperbuat), seperti mencari nafkah, mata pencaharian dll.
10
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid terj. Cet II, Jakarta: Pustaka Amani, 2002, hlm. 61.
11
Ibid. hlm. 61.
7
C. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah dilakukan utnuk menjelaskan kemungkinan-
kemungkinan cakupan masalah-masalah yang dapat muncul dalam penelitian
dengan melakukan identifikasi dan inventarisasi sebanyak-banyaknya yang
kemudian dapat diduga sebagai masalah. Berdasarkan latar belakang masalah di
atas maka identifikasi masalah penelitian ini adalah :
1. Tafsir tentang bekerja termasuk bagian dari ibadah dan kewajiban bagi umat
islam.
E. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Penafsiran ayat-ayat tentang Kompensasi atau Upah dalam al-Qur’an ?
2. Bagaimana konsep kompensasi serta relevansinya di masa kini?
F. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan dari uraian batasan dan rumusan masalah di atas, maka tujuan
penulisan ini adalah untuk menjawab berbagai masalah yang telah disebutkan
sebelumnya, dan mencari jawaban atas persoalan-persoalan sebagai berikut.
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui penafsiran ayat-ayat tentang Kompensasi atau Upah
dalam al-Qur’an
b. Untuk mengetahui konsep kompensasi serta relevansinya di masa kini.
2. Manfaat Penelitian
a. Adapun manfaat dari penelitian di atas adalah untuk memberi
pengetahuan kepada kita semua dan diri penulis tentang kontteks
kepemimpinan dalam al- Qur’an dan Mufassir.
b. Sebagai bahan (bacaan) bagi penulis dan para peneliti berikutnya,
dalam menyusun karya ilmiah yang berkaitan dengan kajian tafsir
tentang kepemimpinan dalam Al-Qur’an.
c. Untuk melengkapi dan memenuhi syarat dalam menyelesaikan studi di
jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin Universitas
Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau- Pekanbaru.
d. Manfaat Secara Akademis penelitian ini adalah sebagai kajian ilmiah
dan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan wawasan dalam
keilmuan khususnya Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, dan penulis juga
berharap penelitian ini juga dapat memberikan kontribusi bagi kajian
keislaman terutama di bidang tafsir khususnya dan berguna untuk
menambah khazanah keilmuan dalam bidang pemikiran Islam dan
tafsir al-Qur’an.
G. Sistematika Penulisan
Penelitian ini terkandung beberapa kaitan, diantaranya: Bab I Pendahuluan:
9
A. Landasan Teori
1. Kompensasi (Upah)
Menurut Afzalur Rahman kompensasi atau upah dapat didefinisikan dengan
sejumlah uang yang dibayar oleh orang yang memberi pekerjaan kepada seorang
pekerja atas jasanya sesuai perjanjian.12 Sedangkan menurut Sadono Soekirno
mendifinisikan upah sebagai pembayaran yang diperoleh atas berbagai bentuk jasa
yang disediakan dan diberikan oleh tenaga kerja kepada para pengusaha.13
T. Gilarso memaknai upah sebagai balas karya untuk faktor produksi tenaga
kerja manusia, yang secara luas mencakup gaji, honorarium, uang lembur,
tunjangan dan lain-lain.14
Dalam bukunya yang berjudul sistem penggajian Islam Didin Hafiuddin
memaknai upah sebagai suatu oenerimaan sebagai imbalan dari pemberian kepada
penerima pekerja untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah dan akan dilakukan,
berfungsi sebagai jaminan kelangsungan hidup yang layak bagi kemanusiaan dan
produksi, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut suatu
persetujuan, undang-undang dan peraturan dan dibayarkan atas dasar suatu
perjanjian kerja antara pemberi dan penerima kerja.15
Jadi kompensasi atau upah merupakan harga yang dibayarkan kepada pekerja
atas jasanya dalam produksi kekayaan seperti faktor produksi lainnya, tenaga kerja
yang diberikan imbalan atas jasanya. Dengan kata lain, kompensasi atau upah
adalah harga dari manfaat tenaga yang dibayarkan atas jasanya dalam bekerja.
12
Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam Jilid II, (Yogyakarta : PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995)., hlm.
361.
13
Sadono Sukirno. Mikro Ekonomi Pengantar Teori, Ediai III,. (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada :
2005)., hlm. 350.
14
T. Gilarso, Pengantar Ilmu EkonomiMikro. (Yogyakarta : Kanisius, 2003)., hlm. 211.
15
Didin Hafiuddin dan Hendri Tanjung. Sistem Penggajian Islam, (Jakarta : Raih Asa Sukses, 2008).,
hlm. 89.
10
11
pekerjaan yang lebih produktif. Dengan kata lain ada kecenderungan para
karyawan dapat bergeser atau berpindah dari yang kompensasinya rendah
ketempat kerja yang kompensasinya tinggi dengan cara menunjukkan prestasi
kerja yang lebih baik.
b) Mendorong stabilitas dan pertumbuhan ekonomi, sebagai akibat aplikasi dan
penggunaan sumber daya manusia, dalam organisasi yang bersangkutan secara
efisien dan efektif tersebut maka dapat diharapkan bahwa sistem pemberian
kompensasi tersebut secara langsung dapat memberikan stabilitas organisasi dan
secara tidak langsung ikut andil dalam mendorong stabilisasi dan partumbuhan
ekonomi secara keseluruhan.
c) Penggunaan sumberdaya manusia secara lebih efisien dan efektif, Dengan
pemberian kompensasi yang tinggi kepada karyawan mengandung implikasi
bahwa organisasi akan menggunakan tenaga kerja karyawan dengan seefisien
mungkin. Sebab dengan cara demikian organisasi yang bersangkutan akan
memperoleh manfaat dan keuntungan semaksimal mungkin. Disinilah
produktivitas karyawan sangat menetukan
َّه َاد ِة َفُينَبُِّئ ُك ْم ِ وقُ ِل ْاعملُ ْوا فَس َيرى ال ٰلّهُ َعملَ ُكم ور ُس ْولُهٗ والْمْؤ ِمُن ْو ۗنَ و َس ُتر ُّد ْو َن اِىٰل ٰعلِ ِم الْغَْي
َ ب َوالش َ َ ُ َ ََ ْ َ ََ َ َ
َمِب َا ُكْنتُ ْم َت ْع َملُ ْو ۚن
“Katakanlah (Nabi Muhammad), “Bekerjalah! Maka, Allah, rasul-Nya, dan orang-
orang mukmin akan melihat pekerjaanmu. Kamu akan dikembalikan kepada (Zat)
yang mengetahui yang gaib dan yang nyata. Lalu, Dia akan memberitakan kepada
kamu apa yang selama ini kamu kerjakan.”
a. Penafsiran dalam Tafsir Al-Maraghi
Surah At-Taubah ayat 105 menjelaskan tentang bekerja. Kunci dari kebahagiaan
adalah bekerja untuk dunia dan akhirat, untuk diri sendiri dan untuk bangsa.
Allah SWT selalu melihat pekerjaan yang dilakukan oleh manusia, baik
perbuatan itu dilakukan secara rahasia ataupun terang- terangan. Allah SWT
juga mengetahui niat dan tujuan dari suatu pekerjaan. Bukan hanya itu,
perbuatan yang dilakukan juga akan diketahui oleh Rasul-Nya dan seluruh
kaum muslimin. Pekerjaan yang dilakukan seseorang akan diketahui
keikhlasannya. Pada hari kiamat semua itu akan diketahui dan semua perbuatan
akan diberi balasan. Perbuatan atau amal yang baik akan dibalas dengan pahala,
sedangkan amal yang buruk akan memperoleh siksa21.
b. Penafsiran dalam Tafsir Al-Misbah
Menurut penafsiran dalam Tafsir Al-Misbah ayat ini merupakan perintah untuk
bekerja. Pekerjaan yang dilakukan semata-mata karena Allah SWT dengan
beramal yang saleh dan bermanfaat untuk diri sendiri maupun masyarakat22.
Semua amal perbuatan akan memperoleh balasan. Allah SWT lebih mengetahui
yang gaib yaitu hakikat dari amal yang dikerjakan. Pada hari kiamat semua amal
20
Ibid. hlm.101
21
Ahmad Mustofa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi Juz xi, Terj., Anshori Umar Sitanggal dkk. (Semarang:
CV Toha Putra, 1993 ), hlm. 36.
22
M. Quraisy Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian AlQuran Volume V ( Jakarta:
Lentera Hati, 2002 ), hlm. 670.
14
itu diperlihatkan, sehingga diketahui hakikat amal yang dikerjakan oleh seluruh
manusia. Rasul-Nya dan orang-orang mukmin menjadi saksi atas perbuatan
yang telah dilakukan. Pada hari itu tidak ada amal yang disembunyikan, amal
yang baik dan buruk hakikatnya akan Nampak. Oleh karena itu, manusia harus
senantiasa wawas diri.
c. Penafsiran dalam Tafsir Ibnu Katsir
Dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa ayat ini merupakan ancaman dari
Allah SWT untuk orang-orang yang melanggar perintah-Nya23. Pada hari kiamat
semua amal akan ditampakkan baik yang dilakukan secara rahasia maupun
terang-terangan. Semua perbuatan tidak ada yang bisa disembunyikan. Ibnu
Katsir tidak menyebutkan secara khusus amal atau pekerjaan apa saja, hanya
menyebut kata “amal perbuatan” saja.
3. Kerja
Yaktiningsasi mendefinisikan bekerja sebagai suatu kegiatan yang
menghasilkan sesuatu yang bernilai bagi orang lain, dan dalam pelaksanaannya
mereka harus berafiliasi dengan organisasi kerja yang formal. 24 Sedangkan
Westwood mendefinisikan bekerja kedalam konteks Socio-Cultural dan konteks
ekonomi politik. Dalam konteks socio-cultural, secara prinsip, bekerja merupakan
sebuah kewajiban yang kuat (kewajiban moral) pada tiap individu agar bisa
berkontribusi terhadap kesejahteraan keluarga. Sedangkan dalam konteks ekonomi
politik, bekerja lebih sebagai promosi karena merepresentasikan status dan
penghasilan yang tinggi.25
Menurut Wiltshire ada 8 makna kerja, yaitu: Bekerja sebagai kegiatan
ekonomi, Bekerja sebagai rutinitas dan aktif, Bekerja memuaskan secara intrinsik,
Bekerja secara moral adalah benar, Bekerja sebagai pengalaman interpersonal,
23
Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir jilid 4, Terj. M. Abdul Ghoffar dkk. ( Bogor: Pustaka Imam Asy
Syafi’I ), hlm. 202.
24
Yaktiningsasi. Studi Tentang Makna Bekerja dan Hubungan Antara Makna. (Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada, 1994).,hlm. 34.
25
Westwood, Petter. What Teacher Need To Now About Teaching Methods. (Autralia: Ligare, 2008)
hlm. 82.
15
Bekerja sebagai status dan prestise, Bekerja sebagai gender, dan Bekerja sebagai
kesempatan untuk berlatih. Disisi lain Liu dan Liu (2015) mengungkapkan adanya
perbedaan makna kerja bagi wanita dan pria. Wanita lebih cenderung mencari
keamanan, keselamatan, dan stabilitas dalam pekerjaan, sementara pria lebih
cenderung mencari nilai dalam kaitannya dengan mewujudkan visi dan memiliki
karir yang sukses.
B. Tinjauan Pustaka
Setelah penulis melakukan observasi terhadap sumber-sumber yang
membahas tetang pembahasan Kompensasi/upah perspektif al-Qur’an, penulis
menemukan beberapa kajian diantaranya :
1. Skripsi, Kompensasi Tenaga Kependidikan Dalam Surah At-Taubah Ayat
105, An-Nahl Ayat 97 dan Al-Kahfi Ayat 30 (Analisis Perspektif Buya
Hamka dalam Tafsir Al-Azhar)26. Penelitiaan ini memberikan penjelasan
mengenai imbalan untuk setiap perbuatan yang dilakukan oleh manusia.
Seperti dalam Surah At-Taubah ayat 105 di mana pada hari kiamat nanti
setiap perbuatan akan di lihat oleh Allah SWT, Rasul-Nya, dan semua kaum
muslimin. Semua yang telah dikerjakan akan diberi balasan yang sesuai, jika
baik maka dibalas pahala, sedangkan perbuatan buruk dibalas dengan siksa.
Pada Surah An-Nahl ayat 97 menerangkan tentang balasan untuk orang-
orang megerjakan amal saleh dengan tidak memandang antara laki-laki dan
perempuan. Semua memperoleh balasan atas apa yang sudah dikerjakan,
baik balasan di dunia maupun di akhirat. Sedangkan pada Surah Al-Kahfi
ayat 30 menjelaskan tentang balasan kepada orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh. Balasan yang diberikan sesuai dengan apa yang
telah dikerjakan.
2. Jurnal, Upah dan Tenaga Kerja (Hukum Ketenagakerjaan dalam Islam), Nur
Aksin27. Dalam perspektif Islam, perihal hukum ketenagakerjaan serta upah-
mengupah termasuk ke dalam kajian Ijarah. Ijarah merupakan kegiatan
26
Alfiyah Laili Istighfarini, Kompensesi Tenaga Kependidikan, 2020.
27
Nur Aksin, Upah dan Tenaga Kerja, 2018.
16
28
Fathor Rahman, Konsep Kompensasi Tafsir Al-Quran dan Hadith Pendekatan Tematik, 2017.
29
Muhammad Tahmid Nur, Kompensasi Kerja dalam Islam. 2015.
17
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini termasuk salah satu pendidikan kepustakaan (Library
reseach), jenis penelitian bertujuan untuk mengumpulkan data-data dengan
bantuan bermacam-macam materi yang terdapat di perpustakaan, seperti buku-
buku, majalah, dokumen, catatan, kisah-kisah, sejarah dan lainnya.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode diskriptif analisis
yaitu mendeskripsikan terlebih dahulu data-data yang diperoleh dari buku-buku
dan literatur lainnya,kemudian melakukan evaluasi terhadap data-data yang telah
dideskripsikan.
Sedangkan metode tafsir yang digunakan ialah metode tematik ayat
(maudhu’i) yaitu penafsiran menyangkut ayat-ayat dalam al-Qur’an dengan satu
tema dari al-Quran yang mengindikasikannya dan menjelaskan tujuan-tujuannya
secara umum dan yang merupakan tema sentralnya, serta menghubungkan
persoalan-persoalan yang beraneka ragam dalam ayat tersebut antara satu dengan
lainnya dan juga dengan tema tersebut, sehingga satu ayat tersebut dengan
berbagai masalahnya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.30
B. Sumber Data
Data yang penulis gunakan dalam penelitian ini diambil dari beberapa
tulisan, baik tulisan dalam bentuk arsip atau buku teori, pendapat, dalil, hukum,
majalah, dokumen, kisah-kisah dan lain- lain yang memiliki keterkaitan dengan
aborsi. Sumber data tersebut terdiri dari sumber data primer dan sumber data
sekunder.31
Data primer ialah data-data yang berkaitan secara langsung dengan
30
M. Quraish Syihab, Membuminkan AL-Quran , Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat( Bandung: Mizan, 1996), hlm. 87.
31
Nurul Zuriah, Metode Penelitian Sosial dan Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hlm. 191.
18
19
permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini. Data primer ini diperoleh dari
sumber-sumber pokok baik yang bersumber dari literatur asing (pengarang asli)
maupun literatur yang telah diterjemahkan oleh para ahli tafsir. Data primer ialah
data-data yang berkaitan secara langsung dengan permasalahan yang dibahas
dalam skripsi ini. Data primer ini diperoleh dari sumber-sumber pokok yakni al-
Qur’an, kitab tafsir fi Zilalil Qur’an, tafsir al-Azhar, kitab tafsir Al-Maraghi, kitab
tafsir al-Misbah dan tafsir Ibn-Katsir. Pemilihan tafsir-tafsir berikut dikarenakan
corak adabi ijima’i yang disampaikan di dalamnya.
Data Sekundernya adalah penunjang dalam hal ini difungsikan sebagai
pelengkap terhadap sumber primer yang telah ada. memiliki relevansinya dengan
pembahasan.
3. Mencari asbabun nuzul untuk setiap ayat yang telah terkumpul jika ada,
dengan merujuk pada kitab asbabun nuzul karangan as-Suyuti atau
merujuk ke kitab yang mu’tabar.
4. Menghimpun pandangan ulama tafsir yang berkaitan dengan tema kajian,
dengan merujuk kepada kitab-kitab tafsir yang telah disebutkan
sebelumnya.
32
Mardalis, Metode Penelitian: Suatu Pendekatan Proposal( Jakarta: Bumi Aksara. 1996), hlm.26.
20
M. Kasir Ibrahim, Kamus Arab, (Surabaya: Apollo Lestari, t.th), hlm. 817.
33
Ibnu Rusyd, “Bidayatul Mujtadid”, diterjemahkan oleh Ghazali Said dan Achmad Zaidun dengan judul,
34
“Bidayatul Mujtahid, analisis Fiqih Para Mujtahid”, (Jakarta: Pustaka Amani, 2007), hlm. 308.
21
22
35
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Semarang: Toha Putra, 2005), h. 339.
36
Zainudin bin Abdul Aziz Al-Malibari Al-Fanani, Terjemah Fathul Mu’in, (Jilid I, Cet I; Bandung:
Sinar Baru Algesindo, 1994), h. 838.
23
37
Al-Imam Abul Husain Muslim bin al-Hajjaji al-Qusyairi an-Naisaburi, Shahih Muslim, (Jakarta: Gema
Insani, 2003), h. 247.
38
Abi Abdillah bin Yazid al-Qazwainy, Sunan Ibnu Majah Juz II, (Beirut: Dãr al-Fikr, 2004), h. 20.
24
Mufrodat :
ٱع َملُو
ْ = Bekerjalah kalian ِ ٱلْغَْي
ب = Yang ghaib
Terjemahan
“Dan katakanlah, ‘Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu,
begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang mukmin, dan kamu akan
dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata,
lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan”.39
40
Imam As-Suyuti, Asbabun An-Nuzul, terj. Andi Muhamad Syahril dan Yasir Maqasid (Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, 2014), hlm. 284-285.
41
Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz XI (Jakarta: Yayasan Nurul Islam, 1980), hlm. 27
27
قُ ْل ُكلٌّ َي ْع َم ُل َعلَ ٰى َشاكِلَتِ ِۦه َفَربُّ ُك ْم َْأعلَ ُم مِب َ ْن ُه َو َْأه َد ٰى َسبِياًل
Artinya: “Tiap orang beramal menurut bakatnya. Tetapi Tuhan lebih
mengetahui siapakah yang mendapat petunjuk dalam perjalannya”.44
Ayat ini dijelaskan dalam Tafsir Al-Azhar bahwa hendaklah seseorang
itu bekerja sesuai dengan bakatnya, menurut kempuannya dan sesuai dengan
tenaga yang dimilikinya. Seperti dokter mengobati pasien, perawat merawat
orang sakit, seorang ayah mendidik anaknya, seorang ibu mengurus
pekerjaan rumah tangga, seorang guru mengajar siswanya, dan para siswa
belajar dengan tekun.45 Semua menjalankan tugas sebagaimana perannya.
Sedangkan Allah SWT lebih mengetahui apa saja yang dilakukan oleh
manusia.
Pada lanjutan ayat 105 dari Surah At-Taubah juga disebutkan bahwa
فَ َس َيَرى ٱللَّهُ َع َملَ ُك ْم َو َر ُس ولُهُۥ َوٱلْ ُمْؤ ِمنُ و َنyang berarti “Maka Allah akan memperhatikan
amalanmu, dan rasul-Nya serta orang-orang yang beriman. Dalam Tafsir Al-
Azhar dijelaskan bahwa semua amal atau pekerjaan yang dilakukan pasti
dilihat oleh Allah SWT baik yang dhahir maupun batin, baik yang gaib
maupun yang nyata. Rasul sebagai manusia dan orang-orang yang beriman
bisa melihat amal yang dilakukan seseorang dari luar saja. Amal yang tidak
nampak, tidak bisa dilihat oleh manusia. Terkadang ada seseorang yang
mengetahui hakikat amal yang sebenarnya dari seseorang, misalnya
diketahui ketidakikhlasan seseorang. Namun orang tersebut mungkin tidak
berani menyatakan dengan terang-terangan apa yang telah diketahuinya.
Mengetahui baik yang gaib maupun yang nyata. Kelak ketika kembali ke
hadapan Allah SWT, hal-hal yang tidak nampak bukan menjadi rahasia lagi.
Kualitas pekerjaan seseorang kebenarannya akan diketahui Menurut
penjelasan Tafsir Al-Azhar semua pekerjaan itu tidak ada yang hina asalkan
tidak haram dan tidak melepaskan diri dari ikatan dengan Allah AWT. 46
Semua amal atau pekerjaan di dunia diketahui oleh Allah SWT baik yang
terlihat oleh manusia maupun yang tidak terlihat. Semua amal perbuatan
akan ditampakkan pada hari akhir kelak. Bagaimana kualitas dari amal yang
telah dikerjakan. Untuk itu, manusia harus senantiasa memperbaiki kualitas
amal yang dilakukan.
Amal atau pekerjaan yang baik tidak hanya dilakukan ketika dilihat oleh
manusia saja. Perbuatan baik yang dilakukan dengan sembunyi-sembunyi
lama kelamaan juga akan diketahui orang juga. Jika ada seseorang yang iri
atau dengki dengan pekerjaan yang dilakukan orang lain, maka tidak perlu
dipermasalahkan.47 Jika ada orang yang tidak mau menghargai pekerjaan
yang orang lain lakukan juga tidak perlu dijadikan masalah. Karena kelak
pada hari akhir Allah sendirilah yang akan memberikan balasan dan
pengahargaan atas pekerjaan baik seseorang ketika di dunia. Jadi tidak
perdulikan penghargaan dari sesama manusia karena penghargaan Allah
SWT, Rasulullah, dan orang-orang beriman lebih tinggi daripada rasa dengki
orang lain.
46
Ibid. hlm. 38.
47
Hamka, TafsirAl-Azhar Juz XIV (Jakarta: Yayasan Nurul Islam, 1980), hlm. 39.
30
terdiri dari 128 ayat, nama An-Nahl diambil dari ayat ke 68. An-Nahl berarti
lebah, dalam ayat ke 68 disebutkan bahwa Allah memberikan naluri kepada
lebah supaya membuat sarang di gunung-gunung, pohon, kayu, ataupun di
bubungan rumah. Lebah juga diberikan naluri untuk menghisap buah-buahan
dan bunga agar menghasilkan madu.48 Adanya penjelasan tentang lebah
merupakan petunjuk kekuasaan Allah SWT dan sebagai pelajaran untuk
manusia. Keajaiban dan kandungan madu yang dihasilkan lebah adalah
sebagai obat untuk berbagai penyakit.
Surah An-Nahl tergolong Surah Makkiyah karena diturunkan sebelum
Rasulullah hijrah. Sehingga surah ini memuat pokok-pokok akidah, tentang
ketuhanan, wahyu, dan hari kebangkitan. Memuat tentang tugas dan
kewajiban rasul-rasul yang diutus, menerangkan halal dan haram, ketika
kafir setelah beriman maka akan celaka, dan menuat tentang ujian yang
harus ditempuh oleh orang mukmin yang memegang teguh agamanya.
Surah An-Nahl juga memuat tentang adab berlaku atau bergaul dengan
sesama. Contohnya adalah berlaku adil, berbuat ihsan, saling tolong
menolong, dan memegang janji. Memuat juga tentang alam, seperti tujuh
tingkatan langit dan bumi, pergantian siang dan malam, peredaran benda-
benda langit, dan pemanfaatan binatang ternak yaitu daging, susu, maupun
bulunya yang bisa digunakan sebagai pakaian. Surah ini juga memuat
tentang kehidupan manusia sejak dalam kandungan, lahir di dunia, tumbuh
dan berkembang menjadi dewasa sampai tua hingga akhirnya maut datang.49
Pada penelitian ini, ayat yang dibahas adalah ayat ke 97 dari Surah An-Nahl
sebagaimana berikut.
48
Hamka, TafsirAl-Azhar Juz XIV (Jakarta: Yayasan Nurul Islam, 1980), hlm. 47.
49
Ibid., hlm. 47.
31
ِ ِ من ع ِمل
ْ َِأجَر ُهم ب
َ۟أح َس ِن َما َكانُوا ُ صٰل ًحا ِّمن ذَ َك ٍر َْأو ُأنثَ ٰى َو ُه َو ُمْؤ م ٌن َفلَنُ ْحيَِينَّهُۥ َحَي ٰو ًة طَيِّبَةً ۖ َولَنَ ْج ِز َين
ْ َّه ْم َ َ َ َْ
َي ْع َملُو َن
Mufrodat
= َع ِم َلDia berbuat/melakukan ً = َحَي ٰو ًة طَيِّبَةKehidupan yang baik
صٰلِحا
َ =Kebaikan ُ = لَنَ ْج ِز َينSungguh kami akan mebalas
َّه ْم
mereka
Merupakan hasil atau hak yang diperoleh mereka yang beriman dan
melakukan amal sholeh yaitu ً َفلَنُ ْحيَِينَّهُۥ َحَي ٰو ًة طَيِّبَ ةartinya bahwa ia akan
diberikan kehidupan yang baik.51 Kehidupan yang baik, salah satunya
dengan memperoleh rezeki, ketenangan jiwa, dan kenikmatan beribadah
kepada Allah SWT.
Hak memperoleh kehidupan yang baik ini dengan syarat seseorang harus
menjalankan kewajibannya. Kewajiban baik lakilaki maupun perempuan
yang beriman adalah sama, yakni melakukan amal saleh atau perbuatan baik.
50
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Depok: CV. Rabita, 2014), hlm. 278.
51
Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz XIV (Jakarta: Yayasan Nurul Islam, 1980), hlm. 124
32
Ketika kewajiban telah dilaksanakan maka س ِن َما َكانُوا۟ َي ْع َملُو َن ْ َِأجَر ُهم ب
َ َأح ُ َولَنَ ْج ِز َين
ْ َّه ْم
akan yaitu diberikan ganjaran yang lebih baik melebihi apa yang telah
dikerjakan. Pada penjelasan tafsir dikatakan bahwa balasannya adalah pahala
yang tidak berujung atau tidak terbatas.52 Meskipun umur terbatas ketika
menjalankan kewajiban berupa menaati perintah Allah SWT
َأح َس َن َع َماًل
ْ َأجَر َم ْن
ْ يع
ِ ِإ َّن ٱلَّ ِذين ءامنُوا۟ و َع ِملُوا۟ َّٰ ِ ِ ِإ
ُ ٱلصل َٰحت نَّا اَل نُض َ ََ َ
52
Ibid., hlm. 126
53
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Depok: CV. Rabita, 2014), hlm. 297.
33
khusnul khotimah.54
B. Kompensasi Kerja dalam Surah At-Taubah Ayat 105, An-Nahl ayat 97, dan
Al-Kahfi ayat 30 Perspektif Tafsir Al-Azhar
Kompensasi merupakan segala bentuk penghargaan baik secara langsung
maupun tidak langsung sebagai balas jasa kepada seseorang. Balas jasa yang
diberikan karena kontribusinya kepada suatu perusahaan atau lembaga.
Kompensasi yang diberikan kepada seseorang bisa berbentuk finansial atau non
finansial. Asal tugas yang diberikan kepadanya dikerjakan dengan baik, maka
akan ada imbalan untuknya. Pada Surah Al-Kahfi ayat 30 menjelaskan bahwa ِإنَّا
َأح َس َن َع َماًل ِ
ْ َأج َر َم ْن
ْ يعُ اَل نُضyakni sesungguhnya Kami (Allah) tidak akan menyia-
nyiakan pahala untuk perbuatan baik yang telah dikerjakan. Sedangkan ada
Surah AnNahl ayat 97 dijelaskan bahwa س ِن ْ َِأج َر ُهم ب
َ َأح ُ َفلَنُ ْحيَِينَّهُۥ َحَي ٰوةً طَيِّبَ ةً ۖ َولَنَ ْج ِز َين
ْ َّه ْم
yaitu orang melakukan amal baik, maka akan diberi kehidupan yang lebih baik
dari apa yang telah dikerjakan.
Kompensasi mempunyai peranan penting untuk memotivasi kerja.
Peningkatan kualitas kerja mampu memberikan dampak pada produksi yang
dihasilkan. Perintah Allah SWT dalam Surah At-Taubah ayat 105 diawali
dengan yang berarti ْ ” َوقُ ِلDan Katakan Bekerjalah kamu”. Pada
ٱع َملُ وا
permulaan ayat manusia diminta untuk beramal atau dalam artian melakukan
suatu pekerjaan. Pada awalnya belum memberikan isyarat untuk memperoleh
imbalan dari melakukan suatu pekerjaan. Asal bekerja terlebih dahulu,
melakukan suatu pekerjaan yang halal. Tidak ada pekerjaan yang hina, asalkan
halal dan tidak menjauhkan diri Tuhan.55
Munurut Buya Hamka dalam karyanya yang berjudul “Falsafah Hidup”,
beliau membahas tentang gaji dan upah bagi tenaga kerja bekerja. Beliau
54
Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz XIV (Jakarta: Yayasan Nurul Islam, 1980), hlm. 197.
55
Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz XI (Jakarta: Yayasan Nurul Islam, 1980), hlm. 38
34
56
Imam Faizal, “Pemikiran Hamka Tentang Guru”, Skripsi, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016, hlm. 87.
57
Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz XI (Jakarta: Yayasan Nurul Islam, 1980), hlm. 124.
58
Ibid. hlm. 125.
35
Asas
Kompensasi
Keadilan Kelayakan
An- Nahl ayat Al- Kahfi ayat At-Taubah ayat An- Nahl ayat
97 30 105 97
Bagan 1
Asas Kompensasi
36
Hasil dari temuan tentang kompensasi kerja digambarkan dengan tabel berikut ini.
Tabel 2
Hasil Temuan Penafsiran
DAFTAR PUSTAKA
A.A. Islahi, Economic Concept of Ibn Taimiyah, diterjemahkan oleh Anshari Thayib
“Konsepsi Ekonomi Ibnu Taimiyah”. (Bina Ilmu : Surabaya, 1997).
Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam Jilid II, (Yogyakarta : PT. Dana Bhakti
Wakaf, 1995)., hlm. 361.
Afzalurrahman, Muhammad Sebagai Seorang Pedagang. Jakarta : Yayasan Swarna
Bhunny, 1997.
Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam).
Yogyakarta : UII Press. 2000)
Ahmad Mustofa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi Juz xi, Terj., Anshori Umar Sitanggal
dkk. (Semarang: CV Toha Putra, 1993).
Alfiyah Laili Istighfarini, Kompensesi Tenaga Kependidikan, 2020.
Atang ABD, Hakim dan Jaih Mubarak. Metodologi Studi Islam. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2000).
Department agama RI. Alqur’an dan terjemahan ( Bandung: CV penerbit dari ponegoro,
2013 )
Didin Hafiuddin dan Hendri Tanjung. Sistem Penggajian Islam, (Jakarta : Raih Asa
Sukses, 2008).
Fathor Rahman, Konsep Kompensasi Tafsir Al-Quran dan Hadith Pendekatan Tematik,
2017.
G. Kartasapoetra, dkk. Hukum Perburuhan di Indonesia. (Yogyakarta : Bina Aksara :
1986).
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2011)
Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir jilid 4, Terj. M. Abdul Ghoffar dkk. ( Bogor: Pustaka
Imam Asy Syafi’I)
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid terj. Cet II, Jakarta: Pustaka Amani, 2002
Imam Mustofa, fiqh Mu’amalah Kontemporer, (Jakarta : Rajawali Pers, 2016).
38