Anda di halaman 1dari 39

0

KOMPENSASI KERJA PERSPEKTIF AL-QUR’AN

( Kajian Tafsir Tematik)

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi


Syarat-Syarat Mencapai Gelar Sarjana Agama

Disusun Oleh :
MOHD AMIRUL ISKANDAR BIN OTHMAN
11830215287

PROGRAM S1
JURUSAN ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
TAHUN 2022 M / 1442 H
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia diciptakan di muka bumi ini sebagai khalifah. Sebagaimana dalam
Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 30 yang artinya “Dan (ingatlah) ketika tuhanmu
berfirman kepada para malaikat, ‘aku hendak menjadikan khalifah di bumi’.
Mereka berkata ‘Apakah engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan
menumpahkan darah di sana, sedangkah kami bertasbih memuji-Mu dan
menyucikan nama-Mu?’ Dia berfirman,’Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui’1. Telah jelas bahwa diciptakannya manusia di bumi adalah sebagai
khalifah. Sebagai khalifah, tugas manusia bukan hanya berdiam saja, tetapi harus
beribadah, bergerak, bekerja, berkarya dalam kehidupan
Manusia sering disebut sebagai makhluk sosial, makhluk ekonomi, makhluk
aktualisasi diri, dan makhluk yang berbicara atau berpikir. Sebagai makhluk
sosial, manusia adalah makhluk bermasyarakat yang senang berkumpul dan
berkelompok, satu sama lainnya saling membutuhkan. Sebagai makhluk
aktualisasi diri, manusia senantiasa berusaha untuk mangaktualkan dirinya dengan
keadaan agar tidak ketinggalan. Sebagai makhluk yang berbicara, manusia adalah
makhluk yang berakal, yang selalu berpikir baik dalam ucapan maupun perbuatan.
Sebagai makhluk ekonomi, manusia bertujuan mencari kenikmatan sebesar-
besarnya dan menjauhi ketidaknyamanan sebisa mungkin.2 Oleh karena itu,
manusia cenderung untuk selalu berusaha mencapai kualitas hidup yang lebih
baik, salah satunya dengan bekerja. Dari bekerjalah manusia memperoleh
pendapatan yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

1
Departemen agama RI. Al-Qur’an dan terjemahan (Bandung: CV penerbit dari ponegoro, 2013 ) hlm. 6.
2
Atang ABD, Hakim dan Jaih Mubarak. Metodologi Studi Islam. Bandung : PT Remaja Rosdakarya,
2000), hlm. 207.

1
2

Isu mengenai kompensasi dan pengupahan menjadi masalah yang selalu


hangat untuk diperbincangkan karena pada masalah ini terdapat berbagai
kepentingan yang saling berkaitan, seperti halnya pemerintahan, pengusaha, buruh
dan investor, sehingga masalah kompensasi ini masih menjadi isu penting baik
lokal, nasional maupun internasional. Tenaga kerja sebagai sumber daya aktif
merupakan salah satu faktor bagi kelancaran suatu proses produksi dalam suatu
perusahaan atau organisasi. Keberadaan tenaga kerja dalam menjalankan
aktivitasnya, seharusnya di dukung oleh sarana dan prasarana serta bentuk
manajemen yang baik dan manusiawi, agar tenaga kerja tersebut dapat bekerja
dengan baik dan sesuai dengan harapan perusahaan tanpa rasa kefewa,
ketidakpuasan dan kecemasan.
Tenaga kerja sebagai faktor produksi mempunyai arti yang besar. Karena
semua kekayaan alam tidak berguna bila tidak dieksploitasi oleh manusia dan
diolah oleh buruh. Alam telah memberikan kekayaan yang tidak terhitung, tetapu
tanpa usaha manusia semua akan tersimpan. Banyak Negara di Asia Timur, Timur
Tengah, Afrika dan Amerika Swlatan yang kaya akan sumber alam tapi karena
belum mampu menggalina makan mereka tetap miskin dan terbelakang, oleh
karena iru disamping adanya sumber alam juga harus ada rakyat yang bekerja
sungguh-sungguh, tekun dan bijaksana agar mampu mengambil sumber alam
untuk kepentingganya. Agama Islam mendorong umatnya untuk bekerja dan
memproduksi, bahkan menjadikan sebagai sebuah kewahiban terhadap orang-
orang yang mampu, lebih dari itu Allah akan memberikan balasan yang setimpal
yang sesuai dengan amal atau kerja sesuai dengan firman Allah dalam al-Qur’an.
Kompensasi atau lebih dikenal dengan istilah upah dalam Islam adalah
imbalan yang diterima seseirang atas pekerjaannya dalam bentuk imbalan materi
di dunia (adil dan layak) dan dalam bentuk imbalan pahala di akhirat (imbalan
yang lebih baik).
Terpenuhinya hak pekerja dan kewajiban pekerja, dalam konsep Ibn
Taimiyah disebut dengan harga yang adil dan jujur. Secara jelas Ibnu Taimiyah
membahas masalah tersebut dengan dua konsep yakni kompensasi yang setara
3

(i’wadh al-mitsl) dan harga yang adil (Thaman al-mitsl). Ibnu Taimiyah berkata
“Kompensasi yang setara akan diukur dan ditaksir oleh hal-hal yang setara dan
itulah esensi dari keadilan (nafs al-‘adl).3
Pengupahan karyawan atau pekerja tersebut merupakan bentuk pemberian
kompensasi berupa gaji yang diberikan oleh majikan kepada karyawan.
Kompensasi tersebut bersifat finasial dan merupakan yang utama dari bentuk-
bentuk kompensasi yang ada bagi karyawan. Karena gaji yang diterima karyawan
berfungsi sebagai penunjang untuk kelangsungan hidupnya, yaitu untuk memenuhi
sandang, pangan, papan, pendidikan dll. Sedangkan bagi perusahaan, upah yang
diberikan kepada karyawan berfungsi sebagai jaminan untuk kelangsungan
produksi atau usaha perusahaan tersebut. Maka hubungan antara pengusaha
dengan pekerja harus terjaga baik dan saling memahami kebutuhan masing-
masing. Majikan harus memberikan upah yang sesuai dengan pekerjaan si pekerja
tersebut dan pekerja harus bekerja secara profesional.4
Upah dalam agama Islam, merupakan sesuatu yang harus dibayarkan atau
diberikan kepada pihak yang berhak menerimanya, sebagai bentuk atas jaminan
serta penghargaan terhadap apa yang telah dikerjakannya terhadap pemberi upah,
sesuai dengan isi kesepakatan antar keduanya. Nilai yang terdapat dalam upah
haruslah senilai dengan apa yang telah menjadi kesepakatan dan pekerjaan yang
disepakati antara pihak pemilik tenaga kerja dengan tenaga kerja tersebut. Dalam
pemberian upah, juga terdapat batasan waktu yang telah ditentukan, sehingga
pihak pemberi upah tidak dapat secara semena-mena dalam pemberian upah
tersebut. Bahkan, terdapat Hadits Nabi yang menerangkan, alangkah baiknya jika
pihak pemberi Upah tersebut segera membayar (memberikan) apa yang menjadi
hak atas pekerjanya, yang berdasarkan pada Hadits, yang berartikan “Bayarlah
Upah atas pekerja tersebut, sebelum kering keringatnya”5.

3
A.A. Islahi, Economic Concept of Ibn Taimiyah, diterjemahkan oleh Anshari Thayib “Konsepsi
Ekonomi Ibnu Taimiyah”. (Bina Ilmu : Surabaya, 1997), hlm. 91.
4
Susilo Martoyo, Manajemen Sumber Daya Manusia. (Yogyakarta : PT. BPHFE, 1987)., hlm. 130.
5
Nur Aksin, “Upah dan tenaga kerja (Hukum ketenagakerjaan dalam islam)“ dalam jurnal Meta Yuridis,
vol 1, no. 2, tahun 2018, hlm. 73.
4

Mengenai upah yang adil bagi seorang buruh sesuai kehendak Syari’ah
bukan suatu pekerjaan yang mudah. Kompleksitas permasalahannya terletak pada
ukuran yang akan digunakan dan dapat membantu mentransformasikan konsep
upah yang adil ke dalam dunia kerja. Dalam menetapkan upah seorang tidak
dibenarkan bertindak kejam terhadap kelompok pekerja dengan menghilangkan
hak sepenuhnya dari bagian mereka. Upah ditetapkan dengan cara paling tepat
tanpa harus menindas pihak manapun. Setiap pihak harus memperoleh bagian
yang sah dari hasil kerja sama mereka tanpa adanya ketidak adilan terhadap pihak
lain.
Bekerja termasuk ibadah yang merupakan kewajiban bagi manusia,
sebagaimana dalam Surah At-Taubah Ayat 105 terdapat kata I’maluu yang berarti
“bekerjalah atau beramalah”. Kata I’maluu merupakan kalimat fiil amr yang
berarti perintah untuk bekerja. Bekerja merupakan salah satu usaha manusia untuk
memperoleh penghidupan. Karena untuk menjalani kehidupan, manusia bukan
hanya bertawakal saja, namun harus diimbangi dengan usaha dan do’a. Firman
Allah QS. At-Taubah : 105,

‫الش َه َاد ِة َفُينَبُِّئ ُك ْم‬ ِ ‫وقُ ِل ْاعملُ ْوا فَس َيرى ال ٰلّهُ َعملَ ُكم ور ُس ْولُهٗ والْمْؤ ِمُن ْو ۗنَ و َس ُتر ُّد ْو َن اِىٰل ٰعلِ ِم الْغَْي‬
َّ ‫ب َو‬ َ َ ُ َ ََ ْ َ ََ َ َ
َ‫مِب َا ُكْنتُ ْم َت ْع َملُ ْو ۚن‬
“Katakanlah (Nabi Muhammad), “Bekerjalah! Maka, Allah, rasul-Nya, dan
orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu. Kamu akan dikembalikan
kepada (Zat) yang mengetahui yang gaib dan yang nyata. Lalu, Dia akan
memberitakan kepada kamu apa yang selama ini kamu kerjakan.”

Menurut Buya Hamka, di dalam ayat ini Tuhan menegaskan bahwa Tuhan
memperhatikan amal kita. Kita tidak lepas dari mata Tuhan. Dan di waktu Rasul
s.a.w. hidup, beliau pun melihat. Dan kaum yang beriman pun melihat. sebab itu
orang yang beriman, kalau dia beramal tidaklah perlu memukul canang,
menyorakkan ke hilir ke mudik bahwa saya berjasa dan saya kerja keras.
Walaupun bekerja diam-diam di tempat sunyi, namun akhirnya pekerjaan yang
5

baik itu akan diketahui orang juga. Memang kadang-kadang sesama manusia ada
yang dengki, iri hati dan tidak mau mengakui jasa baik seorang yang bekerja.
Janganlah itu diperdulikan, sebab penghargaan dari Allah dan Rasul dan orang
yang beriman, adalah yang lebih tinggi nilainya daripada hanya hasrat dengki
manusia. Dan cobalah fikirkan dengan tenang, kita bekerja yang baik, beramal
yang shalih dalam dunia ini, lain tidak, karena memang yang baik itulah yang
wajib kita kerjakan6.
Faktor pendorong penting yang menyebabkan manusia bekerja adalah
adanya kebutuhan yang harus dipenuhi. Aktivitas dalam kerja mengandung unsur
suatu kegiatan sosial, menghasilkan sesuatu, dan pada akhirnya bertujuan untuk
memenuhi kebutuhannya. Namun demikian di balik tujuan yang tidak langsung
tersebut orang bekerja untuk mendapatkan imbalan yang berupa upah atau gaji
dari hasil kerjanya itu. Jadi pada hakikatnya orang bekerja, tidak saja untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya, tetapi juga bertujuan untuk mencapai
taraf hidup yang lebih baik.
Dalam kehidupan bermasyarakat, disadari atau tidak bahwa manusia selalu
berhubungan antara satu dengan yang lainnya guna memenuhi kebutuhan
hidupnya.7 Kaitannya dengan hal itu, Al-Qur’an selain memberi tekanan yang
sangat besar terhadap pentingnya bekerja, juga dengan jelas menunjukkan bahwa
manusia diciptakan di muka bumi untuk bekerja demi kehidupannya. 8 Dalam
hubungan kerja, satu pihak ada yang sebagai penyedia jasa manfaat atau tenaga
yang disebut buruh dan akan mendapatkan kompensasi berupa upah, serta sebagai
pihak yang menyediakan pekerjaan yang disebut majikan. Dalam literatur fiqh
dinamakan sewa menyewa jasa tenaga manusia, yang disebut akad ijārah al-‘amal
(yaitu ijarah dengan cara memperkerjakan seseorang untuk melakukan sesuatu.9
6
Buya hamka, Tafsir Al Azhar. hlm. 3121.
7
Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam). Yogyakarta : UII Press.
2000)., hlm. 16.
8
Afzalurrahman, Muhammad Sebagai Seorang Pedagang. Jakarta : Yayasan Swarna Bhunny, 1997., hlm.
286
9
M. Yazid Afandi, Fiqh Muamalah dan Implementasinya dalam Lembaga Keuangan Syariah.
Yogyakarta : Logung Pustaka, 2009) hlm. 188.
6

Berdasarkan paparan di atas, maka penulis tertarik membahas kajian tentang


permasalahan kompensasi atau upah berdasarkan hukum syariah Islam.
Ketertarikan dalam permasalahan ini mengantarkan penulis pada pembahasan
yang dituangkan dalam judul “KOMPENSASI KERJA DALAM AL-QUR’AN
(Kajian Tafsir Tematik)”

B. Penegasan Istilah
Agar kajian ini lebih mudah dimengerti serta menghindari dari kekeliruan
dalam memahami kata kunci yang terdapat dalam judul, penulis merasa perlu
untuk menjelaskan istilah-istilah tersebut sebagai berikut :
1. Kompensasi (Upah)
Kompensasi dalam agama Islam dikenal dengan istilah Ujral al-Amah.
Menurut Ulama’ Syafi’iyah dan Hanabilah, keberadaan kompensasi
tergantung pada adanya akad. Al Ijarah ( wage, lease, hire ) arti asalnya
adalah imbalan kerja (upah)10. Dalam istilah bahasa Arab dibedakan menjadi
al Ajr dan al Ijarah. Al Ajr sama dengan al Tsawab, yaitu pahala dari Allah
sebagai imbalan taat. Sedangkan Al Ijarah : upah sebagai imbalan atau jasa
kerja11. Kompensasi merupakan segala bentuk penghargaan yang diberikan
perusahaan kepada pegawai sebagai balas jasa atas kontribusinya kepada
perusahaan dan organisasi. Kompensai merupakan salah satu motivasi
seorang pegawai bekerja dalam suatu organisasi. Untuk itu, suatu organisasi
harus memperhatikan pemberian kompensasi yang adil dan layak bagi
pegawai. Karena dengan memberikan kompensasi yang layak maka akan
memberikan kepuasan kerja dan keefektifan pegawai dalam melaksanakan
pekerjaan.
2. Kerja
Menurut kamus besar bahasa Indonesia kerja merupakan suatu kegiatan
yang dilakukan (diperbuat), seperti mencari nafkah, mata pencaharian dll.

10
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid terj. Cet II, Jakarta: Pustaka Amani, 2002, hlm. 61.
11
Ibid. hlm. 61.
7

Menurut pandangan Islam, bekerja (beramal saleh) adalah pekara yang


dianjurkan sehingga akan mendapatkan pahala. Di dalam Al Quran, Allah
SWT berfirman: “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki
maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami
(Allah) berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan
Kami (Allah) beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik
dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS an-Nahl: 97)

C. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah dilakukan utnuk menjelaskan kemungkinan-
kemungkinan cakupan masalah-masalah yang dapat muncul dalam penelitian
dengan melakukan identifikasi dan inventarisasi sebanyak-banyaknya yang
kemudian dapat diduga sebagai masalah. Berdasarkan latar belakang masalah di
atas maka identifikasi masalah penelitian ini adalah :
1. Tafsir tentang bekerja termasuk bagian dari ibadah dan kewajiban bagi umat
islam.

2. Membayar kompensasi sesuai dengan isi kesepakatan antara pekerja dan


pemberi kompensasi.
3. Penerapan penafsiran ayat-ayat tentang kompensasi kerja berdasarkan
penafsiran corak maudui dalam kehidupan sehari-hari.
D. Batasan Masalah
Agar penelitian ini dilakukan lebih focus, sempurna dan mendalam, maka
penulis memandang permasalahan penelitian yang dibahasperlu dibatasi. Oleh
sebab itu penulis membatasi diri hanya berkaitan dengan latar belakang yang
penulis uraikan di atas, permasalahan pokok dalam skripsi ini adalah pada Makna
dan Penafsiran Perbandingan Kompensasi kerja Menurut Buya Hamka dan
Sayyid Qutb.
8

E. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Penafsiran ayat-ayat tentang Kompensasi atau Upah dalam al-Qur’an ?
2. Bagaimana konsep kompensasi serta relevansinya di masa kini?
F. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan dari uraian batasan dan rumusan masalah di atas, maka tujuan
penulisan ini adalah untuk menjawab berbagai masalah yang telah disebutkan
sebelumnya, dan mencari jawaban atas persoalan-persoalan sebagai berikut.
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui penafsiran ayat-ayat tentang Kompensasi atau Upah
dalam al-Qur’an
b. Untuk mengetahui konsep kompensasi serta relevansinya di masa kini.
2. Manfaat Penelitian
a. Adapun manfaat dari penelitian di atas adalah untuk memberi
pengetahuan kepada kita semua dan diri penulis tentang kontteks
kepemimpinan dalam al- Qur’an dan Mufassir.
b. Sebagai bahan (bacaan) bagi penulis dan para peneliti berikutnya,
dalam menyusun karya ilmiah yang berkaitan dengan kajian tafsir
tentang kepemimpinan dalam Al-Qur’an.
c. Untuk melengkapi dan memenuhi syarat dalam menyelesaikan studi di
jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin Universitas
Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau- Pekanbaru.
d. Manfaat Secara Akademis penelitian ini adalah sebagai kajian ilmiah
dan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan wawasan dalam
keilmuan khususnya Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, dan penulis juga
berharap penelitian ini juga dapat memberikan kontribusi bagi kajian
keislaman terutama di bidang tafsir khususnya dan berguna untuk
menambah khazanah keilmuan dalam bidang pemikiran Islam dan
tafsir al-Qur’an.
G. Sistematika Penulisan
Penelitian ini terkandung beberapa kaitan, diantaranya: Bab I Pendahuluan:
9

Latar Belakang, Identifikasi Masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah,


Tujuan dan Manfaat Penelitian dan Sistematika Penelitian.
Dalam penyusunan isi penelitian ini, maka penulisannya dilakukan
berdasarkan sistematika pembahasan sebagai berikut :
BAB I merupakan bab pendahuluan, yaitu pengantar yang menggambarkan
seluruh isi tulisan, sehingga dapat memberikan informasi tentang segala sesuatu
yang berkaitan dengan penelitian ini. Bab pendahuluan meliputi latar belakang
masalah, yang bertujuan untuk memberikan penjelasan secara akademik mengapa
penelitian ini perlu dilakukan dan apa yang melatarbelakangi penulis melakukan
penelitian ini.
BAB II merupakan kerangka teori yang berisikan landasan teori dan tinjauan
kepustakaan (penelitian yang relevan). Landasan teori berisi penjelasan yang
membahas tinjauan umum tentang Fenomena Aborsi dalam perspektif Tafsir Ilmi
dan relevansinya dengan kesehatan tinjauan kepustakaan (penelitian yang relevan)
terdiri dari jurnal, skripsi, tesis, dan disertasi yang sebelumnya sudah pernah
mengkaji masalah ini.
BAB III berisikan metode penulisan yang terdiri dari jenis penelitian,
sumber data yang terdiri dari data primer dan sekunder, teknik pengumpulan data,
yaitu tahapan-tahapan yang penulis lakukan dalam mengumpulkan data, serta
teknik analisa data, yaitu tahapan dan cara analisis yang dilakukan.
BAB IV berisikan penyajian dan analisa data (pembahasan dan hasil). Pada
bab ini data dan analisisnya akan disatukan dalam bab ini, yang setiap data yang
dikemukakan akan langsung diberikan analisisnya masing-masing.
BAB V merupakan penutup yang berisikan kesimpulan. Dalam bab ini
penulis memberikan beberapa kesimpulan dari uraian yang dikemukakan dalam
rumusan masalah. Setelah itu penulis memberikan saran-saran yang dianggap
penting untuk kemajuan maupun kelanjutan penelitian yang lebih baik.
BAB II
KERANGKA TEORI

A. Landasan Teori

1. Kompensasi (Upah)
Menurut Afzalur Rahman kompensasi atau upah dapat didefinisikan dengan
sejumlah uang yang dibayar oleh orang yang memberi pekerjaan kepada seorang
pekerja atas jasanya sesuai perjanjian.12 Sedangkan menurut Sadono Soekirno
mendifinisikan upah sebagai pembayaran yang diperoleh atas berbagai bentuk jasa
yang disediakan dan diberikan oleh tenaga kerja kepada para pengusaha.13
T. Gilarso memaknai upah sebagai balas karya untuk faktor produksi tenaga
kerja manusia, yang secara luas mencakup gaji, honorarium, uang lembur,
tunjangan dan lain-lain.14
Dalam bukunya yang berjudul sistem penggajian Islam Didin Hafiuddin
memaknai upah sebagai suatu oenerimaan sebagai imbalan dari pemberian kepada
penerima pekerja untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah dan akan dilakukan,
berfungsi sebagai jaminan kelangsungan hidup yang layak bagi kemanusiaan dan
produksi, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut suatu
persetujuan, undang-undang dan peraturan dan dibayarkan atas dasar suatu
perjanjian kerja antara pemberi dan penerima kerja.15
Jadi kompensasi atau upah merupakan harga yang dibayarkan kepada pekerja
atas jasanya dalam produksi kekayaan seperti faktor produksi lainnya, tenaga kerja
yang diberikan imbalan atas jasanya. Dengan kata lain, kompensasi atau upah
adalah harga dari manfaat tenaga yang dibayarkan atas jasanya dalam bekerja.

12
Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam Jilid II, (Yogyakarta : PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995)., hlm.
361.
13
Sadono Sukirno. Mikro Ekonomi Pengantar Teori, Ediai III,. (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada :
2005)., hlm. 350.
14
T. Gilarso, Pengantar Ilmu EkonomiMikro. (Yogyakarta : Kanisius, 2003)., hlm. 211.
15
Didin Hafiuddin dan Hendri Tanjung. Sistem Penggajian Islam, (Jakarta : Raih Asa Sukses, 2008).,
hlm. 89.

10
11

Pembagian jenis-jenis upah adalah sebagai berikut16 :


a) Upah nomunal adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara tunai kepada
pekerja/buruh yang berhak sebagai imbalan atas pengerahan jasa-jasa atau
pelayanannya sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam perjanjian
kerja.
b) Upah nyata (rill wages) adalah uang yang benar-benar harus diterima seorang
buruh atau pekerja yang berhak.
c) Upah hidup adalah upah yang diterima pekerja/buruh relatif cukup untuk
membiayai keperluan hidupnya secara luas, yang bukan hanya kebutuhan
pokoknya, melainkan juga kebutuhan sosial dan keluarganya, seperti
pendidikan, asuransi, rekreasi dll.
d) Upah wajar adalah upah yang secara relatif di nilai cukup wajar oleh pengusaha
dan buruh sebagai imbalan atas jasa-jasanya pada pengusaha. Upah yang wajar
inilah yang diharapkan oleh parapkejerja, mengingat upah hidup umumnya sulit
untuk dilaksanakan pemberiannya karena perusahaan-perusahaan kita umumnya
belum berkembang baik, belum kuat pemodalannya.17

Kompensasi merupakan segala bentuk penghargaan yang diberikan


perusahaan kepada pegawai sebagai balas jasa atas kontribusinya kepada
perusahaan dan organisasi. Kompensai merupakan salah satu motivasi seorang
pegawai bekerja dalam suatu organisasi. Untuk itu, suatu organisasi harus
memperhatikan pemberian kompensasi yang adil dan layak bagi pegawai. Karena
dengan memberikan kompensasi yang layak maka akan memberikan kepuasan
kerja dan keefektifan pegawai dalam melaksanakan pekerjaan.
Adapun fungsi pemberian kompensasi menurut Muh. Tahir Malik antara lain
yaitu:
a) Pengalokasian sumber daya manusia secara efisien, fungsi ini menunjukkan
bahwa pemberian kompensasi yang cukup baik kepada karyawan yang
berpresasi baik akan mendorong para karyawan untuk bejerja lebih baik kearah
16
Zainal Asikin, dkk. Dasar-Dasar Pemburuhan, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2006)., hlm 91.
17
G. Kartasapoetra, dkk. Hukum Perburuhan di Indonesia. (Yogyakarta : Bina Aksara : 1986)., hlm 102.
12

pekerjaan yang lebih produktif. Dengan kata lain ada kecenderungan para
karyawan dapat bergeser atau berpindah dari yang kompensasinya rendah
ketempat kerja yang kompensasinya tinggi dengan cara menunjukkan prestasi
kerja yang lebih baik.
b) Mendorong stabilitas dan pertumbuhan ekonomi, sebagai akibat aplikasi dan
penggunaan sumber daya manusia, dalam organisasi yang bersangkutan secara
efisien dan efektif tersebut maka dapat diharapkan bahwa sistem pemberian
kompensasi tersebut secara langsung dapat memberikan stabilitas organisasi dan
secara tidak langsung ikut andil dalam mendorong stabilisasi dan partumbuhan
ekonomi secara keseluruhan.
c) Penggunaan sumberdaya manusia secara lebih efisien dan efektif, Dengan
pemberian kompensasi yang tinggi kepada karyawan mengandung implikasi
bahwa organisasi akan menggunakan tenaga kerja karyawan dengan seefisien
mungkin. Sebab dengan cara demikian organisasi yang bersangkutan akan
memperoleh manfaat dan keuntungan semaksimal mungkin. Disinilah
produktivitas karyawan sangat menetukan

2. Sistem Kompensasi/Pengupahan dalam Islam


Dalam Fiqh Mu’amalah kompensasi atau upah disebut juga dengan ijarah.
Al-Ijarah berasalh dari kata al-ajru artu menurut bahasanya ialah al-i’wadh yang
arti dari bahasa Indonesianya ualah upah dan ganti.18
Ijarah secara eitmologi adalah mashdar dari kata ajara’-ya’jiru, yaitu upah
yang diberikan sebagai kompensasi sebuah oekerjaan. Al-ajru berarti upah atau
imbalan untuk sebuah pekerjaan. Al-Ajru makna dasarnya adalah pengganti abik
yang bersifat materi maupun immateri.19
Beberapa kalangan menerjemahkan ijarah sebagai jual-beli jasa (upah
mengupah), yankni mengambil manfaat tenaga manusia, ada pula yang
menerjemahkan sewa menyewa, yakni mengambil manfaat dari barang dan
keduanya. Jumhur ulama fiqih berpendapat bahwa ijarah adalah “menjual manfaat
18
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2011)., hlm. 1
19
Imam Mustofa, fiqh Mu’amalah Kontemporer, (Jakarta : Rajawali Pers, 2016), hlm. 101.
13

dan yang boleh di swakan afalah manfaat bukan bendanya”.20


Kajian Tafsir Surah At-Taubah ayat 105

‫َّه َاد ِة َفُينَبُِّئ ُك ْم‬ ِ ‫وقُ ِل ْاعملُ ْوا فَس َيرى ال ٰلّهُ َعملَ ُكم ور ُس ْولُهٗ والْمْؤ ِمُن ْو ۗنَ و َس ُتر ُّد ْو َن اِىٰل ٰعلِ ِم الْغَْي‬
َ ‫ب َوالش‬ َ َ ُ َ ََ ْ َ ََ َ َ
َ‫مِب َا ُكْنتُ ْم َت ْع َملُ ْو ۚن‬
“Katakanlah (Nabi Muhammad), “Bekerjalah! Maka, Allah, rasul-Nya, dan orang-
orang mukmin akan melihat pekerjaanmu. Kamu akan dikembalikan kepada (Zat)
yang mengetahui yang gaib dan yang nyata. Lalu, Dia akan memberitakan kepada
kamu apa yang selama ini kamu kerjakan.”
a. Penafsiran dalam Tafsir Al-Maraghi
Surah At-Taubah ayat 105 menjelaskan tentang bekerja. Kunci dari kebahagiaan
adalah bekerja untuk dunia dan akhirat, untuk diri sendiri dan untuk bangsa.
Allah SWT selalu melihat pekerjaan yang dilakukan oleh manusia, baik
perbuatan itu dilakukan secara rahasia ataupun terang- terangan. Allah SWT
juga mengetahui niat dan tujuan dari suatu pekerjaan. Bukan hanya itu,
perbuatan yang dilakukan juga akan diketahui oleh Rasul-Nya dan seluruh
kaum muslimin. Pekerjaan yang dilakukan seseorang akan diketahui
keikhlasannya. Pada hari kiamat semua itu akan diketahui dan semua perbuatan
akan diberi balasan. Perbuatan atau amal yang baik akan dibalas dengan pahala,
sedangkan amal yang buruk akan memperoleh siksa21.
b. Penafsiran dalam Tafsir Al-Misbah
Menurut penafsiran dalam Tafsir Al-Misbah ayat ini merupakan perintah untuk
bekerja. Pekerjaan yang dilakukan semata-mata karena Allah SWT dengan
beramal yang saleh dan bermanfaat untuk diri sendiri maupun masyarakat22.
Semua amal perbuatan akan memperoleh balasan. Allah SWT lebih mengetahui
yang gaib yaitu hakikat dari amal yang dikerjakan. Pada hari kiamat semua amal
20
Ibid. hlm.101
21
Ahmad Mustofa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi Juz xi, Terj., Anshori Umar Sitanggal dkk. (Semarang:
CV Toha Putra, 1993 ), hlm. 36.
22
M. Quraisy Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian AlQuran Volume V ( Jakarta:
Lentera Hati, 2002 ), hlm. 670.
14

itu diperlihatkan, sehingga diketahui hakikat amal yang dikerjakan oleh seluruh
manusia. Rasul-Nya dan orang-orang mukmin menjadi saksi atas perbuatan
yang telah dilakukan. Pada hari itu tidak ada amal yang disembunyikan, amal
yang baik dan buruk hakikatnya akan Nampak. Oleh karena itu, manusia harus
senantiasa wawas diri.
c. Penafsiran dalam Tafsir Ibnu Katsir
Dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa ayat ini merupakan ancaman dari
Allah SWT untuk orang-orang yang melanggar perintah-Nya23. Pada hari kiamat
semua amal akan ditampakkan baik yang dilakukan secara rahasia maupun
terang-terangan. Semua perbuatan tidak ada yang bisa disembunyikan. Ibnu
Katsir tidak menyebutkan secara khusus amal atau pekerjaan apa saja, hanya
menyebut kata “amal perbuatan” saja.

3. Kerja
Yaktiningsasi mendefinisikan bekerja sebagai suatu kegiatan yang
menghasilkan sesuatu yang bernilai bagi orang lain, dan dalam pelaksanaannya
mereka harus berafiliasi dengan organisasi kerja yang formal. 24 Sedangkan
Westwood mendefinisikan bekerja kedalam konteks Socio-Cultural dan konteks
ekonomi politik. Dalam konteks socio-cultural, secara prinsip, bekerja merupakan
sebuah kewajiban yang kuat (kewajiban moral) pada tiap individu agar bisa
berkontribusi terhadap kesejahteraan keluarga. Sedangkan dalam konteks ekonomi
politik, bekerja lebih sebagai promosi karena merepresentasikan status dan
penghasilan yang tinggi.25
Menurut Wiltshire ada 8 makna kerja, yaitu: Bekerja sebagai kegiatan
ekonomi, Bekerja sebagai rutinitas dan aktif, Bekerja memuaskan secara intrinsik,
Bekerja secara moral adalah benar, Bekerja sebagai pengalaman interpersonal,

23
Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir jilid 4, Terj. M. Abdul Ghoffar dkk. ( Bogor: Pustaka Imam Asy
Syafi’I ), hlm. 202.
24
Yaktiningsasi. Studi Tentang Makna Bekerja dan Hubungan Antara Makna. (Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada, 1994).,hlm. 34.
25
 Westwood, Petter.  What Teacher Need To Now About Teaching Methods. (Autralia: Ligare, 2008)
hlm. 82.
15

Bekerja sebagai status dan prestise, Bekerja sebagai gender, dan Bekerja sebagai
kesempatan untuk berlatih. Disisi lain Liu dan Liu (2015) mengungkapkan adanya
perbedaan makna kerja bagi wanita dan pria. Wanita lebih cenderung mencari
keamanan, keselamatan, dan stabilitas dalam pekerjaan, sementara pria lebih
cenderung mencari nilai dalam kaitannya dengan mewujudkan visi dan memiliki
karir yang sukses.

B. Tinjauan Pustaka
Setelah penulis melakukan observasi terhadap sumber-sumber yang
membahas tetang pembahasan Kompensasi/upah perspektif al-Qur’an, penulis
menemukan beberapa kajian diantaranya :
1. Skripsi, Kompensasi Tenaga Kependidikan Dalam Surah At-Taubah Ayat
105, An-Nahl Ayat 97 dan Al-Kahfi Ayat 30 (Analisis Perspektif Buya
Hamka dalam Tafsir Al-Azhar)26. Penelitiaan ini memberikan penjelasan
mengenai imbalan untuk setiap perbuatan yang dilakukan oleh manusia.
Seperti dalam Surah At-Taubah ayat 105 di mana pada hari kiamat nanti
setiap perbuatan akan di lihat oleh Allah SWT, Rasul-Nya, dan semua kaum
muslimin. Semua yang telah dikerjakan akan diberi balasan yang sesuai, jika
baik maka dibalas pahala, sedangkan perbuatan buruk dibalas dengan siksa.
Pada Surah An-Nahl ayat 97 menerangkan tentang balasan untuk orang-
orang megerjakan amal saleh dengan tidak memandang antara laki-laki dan
perempuan. Semua memperoleh balasan atas apa yang sudah dikerjakan,
baik balasan di dunia maupun di akhirat. Sedangkan pada Surah Al-Kahfi
ayat 30 menjelaskan tentang balasan kepada orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh. Balasan yang diberikan sesuai dengan apa yang
telah dikerjakan.
2. Jurnal, Upah dan Tenaga Kerja (Hukum Ketenagakerjaan dalam Islam), Nur
Aksin27. Dalam perspektif Islam, perihal hukum ketenagakerjaan serta upah-
mengupah termasuk ke dalam kajian Ijarah. Ijarah merupakan kegiatan
26
Alfiyah Laili Istighfarini, Kompensesi Tenaga Kependidikan, 2020.
27
Nur Aksin, Upah dan Tenaga Kerja, 2018.
16

sewa-menyewa, yang mana maslah ketenagakerjaan tersebut merupakan


sewa- menyewa dalam hal jasa. Adapun perihal upah, merupakan salah satu
“Rukun” yang harus ada dalam kegiatan ijarah tersebut. Upah menjadi
jaminan serta imbalan atas apa yang telah dikerjakan oleh seorang Pekerja
terhadap pekerjaan yang telah diberikan Pemiliknya. Islam telah mengatur
segala hal yang berkaitan dengan ketenagakerjaan dan upah, sebagaimana
yang telah diatur oleh hukum formal negara. Seluruh hukum
ketenagakerjaan dalam perspektif Islam, selalu bersifat dinamis.
3. Jurnal, Konsep Kompensasi Tafsir Al Quran dan Hadist Pendekatan tematik,
Fathor Rahman. Jurnal ini menjelaskan tentang Konsep Kompensasi/ Upah
dalam Islam dan Mendiskripsikan Urgensi Kompensasi dalam Pendidikan28.
Masalah kompensasi/ upah merupakan tantangan tersendiri dalam konteks
pendidikan, karena imbalan para pengajar tidak lagi dipandang sebagai alat
pemuas kebutuhan material, tetapi ini terkait dengan harkat dan martabat
manusia. Kompensasi bagi madrasah merupakan salah satu untuk
mempertahankan sumber daya pendidik yang ada di madrasah, walaupun
bukan merupakan satu-satunya cara meningkatkatkan motivasi pendidik,
sehingga mereka dapat tetap betah di madrasah. Meski demikian, penulis
menyakini bahwa kompensasi adalah faktor urgen untuk mempertahankan
pendidik di madrasah, karena kompensasi merupakan faktor penting dalam
kehidupan yang dapat meningkatkan motivasi walaupun sulit untuk dapat
memuaskan manusia.
4. Jurnal, Kompensasi Kerja Dalam Islam, Muhammad Tahmid Nur29.
Kompensasi kerja adalah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan atau pihak
yang menggunakan tenaga kerja sebagai upah atau imbalan (dan yang
semacamnya) atas pekerjaan yang telah dilakukan karyawan/ tenaga kerja.
Kompensasi kerja diberikan berdasarkan tujuan dan manfaatnya, sebagai;
Pemenuhan kebutuhan, Meningkatkan produk- tifitas kerja, Memajukan

28
Fathor Rahman, Konsep Kompensasi Tafsir Al-Quran dan Hadith Pendekatan Tematik, 2017.
29
Muhammad Tahmid Nur, Kompensasi Kerja dalam Islam. 2015.
17

organisasi atau perusahaan, Menciptakan keseimbangan dan keadilan.


Berdasarkan kepada beberapa paradigma, di antaranya: Menghargai prestasi
kerja, Menjamin keadilan, Mempertahankan pegawai, Memperoleh pegawai
yang bermutu, Pengendalian biaya, dan Memenuhi peraturan kerja yang ada.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini termasuk salah satu pendidikan kepustakaan (Library
reseach), jenis penelitian bertujuan untuk mengumpulkan data-data dengan
bantuan bermacam-macam materi yang terdapat di perpustakaan, seperti buku-
buku, majalah, dokumen, catatan, kisah-kisah, sejarah dan lainnya.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode diskriptif analisis
yaitu mendeskripsikan terlebih dahulu data-data yang diperoleh dari buku-buku
dan literatur lainnya,kemudian melakukan evaluasi terhadap data-data yang telah
dideskripsikan.
Sedangkan metode tafsir yang digunakan ialah metode tematik ayat
(maudhu’i) yaitu penafsiran menyangkut ayat-ayat dalam al-Qur’an dengan satu
tema dari al-Quran yang mengindikasikannya dan menjelaskan tujuan-tujuannya
secara umum dan yang merupakan tema sentralnya, serta menghubungkan
persoalan-persoalan yang beraneka ragam dalam ayat tersebut antara satu dengan
lainnya dan juga dengan tema tersebut, sehingga satu ayat tersebut dengan
berbagai masalahnya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.30

B. Sumber Data
Data yang penulis gunakan dalam penelitian ini diambil dari beberapa
tulisan, baik tulisan dalam bentuk arsip atau buku teori, pendapat, dalil, hukum,
majalah, dokumen, kisah-kisah dan lain- lain yang memiliki keterkaitan dengan
aborsi. Sumber data tersebut terdiri dari sumber data primer dan sumber data
sekunder.31
Data primer ialah data-data yang berkaitan secara langsung dengan

30
M. Quraish Syihab, Membuminkan AL-Quran , Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat( Bandung: Mizan, 1996), hlm. 87.
31
Nurul Zuriah, Metode Penelitian Sosial dan Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hlm. 191.

18
19

permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini. Data primer ini diperoleh dari
sumber-sumber pokok baik yang bersumber dari literatur asing (pengarang asli)
maupun literatur yang telah diterjemahkan oleh para ahli tafsir. Data primer ialah
data-data yang berkaitan secara langsung dengan permasalahan yang dibahas
dalam skripsi ini. Data primer ini diperoleh dari sumber-sumber pokok yakni al-
Qur’an, kitab tafsir fi Zilalil Qur’an, tafsir al-Azhar, kitab tafsir Al-Maraghi, kitab
tafsir al-Misbah dan tafsir Ibn-Katsir. Pemilihan tafsir-tafsir berikut dikarenakan
corak adabi ijima’i yang disampaikan di dalamnya.
Data Sekundernya adalah penunjang dalam hal ini difungsikan sebagai
pelengkap terhadap sumber primer yang telah ada. memiliki relevansinya dengan
pembahasan.

C. Teknik Pengumpulan Data


Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif-analisis, yaitu
model penelitian yang berupaya mendeskripsikan kondisi-kondisi yang ada.32
Dalam penelitian ini, penulis berusaha mendeskripsikan secara sistematis
mengenai bagaimana penjelasan Al-Qur’an mengenai Kompensasi/upah perspektif
al-Qur’an. .
1. Menetapkan tema yang akan diteliti.

2. Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan tema.

3. Mencari asbabun nuzul untuk setiap ayat yang telah terkumpul jika ada,
dengan merujuk pada kitab asbabun nuzul karangan as-Suyuti atau
merujuk ke kitab yang mu’tabar.
4. Menghimpun pandangan ulama tafsir yang berkaitan dengan tema kajian,
dengan merujuk kepada kitab-kitab tafsir yang telah disebutkan
sebelumnya.

32
Mardalis, Metode Penelitian: Suatu Pendekatan Proposal( Jakarta: Bumi Aksara. 1996), hlm.26.
20

D. Teknik Analisi Data


Data yang telah di kumpul di analisa dengan menggambarkan, menguraikan
ataupun menyajikan seluruh permasalahan yang ada pokok-pokok permasalahan
secara tegas dan sejelas-jelasnya, kemudian di ambil satu kesimpulan sehingga
penyajian hasil penelitian dapat di pahami dengan mudah dan jelas.
Data yang telah terkumpul dianalisis dengan metode kualitatif dan teknik
analisis deskriptif, prosedur yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Menganalisis makna setiap ayat yang berkaitan dengan tema-tema tersebut
dengan menggunakan pendekatan konteks sosio-historis, yaitu dengan
melihat kepada Asbabun Nuzulnya, jika ada, munasabahnya dengan ayat
sebelum dan sesudahnya, serta konteks situasi dan kondisi sosial zaman
Nabi ketika ayat itu diturunkan. Menganalisis pandangan ulama tafsir serta
mentarjih diantara berbagai pendapat.
2. Menarik kesimpulan atas karakteristik dari setiap ayat menurut para
mufasir serta menyimpulkannya dalam bentuk kasus-kasus permasalahan
kontemporer.
3. Memaparkan data dalam bentuk narasi, tabel, grafik dan lain sebagainya.
BAB IV
HASIL PENELITAN

A. Penafsiran Kompensasi Kerja Dalam Al-Qur’an Oleh Mufassir


1. Kompensasi berdasarkan Ajaran Islam dan Al-Qur’an
Kompensasi atau Upah adalah harga yang dibayarkan kepada pekerja atas
jasanya dalam produksi kekayaan seperti faktor produksi lainnya. Islam
menawarkan suatu penyelesaian yang sangat baik atas masalah upah dan
menyelamatkan kepetingan kedua belahpihak. kompensasi/Upah
(ujrah/ajrun)33 dapat diklasifi-kasikan menjadi dua, yaitu upah yang telah
disebutkan ajrun musamma, dan upah yang sepadan ajrul mitsli.
Kompensasi/Upah yang telah disebutkan (ajrun musamma), syaratnya
adalah ketika disebutkan harus disertai kerelaan kedua pihak yang
bertransasksi.
Kompensasi/Upah yang sepadan (ajrul mitsli), adalah upah yang sepadan
dengan kerjanya serta sepadan dengan kondisi pekerjaan-nya jika akadnya
menyebutkan jasa (manfaatnya) kerjanya. Upah yang sepa-dan ini bisa juga
merupakan upah yang sepadan dengan pekerja (profesi)nya saja. Apabila
akad ujrahnya menyebut-kan jasa pekerjaannya. Untuk menentu-kan upah
ini dalam pandangan syariah mestinya adalah mereka yang mem-punyai
keahlian untuk menentukan upah, bukan standar yang ditetapkan negara,
juga bukan kebiasaan penduduk suatu negara. Melainkan oleh orang ahli
dalam menangani upah kerja.34
Dalam perjanjian (tentang upah) kedua belah pihak (majikan dan pekerja)
diperingatkan untuk bersikap jujur dan adil dalam urusan mereka, sehingga
tidak terjadi tindakan aniaya terhadap orang lain juga tidak merugikan
kepentingan sendiri. Oleh karena itu al-Qur’an memerintahkan kepada

M. Kasir Ibrahim, Kamus Arab, (Surabaya: Apollo Lestari, t.th), hlm. 817.
33

Ibnu Rusyd, “Bidayatul Mujtadid”, diterjemahkan oleh Ghazali Said dan Achmad Zaidun dengan judul,
34

“Bidayatul Mujtahid, analisis Fiqih Para Mujtahid”, (Jakarta: Pustaka Amani, 2007), hlm. 308.

21
22

majikan untuk membayar para pekerja dengan bagian yang seharusnya


mereka terima sesuai kerja mereka, dan pada saat yang sama dia telah
menyelamatkan kepentingannya sendiri. Dan jika dia tidak mau mengikuti
anjuran al-Qur’an ini maka dia akan dianggap sebagai penindas atau pelaku
penganiayaan dan serta akan dihukum di dunia oleh negara Islam dan di hari
kemudian oleh Allah.
Demikian pula para pekerja akan dianggap penindas jika dengan
memaksa majikan untuk membayar melebihi kemam-puannya. Prinsip
keadilan yang tercantum dalam QS. al-Jaatsiyah/45:22
Dan Allah menciptakan langit dan bumi dengan tujuan yang benar dan
agar diberi balasan tiap-tiap diri ter-hadap apa yang telah dikerjakannya, dan
mereka tidak akan dirugikan.35
Setiap manusia akan mendapatkan imbalan dari apa yang telah
dikerjakannya dan masing-masing tidak akan dirugikan. Jadi ayat ini
menjamin tentang upah yang layak kepada setiap pekerja sesuai apa yang
telah disumbangkan dalam proses produksi, jika ada pengurangan dalam
upah mereka tanpa diikuti oleh berkurangnya sumbangsih mereka. Hal itu
dianggap ketidak adilan dan penganiyaan. Ayat ini memperjelas bahwa upah
setiap orang harus ditentukan berdasar-kan kerjanya dan sumbangsihnya
dalam kerjasama pruduksi dan untuk itu harus dibayar tidak kurang, juga
tidak lebih dari apa yang dikerjakannya.36
Meskipun dalam ayat ini terdapat keterangan tentang balasan terhadap
manu-sia di akherat kelak terhadap pekerjaan mereka didunia ini. Oleh
karena itu, setiap orang harus diberi imbalan penuh sesuai hasil kerjanya dan
tidak seorangapun harus diperlakukan secara tidak adil. Pekerja harus
memperoleh upahnya sesuai sumbangsihnya dalam produksi, sementara
majikan mene-rima keuntungannya sesuai dengan modal dan sumbangsihnya

35
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Semarang: Toha Putra, 2005), h. 339.
36
Zainudin bin Abdul Aziz Al-Malibari Al-Fanani, Terjemah Fathul Mu’in, (Jilid I, Cet I; Bandung:
Sinar Baru Algesindo, 1994), h. 838.
23

terhadap produksi. Dengan demikian setiap orang memperoleh bagiannya


dari deviden negara dan tidak seorang pun yang dirugikan. Adapun soal
upah ini harus sesuai dengan pekerjaan, maka dalilnya adalah perintah Allah
swt. untuk berlaku adil. Sebab mengurangi upah dari yang mesti diterima
oleh buruh atas pekerjaannya adalah menganiaya. Dan firman Allah dalam
hadits qudsi:
Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin 'Abdur Rahman bin
Bahram Ad Darimi; Telah mencerita-kan kepada kami Marwan yaitu Ibnu
Muhammad Ad Dimasyqi; Telah menceritakan kepada kami Sa'id bin 'Abdul
'Aziz dari Rabi'ah bin Yazid dari Abu Idris Al Khalwani dari Abu Dzar dari
Nabi saw. dalam meriwa-yatkan firman Allah swt. yang berbunyi: "Hai
hamba-Ku, sesungguh-nya Aku telah mengharamkan diri-Ku untuk berbuat
zhalim dan perbuatan zhalim itu pun Aku haramkan di antara kamu. Oleh
karena itu, janganlah kamu saling berbuat zhalim!37
Dan kerusakan apakah lagi yang lebih besar dari menganggap halal upah
seorang buruh yang telah menghasilkan dan menam-bah kekayaan. Maka
itulah Allah yang Maha Besar dan Maha Kuasa mengancam mereka yang
memakan upah buruh-buruhnya dengan permusuhan dan terputus rahmat-
Nya kelak di hari mana tiada lagi bermanfaat harta benda dan anak- anak
mereka. Dari itulah Nabi saw. menyuruh cepat-cepat membayar upah buruh,
sabdanya:” Berikan-lah upah buruh itu selagi belum kering keringatnya.38
Kompensasi kerja diberikan berdasar-kan tujuan dan manfaatnya, sebagai;
Peme-nuhan kebutuhan, Meningkatkan produk-tifitas kerja, Memajukan
organisasi atau perusahaan, Menciptakan keseimbangan dan keadilan.
Berdasarkan kepada beberapa paradigma, di antaranya: Menghargai pres-tasi
kerja, Menjamin keadilan, Memper-tahankan pegawai, Memperoleh pegawai
yang bermutu, Pengendalian biaya, dan Memenuhi peraturan kerja yang ada.

37
Al-Imam Abul Husain Muslim bin al-Hajjaji al-Qusyairi an-Naisaburi, Shahih Muslim, (Jakarta: Gema
Insani, 2003), h. 247.
38
Abi Abdillah bin Yazid al-Qazwainy, Sunan Ibnu Majah Juz II, (Beirut: Dãr al-Fikr, 2004), h. 20.
24

Ajaran Islam sangat menghargai setiap “tetes keringat” orang yang


bekerja, sebagai bentuk apresiasi terhadap pekerjaan dan dunia usaha,
sehingga orang yang bekerja harus mendapatkan penghargaan berupa upah
segera setelah pekerjaannya selesai dan berdasarkan “tetes keringat”
(beratnya pekerjaan) yang dikeluarkannya.

2. Kompensasi Kerja Dalam Al-Qur’an Perspektif Tafsir Al-Azhar karya


Buya Hamka
a. Surah at- Taubah ayat 105
‫َّه َد ِة َفُينَبُِّئ ُكم‬ ِ ‫ٱعملُوا۟ فَسَيرى ٱللَّهُ َعملَ ُكم ور ُسولُهُۥ وٱلْمْؤ ِمنُو َن ۖ و َسُتر ُّدو َن ِإىَل ٰ َٰعلِ ِم ٱلْغَْي‬
َٰ ‫ب َوٱلش‬ َ َ ُ َ ََ ْ َ َ َ َ ْ ‫َوقُ ِل‬
‫مِب َا ُكنتُ ْم َت ْع َملُو َن‬

Mufrodat :
‫ٱع َملُو‬
ْ = Bekerjalah kalian ِ ‫ٱلْغَْي‬
‫ب‬ = Yang ghaib

‫ = فَ َسَيَرى‬Maka akan melihat ‫َّه َد ِة‬


َٰ ‫ = ٱلش‬Yang nyata
‫ = َسُتَر ُّدونَ َسُتَر ُّدو َن‬Kalian akan Di kembalikan ‫ = َفُينَبُِّئ ُكم‬lalu dia akan
memberitahuan pada kalian
‫ = َٰعلِ ِم‬Yang maha mengetahui ‫ = َت ْع َملُون‬Kalian Kerjakan

Terjemahan
“Dan katakanlah, ‘Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu,
begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang mukmin, dan kamu akan
dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata,
lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan”.39

Sebab-sebab yang melatar belakangi diturunkannya Surah At Taubah


ayat 105 ini tidak dijelaskan secara khusus dalam kitab asbabun nuzul karya
39
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Depok: CV. Rabita, 2014), hlm. 203.
25

Imam As-Suyuthi. Pada kitab tersebut menjelaskan sebab-sebab


diturunkannya ayat sebelumnya yaitu ayat 102. Turunnya ayat 102 ini adalah
ketika terjadi perang tabuk beberapa orang laki-laki tidak ikut perang. Imam
As-Suyuthi menyebutkan bahwa menurut riwayat Ibnu Mardawaih dan Ibnu
Abi Hatim dari Al Aufi dari Ibnu Abbas berkata “Ketika Rasululah
berangkat perang, Abu Lubabah dan lima orang lainnya tidak ikut berperang.
Kemudian Abu Lubabah dan dua orang lainnya merenung dan menyesali
ketidak ikut sertaan mereka untuk berperang”. Dalam perenenungannya,
mereka yakin dirinya akan celaka, sehingga mereka memutuskan untuk
mengikat diri mereka di tiang masjid. Mereka tidak akan melepaskan ikatan
dirinya kecuali Rasulullah sendiri yang melepaskan. Tiga orang diantara
mereka mengikat dirinya dan tiga orang lain tidak. Ketika rombongan perang
telah kembali, Rasulullah bertanya “Siapa orang yang terikat di tiang?”
Seseorang menjawab bahwa itu adalah Abu Lubabah dan teman-temannya,
mereka mengikat dirinya karena tidak ikut berperang dan bersumpah tidak
akan melepaskan diri kecuali Rasulullah sendiri yang melepaskannya.
Namun Rasulullah berkata bahwa beliau tidak akan melepaskan ikatan
tersebut kecuali atas perintah Allah SWT. Kemudian turunlah ayat 102 ini
disebutkan pada pangkal ayat yaitu orang-orang yang mengakui dosa
mereka. Kemudian Abu Lubabah dan dua temannya dilepaskan dan
dimaafkan. Namun untuk tiga orang lagi yang tidak mengikat diri mereka
tidak disinggung dan mereka yang dimaksud oleh Allah sebagai orang-orang
yang ditangguhkan sampai ada keputusan Allah. Setelah Abu Lubabah
dilepaskan, menurut riwayat Abu Jarir dari Ali bin Thalhah dari Ibnu Abbas
menambahkan bahwa Abu Lubabah dan teman-temannya datang kepada
Rasulullah dengan membawa harta benda. Mereka meminta Rasulullah
sebagai wakil mereka untuk mensedekahkan hartanya dan memintakan
ampun kepada Allah SWT. Namun Rasulullah menjawab bahwa beliau tidak
diperintahkan untuk mengambil harta mereka. Kemudian Allah menurunkan
ayat selanjutnya yaitu perintah untuk mengambil zakat dari harta mereka
26

untuk membersihkan dan menyucikan diri mereka.40 Setelah perintah


tersebut, ayat 105 ini memerintahkan untuk beramal setelah bertaubat.
Ayat ke 105 surah At-Taubah ini masih berhubungan dengan ayat
sebelumnya yaitu ayat 103 yang membahas tentang taubat dan diiringi
dengan sedekah. Ayat ditujukan kepada orang-orang yang masih
mencampuradukkan kebaikan dengan keburukan. Ketika mereka sadar atas
perilaku yang dilakukannya tersebut salah maka langsung mereka bertaubat
dengan bersedekah untuk membersihkan dirinya. Terdapat keunikan pada
ayat 103 ini yaitu mengapa harus bersedekah. Pelajaran yang bisa diambil
adalah ketika seseorang masih mencampuradukkan perbuatan baik dengan
perbuatan buruk adalah karena satu pengaruh yaitu harta. Oleh karena itu,
harta harus dikeluarkan dengan mengeluarkan sedekah agar bersih.
Keinginan seseorang untuk memiliki harta menyebabkan dua sifat buruk,
yaitu tamak dan kikir. Seseorang yang dalam dirinya mempunyai sifat ini
maka akan berusaha mendapatkan harta sebanyak banyaknya namun
berusaha bagaimana harta yang dimilikinya jika dikeluarkan sedikit saja.
Meskipun usahanya ditempuh dengan jalan yang tidak dibenarkan yang
penting hartanya tetap menjadi miliknya. 41
Kedua sifat yang menjadi
penyakit inilah yang harus dibersihkan dengan cara bersedekah harta yang
dimilikinya. Dilanjutkan dengan ayat 104 yang menyatakan bahwa Allah
menerima taubat orang-orang yang tidak ikut serta dalam Perang Tabuk.
Taubat mereka diterima karena telah diimbangi dengan mengeluarkan
sedekah untuk membersihkan diri. Sebenarnya harta benda yang dililiki
seseorang adalah milik Allah. Manusia diberi kesempatan untuk mengelola
dan mengambil manfaat dari apa yang dititipkan kepada manusia. Jadi tidak
sepantasnya manusia kikir dan tamak terhadap apa yang dititipkan
kepadanya. Setelah bersedekah dan diterima taubatnya, mereka harus

40
Imam As-Suyuti, Asbabun An-Nuzul, terj. Andi Muhamad Syahril dan Yasir Maqasid (Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, 2014), hlm. 284-285.
41
Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz XI (Jakarta: Yayasan Nurul Islam, 1980), hlm. 27
27

berlanjut untuk bekerja atau beramal sebagaimana pada ayat 105.

ْ ‫ َوقُ ِل‬yang artinya


Pada awal Surah At-Taubah ayat 105 berbunyi ‫ٱع َملُوا‬

“Dan katakanlah ‘beramallah kamu” sebagai perintah yang ditujukan


kepada umat melalui perantara Nabi Muhammad SAW. sebagai langkah
awal setelah bertaubat. Pada penjelasan dalam Tafsir Al-Azhar, Buya Hamka
menceritakan bahwa ada suatu kelompok masyarakat yang belum
mempunyai pemahaman tentang amal yang dimaksud dalam ayat ini.
Mereka memahami amal sebagai suatu doa doa untuk diamalkan atau
misalnya membawa air untuk diberi berkah. Hal ini terjadi ketika penulis
Tafsir Al-Azhar ini melawat ke Sarawak pada tahun 1960 untuk berdakwah.
Ketika beliau di sana, beliau diminta untuk memberikan doa-doa untuk
diamalkan oleh mereka. Ada juga seseorang yang membawa bayinya untuk
minta ditiup ubunubunnya oleh beliau supaya memperoleh berkat. 42
Pada
saat itulah beliau menjelaskan apa yang dimaksud dengan amal.
Buya Hamka menjelaskan kepada masyarakat bahwa amal itu bukan
yang sebagaimana telah mereka pahami selama ini. Doa-doa adalaha ranting
dari keseluruhan amal. Amal yang dimaksud adalah usaha untuk bekerja
dengan sungguh-sungguh. Semua pekerjaan itu baik dan halal selama tidak
menyalahi syariat. Hasil pekerjaan juga baik dan halal selama tidak
tercampur dengan sesuatu yang haram. Tidak ada pekerjaan yang hina
selama pekerjaan itu tidak melepaskan diri dari ikatan dengan Allah SWT. 43
Beliau menjelaskan juga bahwa jika seseorang menyangka bahwa amal yang
dimaksud adalah doa-doa, maka negeri ini tidak akan terbebas dari
penjajahan. Karena orangorang hanya berdoa saja tanpa melakukan usaha.

Setiap orang memiliki bakat masing-masing dalam menjalankan


42
Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz XI………….hlm. 38
43
Ibid., hlm. 38.
28

pekerjaannya. Sebagaimana dalam Surah Al-Isra’ ayat 84

‫قُ ْل ُكلٌّ َي ْع َم ُل َعلَ ٰى َشاكِلَتِ ِۦه َفَربُّ ُك ْم َْأعلَ ُم مِب َ ْن ُه َو َْأه َد ٰى َسبِياًل‬
Artinya: “Tiap orang beramal menurut bakatnya. Tetapi Tuhan lebih
mengetahui siapakah yang mendapat petunjuk dalam perjalannya”.44
Ayat ini dijelaskan dalam Tafsir Al-Azhar bahwa hendaklah seseorang
itu bekerja sesuai dengan bakatnya, menurut kempuannya dan sesuai dengan
tenaga yang dimilikinya. Seperti dokter mengobati pasien, perawat merawat
orang sakit, seorang ayah mendidik anaknya, seorang ibu mengurus
pekerjaan rumah tangga, seorang guru mengajar siswanya, dan para siswa
belajar dengan tekun.45 Semua menjalankan tugas sebagaimana perannya.
Sedangkan Allah SWT lebih mengetahui apa saja yang dilakukan oleh
manusia.
Pada lanjutan ayat 105 dari Surah At-Taubah juga disebutkan bahwa
‫ فَ َس َيَرى ٱللَّهُ َع َملَ ُك ْم َو َر ُس ولُهُۥ َوٱلْ ُمْؤ ِمنُ و َن‬yang berarti “Maka Allah akan memperhatikan

amalanmu, dan rasul-Nya serta orang-orang yang beriman. Dalam Tafsir Al-
Azhar dijelaskan bahwa semua amal atau pekerjaan yang dilakukan pasti
dilihat oleh Allah SWT baik yang dhahir maupun batin, baik yang gaib
maupun yang nyata. Rasul sebagai manusia dan orang-orang yang beriman
bisa melihat amal yang dilakukan seseorang dari luar saja. Amal yang tidak
nampak, tidak bisa dilihat oleh manusia. Terkadang ada seseorang yang
mengetahui hakikat amal yang sebenarnya dari seseorang, misalnya
diketahui ketidakikhlasan seseorang. Namun orang tersebut mungkin tidak
berani menyatakan dengan terang-terangan apa yang telah diketahuinya.

ُ ‫ٱلش َٰه َد ِة َفُينَبُِّئ‬


Kemudian lanjutan ayat ۖ ‫كم مِب َ ا ُكنتُ ْم َت ْع َملُ و َن‬ ِ ‫و َس ُتر ُّدو َن ِإىَل ٰ َٰعلِ ِم ٱلْغَْي‬
َّ ‫ب َو‬ َ َ
yang artinya “Kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui
yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah
kamu kerjakan”. Semua akan kembali pada Allah SWT Yang Maka
44
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya……….hlm. 289
45
Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz XI (Jakarta: Yayasan Nurul Islam, 1980), hlm. 38
29

Mengetahui baik yang gaib maupun yang nyata. Kelak ketika kembali ke
hadapan Allah SWT, hal-hal yang tidak nampak bukan menjadi rahasia lagi.
Kualitas pekerjaan seseorang kebenarannya akan diketahui Menurut
penjelasan Tafsir Al-Azhar semua pekerjaan itu tidak ada yang hina asalkan
tidak haram dan tidak melepaskan diri dari ikatan dengan Allah AWT. 46

Semua amal atau pekerjaan di dunia diketahui oleh Allah SWT baik yang
terlihat oleh manusia maupun yang tidak terlihat. Semua amal perbuatan
akan ditampakkan pada hari akhir kelak. Bagaimana kualitas dari amal yang
telah dikerjakan. Untuk itu, manusia harus senantiasa memperbaiki kualitas
amal yang dilakukan.
Amal atau pekerjaan yang baik tidak hanya dilakukan ketika dilihat oleh
manusia saja. Perbuatan baik yang dilakukan dengan sembunyi-sembunyi
lama kelamaan juga akan diketahui orang juga. Jika ada seseorang yang iri
atau dengki dengan pekerjaan yang dilakukan orang lain, maka tidak perlu
dipermasalahkan.47 Jika ada orang yang tidak mau menghargai pekerjaan
yang orang lain lakukan juga tidak perlu dijadikan masalah. Karena kelak
pada hari akhir Allah sendirilah yang akan memberikan balasan dan
pengahargaan atas pekerjaan baik seseorang ketika di dunia. Jadi tidak
perdulikan penghargaan dari sesama manusia karena penghargaan Allah
SWT, Rasulullah, dan orang-orang beriman lebih tinggi daripada rasa dengki
orang lain.

b. Surat An- Nahl ayat 97

Surah An-Nahl merupakan urutan surah ke 16 dalam AlQur’an. Surah ini

46
Ibid. hlm. 38.
47
Hamka, TafsirAl-Azhar Juz XIV (Jakarta: Yayasan Nurul Islam, 1980), hlm. 39.
30

terdiri dari 128 ayat, nama An-Nahl diambil dari ayat ke 68. An-Nahl berarti
lebah, dalam ayat ke 68 disebutkan bahwa Allah memberikan naluri kepada
lebah supaya membuat sarang di gunung-gunung, pohon, kayu, ataupun di
bubungan rumah. Lebah juga diberikan naluri untuk menghisap buah-buahan
dan bunga agar menghasilkan madu.48 Adanya penjelasan tentang lebah
merupakan petunjuk kekuasaan Allah SWT dan sebagai pelajaran untuk
manusia. Keajaiban dan kandungan madu yang dihasilkan lebah adalah
sebagai obat untuk berbagai penyakit.
Surah An-Nahl tergolong Surah Makkiyah karena diturunkan sebelum
Rasulullah hijrah. Sehingga surah ini memuat pokok-pokok akidah, tentang
ketuhanan, wahyu, dan hari kebangkitan. Memuat tentang tugas dan
kewajiban rasul-rasul yang diutus, menerangkan halal dan haram, ketika
kafir setelah beriman maka akan celaka, dan menuat tentang ujian yang
harus ditempuh oleh orang mukmin yang memegang teguh agamanya.
Surah An-Nahl juga memuat tentang adab berlaku atau bergaul dengan
sesama. Contohnya adalah berlaku adil, berbuat ihsan, saling tolong
menolong, dan memegang janji. Memuat juga tentang alam, seperti tujuh
tingkatan langit dan bumi, pergantian siang dan malam, peredaran benda-
benda langit, dan pemanfaatan binatang ternak yaitu daging, susu, maupun
bulunya yang bisa digunakan sebagai pakaian. Surah ini juga memuat
tentang kehidupan manusia sejak dalam kandungan, lahir di dunia, tumbuh
dan berkembang menjadi dewasa sampai tua hingga akhirnya maut datang.49

Pada penelitian ini, ayat yang dibahas adalah ayat ke 97 dari Surah An-Nahl
sebagaimana berikut.

48
Hamka, TafsirAl-Azhar Juz XIV (Jakarta: Yayasan Nurul Islam, 1980), hlm. 47.
49
Ibid., hlm. 47.
31

ِ ِ ‫من ع ِمل‬
ْ ِ‫َأجَر ُهم ب‬
۟‫َأح َس ِن َما َكانُوا‬ ُ ‫صٰل ًحا ِّمن ذَ َك ٍر َْأو ُأنثَ ٰى َو ُه َو ُمْؤ م ٌن َفلَنُ ْحيَِينَّهُۥ َحَي ٰو ًة طَيِّبَةً ۖ َولَنَ ْج ِز َين‬
ْ ‫َّه ْم‬ َ َ َ َْ
‫َي ْع َملُو َن‬

Mufrodat
‫ = َع ِم َل‬Dia berbuat/melakukan ً‫ = َحَي ٰو ًة طَيِّبَة‬Kehidupan yang baik

‫صٰلِحا‬
َ =Kebaikan ُ ‫ = لَنَ ْج ِز َين‬Sungguh kami akan mebalas
‫َّه ْم‬
mereka

‫ = ذَ َك ٍر‬Laki-laki ‫َأجَر ُهم‬


ْ = Pahala mereka
‫ = ُأنثَ ٰى‬Perempuan ْ ِ‫ = ب‬Dengan yang lebih baik
‫َأح َسن‬

‫ = َفلَنُ ْحيَِينَّهُۥ‬Maka sesungguhnya ‫ = َي ْع َملُو َن‬Mereka Kerjakan

akan kami hidupkan

Artinya: “Barang siapa mengerjakan kebajikan, baik lakilaki maupun


perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan
kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala
yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”.50

Merupakan hasil atau hak yang diperoleh mereka yang beriman dan
melakukan amal sholeh yaitu ً‫ َفلَنُ ْحيَِينَّهُۥ َحَي ٰو ًة طَيِّبَ ة‬artinya bahwa ia akan
diberikan kehidupan yang baik.51 Kehidupan yang baik, salah satunya
dengan memperoleh rezeki, ketenangan jiwa, dan kenikmatan beribadah
kepada Allah SWT.
Hak memperoleh kehidupan yang baik ini dengan syarat seseorang harus
menjalankan kewajibannya. Kewajiban baik lakilaki maupun perempuan
yang beriman adalah sama, yakni melakukan amal saleh atau perbuatan baik.
50
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Depok: CV. Rabita, 2014), hlm. 278.
51
Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz XIV (Jakarta: Yayasan Nurul Islam, 1980), hlm. 124
32

Ketika kewajiban telah dilaksanakan maka ‫س ِن َما َكانُوا۟ َي ْع َملُو َن‬ ْ ِ‫َأجَر ُهم ب‬
َ ‫َأح‬ ُ ‫َولَنَ ْج ِز َين‬
ْ ‫َّه ْم‬
akan yaitu diberikan ganjaran yang lebih baik melebihi apa yang telah
dikerjakan. Pada penjelasan tafsir dikatakan bahwa balasannya adalah pahala
yang tidak berujung atau tidak terbatas.52 Meskipun umur terbatas ketika
menjalankan kewajiban berupa menaati perintah Allah SWT

c. Surat Al- Kahfi ayat 30

‫َأح َس َن َع َماًل‬
ْ ‫َأجَر َم ْن‬
ْ ‫يع‬
ِ ‫ِإ َّن ٱلَّ ِذين ءامنُوا۟ و َع ِملُوا۟ َّٰ ِ ِ ِإ‬
ُ ‫ٱلصل َٰحت نَّا اَل نُض‬ َ ََ َ

Artinya:”Sungguh mereka yang beriman dan mengerjakan kebajikan, kami


benar-benar tidak akan menyia-nyiakan pahala orang yang mengerjakan
perbuatan yang baik itu”.53
Ayat tersebut menjelaskan tentang pahala yang diperoleh orang beriman yang
melakukan perbuatan baik. Allah SWT tidak akan menyiakan pahala atau
balasan untuk orang-orang yang beriman dan senantiasa melakukan
perbuatan baik. Ketika seseorang mempunyai iman dalam dirinya, maka
perbuatan yang dilakukan pastilah perbuatan baik. Perbuatan inilah yang
pahalanya tidak akan disia-siakan. Apalagi jika pekerjaan atau perbuatan
yang dilakukan itu terus diperbaiki kualitasnya.
Perbuatan atau amalan baik yang dilakukan seorang yang beriman tidak
hanya dilakukan sekadarnya saja. Orang yang beriman akan terus
meningkatkan mutu dari amal baiknya. Sudah menjadi kewajiban bagi
seorang yang beriman untuk terus konsisten atau istiqomah dalam
meningkatkan mutu amalnya sampai akhir hayatnya. Sehingga kehidupan
seorang yang beriman akan ditutup dengan perbuatan yang indah atau

52
Ibid., hlm. 126
53
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Depok: CV. Rabita, 2014), hlm. 297.
33

khusnul khotimah.54

B. Kompensasi Kerja dalam Surah At-Taubah Ayat 105, An-Nahl ayat 97, dan
Al-Kahfi ayat 30 Perspektif Tafsir Al-Azhar
Kompensasi merupakan segala bentuk penghargaan baik secara langsung
maupun tidak langsung sebagai balas jasa kepada seseorang. Balas jasa yang
diberikan karena kontribusinya kepada suatu perusahaan atau lembaga.
Kompensasi yang diberikan kepada seseorang bisa berbentuk finansial atau non
finansial. Asal tugas yang diberikan kepadanya dikerjakan dengan baik, maka
akan ada imbalan untuknya. Pada Surah Al-Kahfi ayat 30 menjelaskan bahwa ‫ِإنَّا‬

‫َأح َس َن َع َماًل‬ ِ
ْ ‫َأج َر َم ْن‬
ْ ‫يع‬ُ ‫ اَل نُض‬yakni sesungguhnya Kami (Allah) tidak akan menyia-
nyiakan pahala untuk perbuatan baik yang telah dikerjakan. Sedangkan ada
Surah AnNahl ayat 97 dijelaskan bahwa ‫س ِن‬ ْ ِ‫َأج َر ُهم ب‬
َ ‫َأح‬ ُ ‫َفلَنُ ْحيَِينَّهُۥ َحَي ٰوةً طَيِّبَ ةً ۖ َولَنَ ْج ِز َين‬
ْ ‫َّه ْم‬
yaitu orang melakukan amal baik, maka akan diberi kehidupan yang lebih baik
dari apa yang telah dikerjakan.
Kompensasi mempunyai peranan penting untuk memotivasi kerja.
Peningkatan kualitas kerja mampu memberikan dampak pada produksi yang
dihasilkan. Perintah Allah SWT dalam Surah At-Taubah ayat 105 diawali
dengan yang berarti ْ ‫ ” َوقُ ِل‬Dan Katakan Bekerjalah kamu”. Pada
‫ٱع َملُ وا‬
permulaan ayat manusia diminta untuk beramal atau dalam artian melakukan
suatu pekerjaan. Pada awalnya belum memberikan isyarat untuk memperoleh
imbalan dari melakukan suatu pekerjaan. Asal bekerja terlebih dahulu,
melakukan suatu pekerjaan yang halal. Tidak ada pekerjaan yang hina, asalkan
halal dan tidak menjauhkan diri Tuhan.55
Munurut Buya Hamka dalam karyanya yang berjudul “Falsafah Hidup”,
beliau membahas tentang gaji dan upah bagi tenaga kerja bekerja. Beliau

54
Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz XIV (Jakarta: Yayasan Nurul Islam, 1980), hlm. 197.
55
Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz XI (Jakarta: Yayasan Nurul Islam, 1980), hlm. 38
34

menyatakan tidak ada salahnya seseorang melakukan pekerjaan untuk


memperoleh gaji atau upah. Namun sebagai tenaga kerja sebaiknya tidak
menjadikan gaji sebagai alasan utama bekerja. Jika bekerja semata-mata karena
upah, maka tanggung jawab terhadap baik buruknya pekerjaan tidak ada. Orang
yang seperti ini tidak bisa dipercaya, karena ia akan memperbaiki pekerjaan jika
imbalannya tinggi saja. Ketika imbalannya diturunkan, kualitas pekerjaan yang
dilakukan juga akan menurun. Demikian inilah yang menyebabkan pekerjaan
menjadi rusak.56
Kompensasi yang diberikan memenuhi dua aspek yaitu keadilan dan
kelayakan. Keadilan dalam hal ini dengan memberikan imbalan kepada tenaga
kerja yang mempunyai tanggung jawab sama dengan imbalan yang sama. Surah
An Nahl 97 telah menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan antara laki-laki dan
perempuan dalam pemberian balasan. Asalkan keduanya sanggup
menumbuhkan imannya dan sama-sama melakukan perbuatan baik. Maka
keduanya memperoleh “Hayatan Thoyyibah” yakni kehidupan yang baik.57
Pada pembahasan Tafsir Al-Azhar tentang Surah An-Nahl ayat 97, Buya
Hamka mencantumkan pendapat beberapa mufassir tentang “Hayatan
Thoyyibah” yaitu kehidupan yang baik. Pendapat dari Ad-Dhahhak menyatakan
bahwa kehidupan yang baik adalah rezeki yang halal dan kenikmatan beribadah
kepada Allah SWT.58 Sedangkan menurut Al-Qasimi selain merasa tentram,
kehidupan yang baik adalah dengan adanya pahala atau ganjaran yang baik dan
lebih sempurna kelak di akhirat.

56
Imam Faizal, “Pemikiran Hamka Tentang Guru”, Skripsi, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016, hlm. 87.
57
Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz XI (Jakarta: Yayasan Nurul Islam, 1980), hlm. 124.

58
Ibid. hlm. 125.
35

Asas
Kompensasi

Keadilan Kelayakan

An- Nahl ayat Al- Kahfi ayat At-Taubah ayat An- Nahl ayat
97 30 105 97

Kesetaraan imbalan Imbalan yang


laki-laki dan Naluri untuk Kehidupan yang
diberikan lebih baikdengan
perempuan asal besar dari apa memiliki apa yang
sama-sama telah diusahakan. memperolehrezeki
yang dikerjakan yang halal
memupuk iman dan Jika kebutuhan
mengerjakan tercukupi maka danketentraman
kebaikan hidup akan tentram beribadah

Bagan 1
Asas Kompensasi
36

Hasil dari temuan tentang kompensasi kerja digambarkan dengan tabel berikut ini.
Tabel 2
Hasil Temuan Penafsiran

Kompensasi Surah Hubungan Temuan dengan Beberapa


Penafsiran (Tafsir Al-Maraghi, AlMisbah,
dan Ibnu Katsir)
1. Kompensasi Surah Imbalan yang diberikan untuk setiap perbuatan
merupakan imbalan AtTaubah adalah sesuai dengan apa yang dikerjakan. Pada
yang diberikan ayat 105 hakikatnya pekerjaan yang dilakukan dengan
dalam bentuk baik atau tidak pada akhirnya akan diketahui.
langsung dan tidak
langsung. Jika orang beriman melakukan suatu pekerjaan
2. Asas kompensasi Surah yang bermanfaat untuk orang lain, maka ia
ada dua yaitu AnNahl berhak memperoleh hidup yang sejahtera
keadilan dan ayat 97
kelayakan.
3. Tujuan diberikan
kompensasi adalah Orang yang di dalam hatinya ada iman, lalu dia
untuk menghargai Surah mengerjakan pekerjaan dengan baik maka pasti
kinerja, menjamin AlKahfi akan memperoleh balasan berupa kenikmatan
keadilan, ayat 30 berupa fasilitasfasilitas yang dibutuhkannya.
memperoleh dan
mempertahankan
totalitas.
37

DAFTAR PUSTAKA

A.A. Islahi, Economic Concept of Ibn Taimiyah, diterjemahkan oleh Anshari Thayib
“Konsepsi Ekonomi Ibnu Taimiyah”. (Bina Ilmu : Surabaya, 1997).
Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam Jilid II, (Yogyakarta : PT. Dana Bhakti
Wakaf, 1995)., hlm. 361.
Afzalurrahman, Muhammad Sebagai Seorang Pedagang. Jakarta : Yayasan Swarna
Bhunny, 1997.
Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam).
Yogyakarta : UII Press. 2000)
Ahmad Mustofa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi Juz xi, Terj., Anshori Umar Sitanggal
dkk. (Semarang: CV Toha Putra, 1993).
Alfiyah Laili Istighfarini, Kompensesi Tenaga Kependidikan, 2020.
Atang ABD, Hakim dan Jaih Mubarak. Metodologi Studi Islam. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2000).
Department agama RI. Alqur’an dan terjemahan ( Bandung: CV penerbit dari ponegoro,
2013 )
Didin Hafiuddin dan Hendri Tanjung. Sistem Penggajian Islam, (Jakarta : Raih Asa
Sukses, 2008).
Fathor Rahman, Konsep Kompensasi Tafsir Al-Quran dan Hadith Pendekatan Tematik,
2017.
G. Kartasapoetra, dkk. Hukum Perburuhan di Indonesia. (Yogyakarta : Bina Aksara :
1986).
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2011)
Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir jilid 4, Terj. M. Abdul Ghoffar dkk. ( Bogor: Pustaka
Imam Asy Syafi’I)
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid terj. Cet II, Jakarta: Pustaka Amani, 2002
Imam Mustofa, fiqh Mu’amalah Kontemporer, (Jakarta : Rajawali Pers, 2016).
38

M. Quraish Syihab, Membuminkan AL-Quran , Fungsi dan Peran Wahyu dalam


Kehidupan Masyarakat( Bandung: Mizan, 1996).
M. Quraisy Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian AlQuran Volume V
( Jakarta: Lentera Hati, 2002 ).
M. Yazid Afandi, Fiqh Muamalah dan Implementasinya dalam Lembaga Keuangan
Syariah. Yogyakarta : Logung Pustaka, 2009)
Mardalis, Metode Penelitian: Suatu Pendekatan Proposal( Jakarta: Bumi Aksara.
1996)
Muhammad Tahmid Nur, Kompensasi Kerja dalam Islam. 2015.
Nur Aksin, “ Upah dan tenaga kerja ( Hukum ketenagakerjaan dalam islam ) “ dalam
jurnal Meta Yuridis, vol 1, no. 2, tahun 2018.
Nurul Zuriah, Metode Penelitian Sosial dan Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 2009)
Sadono Sukirno. Mikro Ekonomi Pengantar Teori, Ediai III,. (Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada : 2005).
Susilo Martoyo, Manajemen Sumber Daya Manusia. (Yogyakarta : PT. BPHFE, 1987).
T. Gilarso, Pengantar Ilmu EkonomiMikro. (Yogyakarta : Kanisius, 2003).
Westwood, Petter.  What Teacher Need To Now About Teaching Methods. (Autralia:
Ligare, 2008)
Yaktiningsasi. Studi Tentang Makna Bekerja dan Hubungan Antara Makna. (Jakarta :
PT. Raja Grafindo Persada, 1994).
Zainal Asikin, dkk. Dasar-Dasar Pemburuhan, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,
2006).

Anda mungkin juga menyukai