Anda di halaman 1dari 8

ISLAM, ANTARA PERSOALAN

HARTA DAN TAHTA

FIRDAUS, S.Pd.I., M.Pd


Ibadah, Akhlaq, Mu’amalah 1

ISLAM, DAN PERSOLAN HARTA DAN TAHTA

A. Harta dan Jabatan sebagai Amanah dan Karunia Allah SWT


Harta atau al maal menurut Wahbah Zuhaili, didefinisikan sebagai segala sesuatu
yang dapat mendatangkan ketenangan dan dapat dimiliki manusia dengan sebuah upaya baik
itu berupa zat maupun manfaat. Menurut Hanafiyah, al maal adalah sesuatu yang mungkin
dimiliki, disimpan dan dimanfaatkan. Pendapat Mayoritas Ulama, al maal adalah segala sesuatu
yang memilki nilai dimana bagi orang yang merusaknya, berkewajiban untuk menanggung atau
menggantinya.
Dalam Al-Qur’an bahwa harta adalah perluasan hidup. Pada Al-Qur’an surat Al-Kahfi:
46 dan surat An-Nisa: 14 dijelaskan bahwa kebutuhan manusia terhadap harta sama dengan
kebutuhan manusia terhadap anak atau keturunan, maka kebutuhan manusia terhadap harta
adalah kebutuhan yang mendasar.
Manusia bukan pemilik mutlak terhadap harta, kepemilikan manusia terhadap harta
dibatasi oleh hak-hak Allah, ini terlihat dari kewjiban manusia mengeluarkan sebagian kecil
hartanya untuk berzakat dan ibadahlainnya. Cara-cara pengambilan manfaat harta mengarah
kepada kemakmuran bersama, pelaksanannya dapat diatur oleh masyarakat melalui wakil-
wakilnya. Harta perorangan boleh digunakan untuk umum, dengan syarat pemiliknya mendapat
imbalan yang wajar, masyarakat tidak boleh mengganggu dan melanggar kepentingan pribadi,
selama tidak merugikan orang lain dan mayarakat, karena pemilikan manfaat berhubungan
serta dengan hartanya, maka pemilik boleh untuk memindahkan hak miliknya kepada orang
lain, misalnya dengan cara menjualnya, menghibahkannya dan sebagainya.
Menurut bahasa, jabatan artinya sesuatu yang dipegang, sesuatu tugas yang
diemban. Semua orang yang punya tugas tertentu, kedukan tertentu atau terhormat dalam
setiap lembaga atau institusi lazim disebut orang yang punya jabatan.
Dalam Al-Qur’an banyak ayat yang menggambarkan tentang jabatan, baik yang
menunjukkan kebaikan seperti ayat-ayat tentang Nabi Yusuf maupun yang menunjukkan
keburukan seperti ayat-ayat tentang Fir’aun, Qarun dan sebagainya. Dalam surat Al-Haqqah
Allah SWT menyatakan bahwa pejabat yang tidak beriman itu di akhirat kelak akan
mengatakan bahwa lepas sudah jabatannya (yang sewaktu di dunia ia miliki).
Hakikat harta dan dan jabatan adalah merupakan amanah dan karunia Allah. Disebut
sebagai amanah Allah karena harta dan jabatan tersebut didapat bukan semata-mata karena
Ibadah, Akhlaq, Mu’amalah 2

kehebatan seseorang, tetapi karena berkah dan karunia dari Allah, juga sejatinya bukan
dimaksud untuk kesenangan pribadi pemiliknya, tetapi juga buat kemaslahatan orang lain.
Karena harta dan jabatan adalah amanah, maka harus dijaga dan dijalankan atau dipelihara
dan dilaksanakan dengan benar, sebab satu saat akan dipertanggung-jawabkan di hadapan
Allah SWT.
Itu sebabnya maka Al-Qur’an dan hadis selalu mengingatkan bahwa harta itu juga
merupakan cobaan atau fitnah, seperti Firman Allah pada Surat Al-Anfal ayat 28:

‫َجٌر َع ِظ ٌيم‬ ِ ‫و ْاعلَموا أَمَّنَا أَموالُ ُكم وأَوََل ُد ُكم فِْت نَةٌ وأَ من م‬
ْ ‫اَّللَ عْن َدهُ أ‬ َ ْ ْ َ ْ َْ ُ َ
“Dan ketahuilah, bahwahartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan, dan
sesungguhnya di sisi Allah-lahpahala yang besar”.
Juga Firman Allah pada Surat At-Taghabun ayat 15:

‫َجٌر َع ِظ ٌيم‬ ِ ‫إَِّنَا أَموالُ ُكم وأَوََل ُد ُكم فِْت نَةٌ و م‬


ْ ‫اَّللُ عْن َدهُ أ‬ َ ْ ْ َ ْ َْ
“Sesungguhnyahartamu dan anak-anakmuhanyalahcobaan (bagimu): di sisi Allah-lah pahala
yang besar”.
Sehubungan dengan hal itu, maka harta dan jabatan adalah karunia Allah yang
sangat baik buat manusia, tetapi manakala tidak dapat dijaga dan dipelihara dengan baik, maka
ia akan menjadi fitnah dan bencana.
Harta dan jabatan yang halal serta digunakan dengan baik akan membawa manfaat
dan barokah, sedangkan harta dan jabatan yang disalahgunakan atau diperoleh dengan tidak
halal akan menjadi fitnah bahkan musibah. Sehubungan dengan hal ini Rasulullah SAW
bersabda:

‫) من حديث عمرو‬17763( " ‫صلمى هللاُ َعلَْي ِه َو َسلم َم فيما رواه اإلمام أمحد يف "مسنده‬
َ ‫فقد قال‬
‫بن العاص رفعه "نعم املال الصاحل للرجل الصاحل" وإسناده صحيح‬.
Rasul bersabda :
“Sebaik baik harta yang soleh adalah yang dimiliki oleh orang yang soleh”. HR Ahmad dan
Ibnu Hibban. (Musnah Ahmad 29/16 hadits 17763 dan sohih Ibnu Hibban 8/6) Dijelaskan bahwa
Ibadah, Akhlaq, Mu’amalah 3

B. Kewajiban Mencari Harta


Allah SWT menciptakan manusia untuk beribadah, dalam beribadah membutuhkan
sumber kehidupan seperti sandang, pangan dan papan. Dalam memenuhi kebutuhan tersebut,
manusia pada jaman dahulu hanya membutuhkan bercocok tanam atau berpindah dari suatu
tempat ke tempat lain. Semakin berkembangnya jaman, manusia memilih untuk menetap di
suatu wilayah dan memanfaatkan keadaan sekitarnya serta harus berusaha dalam bertahan
hidup. Adapaun salah satu cara dalam bertahan hidup adalah dengan bekerja atau mencari
harta. Salah satu sejarah pemikiran ekonomi islam, Imam syaibani dalam kitab al-kasb
berpendapat bahwa sesungguhnya Allah SWT mewajibkan kepada hambanya untuk kerja
mencari nafkah atau kehidupan, untuk membantu pada ketaatan kepada Allah SWT di dalam
ayat al-qur’an dikatakan:

‫وابتغوا من فضل هللا واذكروا هللا كثريا‬


Artinya: “Dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya” (surat al-jum’ah:
10)

‫و أنفقوا من طيبات ما كسبتم‬


Artinya : “Nafkahkanlah (dijalan Allah) sebagian hasil dari usahamu yang baik-baik “ (surat al-
baqarah: 267)
Buku al-kasb yang artinya adalah bekerja, berusaha dan berkarya. Pembahasan kitab
al-kasb yang disyarah oleh Muhammad bin ahmad bin abi suhail abu bakar as-sarakhsi adalah
sebagai berikut :
• Kewajiban mencari kerja bagi setiap muslim dan penjelasan tentang tingkatan usaha
beserta hukumnya
• Mengambil sebab-sebab yang tidak menghapus perwakilannya
• Pembantahan terhadap pemikiran al-karamiyah dan kaum ahli tasawwuf yang
mengharamkan kerja dan usaha untuk mencari rezeki
• Jenis-jenis kerja dan kelebihan diantaranya serta perselisihan di dalamnya dan
sesungguhnya pencarian yang halal artinya membantu untuk kedekatan dan ketaatan
dengan berbagai macam
• Permasalahan infaq dan batasan keborosan serta keadilan dalam mencukupi keperluan
seperti makanan, pakaian dan tempat tinggal
• Kelebihan seseorang menolong saudaranya dan kapan diwajibkan dan tidak diwajibkan
Ibadah, Akhlaq, Mu’amalah 4

Al-Syaibani mendefinisikan al-kasb (kerja) sebagai mencari perolehan harta melalui


berbagai cara yang halal. Dalam ilmu ekonomi, aktivitas demikian termasuk dalam aktivitas
produksi. Terdapat batasan dalam menghasilkan barang dan jasa berupa halal-haramnya
produk yang dihasilkan dan cara memperolehnya. Hanya aktivitas yang menghasilkan barang
dan jasa yang halal yang disebut sebagai aktivitas produksi. Islam memandang bahwa suatu
barang atau jasa mempunyai nilai guna jika mengandung kemaslahatan. Seperti yang
diungkapkan oleh As Syatibi, kemaslahatan hanya dapat dicapai dengan memelihara lima
unsur pokok kehidupan, yaitu agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Dengan demikian
seorang muslim termotivasi untuk memproduksi setiap barang atau jasa yang memiliki
maslahah tersebut. Hal ini berarti bahwa konsep maslahah merupakan konsep yang objektif
terhadap perilaku produsen karena ditentukan oleh tujuan (maqashid) syariah, yakni
memelihara kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat.
Pandangan Islam, aktivitas produksi merupakan bagian dari kewajiban ‘imaratul kaun,
yakni menciptakan kemakmuran semesta untuk semua makhluk. Berkenaan dengan hal
tersebut, Al-Syaibani menegaskan bahwa kerja yang merupakan unsur utama produksi
mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan karena menunjang pelaksanaan
ibadah kepada Allah SWT. Orientasi bekerja dalam pandangan Al-Syaibani adalah hidup untuk
meraih keridhaan Allah Swt. Kerja merupakan usaha untuk mengaktifkan roda perekonomian,
termasuk proses produksi, konsumsi dan distribusi yang berimplikasi secara makro
meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Dan karenanya, hukum bekerja adalah
wajib.
Apabila manusia telah merasa cukup dari apa yang dibutuhkan kemudian bergegas
pada kebajikan, sehingga mencurahkan perhatian pada urusan akhiratnya, adalah lebih baik
bagi mereka. Dengan demikian pada dasarnya, Al-Syaibani menyerukan agar manusia hidup
dalam kecukupan, baik untuk diri sendiri maupun keluarganya. Al Syaibani mengatakan bahwa
sesungguhnya Allah menciptakan anak-anak Adam sebagai suatu ciptaan yang tubuhnya tidak
akan berdiri kecuali dengan empat perkara, yaitu makan, minum, pakaian, dan tempat tinggal.
Seseorang tidak akan menguasai pengetahuan semua hal yang dibutuhkan sepanjang
hidupnya dan, kalaupun manusia berusaha keras, usia akan membatasinya diri manusia.

C. Sikap Terhadap Harta dan Jabatan


Disebabkan harta dan jabatan itu adalah merupakan Amanah dari allah SWT, maka
kita harus bersikap hati-hati terhadapnya. Bila terhadap harta kita wajib berupaya dan berusaha
Ibadah, Akhlaq, Mu’amalah 5

mencarinya karena harta merupakan kebutuhan kita sebagai bahagian dari modal hidup,
namun bukan demikian halnya tentang jabatan. Jabatan itu merupakan amanah, oleh karena itu
kita tidak harus ambisus untuk memperolehnya.
Bagi yang mempunyai kompetensi atau keahlian dan mempunyai visi misi yang
maslahat kelak dalam jabatannya, maka boleh meminta jabatan, dengan ketentuan bahwa ia
juga tidak boleh terlalu percaya akan keahliannya, sebaliknya jabatan atau menjaga amanah
bagi yang tidak punya kompetensi atau keahlian, oleh Allah disebut sebagai perilaku zhalim dan
bodoh, sebagaimana Firman allah pada Surat Yusuf ayat 54 dan 55 serta Surat Al-Ahzab ayat
72 :
Surat Yusuf 54, Artinya: Raja berkata: "Bawalah Yusuf kepadaKu, agar aku memilih
Dia sebagai orang yang rapat kepadaku". Maka tatkala raja telah bercakap-cakap dengan Dia,
Dia berkata: "Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi seorang yang berkedudukan Tinggi
lagi dipercayai pada sisi kami".
Surat Yusuf 55: berkata Yusuf: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir);
Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan".
Surat Al-Ahzab 72 : “ Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada
langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan
mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia.
Sesungguhnya manusia itu Amat zalim dan Amat bodoh”.

D. Pendayagunaan Harta dan Jabatan di Jalan Allah SWT


Sehubungan dengan itu, maka harta dan jabatan hendaklah digunakan bahkan
didayagunakan di Jalan alah, yakni dengan sebaik-baiknya, penuh tanggung jawab dan sesuai
dengan tuntunan Allah SWT dan Rasul-Nya. Harta misalnya hendaklah digunakan selain untuk
kemaslahatan kehidupan duniawi, juga harus digunakan sebagai infak atau belanja untuk
akhirat.
Sebagaimana Firman Allah pada Surat Al-Munafiqun ayat 10 : “Dan belanjakanlah
sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah
seorang di antara kamu; lalu ia berkata: "Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan
(kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku
Termasuk orang-orang yang saleh?"
Apabila harta telah di belanjakan di jalan Allah, maka kebaikan/pahalanya akan
mengalir terus sehingga dapat dikatakan sebagai aset yang permanen, terutama bila yang
Ibadah, Akhlaq, Mu’amalah 6

dibelanjakan itu bertahan lama zatnya atau yang disebut sebagai wakaf, ini sesuai dengan
sabda Nabi SAW yang berbunyi:

ِْ ‫ات‬
‫ انْ َقطَ َع‬،‫اإلنْ َسا ُن‬ َ َ‫صلمى هللاُ َعلَْي ِه َو َسلم َم ق‬
َ ‫ " إِ َذا َم‬:‫ال‬ ‫َع ْن أَِِب ُهَريْ َرةَ َر ِض َي م‬
ِِّ ِ‫ َع ِن الن‬،ُ‫اَّللُ َعْنه‬
َ ‫مب‬
‫صالِ ٍح يَ ْدعُو لَهُ ["تعليق‬ ٍ ٍ ‫ أَو‬،‫ ِع ْل ٍم ي ْن تَ َفع بِِه‬:‫عملُه إِمَل ِمن ثَََل ٍث‬
َ ‫ أ َْو َولَد‬،ُ‫ص َدقَة ََْت ِري لَه‬
َ ْ ُ ُ ْ ُ ََ
‫احملقق] إسناده صحيح‬
Dari Abu Hurairahra berkata ,Nabi saw bersabda : Apabila manusia telah meninggal
dunia maka terputuslah (pahala) amalnya kecuali dari 3 hal, yaitu: Ilmu yang dimanfaatkan,
sodakoh yang mengalir untuknya atau anak soleh yang mendoakan untuk kebaikannya. HR Ad-
Darimi dan tirmidzi. (SunanDarimi 1/462 dan sunan tirmidzi 3/53..Sanadnya sohih.)
Jabatan juga harus digunakan secara baik dan penuh amanah, sebab di hari akhirat
kelak jabatan itu akan dipertanggung-jawabkan, sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat
Al-Israk ayat 13 dan 34 yang berbunyi:
Surat Al-Israk 13 : “Dan tiap-tiap manusia itutelah Kami tetapkan amal perbuatannya
(sebagaimana tetapnya kalung) pada lehernya. dan Kami keluarkan baginya pada hari kiamat
sebuah kitab yang dijumpainya terbuka”.
Surat Al-Israk 34 : “ Dan penuhilah janji sesungguhnya janji itu pasti diminta
pertanggungan jawabnya”.

Kesimpulan
Harta atau al maal menurut Wahbah Zuhaili, didefinisikan sebagai segala sesuatu yang
dapat mendatangkan ketenangan dan dapat dimiliki manusia dengan sebuah upaya baik itu berupa
zat maupun manfaat. Menurut Hanafiyah, al maaladalah sesuatu yang mungkin dimiliki, disimpan
dan dimanfaatkan. Pendapat Mayoritas Ulama, al maaladalah segala sesuatu yang memilki nilai
dimana bagi orang yang merusaknya, berkewajiban untuk menanggung atau menggantinya.
Dalam Al-Qur’an bahwa harta adalah perluasan hidup. Pada Al-Qur’an surat AL Kahfi:
46 dan surat An-Nisa: 14 dijelaskan bahwa kebutuhan manusia terhadap harta sama dengan
kebutuhan manusia terhadap anak atau keturunan, maka kebutuhan manusia terhadap harta adalah
kebutuhan yang mendasar.
Ibadah, Akhlaq, Mu’amalah 7

Buku al-kasb yang artinya adalah bekerja, berusaha dan berkarya. Pembahasan kitab
al-kasb yang disyarah oleh Muhammad bin ahmad bin abi suhail abu bakar as-sarakhsi adalah
sebagai berikut :
• Kewajiban mencari kerja bagi setiap muslim dan penjelasan tentang tingkatan usaha beserta
hukumnya
• Mengambil sebab-sebab yang tidak menghapus perwakilannya
• Pembantahan terhadap pemikiran al-karamiyah dan kaum ahli tasawwuf yang mengharamkan
kerja dan usaha untuk mencari rezeki
• Jenis-jenis kerja dan kelebihan diantaranya serta perselisihan di dalamnya dan sesungguhnya
pencarian yang halal artinya membantu untuk kedekatan dan ketaatan dengan berbagai
macam
• Permasalahan infaq dan batasan keborosan serta keadilan dalam mencukupi keperluan seperti
makanan, pakaian dan tempat tinggal
• Kelebihan seseorang menolong saudaranya dan kapan diwajibkan dan tidak diwajibkan

Disebabkan harta dan jabatan itu adalah merupakan Amanah dari allah SWT, maka
kita harus bersikap hati-hati terhadapnya. Bila terhadap harta kita wajib berupaya dan berusaha
mencarinya karena harta merupakan kebutuhan kita sebagai bahagian dari modal hidup, namun
bukan demikian halnya tentang jabatan. Jabatan itu merupakan amanah, oleh karena itu kita tidak
harus ambisus untuk memperolehnya.
Sehubungan dengan itu, maka harta dan jabatan hendaklah digunakan bahkan
didayagunakan di Jalan alah, yakni dengan sebaik-baiknya, penuh tanggung jawab dan sesuai
dengan tuntunan Allah SWT dan Rasul-Nya. Harta misalnya hendaklah digunakan selain untuk
kemaslahatan kehidupan duniawi, juga harus digunakan sebagai infak atau belanja untuk akhirat.
Sebagaimana Firman Allah pada Surat Al-Munafiqun ayat 10 : “Dan belanjakanlah
sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah
seorang di antara kamu; lalu ia berkata: "Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan
(kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku
Termasuk orang-orang yang saleh?"

Anda mungkin juga menyukai