MAKALAH
RIBA
UNIVERSITAS SEMARANG
2020
1
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Ajaran Islam mencakup seluruh aspek kehidupan manusia sebagaimana
firman Allah Swt (artinya) : Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu
agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai
Islam sebagai agama bagimu. (QS. Al-Maidah 5 : 3). Oleh karenanya Islam
adalah sebuah aturan, norma, pola hidup yang melingkupi kehidupan manusia
dan menjadi pedoman dalam mengarungi kehidupannya yang selanjutnya
pedoman itu dijabarkan dalam fiqih Islam. Sedang fiqih itu sendiri adalah suatu
pola hidup yang ditawarkan Islam dalam bentuk pemahaman secara mendalam
terhadap hukum dan ketentuan Allah untuk diaplikasikan dalam kehidupan
manusia.
Adapun kewirausahaan dalam disiplin ilmu fiqh merupakan bagian
pembahasan mu'amalah. Sedangkan perdagangan adalah bahagian dari
kegiatan kewirausahaan. Bila kita berbicara tentang kewirausahaan menurut
pandangan Islam, maka rambu-rambu yang harus diperhatikan dalam kegiatan
ini adalah teori-teori yang telah di gambarkan dalam Al-Quran dan As-Sunnah
sebagai norma dan etika dalam berwirausaha khususnya dalam perdagangan.
Islam juga mengajarkan bagaimana manusia itu giat dalam menjalani aktifitas
dan semangat bekerja keras untuk mencari nafkah dan menjawab kebutuhan
sehari-hari. Allah SWT, menyeru manusia untuk bertebaran di muka bumi
untuk menuntut karunia Allah, dalam hal ini maksudnya adalah rezki Allah.
Bahkan Rasulullah pun sangat menganjurkan kepada ummatnya untuk giat
dalam bekerja. Tidak sedikit hadits Rasulullah yang menegaskan tentang hal
itu.
Untuk selengkapnya, mari kita cermati paparan isi makalah ini. Bagaimana
etika dalam berdagang, motif perdagangan, sifat-sifat yang harus dimiliki oleh
para pedagang, etios kerja seorang muslim (tentang perintah kerja keras).
2
3
3
4
BAB II
PEMBAHASAN
ض ُم َراغَما ً َكثِيراً َو َس َعةً َو َمن يَ ْخرُجْ ِمن بَ ْيتِ ِه ُمهَا ِجراً إِلَى هّللا ِ َو َرسُولِ ِه ثُ َّم ِ ْيُهَا ِجرْ فِي َسبِي ِل هّللا ِ يَ ِج ْد فِي األَر
ً ت فَقَ ْد َوقَ َع أَجْ ُرهُ عَلى هّللا ِ َو َكانَ هّللا ُ َغفُوراً َّر ِحيما
ُ ْيُ ْد ِر ْكهُ ْال َمو
Artinya :
Dan barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka akan mendapatkan di
bumi ini tempat hijrah yang luas dan (rezeki) yang banyak. Barangsiapa keluar
dari rumahnya dengan maksud berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya,
kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju),
4
5
maka sungguh, pahalanya telah ditetapkan di sisi Allah. Dan Allah Maha
Pengampun, Maha Penyayang.
Berdasarkan ayat tersebut, Allah SWT. menghimabu hamba-hambaNya
yang mukmin agar berhijrah dan meninggalkan kampung halaman untuk
menemukan tempat berlindung dan memperoleh rezeki yang banyak. dengan
demikian, mereka akan memperoleh kehidupan yang layak.
Dan di dalam surah Hud ayat 6, Allah SWT. berfirman :
ين ٍ ض إِالَّ َعلَى هّللا ِ ِر ْزقُهَا َويَ ْعلَ ُم ُم ْستَقَ َّرهَا َو ُم ْستَوْ َد َعهَا ُك ٌّل فِي ِكتَا
ٍ ِب ُّمب ِ ْ َو َما ِمن دَآبَّ ٍة فِي األَر
Artinya :
Dan tidak satu pun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan
semuanya Dijamin Allah rezekinya. Dia Mengetahui tempat kediamannya dan
tempat penyimpanannya.** Semua (tertulis) dalam Kitab yang nyata (Lauh
Mahfuzh).
5
6
Dalam Islam etos kerja kerja lebih dikenal dengan kerja keras, kemandirian
()بيده, dan tidak cengeng. Setidaknya terdapat beberapa ayat al-Qur’an maupun
Hadits yang dapat menjadi rujukan pesan tentang semangat kerja keras dan
kemandirian ini, seperti:
Dengan bahasa yang sangat simbolik ini Nabi mendorong umatnya untuk kerja
keras supaya memiliki kekayaan, sehingga dapat memberikan sesuatu pada
orang lain. “Manusia harus membayar zakat (Allah mewajibkan manusia
untuk bekerja keras agar kaya dan dapat menjalankan kewajiban membayar
zakat)”. Oleh karena itu, apabila shalat telah ditunaikan maka bertebaranlah
kamu di muka bumi dan carilah karunia (rizki) Allah. (Q.S. al-Jumu’ah : 10)
6
7
7
8
8
9
3. Jujur
Dalam suatu hadist diriwayatkan bahwa :”Kejujuran akan membawa
ketenangan dan ketidakjujuran akan menimbulkan keragu-raguan.”(HR.
Tirmidzi).
9
10
Jujur dalam segala kegiatan yang berhubungan dengan orang lain maka akan
membuat tenang lahir dan batin.
4. Niat Suci dan Ibadah
Bagi seorang muslim kegiatan bisnis senantiasa diniatkan untuk
beribadah kepada Allah sehingga hasil yang didapat nanti juga akan digunakan
untuk kepentingan dijalan Allah.
5. Azzam dan bangun Lebih Pagi
Rasul saw mengajarkan agar kita berusaha mencari rezeki mulai pagi
hari setelah shalat subuh. Dalam sebuah hadist disebutkan bahwa :
”Hai anakku, bangunlah!sambutlah rizki dari Rabb-mu dan janganlah kamu
tergolong orang yang lalai, karena sesungguhnya Allah membagikan rizki
manusia antara terbitnya fajar sampai menjelang terbitnya matahari.”(HR.
Baihaqi).
6. Toleransi
Sikap toleransi diperlukan dalam bisnis sehingga kita dapat menjadi
pribadi bisnis yang mudah bergaul, supel, fleksibel, toleransi terhadap
langganan dan tidak kaku.
7. Berzakat dan Berinfak
Hadits Rasulullhah :
Artinya :“Tidaklah harta itu akan berkurang karena disedekahkan dan Allah
tidak akan akan menambahkan orang yang suka memberi maaf kecuali
kemuliaan. Dan tidaklah seorang yang suka merendahkan diri karena Allah
melainkan Allah akan meninggikan derajatnya.”(HR. Muslim).
Dalam hadist tersebut telah diungkapkan bahwa dengan berzakat dan berinfak
maka kita tidak akan miskin, melainkan Allah akan melipat gandakan rizki
kita. Dengan berzakat, hal itu juga akan membersihkan harta kita sehingga
harta yang kita peroleh memang benar-benar harta yang halal.
8. Silaturahmi
Dalam usaha, adanya seorang partner sangat dibutuhkan demi lancarnya
usaha yang kita lakukan. Silaturrahmi ini dapat mempererat ikatan
10
11
B. Pengertian Riba
Menurut bahasa, riba memiliki beberapa pengertian, yaitu :
1. Bertambah, karena salah satu perbuatan riba adalah meminta tambahan
dari sesuatu yang dihutangkan.
2. Berkembang, berbunga, karena salah satu perbuatan riba adalah
membungakan harta uang atau yang lainnya yang dipinjamkan kepada orang
lain.
3. Berlebihan atau menggelembung.
Sedangkan menurut istilah, yang dimaksud dengan riba menurut Al-Mali
yang artinya adalah “akad yang terjadi atas penukaran barang tertentu yang
tidak diketahui perimbangannya menurut ukuran syara’, ketika berakad atau
dengan mengakhirkan tukaran kedua belah pihak atau salah satu keduanya”.
Menurut Abdurrahman al-Jaiziri, yang dimaksud dengan riba ialah akad
yang terjadi dengan penukaran tertentu, tidak diketahui sama atau tidak
menurut aturan syara’ atau terlambat salah satunya. Syaik Muhammad Abduh
berpendapat bahwa yang dimaksud dengan riba ialah penambahan-
penambahan yang diisyaratkan oleh orang yang memiliki harta kepada orang
yang meminjam hartanya (uangnya), karena pengunduran janji pembayaran
oleh peminjam dari waktu yang telah ditentukan1
Riba dapat timbul dalam pinjaman (riba dayn) dan dapat pula timbul
dalam perdagangan (riba bai’). Riba bai’ terdiri dari dua jenis, yaitu riba karena
pertukaran barang sejenis, tetapi jumlahnya tidak seimbang (riba fadhl), dan
11
12
C. Hukum Riba
Riba itu haram. Banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang menerangkan riba,
demikian pula hadis-hadis yang menerangkan larangan riba dan yang
menerangkan siksa bagi pelaku riba.
Hukum riba haram sebagaimana firman Allah SWT yang artinya : “bahwasanya
jual-beli itu seperti riba, tetapi Allah menghalalkan jual-beli dan
mengharamkan riba”. (Q.S Al Baqarah, ayat 275).
D. Macam-macam Riba
Riba itu ada empat macam, yaitu :
1. Riba fuduli
Fuduli artinya lebih, misalnya menjual salah satu dari dua barang yang sejenis
yang saling dipertukarkan lebih banyak daripada yang lainnya, misalnya :
Menjual uang Rp. 100.000,- dengan uang Rp. 110.000,-
Menjual 10 kg beras dengan 11 kg beras.
2 Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta : Rajawali Press, 2011)
h.13
12
13
Yang dimaksud lebih ialah dalam timbangannya pada barang yang ditimbang ;
takaran pada barang yang ditakar ; ukuran pada barang yang diukur, dan
jumlah banyak pada uang yang dipertukarkan dan sebagainya.
2. Riba qardi
Riba qardi, yaitu meminjam dengan syarat keuntungan bagi yang menghutangi
(qardi=pinjam), seperti orang berhutang Rp. 100.000,-dengan perjanjian akan
membayar kembali kelak Rp. 110.000,-
3. Riba yad
Riba yad, yaitu berpisah sebelum timbang terima. Misalnya orang yang
membeli sepeda motor, sebelum ia menerima barang yang dibeli dari si
penjual, si penjual tidak boleh menjual sepeda motor itu kepada siapapun,
sebab barang yang dibeli dann belum diterima masih dalam ikatan jual-beli
yang pertama.
4. Riba nasa’
Riba nasa’, misalnya dipersyaratkan salah satu dari kedua barang yang
dipertukarkan ditangguhkan pembayarannya. Umpama, membeli barang kalau
tunai Rp. 100.000,- tetapi kalau tidak tunai harganya Rp.125.000,-. Kelebihan
membayar Rp. 25.000,- inilah yang dinamakan riba nasa’.
13
14
beli yang mengandung unsur riba pada barang sejenis dengan adanya tambahan
pada salah satu benda tersebut. Oleh karena itu, jika melaksanakan akad jual-
beli antarbarang yang sejenis, tidak boleh dilebihkan salah satunya agar
terhindar dari unsur riba.
b. Riba Nasi’ah
Menjual barang dengan sejenisnya, tetapi satu lebih banyak, dengan
pembayaran diakhirkan, seperti menjual satu kilogram gandum dengan satu
tengah kilogram gandum, yang dibayarkan setelah dua bulan. Contoh jual-beli
yang tidak ditimbang, seperti membeli satu buah semangka dengan dua buah
semangka yang akan dibayar setelah sebulan. Ibn Abbas,Usamah Ibn jaid Ibn
Arqam, Jubair, Ibn Jabir, dan lain-lain berpendapat bahwa riba yang
diharamkan hanyalah riba nasi’ah.
b. Riba Yad
Jual-beli dengan mengakhirkan penyerahan (al-qabdu), yakni bercerai-cerai
antara dua orang yang akad sebelum timbang terima, seperti menganggap
sempurna jual-beli antara gandum dengan sya’ir tanpa harus saling
menyerahkan dan menerima di tempat akad. Menurut ulama Hanafiyah, riba ini
termasuk riba nasi’ah, yakni menambah yang tampak dari utang.
c. Riba Nasi’ah
14
15
a. Riba Qardh
Suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang
berhutang (muqtaridh).
b. Riba Jahiliyyah
Utang dibayar lebih dari pokoknya, karena si peminjam tidak mampu
membayar utangnya pada waktu yang ditetapkan.
c. Riba Fadhl
Pertukaran antarbarang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda,
sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi.
d. Riba Nasi’ah
15
16
H. Illat Pengharaman
Emas, perak, gandum, jelai, kurma dan garam adalah barang-barang
pokok yang sangat dibutuhkan oleh manusia dan tidak dapat disingkirkan dari
kehidupan. Emas dan perak adalah dua unsur pokok bagi uang yang dengannya
transaksi dan pertukaran menjadi teratur. Keduanya adalah standar harga-harga
yang kepadanya penentuan nilai barang-barang dikembalikan. Sementara
6 Zainuddin Ali, Hukum Perbankan Syariah, (Jakarta : Sinar Grafika,
2008) h.92-93
16
17
17
18
2. Menjual emas dengan perak dan makanan dengan makanan yang
berlainan jenis, misalnya beras dengan jagung, hanya dibolehkan dengan dua
syarat, yaitu :
a. Tunai
b. Timbang terima dalam akad sebelum meninggalkan majlis akad
(taqaabul qablat-tafaaruq)
Keterangan :
Yang dikenai hukum riba hanya pada tiga macam, yaitu emas, perak dan
makanan manusia (termasuk makanan yang bukan obat).10
Keterangan :
Yang dikenal hukum riba hanya ada empat macam, yaitu emas, perak, makanan
manusia dan uang.11
18
19
2. Sosial Kemasyarakatan
Riba merupakan pendapatan yang didapat secara tidak adil. Para
pengambil riba menggunakan uangnya untuk memerintahkan orang lain agar
berusaha dan mengembalika, misalnya, 25% lebih tinggi dari jumlah yang
dipinjamkannya. Siapa pun tahu bahwa berusaha memiliki dua kemungkinan :
berhasil atau gagal. Dengan menetapkan riba, orang sudah memastikan bahwa
usaha yang dikelola pasti untung.12
Islam menganggap riba sebagai kejahatan ekonomi yang menimbulkan
penderitaan bagi masyarakat, baik itu secara ekonomi, moral, maupun sosial.
Oleh karena itu, Al-Qur’an melarang kaum muslimin untuk memberi ataupun
menerima riba. Dalam mengungkap rahasia makna riba dalam Al-Qur,an, ar-
Razi (tt:88) menggali sebab dilarangnya riba dari sudut pandang ekonomi,
dengan beberapa indikasi sebagai berikut :
a. Riba tak lain adalah mengambil harta orang lain tanpa ada nilai imbangan
apapun. Padahal, menurut sabda Nabi harta seseorang adalah seharam
darahnya bagi orang lain.
b. Riba dilarang karena menghalangi pemodal untuk terlibat dalam usaha
mencari rezeki. Orang kaya, jika ia mendapatkan penghasilan dari riba,
akan bergantung pada cara yang gampang dan membuang pikiran untuk
giat berusaha.
12 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah, (Jakarta : Gema Insani,
2001) h.67
19
20
c. Dengan riba, biasanya pemodal semakin kaya dan bagi peminjam
semakin miskin, sekiranya dibenarkan maka yang ada orang kaya menindas
orang miskin.
d. Riba secara tegas dilarang oleh Al-Qur’an, dan kita tidak perlu tahu alasan
pelarangannya.13
A. KESIMPULAN
20
21
21
22
B. SARAN
Tidak dapat kita pungkiri, bahwa tuntutan ekonomi sering membawa
kesenjangan dalam berbagai hal menyangkut perdagangan. Tidak jarang
pedagang yang melakukan kecurangan dalam berdagang, serta melanggar
etika-etika perdagangan yang telah di ajarkan oleh Alla dan RasulNya.
Disamping itu, ada pula orang yang pesimis dalam berusaha dan bekerja.
Sementara Allah dan RasulNya sangat mencintai orang-orang yang giat dalam
bekerja dan berusaha untuk memenuhi kebutuhan mereka. Oleh sebab itu,
melalui makalah ini kami menyarankan kepada para pembaca agar
mempedomani Al-Quran dan Hadits serta berpedoman kepada disiplin ilmu
fiqih tentang tata cara bermuamalah.
22
23
DAFTAR PUSTAKA
23
24
24