Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

HADITS TARBAWI

“HADITS TENTANG DORONGAN MENCARI REZEKI YANG HALAL”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hadits Tarbawi

Dosen Pengampu:

Khairunnisyah, M.Pd

DISUSUN OLEH:

Nur Azizah (12001085)

Hendra Wijaya (12001270)

Khairunnisa Dwi Trisnandini (12001116)

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONTIANAK

2021/1443H
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan karunia dan rahmat Nya
begitu besar sehingga makalah Hadits Tarbawi ini dapat terselesaikan tepat waktu
Sholawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan Nabi besar
Muhammad SAW para sahabat dan pengikutnya hingga akhir zaman
Pada kesempatan kali ini kami dari Kelompok 11 membuat makalah yang
berjudul “Hadits tentang Dorongan Mencari Rezeki Yang Halal” sebagai tugas dari
Mata Kuliah Hadits Tarbawi yang di ampu oleh Ibu Khairunnisyah M. Pd,
Makalah ini banyak sekali kekurangan baik dari segi isi maupun tulisan, maka
dari itu kami mengharapkan para pembaca untuk memberikan masukan dan saran
supaya lebih baik kedepan nya.
Atas perhatiannya terima kasih,

Pontianak, 16 Oktober 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ............................................................................... 1
C. Tujuan Pembahasan ............................................................................ 2

BAB II. PEMBAHASAN

A. Pengertian Rezeki Yang Halal ........................................................... 3


B. Hadits tentang Dorongan Mencari Rezeki Yang Halal ...................... 4
C. Latar Belakang Rasulullah SAW Menyampaikan Hadits Tentang
Dorongan Mencari Rezeki Yang Halal .............................................. 8
D. Hikmah Yang Dapat Diambil dari Hadits Tentang Dorongan Mencari
Rezeki Yang Halal ............................................................................. 14
E. Biografi Singkat dari Perawi Hadits Dorongan Mencari Rezeki Yang
Halal ................................................................................................... 15

BAB III. PENUTUP

A. Kesimpulan ......................................................................................... 19
B. Saran ................................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mencari rezeki merupakan usaha yang dilakukan oleh manusia untuk
memenuhi kebutuhannya. Allah pun telah mengatur segala sesuatu termasuk rezeki
manusia satu dengan lainnya. Tidak bisa dipungkiri lagi jika manusia hidup itu
memerlukan segala sesuatu termasuk harta. Mencari rezeki tentunya memerlukan
adanya usaha dengan berbagai cara. Akan tetapi perlu diingat, sebagai seorang
muslim usaha dalam mencari rezeki harus dengan cara yang halal, dalam arti
dibolehkan secara hukum Islam baik dzatnya maupun prosesnya dalam
mendapatkan rezeki tersebut. Bekerja dan berusaha dalam kehidupan ukhrawi
merupakan bagian penting dari kehidupan seseorang dalam mempraktikkan Islam,
karena Islam sendiri tidak menganjurkan hidupnya semata-mata untuk beribadah
dan berorientasi pada akhirat saja, namun Islam menghendaki terjadinya
keseimbangan antara kehidupan duniawi dan kehidupan ukhrawi.
Dalam mencari rezeki manusia dibekali akal, panca indera, keahlian dan
kemudahan oleh Allah SWT. Selama yang dilakukan halal, manusia diberi
keleluasaan untuk mencari rezeki dengan berbagai cara dan jalan yang dapat
dilakukan sesuai kemampuannya. Sebagai muslim sudah seharusnya kita
melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah SWT didalam Al-Qur’an dan
sunnah Nya mengenai mencari rezeki yang halal dan baik.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana contoh ayat yang menjelaskan tentang dorongan mencari rezeki
yang halal?
2. Apakah latar belakang dari hadits tersebut sehingga harus disampaikan
Rasulullah?
3. Bagaimana isi kandungan hadits tersebut?
4. Pelajaran apakah yang dapat diambil dari kandungan dari hadits tersebut?
5. Bagaimana biografi singkat dari perawi hadits tersebut?

1
C. Tujuan Pembahasan
1. Menjelaskan ayat beserta terjemahan dari hadits tentang Dorongan mencari
rezeki yang halal.
2. Dapat mengetahui dan menjelaskan bagaimana hadits tersebut ada dan harus
disampaikan.
3. Menjelaskan isi kandungan hadits tersebut.
4. Dapat mengetahui manfaat atau pelajaran yang dapat diambil dari hadits
dorongan mencari rezeki halal tersebut.
5. Mengetahui biografi dari perawi hadits tentang dorongan mencari rezeki
yang halal.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Rizki yang Halal
Kata rizki berarti segala sesuatu yang dapat diambil manfaatnya, semua
pemberian yang dikaruniakan Allah pada makhluknya. Menurut ahli Sunnah wal
Jama’ah, rizki itu sesuatu yang dapat diambil manfaatnya, meskipun diperoleh dari
jalan haram, seperti hasil curian, perjudian, penipuan dan lain-lain. Hendaklah kita
selalu berusaha keras memohon kehadirat Allah SWT dalam setiap do’a agar kita
senantiasa diberinya rizki yang halal semata.
Kaum Mu’tazilah berpendapat bahwa yang dinamakan rizki itu ialah yang
didapat dari jalan yang halal saja. Sedangkan rizki yang dimaksud dalam hadits
qudsi ialah jaminan dan tanggungan Allah SWT. yang akan diberikan kepada setiap
orang. Apabila Allah SWT. telah menetapkan rizki bagi seseorang, tidak seorang
pun menghalanginya walau bagaimana pun usahanya.
Sedangkan halal diartikan sesuatu yang boleh dilakukan atau dikerjakan,
sesuatu yang terlepas dari pengaruh bahaya duniawi dan ukhrowi. Jadi rizki yang
halal dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat diambil manfaatnya,
diperbolehkan oleh syariat islam sehingga terlepas dari pengaruh bahaya duniawi
dan ukhrowi.
Orang yang yakin dan mengerti bahwa rizki telah ditentukan oleh Allah SWT.
Tentu tidak akan menimbulkan kegelisahan pada dirinya sehingga lupa makan,
minum apalagi lupa terhadap kewajiban terhadap Agamanya. Ia akan tetap berusaha
dengan sungguh-sungguh untuk memperolehnya. Dan apabila telah berhasil, tentu
tidak akan lupa mensyukurinya, ataupun mengeluarkan zakat atau membelanjakan
di jalan Allah.
Memohon dan berdo’a termasuk salah satu langkah dalam usaha mencari rizki.
Sementara itu ia terus bekerja dan berusaha dan tidak boleh berpangku tangan dan
berpeluk lutut.
Para Nabi dan Rosulullah yang merupakan manusia pilihanpun bekerja mencari
nafkah. Nabi Daud AS. bekerja dengan cara membuat pakaian perang dari besi dan

3
diperjual belikan pada kaumnya. Nabi Zakariya AS. bekerja sebagai tukang kayu
dan Nabi Muhammad SAW. adalah seorang pedagang.

B. Hadits tentang Dorongan Mencari Rezeki yang Halal


Ada beebrapa hadits tentang dorongan mencari rezeki yang halal, yaitu sebagai
betikut.
1. Hadits Abdullah bin Umar tentang orang yang memberi lebih baik dari pada
orang yang meminta-minta

‫صلَّى‬ َّ ِ‫ع ْن ُه َما قَا َل َسمِ ْعتُ النَّب‬


َ ‫ي‬ َ ُ‫ي هللا‬ ِ ‫ع ْن اب ِْن عُ َم َر َر‬
َ ‫ض‬ َ ‫ان قَا َل َحدَّثَنَأ َح َّمادُ بْنُ زَ ْي ٍد‬
َ ‫ع ْن اَي ُّْو‬
َ ٍ‫ب نَافِع‬ ِ ‫َحدَّثَنَا اَبُوالنُ ْع َم‬
َّ ‫ قال‬: ‫ع ْنهُ يقول‬
َ ُ‫ي هللا‬
َ ‫ض‬ َ ‫ع ْن نَاف ٍِع عن‬
ِ ‫ع ْب ِد هللاِ ب ِْن عُ َم َر َر‬ َ ٍ‫ع ْن َمالِك‬ َ ‫علَ ْي ِه َو َسلَّ َم َو َحدَّثَنَا‬
َ َ‫ع ْبدُ هللاِ بْنُ َم ْسلَ َمة‬ َ ُ‫هللا‬
َ‫ف َو ْال َم ْسأَلَةَ ْاليَدُ ْالعُ ْليَا َخي ٌْر مِن‬ َّ ‫علَى ْالمِ ْنبَ ِر َوه َُو َوذَك ََر ال‬
َ ُّ‫صدَقَةَ َوالتَّعَف‬ َ ‫علَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل َوه َُو‬
َ ُ‫صلَّى هللا‬ َ ِ‫َرسُو َل هللا‬
}‫ِي السَّائِلَةُ {البخارى في كتاب الزكاة‬ َ ‫ِي ْال ُم ْن ِفقَةُ َوال ُّس ْفلَى ه‬
َ ‫ْاليَ ِد ال ُّس ْفلَى ف َْاليَدُ ْالعُ ْليَاه‬
Artinya:
“Bercerita kepada kita Abu Nu’man berkata telah bercerita pada kita
Khammad bin Zaid dari Ayyub dari Nafi’ bin Umar r.a dia berkata: saya telah
mendengar Nabi Saw bercerita kepada kita Abdullah bin Maslamah dari Malik
bin Nafi’. Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar r.a : di atas mimbar
Rasulullah SAW berbicara tentang sedekah, menghindari dari meminta
pertolongan (keuangan) kepada orang lain, dan mengemis kepada orang lain,
dengan berkata “tangan atas lebih baik dari tangan di bawah. Tangan di atas
adalah tangan yang memberi, tangan di bawah adalah tangan yang mengemis”.
َ ُّ‫ص َدقَةَ َوالتَّعَف‬
Pada lafadz ‫ف‬ َّ ‫وه َُو َوذْك ُُر ال‬,
َ yang dimaksud adalah menyebut
keutamaan shodaqoh dan ta’affuf (menjaga diri dari perbuatan meminta-minta).
Dan pada lafadz ‫س ْفلَى‬
ُّ ‫ ا ْليَ ِد ال‬adalah orang yang mau menerima, maksudnya orang
yang tidak mau memberi dan diartikan pula orang yang meminta-minta. ‫ا ْل َي ُد‬
‫ ا ْلعُ ْليَا‬diartikan orang yang memberi shodaqoh.
Dari hadits diatas dapat diambil kesimpulan bahwa orang yang memberi lebih
baik daripada orang yang meminta-minta. Karena perbuatan meminta-minta
merupakan perbuatan yang mengakibatkan seseorang menjadi tercela dan
hina. Sebenarnya meminta-minta itu boleh dan halal, tetapi boleh disini diartikan

4
bila seseorang dalam keadaan tidak mempunyai apa-apa pada saat itu, dengan
kata lain yaitu dalam keadaan mendesak atau sangat terpaksa sekali. Jadi
perbuatan meminta-minta itu dikatakan hina jika pekerjaan itu dalam keadaan
serba cukup, sehingga akan merendahkan dirinya sendiri baik di mata manusia
maupun dalam pandangan Allah SWT di akhirat nanti.
Orang yang dermawan lebih utama dari pada orang yang kerjanya hanya
meminta-minta saja. Jadi bagi mereka yang memperoleh banyak harta harus
diamalkan kepada orang yang membutuhkan, sebab Islam telah memberi
tanggung jawab kepada orang muslim untuk memelihara orang-orang yang
karena alasan tertentu tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya, yaitu melalui
zakat dan shadaqah dan Islam tidak menganjurkan hidup dari belas kasihan
orang lain atau dengan kata lain Islam tidak menyukai pengangguran dan
mendorong manusia untuk berusaha.
Dalam hadits ini juga berkaitan dengan kisah Nabi yang diriwayatkan oleh
Ahmad, Bukhari dan Muslim dari Ibnu Khizam yang mana terjadi dialog antara
Nabi dengan sahabat yang bernama Hakim, disitu dalam percakapannya hakim
meminta sesuatu dari Rasulullah, maka disitu beliau memberikannya hingga dua
kali, yang mana terakhir disertai dengan sabdanya : “Hai Hakim, sesungguhnya
harta itu sesuatu yang manis dan menyenangkan, maka barang siapa yang
mengambilnya dengan sikap kedermawanan diri tentu diberkati Allah apa yang
diperolehnya, barang siapa mengambilnya dengan sikap diri yang menghambur-
hamburkan tidaklah harta itu diberkati dan dinamakan tiada
menyenangkan. Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah”.

2. Hadits Abu Hurairah Tentang Menjual Kayu Bakar Lebih Baik daripada
Meminta-minta.
ُ‫ع ْوفٍ أَنَّه‬
َ ‫الرحْ َم ِن ب ِْن‬ َ ‫ع ْن أَبِي عُبَ ْي ٍد َم ْولَى‬
َّ ‫ع ْب ِد‬ ٍ ‫ع ْن اب ِْن شِ َها‬
َ ‫ب‬ َ ‫ع ْن عُقَ ْي ٍل‬ ُ ‫َحدَّثَنَا يَحْ يَى بْنُ بُ َكي ٍْر َحدَّثَنَا اللَّي‬
َ ‫ْث‬
ً‫َطِب أَ َحدُكُ ْم ح ُْز َمة‬
َ ‫علَ ْي ِه َو َسلَّ َم ََل َ ْن يَحْ ت‬
َ ُ‫صلَّى هللا‬
َ ِ‫ قَا َل َرسُو ُل هللا‬:ُ‫ع ْنهُ يَقُول‬
َ ُ‫ي هللا‬
َ ‫ض‬ ْ ‫ع ْن أَ ِب‬
ِ ‫ي ه َُري َْرةَ َر‬ َ ‫َسمِ َع‬
)‫مِن أَ ْن َي ْسأ َ َل أَ َحدًا فَيُعْطِ َيهُ أَ ْو َي ْمنَ َعهُ (رواه البخاري‬
ْ ُ‫ظ ْه ِر ِه َخي ٌْر لَه‬
َ ‫علَى‬
َ
Artinya:

5
“Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Bakir, telah menceritakan
kepada kami Laits dari Uqail dari Ibnu Syihab dari Abi Ubaid Maula
Abdurrahman bin Auf sesungguhnya telah mendengar dari Abu Hurairah r.a.
dia berkata : Rasulullah bersabda “Mencari kayu bakar seberkas lalu dipikul di
atas punggungnya terus dijual itu lebih baik bagi seseorang dari pada mengemis
kepada orang lain yang kadang-kadang diberinya atau tidak”.
Dalam hadits di atas memberi ketegasan bahwa pekerjaan apapun tidak
dipandang rendah oleh Islam, hanya saja perlu ditekankan bahwa dalam
berusaha harus memperhatikan prosesnya yang terkait dengan halal dan haram.
Firman Allah:
َ ‫ْطن اِنَهُ لَكُ ْم‬
‫عد ٌُّو ُّم ِبيْن‬ ِ ‫شي‬ ِ ‫َاو َْلتَتَّ ِب ُعوا ُخطُ َو‬
َّ ‫ت ال‬ َ ً‫ض حَلال‬
َ ‫ط ِيب‬ ِ ‫اْل ْر‬ ُ َّ‫يآ َ ُّيهَا الن‬
َ ْ ‫اس كُلُوامِ َّمافِى‬

Artinya:
“Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang
terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan,
karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”. (QS. Al-
Baqarah :168)
Seperti yang tertera pada hadits di atas, Nabi pun mengajarkan kepada kita
bahwa bekerja apapun asalkan halal, maka sepatutnya bagi kita untuk
mencontohi mereka.
Nabi Muhammad sendiri pun pernah mengembala kambing milik penduduk
Makkah sebelum menjadi Rasul. Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa
seorang nabi yang paling tinggi martabatnya di sisi Allah dan manusia, mereka
tetap berusaha mencari rizki yang halal.
Allah SWT. dalam Al-Qur’an telah memberikan jaminan bahwa setiap
hamba-Nya ditanggung rezkinya. Di sisi lain, ada perintah untuk bekerja untuk
mendapatkan rezki yang telah dijanjikan itu. Untuk mengetahui lebih jauh
tentang pekerjaan yang dapat dilakukan dan bahkan mendapatkan penilaian
khusus dari Rosulullah SWT. dapat dilihat hadis berikut:
ْ َ‫ب أ‬
َ :َ‫طيَبُ ? قَال‬
‫ع َم ُل‬ ِ ‫ي اَ ْل َك ْس‬
ُّ َ‫ أ‬:َ‫سئِل‬
ُ ‫ي صلى هللا عليه وسلم‬ َّ ‫عةَ ب ِْن َرافِع رضي هللا عنه أَنَّ اَلنَّ ِب‬ َ ‫ع ْن ِرفَا‬َ
‫ص َّح َحهُ اَ ْل َحا ِك ُم‬
َ ‫ َو‬،‫ار‬ ُ ‫ور َر َوا ُه اَ ْل َب َّز‬
ٍ ‫ َوكُ ُّل َبي ٍْع َمب ُْر‬,ِ‫لر ُج ِل ِب َي ِده‬
َّ َ‫ا‬.

6
Artinya:
“Rifa’ah bin Rafi’ menyatakan bahwa Rasulullah saw. Pernah ditanya
tentang peerjaan yang paling baik. Rosul menjawab pekerjaan yang paling baik
adalah pekerjaan yang dilakukan dengan tenaga atau dengan tangan sendiri
(memproduksi sesuatu) dan jual beli yang mabrur (bersih dari tipu daya).” (HR.
Al-Bazzar dan dinilai shahih oleh Al-Hakim)

3. Hadits Miqdam bin Ma’dikariba tentang Nabi Daud Makan dari


Usahanya Sendiri
َ ُ‫ع ْنه‬
‫ع ْن‬ َ ُ‫ي هللا‬ َ ‫ض‬ ِ ‫ع ِن ْالمِ ْقد َِام َر‬ َ ‫ع ْن ثَ ْو ٍر‬
َ َ‫ع ْن خَا ِل ِدب ِْن َم ْعدَان‬ َ ‫ُس‬ْ ‫َحدَّثَنَاإب َْرا ِه ْي ُم ابْنُ ُم ْو َسى أَ ْخبَ َرنَا عِي َسى بِ ْن يُو ن‬
َّ ِ‫ع َم ِل يَ ِد ِه َوإِنَّ نَب‬
ِ‫ي هللا‬ ْ ‫مِن أَ ْن يَأْكُ َل‬
َ ‫مِن‬ ْ ‫ط َخي ًْرا‬ ُّ َ‫طعَا ًما ق‬
َ ٌ‫علَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل َما أَ َك َل أَ َحد‬
َ ‫صلَّى هللا‬
َ ِ‫َرس ُْو ِل هللا‬
)‫ع َم ِل يَ ِد ِه (أخرجة البخاري في كتاب المساقاة‬ ْ ‫علَ ْي ِه الس َََّل ُم كَانَ يَأْ كُ ُل‬
َ ‫مِن‬ َ َ‫د َُاود‬

Artinya:
“Dari Al-Miqdam ra, dari Rasulullah SAW. Bersabda: tidaklah seseorang
memakan makanan yang lebih baik dari hasil keringatnya sendiri.
Sesungguhnya Nabi Daud itupun makan dari hasil keringatnya sendiri.”
(HR.Bukhari)
Hadits ini menerangkan bahwa rezeki yang baik adalah rezeki yang didapat
dari jalan yang halal dari usahanya sendiri. Dalam hadits ini uga dicontohkan
bahwa Nabi Daud walaupun seorang Nabi dan kehidupannya dijamin oleh
Allah SWT, tetapi Nabi Daud tetap bekerja keras dan tetap berusaha dalam
memenuhi kehidupannya.
Hadits di atas menerangkan bahwa begitu banyaknya keutamaan dari
bekerja mencari nafkah yang halal dan berusaha mencukupi kebutuhan diri dan
keluarga dengan usahanya sendiri. Bahkan hal ini termasuk sifat-sifat yang akan
kita temui di setiap para Nabi ‘alaihimussalam dan orang-orang yang shaleh.
Hadits Abu Hurairah tentang Nabi Zakaria Seorang Tukang Kayu.

َ ‫صلَّى هللا‬
ً ‫ كَانَ زَ ك َِريَّا ُء نَج‬:َ‫علَ ْي ِه َو َسلَ َم قَال‬
‫َّارا‬ َ ِ‫ع ْن أَبِي ه َُري َْرةَ أَنَّ َرس ُْو ُل هللا‬
َ

)‫(أخرجه مسلم في كتاب الفضائل‬

Artinya:

7
“Dari Abu Hurairah berkata, bahwasanya Nabi Muhammad
SAW bersabda: Nabi Zakariya adalah seorang tukang kayu.” (HR.Muslim)
Hadits ini menerangkan bahwa Nabi Zakariya juga bekerja sendiri, tidak
menunggu rezeki datang sendiri. Kita sebagai umat Islam harus selalu berikhtiar
lahir dan batin untuk selalu mendapatkan rezeki yang halal dan baik, karena dari
rezeki itulah kita tumbuh, hidup dan kesemuanya itu akan dipertanggung
jawabkan kepada Allah SWT.

C. Latar Belakang Rasulullah SAW menyampaikan hadits tentang Dorongan


Mencari Rezeki yang Halal
Rasulullah SAW menganjurkan untuk bekerja dan berusaha serta makan dari
hasil keringatnya sendiri. Dalam Hadits Rasulullah SAW menganjurkan bekerja
dan berusaha karena dalam Islam hal tersebut adalah wajib, maka setiap muslim
dituntut bekerja dan berusaha dalam memakmurkan hidup ini. Selain itu jika
mengandung anjuran untuk memelihara kehoratan diri dan menghindarkan diri dari
perbuatan meminta-minta bahwa Islam sebagai agama mulia tekah memerintahkan
untuk tidak melakukan pekerjaan yang hina. Abu Hatim Muhammad nbin Hibban
al-Busti mengatakan “Orang yang bekaral wajib menjauhkan dirinya dari hal
meminta-minta dalam seluruh keadaannya dan agar tidak menampakkan
kesulitannya. Sebab bertekad untuk meminta-minta dapat mewariskan suatu
kehinaan pada jiwa seseorang serta dapat menurunkan derajatnya, sedangkan tekad
untuk meninggalkan meminta-minta dapat mewariskan suatu kehormatan dan
menaikkan derajat dari kedudukannya.
Seseorang yang menjual kayu bakar yang diambil dari hutan lalu ia menjualnya
lebih baik daripada harus meminta-minta kepada orang lain. Bekerja dan berusaha
dalam kehidupan duniawi adalah bagian terpenting dari kehidupan seseorang dalam
mempraktekkan Islam, karena Islam sendiri tidak menganjurkan hidup hanya
semata-mata untuk beribadah dan berorientasi pada akhirat saja, namun Islam
menghendaki terjadi adanya keseimbangan antara kehidupan duniawi dan ukhrawi.
Fitrah ini tidak hanya berlaku pada umumnya manusia saja, melainkan berlaku
paula atas manusia-manusia pilihan Allah SWT, termasyuk pula Rasulullah.

8
Demikian pula orang-orang yang mengikutinya dari para Shalafus shalih dari
generasi sahabat maupun setelahnya yang harus dicontoh. Hal tersebut sudah
dicontohkan oleh para Nabi dan Rasul Nya sebagaimana mereka manafkahi dirinya
dan keluarganya dengan bekerja keras seperti halnya Nabi Daud mampu membuat
baju besi, Nabi Zakariya sebagai penjual kayu, kepandaian dan kejujuran Nabi
Muhammad sebagai saudagar, dan itu dikerjakan oleh tangannya sendiri. Seperti
sabda Nabi, dalam riwayat tersebut memberi ketegasan bahwa pekerjaan apapun
tidak dipandang rendah oleh Islam, hanya perlu ditekankan bahwa dalam berusaha
harus memperhatikan prosesnya yang terkait dengan halal dan haramnya suatu
pekerjaan.
Untuk memenuhi kebutuhannya, seorang muslim wajib berusaha dengan
mencari nafkah yang halal dengan nafkah tersebut ia dapat menghidupi dirinya,
keluarganya sebagaimana yang telah dicontohkan oleh para Nabi dan Rasul Nya.
Dalam sebuah Hadits dapat menerangkan bahwa orang yang memberi lebih
baik daripada orang yang meminta-minta. Karena perbuatan meminta-minta
merupakan perbuatan yang mengakibatkan seseorang menjadi tercela dan hina.
Oleh karena itu, sebagai seorang muslim dalam menjalani kehidupan ini harus
berdasarkan dan berpedoman kepada al-Qur‟an dan Hadist. Agama Islam
merupakan agama yang mengatur seluruh sendi-sendi kehidupan manusia termasuk
juga dalam bermuamalah. Agama Islam tidak hanya mengatur hubungan muamalah
dengan Allah SWTsemata, akan tetapi juga mengatur hubungan muamalah sesama
manusia. Begitu juga Allah SWT menciptakan manusia ke dunia ini, memberikan
ilham melalui fitrah dan akal mereka untuk mencari sebab - sebab memperoleh
rezeki yang halal dan baik. Allah SWT telah menyediakan berbagai sarana untuk
mempertahankan kehidupan manusia di dunia ini, yaitu bekerja mencari beragam
penghidupan yang dibolehkan oleh syari’at.Pada dasarnya meminta itu boleh dan
halal, tetapi boleh disini diartikan bila seseorang dalam keadaan tidak mempunyai
apa-apa pada saat itu, dengan kata lain yaitu dalam keadaan mendesak atau sangat
terpaksa sekali.
Jadi perbuatan meminta-minta itu dikatakan hina jika pekerjaan itu dalam
keadaan serba cukup, sehingga akan merendahkan dirinya sendiri baik di mata

9
manusia maupun dalam pandangan Allah SWT di akhirat nanti. Manusia dalam
menempuh hidupnya tidak terlepas dari cobaan serta ujian karena cobaan maupun
ujian merupakan Sunnatullah, manusia akan di uji dalam segala hal baik itu yang
berupa yang ia sukai seperti kesehatan, berlimpahnya harta ataupun yang tidak di
senanginya baik berupa kemiskinan, kefakiran dan lain sebagainya. Allah SWT
berfirman didalam al-Qur‟an:Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu,
dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan
berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang
apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi
raaji'uun.
Allah SWT telah memberikan manusia harta yang melimpah, kekayaan,
fasilitas, serta kedudukan, disamping itu juga sebagian dari manusia ditakdirkan
dengan kehidupan yang serba kecukupan, dan ada pula yang kekurangan baik harta,
buah buahan, dan kesehatan, dan semua itu adalah bentuk cobaan atau ujian dari
Allah kepada hambanya unuk mengetahui seberapa kuat keimanan dan kesabaran
hamba-Nya, sehingga sebagian orang yang kecil kesabarannya dan kerdil
pengetahuannya lebih memilih untuk menengadahkan tangannya kepada orang lain,
bahkan tidak sedikit dari manusia yang rela mengganti keimanan nya hanya untuk
memenuhi kebutuhannya.Jika manusia berusaha semaksimal mungkin dengan
kemampuan yang ia miliki untuk mencapai keinginan yang ditujunya lalu
menyerahkan hasil usahanya kepada Allah SWT, maka keinginan tersebut akan
Allah SWT berikan kepadanya sesuai yang telah dijanjikaNya didalam al-Qur‟an.
Dalam sebuah riwayat diceritakan permisalan seekor burung yang pagi hari
keluar dari sarangnya dalam keadaan lapar, kemudian pada sore hari pulang dalam
keadaan kenyang. Terlebih manusia yang telah mendapatkan dari Allah berupa
akal, hati, panca indra, keahlian dan lainnya serta berbagai kemudahan, maka pasti
Allah akan memberikan rezeki kepadanya. Bertolak dari itu, semua budaya yang
tumbuh atau kebiasaan buruk yang nyata dan menjamur dimasyarakat yaitu
tumbuhnya budaya untuk mencapai keinginannya atau bahkan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya dengan cara yang sederhana atau instan.Budaya instant adalah
suatu istilah yang digunakan oleh manusia untuk menjuluki keadaan dunia zaman

10
sekarang.mengapa instant disebut budaya? edward burnett tylor pada abad ke-
menyatakanbahwa budaya atau kebudayaan merupakan suatu keseluruhan yang
kompleks yang mencakup pengetahuan, keyakinan, kesenian, moral, hukum, adat-
istiadat, dan segala kemampuan dan kebiasaan yang diperoleh manusia sebagai
anggota masyarakat. Setelah melihat definisi ini dapat disimpulkan bahwa instant
dikatakan sebuah budaya karena hal itu sudah menjadi sebuah kebiasaan dalam
masyarakat.kebiasaan manusia yang ingin segala sesuatu diperoleh secara instant
ini merupakan dampak dari tuntutan zaman yang semakin kompleks. Karena
tuntutan ini akhirnya orang-orang berusaha menciptakan alat-alat atau teknologi-
teknologi yang dapat membantu manusia dalam memperoleh sesuatu secara cepat.
Ada banyak perubahan pesat yang terjadi sekarang membuat dalam diri
manusia timbul ketidakseimbangan antara akal, budi modern yang bersifat praktis
dan cara berpikir teoritis. Muncul pula ketidakseimbangan antara pemusatan
perhatian pada kedayagunaan praktis dan tuntutan moral suara hati, antara syarat-
syarat kehidupan bersama dan tuntutan pemikiran pribadi. Ketidakseimbangan
yang terjadi tersebut terlihat secara nyata di dalam kehidupan. Budaya instant
termasuk dalam ketidakseimbangan tersebut. orang lebih mementingkan hasil dari
pada proses. Budaya instan tersebut mendorong kepada seseorang untuk
mendapatkan uang atau hasil dengan cara mudah dan tidak memerlukan kerja keras
pada akhirnya seseorang yang miskin akan mengambil jalan pintas untuk
mendapatkan uang dengan cara meminta-minta atau mengemis karena dengan cara
itu ia akan mendapatkan hasil yang tidak memerlukan skill, dan kerja keras.
Hal ini tentunya berkaitan erat dengan mental seseorang, budaya mengemis
adalah mental pemalas yang mengharapkan sesuatu dengan cara instan, tidak mau
bekerja keras dan selalu mengharap dari orang lain. Bagaimana jadinya jika
kebudayaan ini meluas diantara mereka, tentunya hal ini harus menjadi perhatian
serius kita bersama, bukan hanya pemerintah, bukan hanya dinas sosial tapi seluruh
masyarakat Indonesia memiliki tanggung jawab untuk menyelesaikan problem ini.
Pada zaman sekarang ini, meminta-minta atau mengemis dianggap suatu hal yang
lumrah dan bahkan sebagian dari mereka menjadikannya sebagai matapencaharian

11
untuk memenuhi kebutuhannya bahkan untuk mengumpul-ngumpulkan harta dari
hasil mengemis tersebut.
Berbagai cara dilakukan untuk mengemis, bahkan mereka begitu pintar dalam
melakukan tipuannya sehingga dapat menarik simpati orang lain, diantara mereka
ada yang mengemis di jalan raya, lapangan umum yang terletak di jantung kota,
lampu-lampu merah, pusat perbelanjaan, masjid-masjid, bahkan ada yang
mendatangi dari rumah kerumah dan lain sebagainya. Pengemis atau para peminsta-
minta merupakan penyakit masyarakat dalam atau biasa disebut sebagai patologi
sosial. Pada abad ke-19 dan awal abad ke-20 para sosiologmendefinisikan patologi
sosial yaitu semua tingkah laku yang bertentangan dengan norma kebaikan,
stabilitas local, pola kesederhanaan, moral, hak milik, solidaritas, kekeluargaan,
hidup rukun bertetangga, disiplin, kebaikan, dan hukum formal.
Adapun yang dimaksud dengan masalah sosial adalah semua bentuk tingkah
laku yang melanggar adat istiadat masyarakat (dan adat istiadat tersebut diperlukan
untuk menjamin kesejahteraan hidup bersama). Patologi sosial juga dapat
didefinisikan yaitu situasi sosial yang dianggap oleh sebagian besar warga
masyarakat sebagai mengganggu, tidak dikehendaki, bahaya dan merugikan orang
banyak.
Dalam firman Allah menjelaskan tentang landasan mencari rezeki yang halal
‫ انه لكم عدو مبين‬,‫يا يها الناس كلوا مما فى االرض حلَل طيبا وال تتبعوا خطوات الشيطان‬

Artinya:
“Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang terdapat di bumi yang
halal dan baik dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh
setan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS.Al-Baqarah: 168)
Hadits Nabi SAW:
‫ان هللا تعالى يحب ان يري عبده يسعى فى طلب الحَلل‬
Artinya:
“Sesungguhnya Allah suka kalau Dia melihat hamba-Nya berusaha
mencari barang halal.”(H.R.ath-Thabrani dan ad-Dailami)

12
Ibnu Abbas ra berkata, “Adam menjadi petani, Nuh menjadi tukang kayu,
Idris menjadi penjahit, Ibrahim dan Luth menjadi petani, Shalih menjadi
pedagang. Daud menjadi pandai besi, Musa, Syu’aib, dan Muhammad menjadi
penggembala.”
Para sahabat Rasulullah SAW juga berdagang di daratan maupun di
lautan,dan menggarap tanah . Kemudian Abu Sulaiman Ad-Darany berkata,
“Ibadah menurut pandangan kami bukan berarti engkau membuat kedua kakimu
kepayahan dan orang lain menjadi payah karena melayanimu. Tetapi mulailah
dengan mengurus adonan rotimu , setelah itu beribadahlah. Jika ada yang
berkata, ‘Bukankah Abud-Darda’ pernah berkata, “Perniagaan dan ibadah yang
sama-sama dikerjakan tidak akan bisa bersatu?’ Dapat dijawab sebagai berikut,
‘Kita tidak bahwa bukan perniagaan itu sendiri yang dimaksudkan. Tetapi
karena memang perniagaan merupakan sesuatu yang pasti dibutuhkan manusia
untuk mencukupi kebutuhan keluarga dan menyerahkan kelebihannya kepada
orang lain yang membutuhkan. Tapi, jika yang dimaksudkan perniagaan itu
sendiri menumpuk harta untuk membanggakan diri dan tujuan-tujuan (duniawi)
lainnya, maka ini adalah sesuatu yang tercela. Jadi hendaknya ikatan yang bisa
dihimpun dalam mata pencaharian meliputi 4 perkara: Dilakukan secara sah,
adil, baik dan mementingkan agamanya.
Dan juga Dalam sebuah atsar disebutkan bahwa Luqman Al-Hakim berkata
kepada anaknya, “Wahai anakku, perhatikanlah mata pencaharian yang halal.
Karena jika seseorang menjadi miskin , maka dia bisa terkena salah satu
akalnya dan kepribadiannya yang menurun. Yang lebih besar dari tiga perkara
ini adalah adanya orang lain yang menganggap remeh terhadap dirinya.”
Telah disebutkan di dalam Ash-Shahihain, dari hadits An-Nu’man bin
Basyir ra, bahwa Nabi SAW bersabda,

‫ و بينهما أمور مشتبهات‬,‫الحَلل يبين والحرام يبين‬


(‫)رواه البخاري و مسلم‬
Artinya:

13
“Yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas pula, sedang di antara
keduanya adalah perkara-perkara musytabihat.” (Diriwayatkan Al-Bukhary dan
Muslim).
Tentang anjuran mencari yang halal, Allah berfirman,
“Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik dan kerjakanlah
amal yang shalih.” (Al-Mukminun: 51)
Maksud makanan yang baik-baik disini adalah yang halal. Yang demikian
ini diperintahkan terlebih dahulu sebelum mengerjakan amal shalih. Allah
berfirman tentang celaan yang haram,
“Dan janganlah sebagian kalian memakan harta sebagian yang lain di antara
kalian dengan jalan yang batil.” (Al-Baqarah: 188)
Dari Abu Hurairah ra, dia berkata, “Rasulullah SAW bersabda,
‫يا ايها الناس إن هللا طيب ال يقبل إال طيبا‬.
Artinya:
“Hai manusia, sesungguhnya Allah itu baik dan tidak menerima kecuali
yang baik-baik.”
Lalu Abu Hurairah melanjutkan hadits ini hingga perkataannya.
“Kemudian beliau menyebutkan tentang seorang laki-laki yang mengadakan
perjalanan ‘Ya Rabbi, ya Rabbi!’ Sementara makanannya haram,minumnya
haram, pakaiannya haram dan memberi makan dengan yang haram, maka
mana mungkin dia dikabulkan karena yang demikian itu?” (Diriwayatkan
Muslim).
Diriwayatkan bahwa Sa’d bertanya kepada Rasulullah SAW, bagaimana
agar do’anya diterima? Maka beliau menjawab, “Buatlah makananmu yang
baik-baik,niscaya do’amu akan dikabulkan.” (Diriwayatkan Ath-Thabrany).

D. Hikmah yang dapat diambil dari hadits tentang Dorongan Mencari Rezeki
Yang Halal
Beberapa keutamaan mencari rizki yang halal antara lain:
1. Dosanya akan diampuni

14
Mencari rizki yang halal dalam rangka mencukupi kebutuhan
pribadinya dan keluarganya adalah suatu hal yang sangat terpuji bahkan
dapat terampuni dosa-dosanya.Menumbuhkan sikap juang yang tinggi
dalam menegakkan ajaran Allah dan Rasul-Nya.
Bagi orang yang selalu mengusahakan untuk menjaga makanannya dari
yang haram berarti ia telah berjuang di jalan Allah dengan derajat yang
tinggi. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW:
‫من سعى على عياله من حله فهو كاالمجاهد في سبيل هللا و من طلب الدنيا حَلل في غفاف‬
Artinya :
“Barang siapa yang berusaha atas keluarganya dari barang halalnya,
maka ia seperti orang yang berjuang di jalan Allah. Dan barang siapa
menuntut dunia akan barang halal dalam penjagaan, maka ia berada di
dalam derajat orang-orang yang mati syahid”. (HR.Thabrani dari Abu
Hurairah)

2. Mendekatkan diri kepada Allah SWT


Orang yang senantiasa mengkonsumsi makanan yang halal, maka dengan
sendirinya akan menambah keyakinan diri bahwa Allah dekat dengan kita
yang selalu mendengarkan permintaan do’a kita, sebagaimana sabda Nabi
SAW:
‫ اطب طعمتك تستجب‬:‫م ان يسال هللا تعال ان يجعله مجباب الدعوة فقال له‬.‫ان سعد سال رسول هللا ص‬
‫دعوتك‬
Artinya :
“Bahwasanya Sa’ad memohon kepada Rasulullah SAW. untuk memohon
kepada Allah SWT. untuk menjadikannya (sa’ad) diperkenankan do’anya, lalu
beliau bersabda “Baikkanlah makananmu maka diperkenankan”.
(HR.Thabrani Ibnu Abbas)

E. Biografi singkat dari Perawi Hadits tentang Mencari Rezeki Yang Halal
1. Abdullah bin Umar

15
Lahir pada tahun kedua / ketiga dari kenabian, masuk Islam ketika ia masih
dalam usia 10 tahun bersama ayahnya. Ia selalu ikut bertempur bersama Nabi
Muhammad SAW dalam perang Khandaq dan peperangan sesudahnya. Bahkan
setelah Nabi wafat ia masih aktif dalam berbagai perperangan untuk
kepentingan Islam, antara lain di Mesir dan di negeri-negeri Afrika lainnya.
Ia anak dari khalifah kedua Umar bin Al-Khattab dan saudara kandung
Hafshah Umm Al-Mu’minin. Ia seorang yang tidak memiliki ambisi
kedudukan/kekhalifahan meskipun ayahnya mempunyai banyak kekuasaan. Ini
karena ayahnya bersikap tidak nepotis, dan selalu mencurahkan segala
perhatiannya untuk mencari ilmu dan beribadah.
Abdullah bin Umar termasuk orang yang tekun dan berhati-hati dalam
periwayatan hadits. Hal ini sesuai dengan perkataan dari Abu Ja’far. Dan
banyak dari sahabat Nabi yang mengatakan bahwa Abdullah bin Umar banyak
menghafal hadits dari Rasulullah dan memberikan fatwa serta meriwayatkan
hadits dalam jangka panjang setelah Rasulullah SAW wafat. Bahkan beberapa
ulama banyak memujinya bahwa hadits darinya adalah sanad yang paling
shahih yang disebut Silsilat Adz-Dzahab.
Ia merupakan sahabat yang banyak meriwayatkan hadits dan jumlah nya
sekitar 2.630 buah hadits. Ia meriwayatkan hadits dari Nabi, sahabat,
diantaranya dari ayahnya sendiri Umar, pamannya Zaid, saudara kandungnya
Hafshah, Abu Bakar, Umar, Ali, Bilal, Ibnu Mas’ud, Abu Dzar, dan Mu’adz.
Demikian juga tidak sedikit para sahabat dan tabi’in yang meriwayatkan hadits
darinya. Diantara sahabat adalah Ja’far bin Abdullah, Bilal dan Zaid. Diantara
tabi’in ialah Nafi’, Sa’id bin Musayyab, Alqamah bin Waqqash Al-Laytsi,
Abdurrahman bin Abu Layla, dan lain-lain. Imam Al-Bukhari meriwayatkan
sekitar 81 hadits darinya, Muslim meriwayatkan darinya sekitar 31 buah hadits,
dan yang disepakati antara keduanya sebanyak 1700 buah hadits. Faktor yang
melandasi banyak periwayatan Abdullah bin Umar adalah sebagai berikut:
• Ia tergolong sahabat pendahulu masuk Islam dan berusia panjang mencapai
87 tahun

16
• Selalu hadir di masjlis-majlis Nabi SAW dan mempunyai hubungan dekat
dengan beliau karena menjadi iparnya Nabi
• Tidak memiliki ambisi kedudukan.jabatan dalam pemerintahan dan tidak
melibatkan diri dalam berbagai konflik politik di kalangan sahabat.
Ia meninggal dunia di Mekkah pada tahun 73 H/693 M dalam usia 87 tahun.

2. Abu Hurairah
Nama asalnya ialah Abdurrahman bin Shakir A-Dawsi, nama Islam yang
diberikan Nabi SAW sebagai pengganti nama masa jahiliah, yaitu Abdusyams
bin Shakr. Kemudia dipanggil Abu Hurairah oleh Rasulullah SAW yang berarti
“bapaknya kucing” pada saat beliau membawa kucing kecil. Karena memang ia
sangat menyayangi kucing dan membawa selalu kemana pun saat pergi.
Abu Hurairah masuk Islam pada tahun ke-7 H pada tahun Perang Khaibar
dan meninggal pada 57 H di Al-Aqiq. Dia adalah komandan penghuni shuffah
yang menghabiskan waktunya untuk beribadah. Abu Hurairah adalah sahabat
yang mendapat doa dari Rasulullah SAW agar dapat menghafal apa yang ia
dengar. Abu Hurairah memiliki sifat-sifat terpuji diantaranya wuru’, taqwa, dan
suhud. Ia juga seorang candais dan humoris yang bermanfaat.
Ia pernah diangkat menjadi gubernur Bahrain pada masa Umar bin Khattab
dan pada masa Ali juga pernah akan diangkat menjadi gubernur ttetapi ia
keberatan. Dan pada masa Mu’awiyah ia diangkat menjadi gubernur Madinah.
Abu Hurairah adalah salah seorang sahabat yang terbanyak dalam hal
periwayatan hadits. Menurut Baqi’ bin Mukhallad sebanyak 5374 buah hadits.
Ia mengambil hadits dari sekitar 800 orang para sahabat dan tabi’in. Kemudian
diriwayatkan oleh para perawi dalam buku induk 6 hadits dan Imam Malik
dalam al-Muwaththa’ dan Imam Ahmad dalam kitab Musnadnya. Imam Al-
Bukhari meriwayatkan darinya sebanyak 93 buah hadist dan Muslim sebanyak
189 hadits. Abu Ishak Ibrahim bin Harb al’Askari dalam musnadnya dan
naskahnya masih ada di perpusatakaan Turki sebagaimana disebutkan Tarikh
Al-Adab Al-‘Arabi.

17
Ada beberapa faktor yang melandasi banyak periwayatan hadits beliau
yaitu,
• Rajin menghadiri majelis-majelis Nabi SAW
• Selalu menemani Rasulullah SAW karena ia sebagai penghuni shuffah di
masjid Nabawi
• Kuat ingatannya karena ia salah seorang sahabat Nabi yang mendapat do’a
darinya dan tidak pernah lupa apa yang didengar Rasulullah SAW
• Banyak berjumpa dengan para sahabat senior, sekalipun Nabi telah wafat.

Abu Hurairah wafat di Madinah pada tahun 57 H dalam usia 78 tahun.


Segala waktunya dihabiskan untuk berkhidmah pada hadits Rasulullah SAW.

3. Al-Maqdum bin Ma’di Karib


Nama lengkapnya Al-Maqdum bin Ma’di Karib bin ‘Amr Al-Kindi As-
Syami’. Dari asal namanya itu nama Ayahnya adalah Ma’di Karib dan
kakeknya ‘Amr. Ia berasal dari Kindah dan tinggal di kota/negeri Syam.
Ia merupakan sahabat Nabi SAW yang umurnya cukup panjang, dan
merupakan kelompok minoritas. Ia wafat pada usia 91 tahun, berbeda dengan
sahabat-sahabat Nabi pada umumnya yang wafat pada usia 60-70 tahun. Ia
menghabisi umurnya dengan berbuat kebajikan. Pemberani adalah salah satu
sifat terpuji beliau.
Ia pernah menasehati salah satu penguasa yang merupakan sahabat Nabi
SAW juga yang bernama Mu’awiyah bin Abu Sufyan. Maqdum menasehati
Mu’awiyah di hadapan nya bukan di belakang ataupun lewat media. Seorang
yang pemberani dan menasehati Mu’awiyah secara sopan tanpa
mempermalukan nya. Dengan sikap nya itu Mu’awiyah menghargainya dengan
memberikan sejumlah uang yang cukup banyak dan uang tersebut diinfakkan
kepada orang yang membutuhkan. Ia merupakan orang yang sangat dermawan
sehingga penguasa menyukainya.
Kebajikan lain dari Al-Maqdum ini ialah membagikan hadits Rasul. Ahli
sejarah menyebut bahwa ia menyampaikan 40 hadits diantaranya yaitu Shahih
Bukhari, at Tirmidzi, Abu Dawud dan lain sebagainya.

18
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada dasarnya rezeki yang halal itu merupakan sesuatu yang sangat mudah dan
bahkan sulit dilakukan orang. Karena mencari rezeki harus benar-benar sesuai
dengan hukum dalam Islam sehingga harus memerhatikan secara hati-hati. Hal ini
juga sangat dianjurkan baik dari Allah swt dan Nabi SAW yang terdapat dalam Al-
Qur’an maupun sunnah Nya.
Diantaranya banyak hadits yang membahas tentang mencari rezeki yang halal
seperti mendapatkan rezeki melalui keringat sendiri seperti Abu Daud yang bekerja
membuat baju besi, Nabi Zakaria yang menjual kayu bakar, dan Nabi Muhammad
berdagang secara jujur. Ada juga hadits yang membahas tentang orang yang
memberi lebih baik daripada meminta. Dan intinya lakukan apa yang bisa sebelum
meminta. Memerintahkan kita untuk bekerja keras dan ikhtiar.
Nabi saja yang sudah jelas syurgaNya masih berusaha untuk bekerja keras
dalam hidupnya seperti bekerja seharusnya kita sebagai ummat Islam sekaligus
umat Nabi Muhammad SAW lebih memantapkan diri lagi untuk bekerja keras
dalam memenuhi kebutuhan dengan cara yang halal dan baik.

B. Saran
Dari makalah kami ini masih banyak terdapat kekurangan baik dari segi isi
maupun tata penulisan. Penulis mengharapkan kritik dan saran untuk makalah kami
kedepannya supaya lebih baik.

19
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Shiddiq. 2002. Benang Tipis Antara Halal dan Haram, (Surabaya: Putra
Pelajar, cet. I
Al ASYHAR, Thobieb. 2003. Bahaya Makan Haram. Jakarta: PT Al-Mawardi
Prima
Bukhari, Imam. 1981. Shahih Bukhari juz I. Daarul Fikr. Beirut Libanon
Bukhari, Imam. 1992. Shahih Bukhari Juz 3. Daarul Kutub al-Ilmiyah. Beirut
Libanon
Ibnu Qudamah, Loc. Cit, hal. 100-105
KH. M. Usman, Ali, dkk. 1995. Hadits Qudsi. Bandung: CV. Diponegoro
Mahmud Sya’roni, Op. Cit, hal. 293-294
Minhajul Qashidin, Jakarta: Pustaka al-Kautsar
Muhammad, Abu FH. 2001. Kamus Istilah Agama Islam. Tangerang:PT Albama,
tt.
Qudamah, Ibnu. Terj. Khatur Suhardi. 1999
Shiddiq, Ahmad. 2002. Benang Tipis Antara Halal dan Haram. Surabaya: Putra
Pelajar
Thobieb Al-Asyhar. 2003. Bahaya Makan Haram, Jakarta: PT Al-Mawardi cet, I
Usman as-Sakir al-Khaubawiyi. 1985. Butir-butir Mutiara Hikmah, Durratun
Nasihin, Abdul Ghani, Semarang: Wicaksana
Yazid bin Abdul Qadir Jawas, 2009. Hukum Meminta-minta dan Mengemis dalam
Syari’at Islam. Bogor: at-Taqwa, cet. Ke I

Anda mungkin juga menyukai