ْن ونستغفره ونعوذ باهلل من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا من يهده هللا فال-ُ ِإ َّن ال َح ْم َد هِلِل نَحْ َم ُدهُ َونَ ْست َِعي
أن محمد عبده- وأشهد,مضل له ومن يضلل فال هادي له وأشهد أن ال إله إال هللا وحده ال شريك له
.ورسوله
.اللهم صل على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين
. بتقوى هللا فقد فاز المتقون-فيا عباد هللا أوصيكم ونفسي
" يا أيها الذين, بسم هللا الرحمن الرحيم, أعوذ باهلل من الشيطان الرجيم:وقال هللا تعالى في القرآن الكريم
"آمنوا اتقوا هللا حق تقاته وال تموتن إال وأنتم مسلمون
" ولو أن أهل القرى آمنوا واتقَّوا لفتحنا عليهم بركات من السماء واألرض ولكن كذبوا: قال هللا تعالى
"فأخذنا هم بما كانوا يكسبون
Baik ayat al-Qur’an maupun hadits Nabi Muhammad SAW di atas jelas memberikan
isyarat agar manusia bekerja keras mencari rezeki, sekaligus memberikan motivasi yang
begitu kuat bagi umat Islam untuk berupaya mencari kekayaan. Bekerja keras adalah langkah
nyata yang dapat menghasilkan rezeki. Kendati demikian bukan berarti betapapun kerasnya
usaha yang dilakukan, harus selalu dalam bingkai syariah Islamiyah. Kerja keras yang
dilakukan keluar dari bingkai syariah Islamiyah akan menjadikan rezeki yang diperolehnya
tidak membawa barokah. Barokah sering diartikan sebagai tambahan kebaikan yang
memberikan
kebahagiaan pada manusia. Kekayaan yang berlimpah tetapi tidak barokah tidak akan dapat
membawa pemiliknya kepada kebaikan dan kebahagiaan, sebaliknya, membawa kepada
kesengsaraan. Kita tidak jarang menjumpai, orang memiliki harta yang berlimpah, tapi
istrinya menyeleweng, atau anak-anaknya melakukan tindakan-tindakan amoral, seperti,
memakai narkoba, berzina, dan kegiatan amoral lainnya. Hal demikian, bisa jadi karena harta
yang dipakainya tidak barokah.
Barokah sepenuhnya hak Allah SWT. Maka jika kita menghendaki barokah, tidak ada
pintu lain kecuali mendekatkan diri kepada Sang Pemberi berkah. Dalam Al-Qur’an surat Al-
A’raf ayat 96 Allah SWT berfirman:
ْ َ ض َو ٰل ِك ْن َك َّذبُوْ ا فَا
م بِ َما-ُْخَذ ٰنه ۤ ٍ َولَوْ اَ َّن اَ ْه َل ْالقُ ٰ ٓرى ٰا َمنُوْ ا َواتَّقَوْ ا لَفَتَحْ نَا َعلَ ْي ِه ْم بَ َر ٰك
ِ ْت ِّمنَ ال َّس َما ِء َوااْل َر
ََكانُوْ ا يَ ْك ِسبُوْ ن
“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka
mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah
mereka kerjakan.” (QS: Al A’raf : 96)
Dari ayat itu, tampak jelas bahwa syarat untuk meraih barokah dari Allah SWT adalah
iman dan taqwa. Beriman secara literal dan teoritik meyakini keberadaan Allah yang Maha
Kuasa dengan seluruh sifat yang melekat pada-Nya, dan bertaqwa merupakan manifestasi
atau implementasi secara faktual dari perintah dan larangan-Nya. Ibnu Katsir menjelaskan
bahwa syarat iman dan taqwa itu adalah hatinya beriman pada apa yang di bawa oleh
Rasulullah, membenarkan dan mengikutinya, bertaqwa dengan melaksanakan ketaatan-
ketaatan dan meninggalkan perbuatan yang di haramkan.
Pertama, Prinsip Halal. Artinya bisnis dilakukan dalam lingkup barang dan jasa yang
diperbolehkan untuk diperdagangkan menurut Islam, baik berdasarkan alqur’an, Hadits,
maupun pendapat ulama. Dengan kata lain bisnis tidak dilakukan pada barang dan jasa yang
diharamkan, seperti narkoba, prostitusi, babi, dan barang barang haram lainnya.
Dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah 168 Allah SWT berfirman:
ت ال َّشي ْٰط ۗ ِن اِنَّهٗ لَ ُك ْم َعد ٌُّو ُّمبِي ٌْن
ِ ض َح ٰلاًل طَيِّبًا ۖ َّواَل تَتَّبِعُوْ ا ُخطُ ٰو ٓ
ِ ْٰياَيُّهَا النَّاسُ ُكلُوْ ا ِم َّما فِى ااْل َر
“Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di
bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang
nyata bagimu.” (Al-Baqarah: 168)
Kedua, Bebas Unsur Judi. Judi diartikan sebagai suatu kegiatan pertaruhan untuk
memperoleh keuntungan dari hasil suatu pertandingan, permainan atau kejadian yang
hasilnya tidak dapat diduga sebelumnya. Sesuatu dikatakan judi jika ada unsur pertaruhan
seuatu yang bernilai ekonomis, kegiatan bersifat permainan dan adanya ketidak pastian hasil.
Bisnis yang mengandung unsur perjudian adalah dilarang karena membawa kerugian bagi
para pelakunya dan menyebabkan penyakit sosial. Dalam Al-Qur’an Surat Al-Maidah ayat 90
dinyatakan:
اب َوااْل َ ْزاَل ُم ِرجْ سٌ ِّم ْن َع َم ِل ال َّشي ْٰط ِن فَاجْ تَنِبُوْ هُ لَ َعلَّ ُك ْم َ ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ْٓوا اِنَّ َما ْال َخ ْم ُر َو ْال َم ْي ِس ُر َوااْل َ ْن
-ُ ص
َتُ ْفلِحُوْ ن
Ketiga, Bebas Riba. Kata riba dari segi bahasa berarti “kelebihan”. Riba secara istilah
berarti kelebihan atas pokok hutang yang dipungut bersama jumlah hutang. Dalam Al-Qur’an
ditemukan kata riba sebanyak delapan kali dalam empat surat, tiga di antaranya turun setelah
Nabi SAW hijrah dan satu ayat lagi ketika beliau masih di Makkah. Di antara larangan riba
adalah Al-Baqarah ayat 275.
ۗ اَلَّ ِذ ْينَ يَْأ ُكلُوْ نَ الر ِّٰبوا اَل يَقُوْ ُموْ نَ اِاَّل َك َما يَقُوْ ُم الَّ ِذيْ يَتَخَ بَّطُهُ ال َّشي ْٰطنُ ِمنَ ْال َم
سِّ ٰذلِكَ بِاَنَّهُ ْم قَالُ ْٓوا اِنَّ َما
ۗ ِ فَ َواَ ْمر ٗ ُٓه اِلَى هّٰللا ۗ َوا فَ َم ْن َج ۤا َء ٗه َموْ ِعظَةٌ ِّم ْن َّرب ِّٖه فَا ْنت َٰهى فَلَهٗ َما َسلۗ م الر ِّٰب-َ وا َواَ َح َّل هّٰللا ُ ْالبَ ْي َع َو َح َّرۘ ْالبَ ْي ُع ِم ْث ُل الرِّ ٰب
ٰۤ ُ
َار ۚ هُ ْم فِ ْيهَا ٰخلِ ُدوْ نِ َّك اَصْ ٰحبُ الن -َ ول ِٕى َو َم ْن عَا َد فَا
“Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya
orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa
jual beli sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba. Barangsiapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah
diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barangsiapa
mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.”(Al Baqarah:
275)
Dalam konsep riba, uang adalah barang komoditas dan kelebihan atas pokok
dipandang sebagai harga yang harus dibayar oleh pembeli. Riba dapat mengakibatkan
distribusi kekayaan secara tidak adil dan merata, karena kekayaan hanya terpusat pada
mereka yang mampu membayar harga tinggi, sementara mereka yang lemah, tersingkir
karena tidak mampu membayar harga tersebut. Hal ini akan mengakibatkan si lemah yang
berdaya beli lemah pada akhirnya tidak mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Orang
yang memakan riba digambarkan sebagai orang yang kerasukan syaitan karena ia memiliki
sifat syaitan yaitu sombong. Ia sombong atas kekayaannya dan tidak peduli pada si miskin.
Keempat, Bebas Unsur Zalim. Zalim berarti tidak menempatkan sesuatu pada
tempatnya. Zalim dalam kegiatan bisnis berarti tidak memberikan hakhak kepada yang
memilikinya, seperti berbuat curang, ingkar janji. Dengan demikian perbuatan zalim
mengakibatkan kerugian pada salah satu pihak. Di antara perbuatan zalim adalah batil yaitu
tidak melakukan sesuatu dengan benar. Dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 188
dinyatakan:
م-ُْاس بِااْل ِ ْث ِم َواَ ْنت ِ م بَ ْينَ ُك ْم بِ ْالبَا ِط ِل َوتُ ْدلُوْ ا بِهَٓا اِلَى ْال ُح َّك ِام لِتَْأ ُكلُوْ ا فَ ِر ْيقًا ِّم ْن اَ ْم َو-ْ َواَل تَْأ ُكلُ ْٓوا اَ ْم َوالَ ُك
ِ َّال الن
َتَ ْعلَ ُموْ ن
“Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil, dan
(janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu
dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu
mengetahui.”(QS Al Baqarah: 188)
Demikianlah pesan khutbah hari ini, begitu pentingnya muamalah yang baik dan
benar, yakni muamalah yang tanpa menggunakan Riba dan akad bathil. maka hal ini pula
menjadi salah satu pilar dakwah di Masjid Kapal Munzalan. Semoga rezeki berkah melimpah
Allah hadirkan di kehidupan kita dikarenakan muamalah yang benar.
أقول قول,بارك هللا لي ولكم في القرآن العظيم ونفعني وإياكم بما فيه من اآليات والذكر الحكيم
. فاستغفروه إنه هو غفور الرحيم,هذا وأستغفر هللا العظيم لي ولكم ولسائر المسلمين والمسلمات
KHUTBAH KEDUA