Anda di halaman 1dari 21

HADITS TENTANG TAKWA DAN HUBUNGANNYA

DENGAN PERBUATAN YANG BAIK

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah

“Hadits-Hadits Tentang Sosial Budaya”

Dosen Pembimbing : Dr. Laila Sari Masyhur, M.A

Disusun Oleh : Kelompok 4

Arina Wildah Sholehah (12030221262)

Dea Ajeng Sitinurahmi (12030221540)

Deana Putri (12030221234)

Ramadea Tarisa Aini (12030221517)

Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Fakultas Ushuluddin

Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau


KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Segala puji bagi Allah SWT atas nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat
fisik maupun akal pikiran, serta telah memberikan kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “Hadits Tentang Takwa Dan
Hubungannya Dengan Perbuatan Yang Baik”.
Shalawat beserta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta
kita yakni Nabi Muhammad SAW., dengan mengucapkan Allahumma Sholli ‘ala
Sayyidina Muhammad wa’ala Ali Sayyidina Muhammad, semoga kita
mendapatkan syafa'atnya diakhirat kelak.
Kami mengucapkan Terima kasih kepada Bunda Dr. Laila Sari Masyhur,
M.A selaku dosen Matakuliah Hadits-hadits Tentang Sosial Budaya, serta
kepada berbagai pihak yang terlibat dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun untuk penulisan
makalah selanjutnya dari para pembaca sangat diharapkan. Semoga makalah ini
dapat memberikan wawasan lebih bagi para pembaca dan juga bagi kami selaku
pemakalah.

Pekanbaru, 15 Oktober 2022

Penulis Kelompok 4
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................1
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................2
A. Hadits dan Makna Taqwa.............................................................................2
B. Hakikat, Tingkatkan dan Sifat Taqwa...........................................................5
C. Realisasi Taqwa dalam kebaikan..................................................................7
BAB III PENUTUP...............................................................................................15
A. Kesimpulan.................................................................................................15
B. Saran............................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................17
a)
PENDAHULUAN

b) Latar Belakang

Secara etimologi, hadis adalah kata benda (isim) dari kata al-Tahdis yang
berarti pembicaraan. Sedangkan pengertian hadits secara terminology adalah
Sesuatu yang disandarkan kepada Nabi baik berupa perkataan atau perbuatan atau
persetujuan atau sifat.1
Hadis memiliki banyak cabang dalam temanya seperti ilmu fiqih, aqidah,
akhlak, dan lain sebagainya. Salah satu temanya ialah tentang takwa. Hadis
tentang takwa merupakan salah satu hadis yang perlu diketahui dipelajari
dipahami dan dapat diterapkan sebagai bekal dalam bertakwa.
Takwa adalah sikap mental yang positif , berupa waspada dan mawas
diri sedemikian rupa sehingga dapat melaksanakan segenap perintah-Nya dan
menjauhi segala laranngan-Nya. Perintah bertakwa kepada Allah swt banyak
diungkapkan dalam alquran, diantaranya pada surah al-Imran ayat 102 yaitu :

‫ٰيٓاَُّي َها الَّ ِذيْ َن اٰ َمنُوا َّات ُقوا ال ٰلّهَ َح َّق ُت ٰقىتِ ٖه َواَل مَتُْوتُ َّن اِاَّل َواَْنتُ ْم ُّم ْسلِ ُم ْو َن‬
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah
sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam
keadaan Muslim”.

Pada hakekatnya mengarah kepada sesuatu yang pada intinya


melaksanakan perintah Allah dengan sebaik-baiknya dan melaksanakan
perintahnya yang kesemuaanya membawa manusia untuk mendekatkan diri
kepada Allah yang berimpilkasi kepada tercapaianya takwa yang sebenarnya.
Allah Swt memerintahkan kepada seluruh hambanya yang beriman
kepada-Nya untuk senantiasa bertakwa dengan sebenar-benarnya takwa, agar

1
M.Si Khusniati Rofiah, “Ulumul Hadis Dan Cabang-Cabangnya,” Studi Ilmu Hadis
(2018): 99–103.

1
hidupnya senantiasa mendapat keridhaan dari Allah Swt dan terhindar dari
perbuatan yang tercelah.2
Cara bertakwa dapat dipelajari melalui kalam Allah dan hadis Rasulullah
yang berhubungan dengannya, maka makalah ini akan membahas mengenai hadis
tentang takwa dan hubungannya dengan perbuatan yang baik.

c) Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat disimpulkan rumusan masalah


pada penulisan ini adalah :

d) Apa hadits dan makna tentang takwa?

e) Apa saja hakikat, tingkatan dan sifat takwa?

f) Bagaimana realisasi takwa dalam kebaikan?

g) Tujuan Penulisan

Setelah mengetahui rumusan masalah diatas, maka dapat disimpulkna


tujuan penulisan pada makalah ini adalah :

1. Mengetahui hadits dan makna takwa?

b) Mengetahui hakikat, tingkatkan dan sifat takwa?

c) Mengetahui cara realisasi takwa dalam kebaikan?

2
Abdul Halim Kuning, “Takwa Dalam Islam,” Jurnal Istiqra’ 6, no. 1 (2018): 103–110.
d)
PEMBAHASAN

A. Hadits dan Makna Takwa

1. Hadits tentang Takwa Kepada Allah SWT. Dan Akhlak yang Terpuji

b) Hadis Arba’in ke-18 (Takwa kepada Allah dan Akhlak Terpuji)

‫ب ب ِن ُجنَ َاد َة َوَأيِب َعْب ِد الرَّمْح َ ِن ُم َع ِاذ بْ ِن َجبَ ٍل َر ِض َي اهللُ َعْن ُه َما َع ْن‬
ِ ‫َعن َأيِب ذَ ٍّر جْن ُد‬
ُ ْ ْ

َّ ‫ َوَأتْبِ ِع‬،‫ت‬ ِ ِ ِ
،‫السيَِّئةَ احلَ َسنَةَ مَتْ ُح َها‬ َ ‫ (ات َِّق اهللَ َحْيثُ َما ُكْن‬:‫صلَّى اهللُ َعلَْيه َو َسلَّ َم قَ َال‬
َ ‫َر ُسول اهلل‬
‫ َح َس ٌن‬:‫ُّس ِخ‬
َ ‫ض الن‬ ٌ ْ‫ َح ِدي‬:‫َّاس خِب ُلُ ٍق َح َس ٍن) َر َواهُ التِّْر ِم ِذي َوقَ َال‬
ِ ‫ َويِف َب ْع‬.‫ث َح َس ٌن‬ ِِ
َ ‫َو َخالق الن‬
‫ص ِحْي ٌح‬.
َ

Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Dzar Jundub bin Junadah Al-Ghifari


dan Abu Abdirrahman Muadz bin Jabal Al-Anshari bahwasannya
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: ‘Bertakwalah kepada
Allah dimanapun engkau berada dan ikutilah keburukan dengan
kebaikan niscaya kebaikan akan menghapuskan keburukan sebelumnya
dan pergaulilah manusia dengan pergaulan yang baik.'” (HR. Tirmidzi
dan beliau mengatakan hadits hasan dan dalam sebagian cetakan sunan
Tirmidzi disebutkan hasan shahih).3

c) Kosa Kata : 4

)‫اتق (اهلل‬ : Bertakwalah (kepada Allah)

‫حيثما‬ : Dimana saja

3
Muhyiddin Yahya bin Syaraf Nawawi, Hadits Arba’in Nawawiyah, 2007.
4
Ibid.
‫ٔاتبع‬ : Ikutilah

‫السٔية‬ : Keburukan

)‫ متح ـ (ها‬: Menghapus-(nya)

‫خالق‬ : Pergaulilah

(‫خلق)ب ــ‬ : (dengan) Akhlak

d) Derajat Hadist :

Hadits ini dirriwayatkan oleh At-Tirmidzi Rahimahullahu Ta’ala


dan beliau mengatakan haditsnya adalah hadits hasan. Hasan itu levelnya
sedikit di bawah shaih, tapi masih layak untuk dipakai berhujjah.
Kalau kita memakai istilah shahih secara global maka hadits hasan
termasuk hadits shahih dan bahkan di sebagian copy dari manuskrip sunan
Tirmidzi disebutkan hadits ini hasan shahih. Jadi sebagian jalannya hasan
dan sebagian jalannya shahih. Maka ini adalah hadits yang kuat, hadits
yang layak untuk kita jadikan hujjah.
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi Rahimahullahu
Ta’ala dari dua orang sahabat, yaitu : Jundub bin Junadah atau biasa
dikenal Abu Dzar Al-Ghifari dan Muadz bin Jabal Al-Anshari atau biasa
dikenal Abu Abdirrahman.5

e) Kandungan Hadist :

- Takwa kepada Allah merupakan kewajiban setiap muslim dan dia


merupakan asas diterimanya amal shaleh.
- Bersegera melakukan ketaatan setelah keburukan secara langsung,
karena kebaikan akan menghapus keburukan.
- Bersungguh-sungguh menghias diri dengan akhlak mulia.

5
Ibid.
- Menjaga pergaulan yang baik merupakan kunci kesuksesan,
kebahagiaan dan ketenangan di dunia dan akhirat. Hal tersebut dapat
menghilangkan dampak negatif pergaulan.6

6. Makna Takwa

Takwa Secara etimologi (Bahasa) merupakan masdar dari kata


ittaqa-yattaqi (‫ ) يتقي اتقا‬yang berarti menjaga diri dari segala yang
membahayakan. Sementara ahli pakar berpendapat bahwa kata ini lebih
tepat diterjemahkan dengan berjaga-jaga atau melindungi diri dari sesuatu.
Sedangkan secara terminology menurut syar’i, kata takwa
mengandung pengertian menjaga diri dari segala yang dilarang Allah Swt.
dan melaksanakan segala yang diperintahkan-Nya. Dan pengertian takwa
menurut pendapat para ulama yaitu :7
a. Menurut Imam Ali Ibn Abi Talib makna taqwa yaitu rasa takut kepada
Allah, mengamalkan al-Quran, qana'ah (merasa cukup) dengan yang
sedikit, dan bersiap-siap untuk hari kematian.
b. Menurut Thalq bin Habib, takwa adalah kamu melakukan ketaatan dengan
cahaya Allah untuk mengharapkan rahmat-Nya, dan meninggalkan
kemaksiatan dengan cahaya-Nya karena takut siksanya".
c. Menurut Al-Thabari menjelaskan bahwa takwa adalah "Orang-orang yang
bertakwa yaitu mereka yang berhati-hati dengan balasan Allah bila
meninggalkan petunjuk yang telah mereka ketahui, dan mengharapkan
rahmat-Nya dengan meyakini apa yang diturunkannya.
d. Menurut Ibrahim bin Adham "Orang bertakwa adalah jika tidak ada orang
lain yang mendapatkan cela pada lidahmu, para malaikat tidak
mendapatkan cela pada perbuatanmu dan Allah tidak melihat cela dalam
kesendirianmu".
e. Menurut sayid qutub bahwa Takwa adalah keadaan di dalam hati yang
membuat hati menjadi hidup, peka, merasakan kehadiran Allah dalam
6
Fahmii Alfian, “HADIS KE-18 AL-ARBAIN: TAKWA DAN AKHLAK MULIA,”
Markazsunnah, last modified 2020, accessed November 21, 2022,
https://markazsunnah.com/takwa-dan-akhlak-mulia/
7
Achmad fatony, Konsep Taqwa Perspektif Hamka Dalam Tafsir Al-Azhar,2009.hlm
14-15
setiap waktu, merasa takut, berat dan malu dilihat Allah melakukan yang
dibencinya.

Dari pengertian di atas menurut para ulama dapat disimpulkan bahwa


takwa sekurang-kurangnya mengandung lima unsur yaitu: memiliki rasa takut,
beriman, berilmu, konsisten menjalankan perintah Allah dan menjauhi
larangannya serta sangat berkeinginan untuk mendapatkan keridhaan (balasan)
Allah dan terbebas dari murka atau azabnya.
Di dalam Al qur’an terdapat 242 kosa kata “Taqwa” delapan puluh
satu ayat berisi perintah dan anjuran agar bertaqwa. Dari segi ini saja kita
dapat melihat betapa pentingnya posisi taqwa dalam ajaran Islam.
Sebagaimana tercantum di dalam firman Allah swt pada surat al-imran ayat
102 sebagai berikut:

‫ٰيٓاَُّي َها الَّ ِذيْ َن اٰ َمنُوا َّات ُقوا ال ٰلّهَ َح َّق ُت ٰقىتِه َواَل مَتُْوتُ َّن اِاَّل َواَْنتُ ْم ُّم ْسلِ ُم ْو َن‬

Artinya: “.Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah


sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam
keadaan Muslim”(Q.S Al-Imran 102).

Pada ayat di atas merupakan seruan atau panggilan Allah swt


kepada orang yang beriman agar mereka bertaqwa dan memperoleh iman
yang kuat agar tidak mudah goyah ketika terjadinya cobaan dan musibah.
Sebab Taqwa menjadi modal utama bagi setiap muslim, bekal yang paling
baik yang menjamin keselamatan dan kebahagiaan manusia, baik dalam
menghadapi urusan duniawi maupun ukhrawi, taqwa meliputi segala gerak
manusia, baik gerak hati, gerak pikiran maupun gerak anggota.

g) Hakikat, Tingkatkan dan Sifat Takwa

1. Hakikat Takwa
Takwa pada hakikatnya adalah keyakinan yang mantap kepada Allah
SWT, rasa takut yang mendalam, dan perasaan muraqabah yang terus-
menerus. Orang yang takwa menyadari dan meyakini bahwa dirinya
senantiasa dilihat, didengar, dan diketahui oleh Allah yang maha-melihat,
maha-mendengar dan maha-mengetahui.8 Menurut Kiai Ahmad Yani, hakikat
takwa terbagi menjadi 4, yaitu :
a) Bersih hatinya, menurut Kiai Ahmad Yani, setiap orang harus selalu
melihat orang lain dari sisi baiknya, tidak menjadi orang yang iri,
dengki dan segala sifat kejelekan mendominasi watak dan perilakunya.
b) Jujur perkataannya, berkata baik selalu menjadi hakikat orang
bertakwa. Jika tidak bias berkata baik lebih baik memilih diam. Selalu
menerima pemberian Allah juga harus dilakukan sebagai upaya
menjadi orang bertakwa.
c) Baik perilakunya, baik perilaku diimplementasikan dalam perbuatan
yang sesuai dengan Alquran. Karena, saat ini banyak orang yang bisa
membaca, khatam bahkan hafal Alquran, tetapi tidak mengamalkannya
pada perbuatan sehari-hari. Alquran cenderung menjadi makmum,
ketimbang imam. Padahal, Alquran diturunkan sebagai petunjuk
manusia.
d) Rajin ibadahnya, manusia yang terbimbing dengan sentuhan ilahiyah, 
manusia yang terbimbing dengan sentuhan tarbiyah Rabbaniyah,
sehingga terpancar dari kita sikap taat terhadap perintah-Nya,
sehingga terpancar dari kita akhlak mulia dari pergaulan keseharian,
terpancar dari kita kesibukan yang dapat membersihkan hati dan
menata diri dari hal-hal yang tidak di ridhoi oleh Allah Ta’ala.9

e) Tingkatan-tingkatan Takwa
Imam As-Subuki dalam Fatawanya menjelaskan tentang empat
tingkatan takwa dan bila seseorang sudah mencapai tingkatan ini maka
keimanannya akan menjadi sempurna terutama saat ia mengetahui hakikat

8
Yudi, “Pengertian Takwa Dan Tiga Maknanya Di Dalam Alquran,” Islampos, last
modified 2018, accessed November 16, 2022, https://www.islampos.com/pengertian-takwa-
dan-tiga-maknanya-di-dalam-alquran-119425/
9
Humas Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, “Lima Hakikat Takwa Menurut KH
Ahmad Yani,” Humas.Jatengprov.Go.Id, last modified 2019, accessed November 14, 2022,
https://humas.jatengprov.go.id/detail_berita_gubernur?id=2718#:~:text=Hakikat%20takwa
%20itu%20ada%20lima,rajin%20beribadah
dan tingkatan takwa. Yang mana empat tingkatan takwa tersebut ialah sebagai
berikut :
a) Pertama, takwa dari segala hal yang menjurus kepada segala
kemusyrikan karena pada prinsipnya Allah akan menerima ibadah
orang yang bertakwa maksudnya menjauhi kemusyrikan baik syirik
besar ataupun kecil seperti beribadah untuk mendapatkan pujian atau
jabatan sesaat.
b) Kedua, takwa dari dosa-dosa besar misalnya menyembah kepada
selain Allah atau menyamakan Allah dengan ciptaannya.
c) Ketiga, takwa dari segala dosa-dosa kecil misalnya berbuat
kemaksiatan dengan anggota badan misalnya menjelekkan-jelekan
orang lain.
d) Keempat, takwa dari hal yang shubhat (belum jelas status hukumnya)
misalnya mengambil makanan yang terjatuh di jalan yang belum jelas
pemiliknya. 10
Dari penjelasan ini seseorang yang ingin mendapatkan kedudukan
yang tinggi dihadapan Allah harus melalui keempat tingkatan ini terutama dari
hal yang paling mudah dan ia mampu mengerjakannya.
Pada prinsipnya Allah tak akan memberikan beban kepada hambanya
kecuali sekedar kemampuan dirinya sendiri.

e) Realisasi Takwa dalam kebaikan

1. Ciri-ciri orang bertakwa

‫ٱلصلَ ٰو َة‬
َّ ‫يمو َن‬ ِ ِ ِ ِ ‫ ٱلَّ ِذ‬.‫َٰذلِك ٱلْ ِكٰتب اَل ريب ۛ فِ ِيه ۛ ه ًدى لِّْلمت َِّقني‬
ُ ‫ين يُْؤ منُو َن بٱلْغَْيب َويُق‬
َ َ ُ ُ َ َْ ُ َ َ
ِ ‫ك وبِ ْٱلء‬ِ ِ ِ َّ ِ ‫مِم‬
‫اخَر ِة ُه ْم‬ َ ‫ين يُْؤ ِمنُو َن مِب َٓا ُأن ِز َل ِإلَْي‬
َ َ َ ‫ك َو َمٓا ُأن ِز َل من َقْبل‬ َ ‫ َوٱلذ‬.‫َو َّا َر َز ْق ٰنَ ُه ْم يُنف ُقو َن‬
ٰٓ ٰٓ
‫ك ُه ُم ٱلْ ُم ْفلِ ُحو َن‬ َ ‫ك َعلَ ٰى ُه ًدى ِّمن َّرهِّبِ ْم ۖ َوُأ ۟ولَِئ‬َ ‫ ُأ ۟ولَِئ‬.‫يُوقنُو َن‬
ِ

10
Moh Afif Sholeh, “Hakikat Dan Tingkatan Takwa Yang Jarang Diketahui,”
Islamina.Id, last modified 2020, accessed November 16, 2022, https://islamina.id/hakikat-dan-
tingkatan-takwa-yang-jarang-diketahui
Artinya: Kitab (Al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi
mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman pada yang gaib,
melaksanakan salat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami
berikan pada mereka, dan mereka yang beriman pada (Al-Qur'an) yang
diturunkan padamu (Muhammad) dan (kitab-kitab) yang telah diturunkan
sebelum engkau, dan mereka yakin akan adanya akhirat. Merekalah yang
mendapat petunjuk dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang
beruntung. (Q.S. Al-Baqarah : 2-5)11

Berdasarkan ayat-ayat diatas, dapat dipahami bahwa ciri-ciri orang


yang bertaqwa adalah:
a) Beriman kepada yang ghaib (Allah SWT, malaikatmalaikat dan hari
akhir.
b) Mendirikan shalat, dan membelanjakan hartanya di jalan Allah.
c) Beriman kepada kitab-kitab Allah.12
Kemudian di dalam Al qur’an surat Ali Imran ayat 136 disebutkan
bahwa ciri-ciri orang yang bertaqwa itu adalah:

‫ت جَتْ ِر ْي ِم ْن حَتْتِ َها ااْل َْن ٰهُر ٰخلِ ِديْ َن فِْي َها ۗ َونِ ْع َم اَ ْجُر‬ ِ ِ ۤ
ٌ ّ‫ك َجَزاُۤؤ ُه ْم َّم ْغفَرةٌ ِّم ْن َّرهِّب ْم َو َجٰن‬
َ ‫اُو ٰل ِٕى‬

َ‫الْ ٰع ِملِنْي ۗن‬

Artinya : Balasan bagi mereka ialah ampunan dari Tuhan mereka dan
surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di
dalamnya. Dan (itulah) sebaik-baik pahala bagi orang-orang yang
beramal.13

Berdasarkan ayat diatas, dapat dipahami bahwa ciri-ciri orang yang


bertaqwa adalah:

11
Departemen Agama Republik Indonesia, “Qur’an Kemenag,” Lajnah Pentashihan
Mushaf Al-Qur’an, last modified 2022, accessed November 16, 2022,
https://quran.kemenag.go.id/
12
Hj. Ajeng Kartini, “Taqwa Penyelamat Umat,” Al ’Ulum 52, no. 2 (2012): 26–35,
https://ojs.uniska-bjm.ac.id/index.php/ULUM/article/viewFile/246/238.
13
Indonesia, “Qur’an Kemenag.”
a) Orang yang selalu menuju kepada ampunan Allah.
b) Suka menginfakkan sebagian rezeki yang diberikan Allah kepadanya,
baik di waktu lapang ataupun di waktu sempit.
c) Sanggup menahan amarahnya.
d) Memaafkan kesalahan orang lain, berbuat baik, jujur.
e) Apabika berbuat kesalahan, keji dan menganiaya diri sendiri, segera
bertaubat dan mengingat Allah, dan tidak lagi meneruskan perbuatan
keji ataupun kesalahan-kesalahan lainnya.14
Berdasarkan ayat-ayat diatas menegaskan bahwa taqwa itu adalah
sikap hidup dan akhlak seorang muslim, yang merupakan buah dan hasil
didikan ibadahibadah pokok. Sedang ibadah-ibadah itu sendiri adalah
pancaran keluar dari pada iman. Maka dapatlah kita memahami, bahwa
taqwa itu adalah hasil daripada ibadah kepada tuhan, karenanya tidak mungkin
ada taqwa tanpa ada ibadah.

f) Sifat-sifat Takwa
Orang yang bertakwa kepada Allah SWT mempunyai empat sifat
utama, yakni :
a) Sifat pertama, Al-Khaufu minal-Jalil, yakni manusia yang merasa takut
kepada Allah swt yang mempunyai sifat Maha Agung,
b) Sifat Kedua, Al-‘Amalu bi At-Tanzil, manusia yang beramal dengan
apa yang diwahyukan oleh Allah swt.
c) Sifat ketiga,  Ar-Ridha bil-Qalil, merasa cukup dan ridha dengan
pemberian Allah swt, meskipun hanya sedikit
d) Kemudian ciri manusia bertakwa yang keempat, Al-Isti`dadu li
Yaumir-Rahil, yaitu sentiasa mempersiapkan bekal untuk menghdapi
kematian dan kembali menghadap Allah.15

14
Kartini, “Taqwa Penyelamat Umat.”
15
Agung Pribadi, “4 Macam Sifat Taqwa,” Kompas.Tv, last modified 2020, accessed
November 16, 2022, https://www.kompas.tv/article/71137/4-macam-sifat-taqwa
e) Takwa sumber kemenangan dan keselamatan
Takwa bersumber di hati manusia, sehingga untuk menghidup
suburkan pohon taqwa haruslah dipelihara kesucian jiwa dan kemurnian hati
nurani. Takwa menjadi jaminan terwujudnya kebahagiaan dan keselamatan
umat manusia baik secara pribadi maupun masyarakat secara luas,
dimudahkan segala urusan, terbukanya segala jalan keluar dari berbagai
kesulitan hidup. Takwa harus kita realisasikan dalam segala aspek
kehidupan dan diterapkan dalam segala gerak, baik gerak hati, gerak pikiran
maupun gerak indera serta seluruh anggota jasmani kita. Takwa adalah bekal
yang paling utama dan sempurna bagi ummat manusia disegala tempat dan
dalam segala suasana. Takwa adalah sumber kemenangan dan penyelamat
umat manusia, baik secara pribadi, masyarakat maupun negara atau sebagai
rakyat maupun sebagai peminpin bangsa.16 Realisasi takwa terbagi menjadi
tiga bagian yakni :

a) Hubungan Dengan Allah


Menurut Tuntunan Agama Islam, tiap-tiap pribadi mausia
mempunyai hubungan langsung dengan Allah SWT, selaku pencipta
segala makhluk, termasuk prbadi-pribadi manusia. Banyak sekali ayat-ayat
Alqur’an yang menjelaskan, bahwa kewajiban, kepantasan dan kewajaran
taqwa kita hadapkan kehadirat Allah SWT dzat yang menciptakan kita,
yang menjadi tuhan kita, yang memelihara kita disetiap saat sejak nutfah
hingga sekarang dan selanjutnya, yang menyediakan segala keperluan
kita, yang sepantasnya kita tunduk kepada perintahnya, kita sebut
namanya, yang memiliki asmaul husna, kita puji karena karunianya yang
tak terbatas, kita mohon perlindungannya dari godaan syaithan penggoda
serta segala bala bencana, kita mohon pertolongannya.
Taqwa kepada Allah kita realisir dengan semangat pengabdian dan
penghambaan, keikhlasan dan ketundukan, kepatuhan dan ketaatan,
kehangatan cinta yang membara di dalam hati sanubari kita sekalian.
Berzikir mengingat Allah dengan penuh kerinduan, menyembahnya
dengan penuh tawadlu dan kekhusyuan, memelihara diri dari segala
16
Kartini, “Taqwa Penyelamat Umat.”
sesuatu yang mendatangkan kemurkaan dan azab siksaan, memelihara
diri agar selalu mendapat ridla Tuhan.
Dalam bidang keimanan, taqwa kita realisir dengan keyakinan hati
yang membaja kepada keagungan Allah, tekun beribadah berdasarkan
cinta, asyik berzikir disetiap waktu, terutama di malam buta dikala orang
lain tidur nyenyak, bangun berwudhu, bersujud syukur shalat tahajjud
secara teratur beraudensi dan bermuraqabah dengan bertafakkur, tangan
menengadah hati terhibur, nikmat Allah diterima dengan penuh tasyakkur,
pohon taqwa tumbuh subur, karena ditanam dalam hati yang penuh
syukur.

b) Hubungan manusia dengan dirinya sendiri dan hati nurani


Hubungan manusia dengan dirinya sendiri taqwa direalisir dengan
cara-cara yang disebutkan di dalam ayat-ayat taqwa dan dicontohkan
dengan keteladanan Nabi Muhammad SAW, diantaranya dengan
senantiasa berlaku: sabar, adil, pemaaf, mawas diri, berani memegang
amanah, mengembangkan semua sikap yang terkandung di dalam akhlak
atau budi pekerti yang baik
Di dalam memelihara dan menjaga keselamatan diri pribadi juga
dianjurkan untuk mendapatkan rezeki yang halal, pakaian penutup aurat,
tempat berlindung dari kehujanan dan kepanasan untuk mencukupi
kebutuhan keluarga dan diri sendiri. Dalam memelihara hati nurani dengan
menjauhi segala sifat-sifat yang tercela yang perlu dihindarkan seperti:
bohong, khianat takabbur, riya, bakhil, malas, pemarah egois yang
berlebihan dan lain sebagainya. Selanjutnya sifat-sifat yang terpuji perlu
kita kembangkan dalam diri pribadi kita dan perlu ditanamkan di dalam
hati nurani, seperti: Adil, amanah, jujur sabar tawakal, tabah, pemaaf,
ikhlas tawadhu dan sifat-sifat terpuji lainnya.

c) Hubungan dengan sesama manusia


Selain membina hubungan kita dengan Allah, dengan diri sendiri
yang ketiga adalah membina hubungan manusia dengan manusia, hal ini
bisa direalisasikan dengan bermacam usaha kerjasama dan gotong royong
mewujudkan kesejahteraan lahir bathin, yang kuat melindungi yang lemah,
yang kaya menolong yang miskin, yang pandai mengajar yang bodoh,
yang longgar membantu yang kesempitan, saling memperhatikan
kepentingan masyarakat berdasar tasamuh dan sosial yang mendalam .
Selain itu hubungan manusia dapat dibina dan dipelihara antara
lain dengan mengembangkan cara dan gaya hidup yang selaras dengan
nilai dan norma yang disepakati bersama dalam masyarakat dan negara
yang sesuai dengan nilai dan norma agama. Hubungan antar manusia
dengan manusia lain dalam masyarakat dapat dipelihara antara lain dengan
tolong menolong, Bantu membantu, suka memaafkan kesalahan orang
lain, menepati janji, lapang dada, menegakkan keadilan dan berlaku adil
terhadap diri sendiri dan orang lain. 17
Demikianlah gambaran orang yang bertaqwa, dari kerangka ini dapat
ditarik kesimpulan bahwa orang yang taqwa adalah orang yang selalu
memelihara hubungannya dengan Allah, hubungannya dengan diri sendiri dan
hubungannya dengan sesama manusia secara baik dan seimbang dan mampu
mempertanggungjawabkan perbuatannya. Kewajiban-kewajiban ini adalah
satu rangkaian kesatuan yang tidak mungkin terpisah pisah. Kalau dilihat dari
segi iman, pelaksanaan kewajiban itu bagi seorang muslim dan muslimat tidak
hanya berupa keuntungan dalam bentuk hak di dunia ini, tetapi juga pahala di
akhirat kelak yang dijanjikan Allah, janji Allah itu pasti benar.

d) Istiqamah dalam bertakwa

‫ٰيـۤاَُّي َها الَّ ِذ ۡي َن اٰ َمنُ ۡوا َّات ُقوا ال ٰلّهَ َح َّق ُت ٰقتِ ٖه َواَل مَتُ ۡوتُ َّن اِاَّل َواَ ۡنـتُمۡ ُّم ۡسلِ ُم ۡو َن‬

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah


sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali
dalam keadaan Muslim. (Q.S. Ali Imran : 102) 18

17
Ibid.
18
Indonesia, “Qur’an Kemenag.”
Ayat ini memuat perintah kepada orang-orang yang beriman, agar
bertakwa dengan sebenar-benar taqwa, secara harfiyah dapat dipahami bahwa
Allah menginginkan agar dalam bertaqwa jangan setengah-setengah.
Tetap istiqamah dalam ketakwaan. Yaitu, konsisten dalam keimanan,
ibadah, muamalah, akhlak mulia, menjauhkan diri dari dosa, serta dalam
berjuang membela agama dan nilai-nilai kebenaran.19
Cara untuk meningkatkan kualitas iman adalah dengan
mengoptimalkan ketaqwaan dan meminimalisir kekufuran. Mengoptimalkan
ketaqwaan dapat dilakukan dengan cara menyucikan diri dan menjaga
keistiqamahan amalan. Istiqomah berarti konsekuen, konsisten, dan persisten
terhadap setiap amalan yang telah dipancangkan dalam bentuk target-target
capaian. Satu hal yang dapat memperkuat keistiqamahan adalah motivasi
bersih, lillahi ta’ala. Sedangkan memiminalisir kekufuran dapat dilakukan
dengan cara bertaubat setiap kali  khilaf  melakukan dosa dan mengiringi
keburukan dengan kebaikan.20
Demikianlah Agama Islam ini membina kehidupan manusia, diawali
dengan tauhid. Dan dari tauhid menebarkan iman dan aqidah yang
membuahkan amal ibadah dan amal shalih. Akhirya amal ibadah yang dijiwai
oleh iman dan dipelihara terus menerus, menciptakan suatu sikap hidup
muslim yang bernama taqwa.21

19
Fauzi Bahreisy, “Istiqamah Dalam Ketakwaan,” Republika, last modified 2019,
accessed November 16, 2022, https://www.republika.co.id/berita/ptnyid313/istiqamah-dalam-
ketakwaan
20
Fauzi Achmad Zaky, “Istiqomah Dalam Taqwa Berbuah Syurga,” Eramuslim, last
modified 2020, accessed November 16, 2022, https://www.eramuslim.com/suara-kita/pemuda-
mahasiswa/istiqomah-dalam-taqwa-berbuah-syurga
21
Kartini, “Taqwa Penyelamat Umat.”
e)
PENUTUP

A. Kesimpulan

Makalah ini menggunakan hadis Arba’in ke-18 (Takwa kepada Allah dan
Akhlak Terpuji) sebagai sumber dalam memaparkan masalah tentang takwa dan
hubungannya dengan perbuatan yang baik. Secara (Bahasa) merupakan masdar
dari kata ittaqa-yattaqi (‫ ) يتقي اتقا‬yang berarti menjaga diri dari segala yang
membahayakan. Dan menurut para ulama dapat disimpulkan bahwa takwa
sekurang-kurangnya mengandung lima unsur yaitu: memiliki rasa takut, beriman,
berilmu, konsisten menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangannya serta
sangat berkeinginan untuk mendapatkan keridhaan (balasan) Allah dan terbebas
dari murka atau azabnya.
Orang yang takwa menyadari dan meyakini bahwa dirinya senantiasa
dilihat, didengar, dan diketahui oleh Allah yang Maha-Melihat, maha-mendengar
dan maha-mengetahui.22 Menurut Kiai Ahmad Yani, hakikat takwa terbagi
menjadi empat, yaitu: Bersih hatinya, Jujur perkataannya, Baik perilakunya, Rajin
ibadahnya. Dan Imam As-Subuki dalam Fatawanya menjelaskan tentang empat
tingkatan takwa dan bila seseorang sudah mencapai tingkatan ini maka
keimanannya akan menjadi sempurna terutama saat ia mengetahui hakikat dan
tingkatan takwa. Tingkatan takwa ialah : Pertama, takwa dari segala hal yang
menjurus kepada segala kemusyrikan maksudnya menjauhi kemusyrikan baik
syirik besar ataupun kecil seperti beribadah untuk mendapatkan pujian atau
jabatan sesaat. Kedua, takwa dari dosa-dosa besar misalnya menyembah kepada
selain Allah atau menyamakan Allah dengan ciptaannya. Ketiga, takwa dari
segala dosa-dosa kecil misalnya berbuat kemaksiatan dengan anggota badan
misalnya menjelekkan-jelekan orang lain. Keempat, takwa dari hal yang shubhat

22
Yudi, “Pengertian Takwa Dan Tiga Maknanya Di Dalam Alquran,” Islampos, last
modified 2018, accessed November 16, 2022, https://www.islampos.com/pengertian-takwa-
dan-tiga-maknanya-di-dalam-alquran-119425/
(belum jelas status hukumnya) misalnya mengambil makanan yang terjatuh di
jalan yang belum jelas pemiliknya.
Takwa bersumber di hati manusia, sehingga untuk menghidup suburkan
pohon taqwa haruslah dipelihara kesucian jiwa dan kemurnian hati nurani. Takwa
menjadi jaminan terwujudnya kebahagiaan dan keselamatan umat manusia baik
secara pribadi maupun masyarakat secara luas, dimudahkan segala urusan,
terbukanya segala jalan keluar dari berbagai kesulitan hidup. Takwa harus kita
realisasikan dalam segala aspek kehidupan dan diterapkan dalam segala gerak,
baik gerak hati, gerak pikiran maupun gerak indera serta seluruh anggota jasmani
kita. Takwa adalah bekal yang paling utama dan sempurna bagi ummat manusia
disegala tempat dan dalam segala suasana. Takwa adalah sumber kemenangan
dan penyelamat umat manusia, baik secara pribadi, masyarakat maupun negara
atau sebagai rakyat maupun sebagai peminpin bangsa. Realisasi takwa terbagi
menjadi tiga bagian yakni: Hubungan dengan Allah, Hubungan manusia dengan
dirinya sendiri, Hubungan manusia dengan sesama.

b) Saran

Penulis menyarankan kepada pembaca untuk tidak hanya berpatokan pada


makalah diatas, melainkan terus menambah referensi bacaan agar keilmuannya
semakin bertambah kuat dan kokoh, serta dapat di aplikasikan dalam kehidupan.
Selain itu, penulis tentunya masih menyadari jika makalah diatas masih terdapat
banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Pembaca dapat memberi kritik
dan saran yang membangun, untuk penulis memperbaiki makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Alfian, Fahmii. “HADIS KE-18 AL-ARBAIN: TAKWA DAN AKHLAK


MULIA.” Markazsunnah. Last modified 2020. Accessed November 21,
2022. https://markazsunnah.com/takwa-dan-akhlak-mulia/
Bahreisy, Fauzi. “Istiqamah Dalam Ketakwaan.” Republika. Last modified 2019.
Accessed November 16, 2022.
https://www.republika.co.id/berita/ptnyid313/istiqamah-dalam-ketakwaan
Humas Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. “Lima Hakikat Takwa Menurut KH
Ahmad Yani.” Humas.Jatengprov.Go.Id. Last modified 2019. Accessed
November 14, 2022. https://humas.jatengprov.go.id/detail_berita_gubernur?
id=2718#:~:text=Hakikat%20takwa%20itu%20ada%20lima,rajin
%20beribadah
Indonesia, Departemen Agama Republik. “Qur’an Kemenag.” Lajnah
Pentashihan Mushaf Al-Qur’an.
Kartini, Hj. Ajeng. “Taqwa Penyelamat Umat.” Al ’Ulum 52, no. 2 (2012): 26–35.
Khusniati Rofiah, M.Si. “Ulumul Hadis Dan Cabang-Cabangnya.” Studi Ilmu
Hadis (2018): 99–103.
Kuning, Abdul Halim. “Takwa Dalam Islam.” Jurnal Istiqra’ 6, no. 1 (2018):
103–110.
Nawawi, Muhyiddin Yahya bin Syaraf. Hadits Arba’in Nawawiyah, 2007.
Pribadi, Agung. “4 Macam Sifat Taqwa.” Kompas.Tv. Last modified 2020.
Accessed November 16, 2022. https://www.kompas.tv/article/71137/4-
macam-sifat-taqwa
Sholeh, Moh Afif. “Hakikat Dan Tingkatan Takwa Yang Jarang Diketahui.”
Islamina.Id. Last modified 2020. Accessed November 16, 2022.
https://islamina.id/hakikat-dan-tingkatan-takwa-yang-jarang-diketahui
Yudi. “Pengertian Takwa Dan Tiga Maknanya Di Dalam Alquran.” Islampos.
Last modified 2018. Accessed November 16, 2022.
https://www.islampos.com/pengertian-takwa-dan-tiga-maknanya-di-dalam-
alquran-119425/
Zaky, Fauzi Achmad. “Istiqomah Dalam Taqwa Berbuah Syurga.” Eramuslim.
Last modified 2020. Accessed November 16, 2022.
https://www.eramuslim.com/suara-kita/pemuda-mahasiswa/istiqomah-
dalam-taqwa-berbuah-syurga

Anda mungkin juga menyukai