Anda di halaman 1dari 9

Makalah

Studi Ayat dan Hadist Ekonomi

Tentang

Usaha dan Aktifitas Ekonomi

Diringkas oleh:

M.Ikrar Dinata

NIM. 232041012

PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI (UIN)

MAHMUD YUNUS

BATUSANGKAR

1445H
A. DEFINISI ISTILAH

1. Definisi Usaha

Dalam kamus bahasa Indonesia dijelaskan bahwa usaha adalah kegiatan dengan
mengerahkan tenaga, pikiran, dan pekerjaan untuk mencapai sesuatu (Amelia, p.
423). Sedangkan di dalam UU No. 3 Tahun 1982 tentang wajib daftar perusahaan,
usaha adalah setiap tindakan, perbuatan atau kegiatan apapun dalam bidang
perekonomian yang dilakukan setiap pengusaha atau individu untuk tujuan
memperoleh keuntungan atau laba (Solihin, 2006, p. 27). Usaha yaitu memfungsikan
potensi diri untuk berusaha secara maksimal yang dilakukan manusia, baik lewat
gerakan anggota tubuh ataupun akal untuk menambah kekayaan, baik dilakukan
secara perseorangan ataupun secara kolektif, baik untuk pribadi ataupun untuk orang
lain. Jadi dilihat dari defenisi di atas jelas bahwa kita dituntut untuk berusaha dengan
usaha apapun dalam konteks usaha yang halal untuk memenuhi kebutuhan dalam
kehidupan ini (Qardhawi, 1997, p. 104).

Dalam islam tujuan usaha yaitu:

a. Untuk memenuhi kebutuhan hidup

b. Bekerja diwajibkan untuk demi terwujudnya keluarga sejahtera

c. Untuk kemaslahatan masyarakat (Qardhawi, 1997)

Sedangkan prinsip-prinsip usaha dalam Islam antara lain :

a. Prinsip tauhid yaitu aktivitas usaha yang kita jalani untuk memenuhi kebutuhan

hidup dan keluarga hanya semata- mata untuk mencari tujuan dan ridho-Nya.

b. Prinsip keadilan yaitu harus ada keseimbangan antara kewajiban yang harus
dipenuhi oleh manusia untuk menunaikan kewajiban itu.

c. Prinsip al-Ta’awun (tolong menolong)

Prinsip ta’awun berarti bantu-membantu antara sesama anggota masyarakat.


Bantu-membantu ini diarahkan sesuai dengan tauhid, terutama dalam upaya
meningkatkan kebaikan dan ketaqwaan kepada Allah

d. Usaha yang halal dan barang yang halal

Usaha atau kerja ini harus dilakukan dengan cara yang halal, memakan makanan

yang halal, dan menggunakan rizki secara halal pula

e. Berusaha sesuai dengan batas kemampuan


Allah menegaskan bahwa bekerja dan berusaha itu hendaknya sesuai dengan batas-
batas kemampuan manusia (Mujahidin, 2007,p. 124).

2. Definisi Aktifitas Ekonomi Syariah

Aktifitas ekonomi adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan seseorang untuk


memenuhi kebutuhan. Kegiatan ekonomi adalah kegiatan yang dilaksanakan setiap
orang dengan tujuan seseorang dapat memenuhi kebutuhannya. Kegiatan ekonomi
tersebut dilakukan seseorang untuk mencapai tujuan orang melaksanakan kegiatan
tersebut. Masyarakat akan tetap melaksanakan kegiatan ekonomi tersebut
dikarenakan dengan bergantinya waktu maka akan semakin bertambah pula
kebutuhan manusia. (Rahayu, 2019, p. 7).

Aktifitas ekonomi syariah merupakan aktivitas manusia yang berhubungan


dengan produksi, distribusi, dan konsumsi terhadap barang dan jasa dengan tujuan
untuk memenuhi kebutuhan manusia. Kebutuhan itu merupakan sesuatu yang harus
dipenuhi untuk keberlangsungan hidup manusia itu sendiri. Kebutuhan terdiri dari
kebutuhan primer, sekunder dan tersier (Ikit, 2018, p. 1).

Dalam melakukan aktivitas ekonomi (Amal alIqtishadt) seseorang harus


menyesuaikan diri dengan aturan al-Qur’an dan hadis. Memang harus diakui, bahwa
al-Qur’an tidak menyajikan aturan yang rinci tentang norma-norma dalam melakukan
aktivitas ekonomi. Tetapi hanya mengamanatkan nilai-nilai (prinsip-prinsip)-Nya
saja. Sedangkan hadis Nabi SAW pun hanya menjelaskan sebagai rincian
operasionalnya, sementara aktivitas ekonomi dengan segala bentuknya senantiasa
berkembang mengikuti perkembangan zaman dan tingkat kemajuan kebudayaan
manusia. Sehingga, semakin berkembang kebudayaan manusia semakin banyak jenis
maumalah yang muncul. Meskipun demikian, tentu tidak berarti bahwa nilai-nilai
atau norma isla luput dari persoalan ekonomi yang berkembang di zaman
kontemporer, sekarang dan yang akan datang (Mursal, 2015, pp. 68-69).
B. PEMBAHASAN TAFSIR

1. Al-Bay’ (Jual Beli) : QS. al-Jumu’ah Ayat 9-10

Tafsir QS. Al-Jumu’ah Ayat 9-10 Bila kalian telah mendengar khutbah dan
menunaikan shalat, maka bertebaranlah di muka bumi dan carilah rizki Allah
dengan usaha kalian, serta ingatlah Allah banyak-banyak dalam segala keadaan
kalian, semoga kalian meraih kebaikan dunia dan akhirat. (Tafsir al-Muyassar).
Jika kalian sudah menyelesaikan salat Jum’at maka menyebarlah kalian di
muka bumi untuk mencari rezeki yang halal dan untuk menuntaskan keperluan-
keperluan kalian. Carilah karunia Allah dengan kerja yang halal dan keuntungan
yang halal. Dan ingatlah kepada Allah saat kalian mencari rezeki yang halal itu
dengan zikir yang banyak dan jangan sampai mencari rezeki itu menjadikan
kalian lupa terhadap zikir kepada Allah, agar kalian mendapatkan kemenangan
dengan apa yang kalian inginkan dan selamat dari apa yang kalian hindari. (Tafsir
alMukhtashar).
Jika kalian telah melaksanakan shalat dan memiliki waktu lengang, maka
menyebarlah kalian di bumi, carilah rejeki dari keutamaan Allah dengan sungguh-
sungguh dan banyak-banyaklah mengingat Allah dengan ucapan dan lisan kalian
di majelis-majelis kalian yang berbeda-beda dengan bertahmid, bertasbih,
beristighfar dan dzikir lain yang serupa supaya kalian dapat memenangkan
kebaikan dunia-akhirat (Tafsir alWajiz)
(Apabila telah ditunaikan shalat) Yakni jika telah selesai mendirikan shalat.
(maka bertebaranlah kamu di muka bumi) Untuk berjual beli dan berurusan
dengan apa yang kalian butuhkan untuk penghidupan kalian. (dan carilah karunia
Allah) Yakni rezeki Allah yang diberikan kepada hamba-hamba-Nya yang berupa
keuntungan dalam muamalat dan pekerjaan lainnya. (dan ingatlah Allah banyak-
banyak) Yakni janganlah kalian lalai ketika sedang berjual beli untuk banyak-
banyak mengingat Allah dengan bersyukur atas kebaikan yang diberikan kepada
kalian baik itu kebaikan dunia maupun kebaikan akhirat. (supaya kamu
beruntung) Yakni agar kalian dapat meraik kebaikan dunia dan akhirat. (Zubdatut
Tafsir)

2. Al-Syira (Pembelian): QS Al-Baqarah (2): 16

Tafsir QS. Al-Baqarah (2) : 16


Mereka itulah orang-orang yang jauh dari kebenaran yang membeli kesesatan
dengan petunjuk. Sikap mereka yang memilih kesesatan dan mengabaikan
kebenaran diumpamakan seperti pedagang yang memilih barang-barang rusak untuk
dijual dalam perdagangannya. Maka perdagangan mereka itu tidak beruntung.
Jangankan untung yang didapat, modal pun hilang. Dan mereka tidak mendapat
petunjuk yang dapat mengantarkan kepada kebenaran, sebab yang ada pada mereka
hanyalah kesesatan.
Ayat ini menegaskan ayat-ayat sebelumnya tentang orang munafik dan
menerangkan kebodohan mereka dengan mengemukakan keburukan tingkah laku
dan perkataan mereka. Orang-orang munafik dengan sifatsifat yang buruk seperti
tersebut pada ayat-ayat di atas merupakan orangorang yang salah pilih. Mereka
menolak petunjuk jalan yang lurus, dan memilih jalan kesesatan dan hawa nafsu.
Akhirnya pilihan itu merugikan mereka sendiri, karena mereka tidak mau menerima
kebenaran.
Dalam ayat ini Allah mempergunakan kata "membeli" untuk ganti kata
"menukar". Jadi orang munafik itu menukarkan hidayah (petunjuk) dengan dhalalah
(kesesatan), hasilnya mereka kehilangan petunjuk dan memperoleh kesesatan.
Petunjuk yang semula mereka miliki itu berupa kesediaan manusia untuk
menanggapi kebenaran dan mencapai kesempurnaan. Kesediaan ini bagaikan modal
pokok. Modal inilah yang lenyap dari tangan mereka, oleh karena itu mereka tidak
akan mendapat untung dan tidak dapat petunjuk lagi (Departemen Agama RI).
3. Al- Tijarah (Perdagangan, Bisnis) QS. Al-Nisa (4) :29

Tafsir QS. Al-Nisa : (4): 29


Ayat-ayat yang lalu berbicara tentang hukum pernikahan, sementara pernikahan itu
tidak bisa dilepaskan dari harta, terutama berkaitan dengan maskawin. Oleh sebab
itu, ayat berikut berbicara tentang bagaimana manusia beriman mengelola harta
sesuai dengan keridaan Allah. Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah sekali-
kali kamu saling memakan atau memperoleh harta di antara sesamamu yang kamu
perlukan dalam hidup dengan jalan yang batil, yakni jalan tidak benar yang tidak
sesuai dengan tuntunan syariat, kecuali kamu peroleh harta itu dengan cara yang
benar dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu
yang tidak melanggar ketentuan syariat. Dan janganlah kamu membunuh dirimu atau
membunuh orang lain karena ingin mendapatkan harta. Sungguh, Allah Maha
Penyayang kepadamu dan hamba-hamba-Nya yang beriman.
Ayat ini melarang mengambil harta orang lain dengan jalan yang batil (tidak benar),
kecuali dengan perniagaan yang berlaku atas dasar kerelaan bersama. Menurut ulama
tafsir, larangan memakan harta orang lain dalam ayat ini mengandung pengertian
yang luas dan dalam, antara lain:
a. Agama Islam mengakui adanya hak milik pribadi yang berhak mendapat
perlindungan dan tidak boleh diganggu gugat.
b. Hak milik pribadi, jika memenuhi nisabnya, wajib dikeluarkan zakatnya dan
kewajiban lainnya untuk kepentingan agama, negara dan sebagainya.
c. Sekalipun seseorang mempunyai harta yang banyak dan banyak pula orang yang
memerlukannya dari golongan-golongan yang berhak (Kementrian Agama RI).
4. Dharb fil al-ardh, ibtigha Fadhillah: QS al-Muzzamil(73): 20

Tafsir QS al-Muzzamil (73): 20


Allah menyampaikan ilmu-Nya tentang Rasulullah dan para sahabatnya yang
mentaati perintah untuk mendirikan shalat malam yang disebutkan pada awal surat
ini. Mereka benar-benar mendirikan shalat selama dua pertiga, setengah, atau
sepertiga waktu malam; Allah Maha Mengetahui segala yang terjadi di alam
semesta. Karena kewajiban mendirikan shalat malam secara terus menerus
merupakan perintah yang berat, maka pada ayat ini disebutkan keringanan
hukumnya menjadi tidak wajib -sunnah- atas seluruh kaum muslimin. Dan dalam
ayat ini dijelaskan sebab-sebab hadirnya keringanan ini; Allah mengetahui
kewajiban mendirikan shalat malam adalah hal yang berat untuk dilaksanakan; dan
Allah mengetahui akan ada berbagai hal yang menghalangi pelaksaannya seperti
sakit, bepergian, dan berjihad; hal-hal ini akan memberatkan jiwa untuk
melaksanakannya. Keringanan hukum ini merupakan rahmat dari Allah bagi
hamba-hamba-Nya dengan memperhatikan keadaan-keadaan mereka. Setelah itu
Allah mendorong orang-orang beriman agar melakukan berbagai ketaatan untuk
mendekatkan diri kepada-Nya; dengan mendirikan shalat secara sempurna,
mengeluarkan zakat kepada orang yang berhak mendapatkannya, memperbanyak
sedekah, dan berbagai perbuatan baik lainnya. Dan semua orang beriman yang
mengerjakan ketaatan dan amal shalih akan mendapatkan balasan yang lebih baik
dan pahala yang berlipat-ganda dari Allah Yang Maha Pemurah. Dan bagian dari
rahmat Allah kepada hamba-hamba-Nya, Dia mendorong mereka untuk
beristighfar, yaitu memohon ampun kepada-Nya; tidak ada seorangpun yang tidak
membutuhkan istighfar. Dan Allah Maha Luas ampunan-Nya dan Maha Pengasih
bagi hamba-hamba-Nya (Tafsir AlMadinah Al-Munawwarah / Markaz Ta'dzhim
al-Qur'an di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Imad Zuhair Hafidz, professor
fakultas alQur'an Univ Islam Madinah).
Sesungguhnya Rabbmu -wahai Rasul- mengetahui bahwa kamu kadang-
kadang mengerjakan salat kurang dari dua pertiga malam, kadangkadang salat
setengah malam dan kadang-kadang sepertiga malam, dan demikian pula
segolongan orang-orang beriman yang bersamamu mengerjakan salat malam.
Allah menetapkan ukuran malam dan siang serta menghitung waktu-waktunya.
Allah -Subḥānahu- mengetahui bahwa kalian tidak bisa mengitung dan
memastikan batas waktunya, lalu kalian merasa berat untuk mendirikan salat pada
sebagian besar waktunya demi mencapai apa yang diminta, karena itulah Allah
mengampuni kalian. Maka salatlah pada malam hari yang mudah bagi kalian. Allah
mengetahui bahwa di antara kalian -wahai orang-orang yang beriman- ada yang
akan sakit, mendapat kesulitan karena penyakitnya, dan yang lain bepergian untuk
mencari rezeki dari Allah, serta yang lain lagi pergi untuk memerangi orang-orang
kafir demi mencari keridaan Allah dan agar menjadikan kalimat Allah sebagai yang
tertinggi. Mereka ini merasa kesulitan untuk mengerjakan salat malam, maka
salatlah pada malam hari yang mudah bagi kalian. Kerjakanlah salat wajib dengan
sempurna, keluarkan zakat harta kalian, sedekahkan sebagian harta kalian di jalan
Allah. Dan setiap kebaikan yang kalian kerjakan untuk diri kalian niscaya kalian
akan mendapatinya lebih baik dan pahalanya lebih besar. Dan mintalah ampunan
kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Pengampun bagi hamba-Nya yang
meminta ampunan dan Maha Penyayang terhadap mereka (Tafsir Al-Mukhtashar /
Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin
Humaid, Imam Masjidil Haram).

C. KESIMPULAN
Usaha merupakan kegiatan dengan mengerahkan tenaga, pikiran, dan pekerjaan
untuk mencapai sesuatu atau setiap tindakan perbuatan atau kegiatan apapun dalam
bidang perekonomian yang dilakukan setiap pengusaha atau individu untuk tujuan
memperoleh keuntungan atau laba. Aktifitas ekonomi adalah kegiatan yang dilaksanakan
setiap orang dengan tujuan seseorang dapat memenuhi kebutuhannya.
Ayat dan hadist yang berkaitan dengan konsep berusaha dan aktivifitas ekonomi
yaitu Al-Bay (Jual/Beli): Al-Qur’an Al-Jumuah/62:9- 10, Al-Syira (Pembelian): Al-
Qur’an Al-Baqarah/2:16, Al-Tijarah (Perdagangan, Bisnis): Al-Qur’an Al-Nisa/4:29,
Dharb Fil al-ardh, Ibtigha Fadhlillah: Al-Qur’an Al Muzzammil/73:20, Al-Kasab wa
Sa‟yu (Usaha): Al-Qur’an Al-Najm/53: 39-40 Al-A‟mal (kerja): Al-Qur’an
AlIsra/17:84.
Hadis dalam usaha bekerja adalah bahwa dalam islam, usaha dan kerja keras sangat
dianjurkan. Hadis-hadis yang mendukung prinsip ini mengajarkan bahwa seseorang
harus bekerja dengam tekun, jujur dan bertanggung jawab dalam upaya mencari nafkah
untuk keluarganya. Usaha dalam bekerja dianggap sebagai salah satu cara untuk
mencapai keberkahan dalam hidup dan memenuhi kewajiban sosial dan ekonomi. Oleh
karena itu, umat islam diajarkan untuk menghargai pekerjaan, berusaha dengan sungguh-
sungguh, dan menjalankan kewajiban mereka dalam dunia kerja denga penuh integritas.

Anda mungkin juga menyukai