NPM : 10010320076
A. Pendahuluan
Manusia dillahirkan dengan adanya kebutuhan sehingga memiliki motivasi untuk
memenuhi kebutuhannya, terdapat lima tahapan kebutuhan yang Maslow utarakan :
a. Fisiologi
b. Keamanan dan keselamatan
c. Sosial
d. Penghargaan
e. Aktualisasi diri
Dalam islam Allah SWT ciptakan manusia untuk beribadah kepadanya dalam surat
َ ت ْال ِج َّن َوااْل ِ ْن
Az-Zariyat (51: 56) . نVِ ْ ُدوVVُس ِااَّل لِيَ ْعب ُ َومَا خَ لَ ْقaku tidak menciptakan jin dan
manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.
Ayat tersebut menegaskan bahwa kita sebagai umat muslim dalam setiap perbuatan
harus menjadi ibadah kepada Allah SWT, termasuk dalam bekerja dan berusaha harus
berbuah pahala, Allah berfirman ” apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah
kamu di muka bumi, dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak
supaya kamu beruntung.” ( QS. Al-Jumu’ah : 10 )
Menurut Veithzal Rivai Zaenal dkk. (2016 : 2), Kewirausahaan dari sudut
pandang islam yaitu segala aktivitas bisnis yang diusahakan secara perniagaan
dalam rangka memproduksi barang atau jasa yang tidak dilarang oleh ajaran islam
:
1) Kewirausahaan sebagai jihad fii sabilillah
2) Kewirausahaan dianggap sebagai amal soleh karena kegiatan kewirausahaan
menyediakan pendapat kepada individu, menawarkan kesempatan kerja
kepada masyarakat, sehingga mengurangi kemiskinan, dimana kemiskinan
sebagai salah satu dari persoalan sosial.
3) Kewirausahaan meningkatkan perekonomian masyarakat, dengan melakukan
kebajikan melalui pengusaha, anak mendorong terciptanya hubungan
harmonis antara individu dan individu serta membantu menjaga hubungan
yang lebih baik antara individu dengan tuhannya
4) Meningkatkan kualitas hidup, hidup lebih nyaman menguatkan kedudukan
socio-economic negara, agama dan bangsa.
5) Membantu mengembangkan khairun ummah ( masyarakat terbaik, yang
produktif dan maju.
c. Prinsip Kewirausahaan Dalam Islam
1) Shidiq
2) Istiqamah
3) Fathanah
4) Amanah
5) Tabligh
A. Pendahuluan
Kegiatan bisnis merupakan salah satu perilaku ekonomi yang dilakukan tiap individu
dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya di dunia. Dalam hal ini, ajaran Islam
memandang bahwa kegiatan bisnis merupakan suatu hal yang mulia bahkan diajurkan
dalam Al Quran. Hal ini sebagaimana yang termaktub dalam Q.S Al-Jumuah ayat 10
sebagai berikut:
۟ وا ِمن فَضْ ِل ٱهَّلل ِ َو ْٱذ ُكر
َُوا ٱهَّلل َ َكثِيرًا لَّ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِحُون ۟ ُوا فِى ٱَأْلرْ ض َوٱ ْبتَ ُغ
۟ صلَ ٰوةُ فَٱنتَ ِشر
َّ ت ٱل ِ ُفَِإ َذا ق
ِ َضي
ِ
Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah
karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (Depag RI,
2010).
B. Teladan Bisnis Sahabat Rasulullah
a. Utsaman Bin Affan
Keteladan Utsman bin Affan dalam berniaga dapat dilihat pada sejarah beliau
dengan melakukan wakaf sumur (sumber air) dimana hasil wakaf tersebut masih
bisa dinikamati pada masa sekarang. Usman bin Affan ra yang mewakafkan
sumur air bagi umat / masyarakat, sehingga sampai sekarang sumur tersebut dapat
memberikan kemanfaatan bagi masyarakat di Kota Madinah. Adanya
pembangunan hotel megah dari hasil wakaf susmur yang dilakukan Utsman bin
Affan tersebut tentu dapat memberikan lapangan pekerjaan bagi masyarakat yang
lain. Dengan demikian, keteladanan Utsman bin Affan ra dan kesuksesannya
dalam bisnis dapat menjadi stimulus bagi generasi sesudahnya agar dapat
menjalankan bisnis yang diwarnai dengan nilai-nilai ukhrawi. Terkait hal tersebut,
jika dicermati secara mendalam, semangat bekerja keras sebagai bagian dari etos
kerja seorang pengusaha, paling tidak dilatarbelakangi oleh dua faktor, yaitu
pandangan mereka tentang bekerja dan alasan pemilihan profesi bisnis sebagai
lahan penghasilan. Dari dua pandangan itu tergambar sejauh mana kualitas etos
kerja seorang pengusaha.
b. Abdurahman Bin Auf
Beliau merupakan sahabat yang melakukan prinsip bisnis dengan sistem
manajemen yang konsisten dan penuh komitmen, diantaranya beliau dalam
berbisnis tidak hanya sekdar mencari keuntungan, tetapi mencari ridha Allah.
Beliau merupakan sahabat yang jujur, mempunyai keselarasan antara kerja keras
dan kerja cerdas, rajin bersedekah, menjadi tuan harta bukan budak harta, dan
beliau adalah orang yang rajin bersyukur.
c. Siti Khadijah RA
Siti Khadijah yang hidup pada masa jahilliyah, dimana pada waktu itu perempuan
sama sekali tidak dihargai dan dihormati oleh masyarakatnya, namun Siti
Khadijah remaja telah mempunyai potensi bisnis dalam dirinya, hal ini dibuktikan
bahwa Siti Khadijah telah menjadi pengusaha dalam usia 45 tahun dan Nabi
Muhammad sendiri adalah stafnya. Bahkan Nabi Muhammad saw ikut andil besar
dalam mengembangkan bisnis Siti Khadijah yang selanjutnya diperistri oleh
Rasullah. Siti Khadijah sebagai seorang istri shalehah telah banyak membantu
dakwah dan perjuangan Rasulullah melalui harta dan seluruh tenaganya untuk
keberhasilan dakwah Nabi.
BAB IV
A. Pendahuluan
Secara etimologi, bisnis berarti keadaan dimana seseorang atau sekelompok orang
sibuk melakukan pekerjaan yang menghasilkan keuntungan. Kata “bisnis” sendiri
memiliki tiga penggunaan, tergantung skupnya – penggunaan singular kata bisnis
dapat merujuk pada badan usaha, yaitu kesatuan yuridis (hukum), teknis, dan
ekonomis yang bertujuan mencari laba atau keuntungan (Buchari Alma, 2009).
Ekonomi Islam sungguh hadir tidak hanya dalam urusan perbankan, asuransi,
reksadana, pasar modal, sukuk, dan sejumlah “bisnis elite” lainnya. Ekonomi Islam
hadir dan penting dihadirkan saat setiap transaksi berlangsung, termasuk di pasar
pinggir jalan. Islam telah mensyariatkan etika bisnis melalui prinsip-prinsip ekonomi
Islam dan sejumlah akad. Etika bisnis akan membuat setiap pihak merasa nyaman dan
tenang, bukan saling mencurigai, apalagi menipu (Mustafa,2013). Etika dalam
berbisnis sering kali terabaikan dan dianggap sepele karena banyak transaksi yang sah
dalam hukum namun tidak sesuai dengan etika dalam berbisnis maka dari itu prinsip
shamhan (bermurah hati dalam bertransaksi) perlu diterapkan dalam setiap transaksi
contohnya dalam jual beli yang melakukan tawar menawar yang tidak wajar seperti
pembeli yang menawar setengah dari harga jual.
B. Prinsip Asas dan Akhlak Bisnis Syariah
1. Prinsip Asas Bisnis Syariah
a. Asas Tauhid
b. Asas Amanah
c. Asas Kejujuran
d. Asas Keadilan
e. Asas Kebolehan
f. Asas Saling Tolong Menolong
g. Asas Kemaslahatan
h. Asas Saling Kerelaan
i. Asas Kesopanan
2. Akhlak Bisnis Syariah
Secara umum prinsip etika bisnis Islam dapat dilihat dari kesatuan ASIFAT yaitu:
Akidah (ketaatan kepada Allah Ta’ala), Shiddiq (benar), Fathanah (cerdas),
Amanah (jujur/terpercaya) dan Tabligh (komunikatif). Selain itu, tidak melakukan
praktik yang bertentangan dengan syariah. Etika bisnis Islam bertujuan agar setiap
kegiatan bisnis yang dijalankan sesuai dengan syariah Islam untuk keselamatan
kehidupan dunia dan akhirat (Dr. Hamdi Agustin, 2017).
BAB V
BAB VI
Secara kerangka teoritis model masyarakat Islam relatif mudah, namun dalam kerangka etika
teokratis lainnya, masyarakat kurang yakin dengan apa yang telah dilakukan apabila
bertentangan dengan standar moral Islam. Karenanya, peran ekonomi Islam menjadi evaluasi
inisiatif pemerintah dan reformasi hukum untuk mengubah institusi dan mode perilaku saat
ini dalam masyarakat Muslim agar sesuai dengan norma-norma Islam. Itu merupakan tugas
pemerintah untuk membangun jembatan antara `adalah 'dan` seharusnya' (Siddiqi, 1971, hlm.
33).
Kritik Islam atas bunga tercantum dalam Qs: Ar-Rum ayat 39 Artinya: Dan sesuatu riba
(tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak
menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan
untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang
melipat gandakan (pahalanya).
Selanjutnya Allah memperingatkan bagi manusia yang beriman kepada Allah untuk
meninggalkan riba seperti yang dicantumkan dalam surat Ali 'Imran, Ayat: 130
Ekonom Islam menggunakan argumen etika yang berbeda terhadap produksi dan bunga atas
pinjaman konsumsi. Yang pertama dianggap melibatkan alokasi risiko yang tidak adil antara
peminjam dan pemberi pinjaman, karena tidak ada proyek investasi nyata dalam kondisi
kompetitif yang bisa menjamin pendapatan halal, apalagi otomatis menutup biaya bunga.
Bunga pinjaman berpotensi kerugian yang dihadapi peminjam.
Bunga pinjaman konsumsi yang secara konvensional dibenarkan dengan alasan biaya.
Ekonom Islam percaya alasan seperti itu keliru karena tidak alternatif untuk menjamin
kepastian laba. Selain itu bunga pada konsumsi pinjaman menjadi bumerang terhadap
peminjam. Karena tidak pernah dapat mewakili klaim atas tambahan kekayaan produktif
yang diciptakan oleh pemberian pinjaman, meskipun itu dapat meningkat pada tingkat
majemuk (Ulgener, 1967). Karena itu, ada banyak ruang untuk pemiskinan dan perbudakan
bagi peminjam, demi keuntungan pemberi pinjaman kaya. Kedua dalam kasus pinjaman
konsumsi, [bunga] melanggar fungsi dasar dimana Allah telah menciptakan kekayaan,
dengan menjamin terpenuhinya kenutuhan manusia dengan usaha dan didukung oleh mereka
yang memiliki kelebihan kekayaan (seperti hasil zakat).
Islam memerintahkan pengikutnya untuk berjuang untuk hidup mereka dan tidak hidup dari
jerih payah orang lain. Semangat Islam menentang hidup tanpa bekerja. Terlihat jelas bahwa
bunga menyerupai penghasilan diterima dimuka yang jelas telah dilarang. Masyarakat tidak
hanya kehilangan hakikat kerja sebagai suatu ibadah, juga berdampak terhadap karakter
moral rusak dalam proses tersebut.
BAB VII
Bisnis syari’ah adalah “serangkaian aktivitas jual beli dalam berbagai bentuknya yang tidak
dibatasi jumlah kepemilikan hartanya baik barang atau jasa, tetapi dibatasi cara memperoleh
dan menggunakannya. Artinya, dalam mendapatkan harta dan menggunakannya tidak boleh
dengan cara-cara yang diharamkan Allah. Perekonomian berbasis hukum Islam telah
diperkenalkan sejak zaman Rasulullah dan para sahabatnya prinsip-prinsip dasar muamalah
menyatakan dengan tegas bahwa segala sesuatu itu diperbolehkan atau dilakukan Kecuali
terdapat larangan dalam Alquran dan Sunnah sehingga menginspirasi dan Mendorong Kita
sebagai manusia untuk melakukan Inovasi dan berkreativitas Dalam memajukan dan
mengembangkan bisnis.
Di era revolusi industri 4.0 akan lebih cepat dalam perkembangan produk dan
menciptakan konsumen yang beragam dan berdampak terhadap harga realatif murah,
perubahan pada era ini tidak hanya pada perubahan cara atau strategi dalam proses pemasaran
pada aspek fundamental. Revolusi model bisnis di Era Industri 4.0 pertama, memberikan
solusi terhadap permasalahan yang dihadapi masyakat, pada era ini tidak pernah merasa puas
dengan hasil yang dicapainya sehingga berupaya secara terus menerus melakukan inovasi,
oleh karena itu bisnis Syariah dalam menghadapi era revolusi industri 4.0 terus memberikan
inovasi yang berkelanjutan dalam rangka memberikan perlayanan dan produk yang terbaik
bagi masyarakat atau pelanggan yang bertujuan untuk menguasai pangsa pasar. Ada banyak
jaringan bisnis yang berbasis Syariah yang berkembang saat ini selain perbankan Syariah,
bisnis Syariah memberikan inovasi baru seperti dalam bisnis jaringan makanan dan minuman
halal, Lembaga keuangan dan fintech Syariah, Lembaga bisnis jasa Syariah (salon Syariah,
ojek syar’i, hotel Syariah, wedding organizer Syariah), jaringan bisnis fashion/ busana
muslim , jaringan bisnis penjualan obat-obatan dan kosmetik halal, jaringan bisnis media
islami, jaringan bisnis sector industry rekreasi/ pariwisata, jaringa bisnis travel haji atau
umroh, jaringan bisnis pegadaian Syariah , jaringan bisnis property Syariah dan lain
sebagainya.
Dalam perkembangan bisnis Syariah ada era digital/fintech ini pula terdapat tantangan
yang harus dilakukan oleh para pelaku bisnis Syariah yaitu masih terbatasnya mendapatkan
label dari OJK dan lebih memberikan stigma kepercayaan kepada masyarakat yang belum
mengenal terkait bisnis Syariah.
BAB VIII
SUMBER DAYA INSANI (SDI) DAN ETOS KERJA DALAM BISNIS KEUANGAN
SYARIAH
Bisnis keuangan syariah adalah bisnis keuangan yang operasionalnya berdasarkan prinsip
syariah. Salah satunya adalah BMT yang merupakan lembaga keuangan mikro syariah. BMT
telah tumbuh dan berkembang serta banyak memberikan kemanfaatan bagi pelakui usaha
kecil menengah untuk menghindari rentenir dan riba yang dilarang Islam.
Sumber daya insani (SDI) merupakan unsur penting dari unsur lainnya dalam kegiatan
operasional karena BMT, karena SDI lah yang menggerakkan semua kegiatan. Untuk
memperoleh SDI yang berkualitas dan kompeten harus memperhatikan langkah-langkahnya,
baik pada saat rekrutmen, seleksi, maupun pengembangan. Disisi lain BMT juga harus
mampu membuat sistem yang terintegrasi agar SDI berkualitas yang telah diperoleh bisa
bertahan. Salah satu SDI yang berkualitas adalah SDI itu mempunyai etos kerja yang baik
pula, dan sebagai bisnis syariah maka etos kerja tersebut harus benar memiliki konsep Islami,
modern, dan profesional.
Seiring dengan usianya yang ke 22 tahun, BMT TUMANG telah tumbuh dan berkembang
dengan 24 kantor cabang dan sebanyak 251 SDI. Telah pula dilengkapi dengan sistem dan
prosedur berupa standar operasional manajemen (SOM) dan standar operasional prosedur
(SOP), dan dengannya dapat mengendalikan SDI dengan baik dalam rangka mencapai tujuan
BMT.
BAB IX
Kegiatan filantropi Islam di Indonesia yang dahulu hanya dilakukan di lingkungan masjid dan
pesantren dengan cara tradisional, kini dengan adanya intervensi Pemerintah dalam
mendukung pergerakan kedermawanan ini melalui adanya payung hukum yang menaungi
pengelolaan zakat pada khususnya, maka potensi peningkatan nilai manfaat dana filantropi
diharapkan akan terus meningkat yang dibarengi oleh tata Kelola yang baik.
Dari potensi zakat di Indonesia yang mencapai Rp. 233,8 triliun, hanya baru kurang dari satu
persen saja yang dapat terealisasikan dan tercatat. Ini merupakan tantangan bukan hanya bagi
lembaga filantropi Islam saja, tetapi juga bagi masyarakat dan Pemerintah pada khususnya
untuk mengeluarkan kebijakan-kebijakan strategis yang dapat menubuhkembangkan
filantropi Islam di negara ini.
Adanya fungsi-fungsi manajemen yang diterapkan oleh lembaga dalam mencapai tujuan
filantropi akan lebih terarah dan terukur. Disamping itu, fungsi pengawasan yang diterapkan
tentunya akan tetap membatasi dan menjaga agar tidak lepas dari nilai-nilai maqashid
syariah. Karena yang membedakan lembaga filantropi Islam dari lembaga lainnya adalah
adanya etika dan prinsip Islam yang wajib diperhatikan dan dilaksanakan dalam segala proses
bisnisnya.
BAZNAS dan LAZ adalah dua lembaga filantropi Islam di Indonesia yang diamanahi UU di
Indonesia untuk melaksanakan pengelolaan zakat. Dalam praktiknya, lembaga ini dituntut
untuk profesional dan menerapkan good corporate governance sehingga menimbulkan
kepercayaan dari para pemangku kepentingan yang pada akhirnya akan meningkatkan potensi
dan penghimpunan dana ZIS di Indonesia.
BAB X
MANAJEMEN BISNIS SYARIAH BERBASIS KEWIRAUSAHAAN DI PONDOK
PESANTREN MUKMIN MANDIRI
Harta bukan sebagai ukuran untuk menilai seseorang. Mulia atau hinanya seseorang tidak
dinilai dari harta yang dimilikinya. Harta hanyalah kenikmatan dari Allah sebagi fitnah atau
ujian untuk hambanya apakah dengan harta tersebut mereka akan bersyukur atau akan
menjadi kufur.”Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada
orang-orang yang sabar.
Al-quran memandang harta sebagi sarana bagi manusia untuk mendekatkan diri kepada
khaliqnya, bukan tujuan utama yang dicari dalam kehidupan. Dengan keberadaan harta,
manusia diharapkan memilki sikap derma yang memperkokoh sikap kemanusiaannya. Jika
sikap ini berkembang, maka akan mengantarkan manusia ke derajat yang mulia, baik disis
tuhan maupun terhadap sesama manusia. Hakikat hak milik diantaranya:
BAB XI
BISNIS WISATA SYARIAH DAN HALAL LIFESTYLE DI INDONESIA
BAB XII
PRAKTIK RISWAH DAN KORUPSI DALAM BISNIS
Hukum risywah maupun korupsi telah disepakati oleh para ulama bahwa hukumnya
haram. Akan tetapi, para ulama menganggap halal sebuah suap yang dilakukan dalam
rangka menuntut atau memperjuangkan hak yang mesti diterima oleh pihak pemberi suap
atau dalam rangka menolak kezaliman, kemudaratan, dan ketidakadilan yang dirasakan
oleh pemberi suap. Termasuk dalam masalah bisnis, tindakan risywah ataupun korupsi
sangat dilarang berdasrkan dalil al-Qur’an maupun hadits Nabi shallahu’alaihi wa sallam.
Risywah dalam bisnis dapat merugikan banyak pihak. Bentuk seperti ini suap tetap tidak
baik dilakukan, apalagi dalam suasana bangsa Indonesia yang sedang berusaha keras
memberantas praktik korupsi, kolusi dan nepotisme yang pengaruhnya sangat merusak
seluruh tatanan kehidupan bangsa. Mirip dengan suap, sogok, atau gratifikasi sebagai
terjemahan dari risywah ini adalah hadiah. Menurut tinjauan Ilmu Fikih, legalitas usaha
hukumnya hanya dianjurkan. Artinya, tidak berdosa bila menjalankan kegiatan usaha
tanpa dilengkapi legalitas.Terkait hukum memberi suap, bila motivasi melakukan hal
tersebut demi menyelamatkan haknya atau menghindari perilaku semena-mena, maka
tidak haram.
BAB XIII
ETIKA DISTRIBUSI ISLAM DALAM PENGELOLAAN
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY