Anda di halaman 1dari 93

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia adalah khalifah di bumi. Islam memandang bumi dengan segala

isinya merupakan amanah Allah kepada hambanya agar dipergunakan dengan

sebaik-baiknya bagi kesejahteraan bersama. Untuk mencapai tujuan tersebut,

Allah memberikan petunjuk melalui para rasul-Nya. Petunjuk tersebut

meliputi segala sesuatu yang dibutuhkan manusia, baik akidah, akhlak,

maupun syariah.1

Manusia merupakan mahluk yang tidak dapat berdiri sendiri tanpa

kehadiran manusia lainnya, sehingga dalam diri manusia sendiri tumbuh

secara alamiah sifat saling membutuhkan satu sama lain, dikarenakan dengan

kemampuannya yang terbatas, manusia tidak dapat memenuhi kebutuhan

dirinya sendiri tanpa bantuan orang lain atau mahluk lainnya. Allah SWT telah

mengatur setiap hubungan yang dilakukan oleh manusia satu dengan manusia

lainnya degan sedemikian rupa didalam Al-Qur‟an dan Sunnah, salah satu

diantaranya ialah dalam hal ekonomi. Al-Qur‟an dan sunnah rasulullah

sebagai penuntun memiliki daya jangkau dan daya atur yang universal.

Artinya meliputi segenap aspek kehidupan umat manusia dan selalu ideal

untuk masa lalu, kini dan masa yang akan datang.

1
Mardani, Fiqh Ekonomi Syari‟ah (Fiqh Mu‟amalah), (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2012), hlm.5

1
2

Islam adalah agama yang sempurna (komprehensif) yang mengatur aspek


2
kehidupan manusia, baik akidah, akhlak, maupun muamalah. Ibadah

diperlukan untuk menjaga ketaatan dan keharmonisan hubungan manusia

dengan Tuhannya. Ibadah juga merupakan sarana untuk mengingatkan tugas

manusia sebagai khalifah-Nya di muka bumi. Adapun muamalah diturunkan

untuk sebagai rules of the games atau aturan main manusia dalam kehidupan

sosial.

Kata mu‟amalat berasal dari kata tungganya mu‟amalah yang berakar

pada kata amalan secara arti kata mengandung arti “saling berbuat” atau

berbuat secara timbal balik. Lebih sederhananya lagi berarti “hubungan antara

orang dengan orang”. Bila dihubungkan dengan lafaz Fiqih, mengandung arti

aturan yang mengatur hubungan antara seseorang dengan orang lain dalam

pergaulan hidup di dunia. Ini merupakan bentuk dari Fiqih Ibadah yang

mengatur hubungan lahir antara seseorang dengan Allah SWT 3 . Muamalah

menurut Rasyid Ridha adalah tukar-menukar barang atau sesuatu yang

bermanfaat dengan cara-cara yang telah ditentukan. Dan dalam bermuamalah

ada bermacam-macam bentuk diantaranya yaitu jual beli, sewa-menyewa,

gadai, pinjam-meminjam dan lainnya.

Sebagaimana sebelumnya sudah disebutkan bahwa Allah SWT telah

mengatur hubungan lahir antara manusia dengan Allah dalam rangka

menegakkan hablun min Allah, hubungan antara sesama manusia dalam

2
Mardani, Fiqh Ekonomi Syari‟ah (Fiqh Muamalah),(Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2012), hlm.5 2 Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syari‟ah (dari Teori ke
Praktik),(Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hlm.3
3
Imam Mustofa, Fiqih Mu‟amalah Kontemporer, (Yogyakarta: Kaukaba Dipantara,
2014),hal.14
3

rangka menegakkan hablum min al-nas, yang keduanya merupakan misi

kehidupan manusia untuk diciptakan sebagai khalifah di atas muka bumi.

Hubungan antara sesama manusia bernilai ibadah bila dilaksanakan sesuai

dengan petunjuk Allah Swt yang sudah diuraikan dalam Kitab Fiqih.4

Adapun bagian ruang lingkup dari fikih muamalah yaitu berkaitan dengan

hubungan manusia dengan manusia salah satunya jual beli, jual beli

merupakan pertukaran sesuatu dengan sesuatu. Jual beli yang sah dengan

adanya ijab (pernyataan menjual) dari penjual, sekalipun sambil bergurau, ijab

adalah kata-kata yang menyatakan memilikinya secara jelas, misalnya “saya

menjual barang ini kepadamu dengan harga sekian” atau “barang ini saya

milikkan kepadamu dengan harga sekian”, jika diniatkan sebagai jual-beli,

juga dengan adanya qabul (persetujuan pembeli) dari pembeli sekalipun

sambil bergurau. Qabul adalah kata-kata yang menyatakan Tamaluk

(menerima pemilikan) secara jelas. Islam membolehkan jual-beli dengan

ketentuan memenuhi rukun dan syarat yang telah ditentukan oleh syara‟

sesuai firman Allah dalam Al-Quran surah an-Nisa : 29, sebagai berikut:
ۡ ۡ ۡ ۡ ِ َّ
ِ ِ ِ ِ
‫ين ءٰ ٰامنُواْ َٰل َٰت ُكلُأواْ أٰم ٰٓولٰ ُكم بٰي نٰ ُكم بٱلبٰٓط ِل إََّلأ أٰن تٰ ُكو ٰن ٓتٰٰرًة ٰعن‬ٰ ‫ٰٓأَيٰيُّ ٰها ٱلذ‬
ۡۚ ۡ ۡۚ
٩٩ ‫ٱَّللٰ ٰكا ٰن بِ ُك ۡم ٰرِحيمٖا‬ َّ ‫تٰٰراضٖ ِّمن ُك ۡم ٰوَٰل تٰقتُلُأواْ أٰن ُف ٰس ُك ۡم إِ َّن‬
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang bathil”5.
Di dalam ayat ini, Allah SWT melarang manusia untuk mengambil atau

merampas segala sesuatu yang bukan haknya. Konsep ekonomi dalam Islam

4
Nasrun haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama,2007), hal.30
5
Idris, Hadis Ekonomi Dalam Perspektif Hadis Nabi,(Jakarta:Prenada Media
Group,2015)., hlm.07
4

sendiri sangat menjunjung tinggi keadilan dan kesejahteraan bersama,

sehingga tiada satupun pihak merasa dirugikan.

Jual beli dalam Islam merupakan suatu kegiatan ekonomi yang mendapat

perhatian khusus. Hal ini ditegaskan dengan adanya legalitas jual beli yang

disebutkan Allah SWT dalam firman-nya yaitu surah Al-Baqarah ayat 275,

sebagai berikut :

ۡ ۡ
ِ
‫ٱلربٰ ٓوا‬
ّ ‫ٱَّللُ ٱلبٰ يع ٰو ٰحَّرٰم‬
َّ ‫ٰح َّل‬
ٰ ‫ٰوأ‬

Artinya : “...Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...”

Ayat ini merupakan dalil naqli diperbolehkannya jual beli. Atas dasar

ayat inilah manusia dihalalkan oleh Allah untuk melakukan jual beli dan di

haramkan melakukan perbuatan riba. Meskipun jual beli dibolehkan, namun

jual beli ini harus dilaksanakan sesuai dengan petunjuk syari‟at. Karena

walaupun jual beli itu menyangkut pergaulan hidup yang bersifat duniawi,

nilai-nilai agama tidak bisa dipisahkan. 6

Jual beli bisa diklarifikasikan menjadi jual beli yang benar (sahih), jual

beli yang (batil), dan jual beli yang rusak (fasid). Secara umum, jual beli sah

dimaknai dengan jual beli yang telah memenuhi syarat dan rukun akad.

Adapun jual beli yang tidak benar (ghayru sahih) adalah yang tidak terpenuhi

syarat dan rukunya.

6
Ibid., hlm.8
5

Dalam jual beli, Islam telah menentukan aturan hukumnya baik mengenai

rukun, syarat, maupun bentuk jual beli yang diperbolehkan maupun tidak

boleh di dalam kitab-kitab fiqih. Oleh karena itu, dalam prakteknya harus

diupayakan untuk bisa memberikan manfaat bagi yang bersangkutan, tetapi

adakalanya terjadi penyimpangan dalam aturan yang telah di tetapkan.

Pokok dari sistem bermuamalah dalam Islam terletak pada akadnya. Akad

di awal transaksi, menjadi kesepakatan antara kedua belah pihak yang dapat

menentukan bahwa sebuah kerjasama bisa dijalankan dengan suka sama suka,

tidak ada yang merasa salah satu pihak dirugikan atau diuntungkan. Jadi

karena sebuah akad antara untung dan rugi dibagi pada kedua belah pihak.

Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain

atau dimana kedua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.

Akad jual beli dapat dikatakan sah apabila rukun dan syaratnya sudah

terpenuhi, adapun rukun jual beli sendiri, Jumhur Ulama menyatakan bahwa

rukun jual beli yaitu ada orang yang berakad, ada shigat (lafal ijab dan kabul),

ada barang yang dibeli serta ada nilai tukar pengganti barang. Serta syarat

yang harus dipenuhi dalam jual beli antara lain orang yang berakad, berakal

serta telah baligh, berada dalam satu majelis, orang yang melakukan akad

harus berbeda pula.7

Dalam Islam sendiri, suatu kebiasaan yang tidak asing lagi bagi

masyarakat karena telah menjadi kebiasaan dan menyatu dengan kehidupan

mereka baik berupa perbuatan ataupun perkataan disebut „urf. Istilah „urf

7
Harun, Fiqh Muamalah, (Surakarta:Muhammadiyah University Press,2017),hlm.69.
6

sama dengan pengertian istilah al-„adah (adat istiadat). Kata al-„adah itu

sendiri, disebut demikian karena ia dilakukan secara berulang-ulang sehingga

menjadi kebiasaan masyarakat. Al-„adat tidak akan terlepas dari kebiasaan

kepentingan hidup. Adat tentu saja berkenaan dengan soal mu‟amalah

contohnya adalah kebiasaan yang berlaku di dunia perdagangan pada

masyarakat tertentu.

Indonesia adalah negara kepulauan di Asia Tenggara yang memiliki

17.504 pulau besar dan kecil, sekitar 6000 diantaranya tidak berpenghuni yang

menyebar di sekitar khatulistiwa yang memberikan cuaca tropis. Posisi

Indonesia terletak pada koordinat 60LU-11008‟LS dan dari 950BT-141045‟BT

serta terletak diantara dua beua yaitu benua Asia dan Benua Australia.

Wilayah Indonesia terbentang sepanjang 3.997 mil diantara samudra

Hindia dan Samudra Pasifik. Luas daratan Indonesia adalah 1.922.570 km2

dan luas perairannya 3.257.483 km2.

Di Indonesia terdapat 33 provinsi yaitu salah satunya provinsi Kepulauan

Riau. Provinsi ini termasuk provinsi Kepulauan di Indonesia luas wilayahnya

sebesar 8.201,72 km2 sekitar 96% merupakan lautan, dan 4% daratan. Secara

keseluruhan wilayah Kepulauan Riau terdiri dari 5 kabupaten dan 2 kota salah

satunya Kabupaten Bintan. 8

Kabupaten Bintan adalah salah satu kabupaten di provinsi Kepulauan

Riau, Indonesia. Di Kabupaten Bintan terdapat 10 Kecamatan dan 36 desa,

salah satunya Kecamatan Mantang, Desa Mantang Lama.

8
https://id.wikipedia.org/wiki/Indonesia diakses tanggal 22 oktober 2021.
7

Masyarakat Desa Mantang Lama berprofesi sebagai nelayan, petani,

buruh harian lepas dan pegawai. Sebagian besar Masyarakat Mantang Lama

berprofesi sebagai nelayan, hasil laut tangkapan hasil para nelayan diperjual-

belikan disekitaran Mantang seperti ikan, cumi-cumi dan udang. Masyarakat

Desa Mantang Lama terbiasa menjual cumi-cumi tersebut diwarung yang

memang membeli cumi-cumi dari hasil tangkapan nelayan dengan maksud

untuk dijual kembali di sekitaran desa atau di luar desa. Namun dalam

transaksi jual beli cumi-cumi tersebut nelayan hanya meletakkan cumi-cumi

dan meninggalkan cumi-cumi diwarung tanpa ditimbang terlebih dahulu oleh

nelayan sehingga berat timbangan belum diketahui secara pasti. Pemilik

warung hanya menyampaikan berapa kg berat cumi-cumi tersebut dan

langsung memberikan uang kepada nelayan.

Dari penuturan pak Abas selaku pemilik warung bahwasannya setiap hari

pasti ada nelayan yang datang menjual cumi-cumi sekitar 3-4 kg. Jika lagi

musim, cumi-cumi perharinya bisa dapat 25-50 kg.9 Penuturan dari bapak Zai

salah satu nelayan mengatakan transaksi jual beli seperti ini sudah dilakukan

lebih dari tiga tahun semenjak nelayan merasa kejauhan untuk menjual cumi-

cumi yang dimana sebelumnya para nelayan menjual cumi-cumi tersebut di

toke yang berada di kijang barek motor.10 Dari sinilah pak Abas berinisiatif

untuk membuka warung untuk dijadikan tempat jual-beli hasil tangkapan

9
Wawancara dengan Bapak Abas (Pemilik Warung) Desa Mantang Lama, Kecamatan
Mantang pada tangal 25 Jui 2021 pukul 09.50 WIB
10
Wawancara dengan Bapak Zai (Nelayan) Desa Mantang Lama, Kecamatan Mantang
pada tangal 26 Jui 2021 pukul 13.50 WIB
8

nelayan termasuk cumi-cumi. Semenjak itu para nelayan mulai satu persatu

menjual cumi-cumi diwarung.

Gambar 1.1

Skema Jual Beli Cumi-Cumi

Nelayan
Menitipkan
Pemilik Warung Menimbang
Cumi-Cumi Lalu
Cumi-Cumi Dan
Meninggalkan
Menaksirkan Harga
Cumi-Cumi Di
Warung
Nelayan Menjual
Cumi-Cumi Di
Warung

Nelayan Datang
Kewarung
Pemilik Warung
Memberikan Hasil
Penjualan (uang) Kepada
Nelayan

Jadi, terdapat beberapa masalah yang yang muncul terkait praktek jual

beli cumi-cumi dimana nelayan tidak mengetahui secara pasti berat cumi-cumi

yang ditangkapnya tersebut, dan dalam transaksi jual beli nelayan pun tidak

ikut andil dalam proses akad jual beli tersebut. Dan dimana tingkat

kecurangan mungkin dilakukan oleh pihak yang membeli cumi-cumi tersebut

yang menyebabkan kerugian bagi nelayan.


9

Inilah yang menjadikan penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih

lanjut bagaimana hukum islam yang telah ditetapkan memandang tentang jual

beli cumi-cumi tersebut. Dengan demikian penulis ingin meneliti lebih jauh

dalam bentuk karya ilmiah skripsi dengan judul: “Transaksi Jual Beli Titip

Tangkapan Nelayan Berupa Cumi-Cumi di Tinjau Dari Perspektif

Hukum Islam (Studi Kasus di Desa Mantang Lama, Kecamatan Mantang

Kabupaten Bintan)”.

B. Alasan Pemilihan Judul

Dalam penelitian ini adapun alasan penulis untuk meneliti permasalahan

ini adalah penulis ingin mengetahui hukum atas jual beli titip tangkapan

nelayan yang dilaksanakan di Desa Mantang Lama, Kecamatan Mantang dan

masalah ini masih berlanjut dari tahun ketahun. Di Desa Mantang Lama

mayoritas penduduknya menganut agama Islam (muslim). Sedangkan Islam

sangat menganjurkan bermu‟amalah dalam konsep yang sesuai dengan

syari‟at Islam. Namun, transaksi yang dilakukan belum sepenuhnya sesuai

dengan apa yang dianjurkan. Penulis memilih untuk meneliti jual beli cumi-

cumi dikarenakan cumi-cumi yang sering dijual diwarung dari pada hasil

tangkapan nelayan lainnya seperti ikan, udang dan lain sebagainya.

C. Penegasan Istilah

1. Hukum Islam
10

Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dari dan menjadi bagian

dari dan menjadi bagian dari agama Islam.11

2. Jual-Beli

Jual beli adalah menukar barang dengan barang atau barang dengan

uang dengan jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang

lain atas dasar saing merelakan.12

3. Sotong

Sotong adalah yang hidup di perairan, khususnya sungai maupun laut

atau danau. Hewan ini dapat ditemukan di hampir semua perairan yang

berukuran besar baik air tawar, air payau, maupun air asin pada

kedalaman bervariasi, dari dekat permukaan hingga beberapa ribu

meter di bawah permukaan.

4. Cumi-cumi

Cumi-cumi adalah golongan binatang lunak (Mullusca), kelas

Cephalopoda, tidak bertulang belakang, menggunakan kepala sbg alat

untuk bergerak, mempunyai sepuluh belalai di sekeliling mulut dan

kantong tinta yg terdapat di atas usus besar dan bermuara di dekat

anus, yg berkontraksi dan mengeluarkan cairan hitam bila ada

serangan,

D. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

11
Mohammad Daud Ali, Hukum Islam, (Jakarta: Rajawali Pers,2009)., hlm.42.
12
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,2010)., hlm.67.
11

Agar mempermudah dalam penelitian ini, maka penulis perlu

menelaah permasalaahan yang akan di bahas, maka masalah ini terkait

diantaranya:

a. Belum adanya transaksi jual beli antara pemilik warung dan

nelayan.

b. Nelayan belum mengetahui berat secara pasti timbangan cumi-

cumi yang ia dapatkan, nelayan hanya menerima uang dari pemilik

warung (tempat pembelian cumi-cumi).

c. Masyarakat belum sepenuhnya memahami konsep jual beli yang

sesuai dengan syari‟at Islam

d. Belum adanya kesadaran berakad didalam jual beli.

e. Masih banyaknya sistem jual beli dengan mengikuti kebiasaan

2. Batasan Masalah

Mengingat luasnya pembahasan yang akan penulis bahas mengenai

jual beli maka penulis batasi masalah, pembatasan masalah ini

diharapkan agar pembatasan tidak terlalu meluas dan bisa terarah

nantinya. Adapun batasan masalah dalam skripsi yang penulis bahas

adalah Transaksi jual beli titip tangkapan nelayan berupa cumi-cumi di

tinjau dari perspektif hukum Islam di Desa Mantang Lama, Kecamatan

Mantang Kab. Bintan.

3. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas, maka

pembahasan dalam penelitian proposal skripsi ini lebih terarah dan


12

sistematis, penulis merumuskan pokok masalahnya. Adapun rumusan

masalah yang dimaksud adalah:

1. Bagaimana praktik jual beli titip tangkapan nelayan berupa cumi-

cumi di Desa Mantang Lama, Kecamatan Mantang Kabupaten

Bintan?

2. Bagaimana pandangan hukum Islam terhadap jual beli titip

tangkapan nelayan berupa cumi-cumi di Desa Mantang Lama,

Kecamatan Mantang Kabupaten Bintan?

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dilakukannya peelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui praktik jual beli cumi-cumi yang dilakukan oleh

nelayan kepada pemilik warung di Desa Mantang Lama,

Kecamatan Mantang Kab.Bintan.

b. Untuk mengetahui transaksi jual beli titip tangkapan nelayan

berupa cumi-cumi ditinjau dari perspektif hukum islam di Desa

Mantang Lama, Kecamatan Mantang Kab.Bintan.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang diharapkan dalam penulisan skripsi

ini adalah sebagai berikut :

a. Manfaat Teoritis
13

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi keilmuan

yang berkaitan langsung dengan permasalahan yang berhubungan

dengan jual beli dalam Hukum Islam dan juga diharapkan dapat

menambah khazanah kepustakaan, khususnya di Sekolah Tinggi

Agama Islam Negeri Sultan Abdurrahman Kepulauan Riau, serta

sebagai salah satu sumbangan pemikiran penulis khususnya dalam

bidang jual beli.

b. Manfaat Praktis

1) Dapat dijadikan rujukan dalam pembuatan makalah atau karya

ilmiah lainnya.

2) Sebagai acuan pengembangan keilmuan

3) Untuk mendapatkan gelar Sarjana Srata 1

F. Kajian Pustaka

Pada dasarnya kajian pustaka ini merupakan deskripsi ringkasan

tentang penelitian yang sudah pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya

sehingga tidak ada pengulangan ataupun duplikasi, adapun beberapa judul

penelitian adalah sebagai berikut:

1. Skripsi yang ditulis oleh saudara Lif Nurul Alista. Fakultas Syari‟ah

Universitas Islam Negeri Sultan Ampel tahun 2014 yang berjudul

“Analisis Hukum Islam Terhadap Jual Beli Ikan Tangkapan Nelayan

Oleh Pemilik Perahu di Desa Segoro Tambak Kecamatan Sedati

Kabupaten Sidoarjo”.Di dalam Penelitian ini menjelaskan bahwa


14

pelaksanaan jual beli ikan hasil tangkapan nelayan oleh pemilik perahu

di Desa Segoro Tambak tidak adanya kebebasan nelayan untuk menjual

ikan hasil tangkapannya kepada orang lain dan ikan hasil tangkapannya

hanya dikuasai oleh pemilik perahu saja karena pemilik perahu dan

nelayan sudah sepakat ikut serta dalam hubungan kerja sama. Dan ikan

yang dijual kepada pemilik perahu, dengan harga yang lebih rendah

dengan harga dipasaran pada umumnya karena antara pemilik perahu

dengan nelayan saling membutuhkan. Nelayan membutuhkan perahu

untuk melaut sedangkan pemilik perahu membutuhkan nelayan untuk

menjual ikan hasil tangkapannya 13 dan dalam penelitian ini belum

menjelaskan bagaimana transaksi jual beli titip sotong ditinjau dari

perspektif hukum Islam.

2. Skripsi yang ditulis oleh saudara Nurhidayah. Jurusan Syari‟ah dan

Eonomi Bisnis Islam STAIN Pare-pare tahun 2017 dengan judul

“Transaksi Jual Beli Nelayan Paggae Menurut Hukum Ekonomi Islam

(Studi Kasus di Desa Ujung Labuang Kabupaten Pinrang)”. Penelitian

ini menjelaskan jual beli ikan bukanlah hal yang bermasalah jika nelayan

melakukan transaksi jual beli ikan hasil melautnya diatas perahu, namun

jika dilihat lebih dalam lagi, jual beli tersebut tidak dilaksanakan

sebagaimana mestinya yaitu di Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Padahal

kita ketahui bersama bahwa tempat pelelangan ikan yang semula

didirikan dengan tujuan untuk mengontrol harga, sirkuasi dan distribusi


13
Lif Nurul Alista, SKRIPSI, Analisis Hukum Islam Terhadap Jual Beli Ikan Tangkapan
Nelayan Oleh Pemilik Perahu Di Desa Segoro Tambak Kecamatan Sedati Kabupaten
Sidoarjo (Universitas Islam Negeri Sunan Ampel,2014)
15

ikan menjadi tidak dimanfaatkan bahkan ditinggalkan oleh para pelaku

jual beli ikan terhadap nelayan paggae tapi dilaksanakan diatas perahu

sebelum hasil perolehan ikan sampai di Tempat Pelelangan Ikan (TPI).14

Akan tetapi didalam penelitian ini belum membahas tentang transaksi

jual beli titip sotong ditinjau dari perpektif hukum Islam.

3. Skripsi yang ditulis oleh saudara Muhammad Yudianto. Fakultas Agama

Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta tahun 2015 dengan

judul“Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek Akad Jual Beli Ikan

Nelayan (Studi Kasus Di Desa Pangkalan Kecamatan Sluke Kabupaten

Rembang)”. Penelitian ini menjelaskan penetapan harga sepihak yang

dilakukan oleh tengkulak sehingga menimbulkan unsur keterpaksaan

pada pihak nelayan dan transaksi ini merasa dirugikan karena ada

kecurigaan ketika tengkulak melakukan penimbangan ikan tersebut,

berdasarkan hal tersebut maka praktek jual beli ikan nelayan di Desa

Pangkalan Kecamatan Sluke Kabupaten Rembang hukumnya tidak sah

dalam pertentangan hukum Islam tetapi dalam penelitian ini belum

menjelaskan bagaimana transaksi jual beli titip sotong ditinjau dari

perspektif hukum Islam.15

4. Skripsi yang ditulis oleh saudara Sarli Prakoter Giing. Fakultas Syari‟ah

Universitas IAIN Puwokerto tahun 2016 dengan judul “Praktek Jual Beli

Ikan Di Pantai Dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus Di

14
Nurhidayah, SKRIPSI, Transaksi jual beli nelayan paggae menurut hukum ekonomi
Islam (studi di desa ujung Labuang Kabupaten Pinrang) (stain Pare-pare,2017)
15
Muchamat Yudianto, SKRIPSI, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek Akad Jual
Beli Ikan Nelayan (Studi Kasus Di Desa Pangkalan Kecamatan Sluke Kabupaten
Rembang).(Universitas Muhammadiyah Surakarta,2015)
16

Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap)”. Penelitian ini menjelaskan

praktek jual beli ikan yang dilakukan dengan talaqqirukha adalah tidak

sah, yang dilarang dalam Islam. Menurut Imam Syafi‟i dan Hanbali,

penjual memiliki hak khiyar (menentukan pilihan) melanjutkan transaksi

atau membatalkannya, jika tidak mengetahui harta sebelumnya dan

mengetahui setelah ia tiba di pasar.Menurut Imam Malik, jual beli

semacam ini adalah fasad (rusak) dan haram, karena diindikasikan akan

melakukan permainan harga dengan cara merekayasa penawarannya itu

mencegah masuknya barang. Menurut Hanafi, transaksi ini makruh

tahrim, karena ketidakjelasan akad dan mendekati haramnya jual beli

tersebut. (makruh yang mendekati haram, dan berdosa jika melakukan).

Dalam penelitian ini belum menjelaskan transaksi jual beli titip sotong

ditinjau dari perpektif hukum Islam.16

5. Skripsi yang ditulis oleh saudara Nurasiah Jurusan Syari‟ah dan

Ekonomi Bisnis Islam STAIN Pare-pare tahun 2018 dengan judul

“Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli Ikan Di Laut (Studi Kasus

Di Desa Labuang, Kabupaten Pinrang”. Penelitian tersebut menjelaskan

bahwa transaksi jual beli ikan yang di lakukan oleh hampir seluruh

nelayan di Desa Ujung Labuang yaitu dengan cara menjual ikannya

dijemput oleh pembeli, sedangkan yang terdapat dalam Hadis Shahih

Muslim dijelaskan bahwa Rasulullah melarang menyosong (mencegat)

kafilah dagang sebelum mereka tahu harga dipasar.Di Desa Ujung


16
Sarli Prakoter Giing, SKRIPSI, Praktek Jual Beli Ikan Di Pantai Dalam Perspektif
Hukum Islam (Studi Kasus di Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap), (Institut Agama
Islam Negeri Puwokerto,2016)
17

Labuang, hampir seluruh nelayan melakukan transaksi jual beli ikan

dengan pedagang yang menjemputnya di laut. Oleh karena itu perlu

dijelaskan bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap jual beli ikan di

laut pada masyarakat nelayan di Desa Ujung Labuang, Kabupaten

Pinrang. Akan tetapi di dalam penelitian ini belum membahas mengenai

transaksi jual beli titip sotong ditinjau dari perspektif hukum Islam.17

Berdasarkan hasil kajian diatas, peneliti mencoba memberikan

penekanan atas perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya, di

penelitian ini membahas mengenai Transaksi Jual Beli Titip Tangkapan

Nelayan berupa cumi-cumi di Tinjau Dari Perspektif Hukum Islam (Studi

Kasus di Desa Mantang Lama, Kec.Mantang Kab.Bintan). Sedang,

penelitian sebelumnya membahas tentang tidak adanya kebebasan nelayan

dalam bertransaksi jual beli dengan orang luar, jual beli dengan sistem

talaqqirukba serta penetapan harga sepihak oleh tengkula.

G. Kerangka Teori

1. Pengertian Jual Beli

Jual beli dalam bahasa arab al-bai‟ menurut etimologi (istilah)

adalah : tukar menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Sedangkan

menurut Sayid Sabiq mengartikan jual beli (al-bai‟) menurut bahasa

ialah tukar-menukar secara mutlak.

17
Nurasiah, SKRIPSI, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli Ikan Di Laut (Studi
Kasus Desa Labuang, Kabupaten Pinrang), (Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
Parepare,2018)
18

Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa jual beli menurut

bahasa adalah tukar-menukar apa saja, baik antara barang dengan

barang, barang dengan uang, atau uang dengan uang.18 Allah berfirman

dalam surah Al-Baqarah :16, yakni :

ۡ ِ ِۡ ٓ ۡ ِ َّ ِ‫أُوٓلٰأئ‬
ٓ ِ
ْ‫ٱلضلٰلٰةٰ بٱۡلُٰد ٓى فٰ ٰما ٰرِبٰت ّتٰٰرتُ ُهم ٰوٰما ٰكانُوا‬
َّ ْ‫ين ٱشتٰ ٰرُوا‬
ٰ ‫ك ٱل ذ‬ٰ ْ
‫ين‬ ِ ‫م ۡهت‬
‫د‬
ٰ ُٰ
Artinya: “mereka itulah orang yang membeli kesesatan dengan
petunjuk, maka tidaklah beruntung perniagaan mereka dan tidaklah
mereka mendapat petunjuk”.

Dalam ayat ini kesesatan ditukar dengan petunjuk. Dalam ayat lain

yaitu surah At-Taubah ayat 111, dinyatakan bahwa harta dan jiwa

ditukar dengan surga, yang berbunyi :

ۡۚ ۡ
َّ ‫ني أٰن ُف ٰس ُه ۡم ٰوأ ٰۡم ٰٓوٰۡلُم ِِب‬
‫ٰن ٰۡلُُم ٱۡلٰنَّةٰ يُ ٰٓقتِلُو ٰن ِِف‬ ِ‫ٱشتٰ ر ٓى ِمن ۡٱلم ۡؤِمن‬ ۡ
َّ ‫۞إِ َّن‬
ٰ ُ ٰ ٰ ٰ‫ٱَّلل‬
ۡ َۖ
ِ ‫ٱَّللِ فٰيٰ ۡقتُلُو ٰن ويُ ۡقتٰ لُو ٰن و ۡع ًدا ٰعلٰ ۡي ِو ٰح ّقٖا ِِف ٱلت َّۡورىٓ ِة و‬
ِ‫ٱۡل ِجنيل‬ َّ ‫ٰسبِ ِيل‬
ٰ ٰ ٰ ٰ
ۡۚ‫ٱستٰ ۡب ِشُرواْ بِبٰ ۡيعِ ُك ُم ٱلَّ ِذي َٰبيٰ ۡعتُم بِِوۦ‬ ۡۚ َّ ‫و ۡٱلق ۡرء ِۚۡان وم ۡن أ ٰۡوَف بِع ۡه ِدهِۦ ِمن‬
ۡ ‫ٱَّللِ ف‬
ٰ ٰ ٰ ٰۡٓ ۡ ٰ ٰ ٰ ُ ٰ
‫ك ُى ٰو ٱل ٰف ۡوُز ٱل ٰع ِظ ُيم‬ ِ
ٰ ‫ٰو ٓذٰل‬
Artinya: “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang
mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk
mereka. Mereka berperang pada jalan Allah, lalu mereka membunuh
atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di
dalam Taurat, Injil dan Al-Qur‟an. Dan siapakah yang lebih menepati
janjinya (selain) dari pada Allah. Maka bergembirlah dengan jual beli
yaang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.”

18
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalah,(Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada, 2017).,
hlm.173.
19

Dalam pengertian istilah syara‟ terdapat beberapa definisi yang di

kemukakan oleh ulama mazhab.

a. Hanafiah, sebagaimana dikemukakan oleh Ali Fikri, menyatakan

bahwa jual beli memiliki dua arti :

1) Arti Khusus, yaitu : jual beli adalah menukar benda dengan dua

mata uang (emas dan prak) dan semacamnya, atau

tukarmenukar barang dengan uang atau semacamnya menurut

cara yang khusus.

2) Arti Umum, yaitu : jual beli adalah tukar-menukar harta

dengan harta menurut cara yang khusus, harta mencakup zat

(barang) atau uang.

b. Malikiyah, jual beli adalah akad mu‟awadhah (timbal balik) atas

selain manfaat dan bukan pada untuk menikmati kesenangan.

c. Syafi‟iyah, jual beli adalah suatu akad yang mengandung

tukarmenukar harta dengan harta dengan syarat yang akan

diuraikan nanti untuk memperoleh kepemilikan atas benda atau

manfaat untuk waktu selamanya.

d. Hanbilah, jual beli adalah tukar-menukar harta dengan harta atau

tukar menukar manfaat yang mubah dengan manfaat yang mubah

untuk waktu selamanya, bukan riba dan bukan utang.19

2. Dasar Hukum Jual Beli

19
Ibid, hlm. 174-176
20

Jual beli merupakan akad yang dibolehkan berdasarkan Al-Qur‟an,

Sunnah dan Ijma‟ para ulama. Dilihat dari aspek hukum, jual beli

hukumnya mubah kecuali jual beli yang dilarang oleh syara‟. Jual beli

sebagai sarana tolong menolog antara sesama umat manusia

mempunyai landasan yang kuat dalam al-Qur‟an dan sunnah

Rasulullah SAW20. Adapun dasar hukum jual beli dari Alquran antara

lain:

a. Surah Al-Baqarah :275

ۡۚ ۡ
ِّ ‫ٱَّللُ ٱلبٰ ۡي ٰع ٰو ٰحَّرٰم‬
٩٧٢ ْ‫ٱلربٰ ٓوا‬ َّ ‫ٰح َّل‬
ٰ ‫ٰوأ‬

Artinya: “ Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan


riba”.
Riba adalah haram dan jual beli adalah halal. Jadi tidak semua akad

jual beli itu haram, sebagaimana yang disangka oleh sebagian orang

berdasar ayat tersebut. Hal ini dikarenakan huruf alif dan lam dalam

ayat tersbut untuk meneragkan jenis, dan bukan untuk yang sudah

dikenal karean sebelumnya tidak disebutkan pada kalimat al-ba‟i yang

dapat dijadikan referensi, dan jika ditetapkan bahwa jual beli adalah

umum, maka ia dapat dikhususkan dengan apa yang telah kami

sebutkan berupa riba dan yang lainnya dari benda yang dilarang untuk

diakadkan seperti minuma keras, bangkai, dan yang lainnya yang telah

disebutkan dalam Sunnah dan Ijma‟ para ulama dan larangan tersebut.

20
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007)., hlm.113
21

b. Surah Al-Baqarah:282

ۡ ۡۚ ۡۚۡ ۡ ۡ
ُ ‫ضاأَّر ٰكاتِبٖ ٰوَٰل ٰش ِهيدٖۚ ٰوإِن تٰف ٰعلُواْ فِٰإنَّوُۥ فُ ُس‬
‫وق‬ ٰ ُ‫ٰوأٰش ِه ُدأواْ إِ ٰذا تٰبٰايٰعتُم ٰوَٰل ي‬
ٖ‫ٱَّللُ بِ ُك ِّل ٰش ۡيء ٰعلِيم‬ َۖ ‫بِك ۡم وٱتَّقوا‬
َّ ‫ٱَّللٰ ٰويُ ٰعلِّ ُم ُك ُم‬
َّ ‫ٱَّللُ ٰو‬ َّ ْ ُ ٰ ُ
Artinya : “Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli dan janganlah
penulis dan saksi saling sulit meyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian),
maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan
bertakwalah kepada Allah, Allah mengajarmu dan Allah maha mengetahui
segala sesuatu”.

c. Surah an-Nisa:29

ۡ ۡ ۡ ۡ ِ َّ‫ٓأَيٰيُّها ٱل‬
ِ َِّ ِ ِ
ً‫ين ءٰ ٰامنُواْ َٰل َٰت ُكلُأواْ أٰم ٰٓولٰ ُكم بٰي نٰ ُكم بٱلبٰٓط ِل إَلأ أٰن تٰ ُكو ٰن ٓتٰٰرة‬ ‫ذ‬
ٰ ٰ ٰ
ۡۚ ۡ ۡۚ
‫ٱَّللٰ ٰكا ٰن بِ ُك ۡم ٰرِحيمٖا‬
َّ ‫ٰعن تٰٰراضٖ ِّمن ُك ۡم ٰوَٰل تٰقتُلُأواْ أٰن ُف ٰس ُك ۡم إِ َّن‬
Artinya: “ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan
jalan perniagaan yang berlaku dengan suk sama suka di antara kamu.
Dan janganlah kamu membunuh dirimu sesuangguhnya Allah adalah
Maha Penyayang kepadamu.”
Dasar hukum jual beli berdasarkan sunah Rasulullah, antara lain:

Hadis yang diriwayatkan oleh Rifa‟ah ibn Rafi‟:

‫ اي قال‬:‫عن رفاعة بن رافع هنع هللا يضر أن النيب ملسو هيلع هللا ىلص سئل أي الكسب أطيب؟ قال‬
‫رواه البزار وصححو احلاكم‬، ‫ عمل الرجل بيده وكل بيع مربور‬:
“ Rasulullah SAW, ditanya salah seorang sahabat mengenai pekerjaan
(profesi) apa yang paling baik. Rasulullah SAW menjawab : usaha
tangan manusia sendiri dan setiap jual beli yang diberkati.”( HR. Al-
Bazzar dan Al-Hakim).21

Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Sa‟id Al-Khudri

21
Ibid., hlm.114-115
22

‫ إِنَّ ٰما‬:‫اَّللُ ٰعلْٰي ِو ٰو ٰسلَّ ٰم‬


َّ ‫صلَّى‬ َِّ ‫ول‬ َّ ‫أ َٰٰب ٰسعِيد ا ْْلُ ْد ِر‬
ٰ ‫اَّلل‬ ُ ‫ال ٰر ُس‬
ٰ ٰ‫ ق‬:‫ول‬
ُ ‫ي يٰ ُق‬
‫الْبٰ ْي ُع ٰع ْن تٰٰراض‬
“Rasulullah SAW bersabda: sesungguhnya jual beli itu atas dasar suka
sama suka”. (HR. Ibnu Majah).22

Allah telah mengharamkan memakan harta orang lain dengan cara

batil yaitu tanpa ganti dan hibah, yang demikian itu adalah batil

berdasarkan Ijma‟ umat dan termasuk di dalamnya juga semua jenis

akad yang rusak tidak boleh secara syara‟ baik karena ada unsur riba

atau jahalah (tidak diketahui), atau karena kadar ganti yang rusak

seperti minuman keras, babi dan yang lainnya dan jika yang diakadkan

itu adalah harta pedagang, maka boleh hukumnya, sebab pengecualian

dalam ayat di atas adalah terputus karena harta pedagang bukan

termasuk harta yang tidak dijual-belikan. Ada juga yang mengatakan

istisna‟ (pengecualian) dalam ayat bermakna lakin (tetapi) artinya

tetapi makanlah dari harta perdagangan dan perdagangan merupakan

gabungan antara penjualan dan pembelian.

Dengan jalan jual beli, maka manusia saling tolong-menolong

untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan demikian, roda

kehiduan ekonomi akan berjalan dengan positif karena apa yang

mereka lakukan akan menguntungkan kedua belah pihak.23

3. Rukun dan Syarat Jual Beli

22
Abdul Rahman Ghazaly dan Ghufron Ihsan dan Sapiudin Shidiq, Fiqh
Muamalat….hlm.69.
23
Ibid, hlm. 113-114
23

Jual beli mempunyai rukun dan syarat yang harus dipenuhi,

sehingga jual beli itu dapat dikatakan sah oleh syara‟. Dalam

menentukan rukun jual beli terdapat ulama Hanafiyah dengan jumhur

ulama.

Menurut Hanafiah adalah ijab dan qabul yang menunjukkan sikap

saling tukar-menukar, atau saling memberi. Ijab dan qabul adalah

pembuatan yang menunjukkan kesediaan dua pihak untuk

menyerahkan milik masing-masing kepada pihak lain, dengan

menggunakan perkataan atau perbuatan. Menurut mereka yang

menjadi rukun jual beli hanyalah kerelaan kedua belah pihak untuk

melakukan transaksi jual beli. Akan tetapi, karena unsur kerelaan itu

merupakan unsur hati yang sulit di indra sehingga tidak kelihatan,

maka diperlukan indikasi yang menunjukkan kerelaan kedua belah

pihak yang melakukan transaksi. Indikasi yang menunjukkan kerelaan

kedua belah pihak yang melakukan transaksi jual beli menurut mereka

boleh tergambar dalam ijab dan kabul atau melalui cara saling

memberikan barang dan harga barang (ta‟athi). Rukun jual beli ada

tiga yaitu kedua belah pihak yang berakad (aqidan), yang diakadkan

(ma‟qud alaih), dan shighat (lafal). 24

Oleh karena itu, ada yang mengatakan penamaan pihak yang

berakal sebagai rukun bukan secara hakiki tetapi secara istilah saja,

karena ia bukan bagian dari barang yang dijual-belikan yang didapati

24
Ibid., hlm.116
24

di luar, sebab akad akan terjadi dari luar jika terpenuhi dua hal, yaitu

shighat yaitu ijab dan kabul.

Jual beli mempunyai rukun dan syarat yang harus dipenuhi,

sehingga jual beli itu dapat dikatakan sah oleh syara‟. Dalam

menentukan rukun jual beli, terdapat perbedaan pendapat ulama

Hanafiyah dengan jumhur ulama. Rukun jual beli menurut ulama

Hanafiyah hanya satu, yaitu ijab (ungkapan membeli dari pembeli) dan

qabul (ungkapan menjual dari penjual). Menurut mereka yang menjadi

rukun dalam jual beli itu hanyalah kerelaan (rida/tara‟dhi) kedua belah

pihak untuk melakukan transaksi jual beli. Akan tetapi, karena unsur

kerelaan itu merupkan unsur hati yang sulit untuk diindera sehingga

tidak kelihatan, maka diperlukan indikasi yang menunjukkan kerelaan

itu dari kedua beah pihak. Indikasi yang menunjukkan kerelaan kedua

belah pihak yang melakukan transaksi jual, menurut mereka, boleh

tergambar dalam ijab dan qabul, atau melalui cara saling memberikan

barang dan harga barang (ta‟athi).

a. Rukun Jual Beli

Jumhur ulama menyatakan bahwa rukun jual beli itu ada empat,

yaitu :

a. Ada orang yang berakad atau al-muta‟aqidain (penjual dan

pembeli)

b. Ada shighat (lafal ijab dan qabul)

c. Ada barang yang dibeli


25

d. Ada nilai tukar pengganti barang25

a) Penjual, ialah pemilik harta atau barang yang menjual barag

atau jasanya kepada pembeli atau konsumen.

b) Pembeli, ialah orang yang membeli atau menghabiskan nilai

guna barang atau hartanya (uangnya) untuk membeli barang

yang dijual oleh penjual.

c) Objek jual beli ialah barang yang akan diperjualbelikan dan

diperbolehkan oleh syara‟ untuk diperjualbelikan.

d) Ijab Qabul, yaitu suatu pernyataan baik dalam bentuk

perkataan (lisan) ataupun tulisan oleh kedua belah pihak

antara penjual dan pembeli.

b. Syarat jual beli

Syarat adalah sesuatu yang harus ada dan menentukan sah atau

tidaknya suatu pekerjaan (ibadah) tetapi sesuatu itu tidak berada di

dalam pekerjaan itu.

Agar jual beli dapat dilaksanakan secara sah, harus

direalisasikan beberapa syaratnya terlebih dahulu yaitu:

1) Syarat Ijab Qabul

Ijab adalah suatu pernyataan atau perkataan dari pihak si

penjual. Sedangkan Qabul adalah pernyataan atau perkataan si

25
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007). hlm.114-115
26

pembeli. Adapun syarat-syarat ijab dan qabul menurut para

ulama fiqih26 yaitu sebagai berikut:

a) Orang yang mengucapkan telah baligh dan berakal sehat

b) Ada kesesuaian antara ijab dan qabul. Apabila antara ijab

dengan qabul tidak sesuai maka jual beli tidak sah.

c) Ijab qabul harus dapat diterima pihak-pihak yang

melakukan (pihak penjual maupun pihak pembeli).

2) Syarat objek akad

Merupakan barang atau benda yang menjadi sebab terjadinya

transaksi jual beli, dalam hal ini harus memenuhi syarat-syarat

antra lain :

a) Barang yang ingin diperjualbelikan harus dalam keadaan

suci dan bersih (barang yang diperjualbelikan bukan

merupakan barang atau benda yang digolongkan sebagai

barang atau benda yang najis. Akan tetapi, tidak tidak

semua barang mengandung yang najis tidak boleh dijadikan

objek jual beli, misalnya kotorang binatang atau sampah-

sampah yang mengandung najis, boleh diperjualbelikan jika

hanya sebatas kegunaan atas manfaat barang, bukan untuk

dikonsumsi atau dijadikan sebagai bahan pangan saja.

b) Barang yang diperjualbelikan dapat dimanfaatkan barang

itu tidak memberikan mudharat atau sesuatu yang

26
Ibid., hlm.116
27

merugikan atau membahayakan manusia dan

memanfaatkan barang tersebut tidak bertentangan dengan

ketentuan hukum syara‟. 27

c) Barang atau benda yang diperjualbelikan merupakan benar

dalam hak milik orang yang melakukan akad (penjual).

Orang yang melakukan jual beli atas suatu arang atau

benda merupakan pemilik sah barang tersebut atau

merupakan utusan atau telah mendapat izin dari pemilik sah

barang tersebut

d) Benda taua brang yang diperjualbelikan dapat diserahkan.

Benda yang diperjualbelikan dengan pasti dapat diserahkan

diantara kedua belah pihak yaitu oleh penjual dan pembeli.

Barang atau benda yang dijadikan objek jual beli dapat diketahui

secara jelas keadaannya, artinya bahwa barang atau beda yang akan

dijadikan objek jual beli dapat diketahui dengan jelas baik dari segi

kualitas maupun kuantitasnya.

4. Macam-macam Jual Beli

Fiqih Muamalah telah menguraikan macam-macam jual beli

berdasarkan peraturannya secara umum dibagi 4 (empat) macam:

a. Jual Beli Salam (pesanan) jual beli salam adalah jual beli melalui

pesanan dengan cara menyerahkan terlebih dahulu uang muka

kemudian barang diantar belakangan.

27
Ibid., hlm.117
28

b. Jual Beli Muqayadhah (Barter) jual beli Muqayadhah adalah jual

beli dengan cara menukar barang dengan barang, seperti menukar

sepatu dengan baju.

c. Jual beli Muthlaq jual beli muthlaq adalah jual beli barang dengan

sesuatu yang elah disepakati sebagai alat peukaran, yakni seperti

uang.

d. Jual beli alat penukar dengan alat penukar, adalah jual beli barang

yang biasa dipakai sebagai alat penukaran dengan alat penukaran

lainnya, seperti uang perak dengan uang emas. Berdasarkan dari

segi harga jual beli dibagi menjadi empat bagian, sebagai berikut:

1) Jual beli yang menguntungkan (al-murabahah)

2) Jual beli yang tidak mengutungkan, yaitu menjual dengan harga

aslinya (at-tauliyah)

3) Jual beli rugi (al-khasarah)

4) Jual beli at-musawah, yaitu penjual menyembunyikan harga

aslinya, tetapi kedua orang yang akad saling meridhai, jual beli

seperti inilah yang berkembang sampai sekarang ini.

6. Macam-Macam Hasil Tangkapan Laut

a. Ikan Teri

Ikan teri adalah sekelompok ikan laut kecil anggota suku

Engraulidae. Walaupun anggota Engraulidae ada yang memiliki

panjang maksimum 23 cm, nama ikan teri biasanya diberikan bagi


29

ikan dengan panjang maksimum 5 cm. Moncongnya tumpul

dengan gigi yang kecil dan tajam pada kedua-dua rahangnya.28

b. Udang

Udang adalah binatang yang hidup di perairan, khususnya sungai,

laut atau danau. Udang dapat ditemukan di hampir semua

“genangan” air yang berukuran besar baik air tawar, air payau,

maupun air asin pada kedalaman bervariasi dari dekat permukaan

hingga beberapa ribu meter di bawah permukaan.29

c. Sotong

Sotong adalah binatang yang hidup di perairan, khususnya sungai

maupun laut atau danau. Hewan ini dapat ditemukan di hampir

semua perairan yang berukuran besar baik air tawar, air payau,

maupun air asin pada kedalaman bervariasi, dari dekat permukaan

hingga beberapa ribu meter di bawah permukaan. Sotong

bentuknya lebih pipih dan melebar dibandingkan cumi-cumi pada

umumnya. Ukurannya juga lebih besar. Tentakelnya juga lebih

pendek.30

d. Cumi-cumi

Cumi-cumi adalah salah satu hewan dalam golongan invertebrata

(tidak bertulang belakang). Salah satu jenis cumi-cumi laut dalam

“Heteroteuthis” adalah yang memiliki kemampuan memancarkan

cahaya organ yang mengeluarkan cahaya itu terletak pada ujung


28
https://id.wikipedia.org/wiki/Teri Diakses pada tanggal 20 Juli 2021.
29
https://id.wikipedia.org/wiki/Udang Diakses pada tanggal 20 Juli 2021.
30
https://id.wikipedia.org/wiki/Sotong Diakses pada tanggal 20 Juli 2021
30

suatu jaluran panjang yang menonjol di depan. Hal ini dikarenakan

peristiwa luminasi yang terjadi pada cumi-cumi ini.31

Jenis cumi-cumi sebagai berikut:

1) Cumi semampar yaitu cumi yang hidup di dasar laut dan

pertengahan air, kadang-kadang naik ke permukaan untuk

berburu ikan atau udang yang menjadi makananya.

2) Cumi Jarum yaitu cumi-cumi yang hidup di permukaan (paling

banyak) dan pertengahan air, jarang terdapat di dasar laut.

3) Cumi tempurung yaitu cumi yang berada di dasar laut kadang

naik ke pertengahan dan permukaan air untuk mencari umpan.

e. Kepiting

Kepiting adalah binatang anggota krustasea berkaki sepuluh dari

upabangsa Brachyura, yang dikenal mempunyai “ekor” yang

sangat pendek atau perutnya sama sekali tersembunyi di bawah

dada. Tubuh kepiting dilindungi oleh cangkang yang sangat

keras.32

H. Metode Penelitian

Untuk mempermudah menganalisis data-data yang di peroleh, maka di

perlukan beberapa metode yang di pandang relavan dalam penyusunan

penelitian proposal skripsi penulis menggunakan metode penelitian

sebagai berikut :

31
https://id.wikipedia.org/wiki/Cumi-cumi Diakses pada tanggal 20 Juli 2021.
32
https://id.wikipedia.org/wiki/Kepiting Diakses pada tanggal 20 Juli 2021.
31

1. Jenis Penelitian dan Pendekatan

Untuk melakukan penelitian terhadap sistem jual beli cumi-cumi

di Desa Mantang Lama, Kec Mantang jenis penelitian yang dilakukan

ialah penelitian lapangan (field research) dengan metodologi kualitatif.

Adapun yang dimaksud dengan penelitian lapangan adalah suatu

penelitian yang dilakukan secara sistematis dengan mengangkat data

yang ada di lapangan. Adapun yang dimaksud dengan metodologi

kualitatif adalah proses penelitian yang menghasilkan data deskriptif

berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku

yang diamati.33

2. Populasi Dan Sampel

a. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Apabila seseorang

ingin meneliti secara keseluruhan yang ada dalam wilayah

penelitian atau bisa dikatakan populasi merupakan himpunan

sebuah individu atau objek yang menjadi sebuah bahan

pembicaraan atau bahan penelitian. Peneliti mengambil 15

narasumber, populasi yang dijadikan objek dalam penelitian ini

adalah pemilik warung dan para nelayan yang menjualkan cumi-

cumi di Desa Mantang Lama, Kecamatan Mantang.34

b. Sampel

33
Suharismi Arikunto, Dasar-dasar Research, (Bandung: Tarsoto, 1995), hlm, 58
34
Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta,2018), hlm,93
32

Adapun dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive

sampling, purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel

sumber data dengan pertimbangaan tertentu.35 Peneliti mengambil

10 narasumber untuk dijadikan acuan dari 15 narasumber yang

tersedia di karenakan sering menjual dan melakukan transaksi jual

beli cumi-cumi tersebut.

Adapun yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah seperti

dalam tabel berikut:

Tabel I.1

Sampel Penelitian

No Nama Profesi Jumlah

1 Abas Pemilik 1

Warung

2 Azuar Pemilik 1

Warung

3 Saenan Pemilik 1

Warung

4 Zainudin Nelayan 1

5 Mail Nelayan 1

6 Ijan Nelayan 1

7 Sulai Nelayan 1

35
Ibid, hlm.94
33

8 Kamis Nelayan 1

9 Mansyur Nelayan 1

10 Selamat Nelayan 1

Sumber : Observasi lapangan36

3. Sumber Data

a. Data primer

Data primer adalah data yang diambil langsung tanpa prantara dari

sumbernya. Dalam penelitian ini data primer adalah hasil

wawancara dan observasi oleh masyarakat desa Mantang Lama,

Kecamatan Mantang, Kabupaten Bintan.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diambil secara tidak langsung dari

sumbernya. Data sekunder biasanya diambil dari dokumen-

dokumen seperti laporan, karya tulis, koran, majalah maupun

internet.

c. Metode Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang penulis gunakan, yaitu :

a. Observasi

Observasi atau pengamatan adalah penelitian yang mengambil

datanya bertumpu pada pengamatan langsung terhadap objek

penelitian. Observasi dilakukan untuk mendeskripsikan kegiatan

36
Observasi Lapangan pada tanggal 26 Juli 2021
34

jual beli cumi-cumi yang dilakukan oleh pemilik warung dan

pihak nelayan di Desa Mantang Lama, Kecamatan Mantang.

b. Wawancara

Wawancara (interview) adalah cara-cara memperoleh data

dengan berhadapan langsung, bercakap-cakap, baik antara

individu dengan individu maupun individu dengan kelompok.37

Wawancara merupakan salah satu metode pengumpulan data

yang akan dilakukan oleh penulis degan narasumbernya yakni

pemiliki warung dan para nelayan di Desa Mantang

Lama,Kecamatan Mantang Kab. Bintan

c. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan salah satu metode pengumpulan data

dengan melihat atau menganalisis dokumen-dokumen yang

dibuat oleh subjek sendiri atau oleh orang lain tentang subjek.

Metode atau cara yang ditempuh penulis untuk mendapatkan

data yang telah ada, biasanya berupa catatan, buku, arsip,

agenda dan lain-lain.

4. Metode Analisis Data

Analisis data adalah proses penyusunan data tersebut dapat

ditafsirkan. Sebagai pendekatannya, peneliti menggunakan metode

deskriptif dengan analisis kualitatif. Dalam penelitian ini metode yang

37
Nyoman Kutha Ratna, Metodologi Penelitian Kajian Budaya Ilmu Sosal Humaniora
Pada Umumya, (Yogyakarta: Pustaka Belajar,2010) ., hlm 230
35

digunakan adalah metode deskripif kualitatif, yaitu dengan cara

menganalisis data tanpa menggunakan perhitungan angka-angka

melainkan mempergunakan sumber informasi yang relevan untuk

melengkapi data yang penulis inginkan.38

I. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan berfungsi untuk menyatakan garis besar

masingmasing bab yang saling berurutan. Agar mendapat arah gambaran

yang jelas mengenai hal yang tertulis dalam penelitian ini, maka akan

dijelaskan beberape hal dalam pembahasan sebagai berikut :

1. BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menjelakan tentang latar belakang masalah, perumusan

masalah, tujuan dan manfaat penulisan, kajian pustaka yang diambil

dari beberapa penelitian terdahulu yang berkenaan dengan penelitian

ini, kerangka teori yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian,

metode penelitian serta sistematika penulisan.

2. BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Bab ini menjelaskan tentang penjelasan serta gambaran umum

mengenai lokasi Penelitian yaitu Desa Mantang Lama, Kecamatan

Mantang Kab.Bintan .

3. BAB III KERANGKA TEORI

Dalam bab ini membahas mengenai kajian teori, yang berisikan konsep

38
Boedi Abdullah, Metode Penelitian Ekonomi Islam,(Bandung:CV Pustaka Setia, 2014),
hlm.219
36

Jual Beli menurut Hukum Islam

4. BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISA DATA

Bab ini merupakan inti dari penyusunan penelitian ini. Bab ini akan

mencoba menganalisis tentang transaksi jual beli titip tangkapan

nelayan berupa cumi-cumi ditinjau dari perspektif hukum Islam studi

kasus di Desa Mantang Lama, Kecamatan Mantang Kab.Bintan.

5. BAB V PENUTUP

Merupakan penutup meliputi kesimpulan yang merupakan pemaparan

berdasarkan data yang diperoleh atau analisis yang dilakukan dari

penelitian serta saran berupa bahan fikiran yang bermanfaat yang

diharapkan oleh penulis kepada pihak yang bersangkutan.


BAB II

GAMBARAN UMUM DESA MANTANG LAMA

KECAMATAN MANTANG

A. Sejarah Singkat Desa Mantang Lama

Desa Mantang Lama dulunya bernama Mantang Arang menurut

petua (orang-orang terdahulu) di tepi pelabuhan Desa Mantang Lama

dulunya ada pohon kayu arang yang sangat besar dan banyak ikan

yang bermain di bawahnya, dan tanahnya yang sangat subur sekali

sehingga masyarakat Mantang Arang hidup dengan aman dan

sejahtera. Tetapi, seiring dengan perkembangan zaman pohon kayu

arang semakin tua dan pada akhirnya tumbang yang sekarang menjadi

pelabuhan rakyat Mantang Lama sehingga desa ini dinamakan Desa

Mantang Arang. Mengenai nama Mantang konon dahulu desa ini

banyak di singgahi oleh para tamu sehingga setiap tamu yang datang

disuguhi dengan minuman dan makanan. Menurut petua (orang-orang

terdahulu) orang Melayu pantang jika makanan dan minuman yang

sudah disuguhi tidak dicicipi walau hanya sedikit, maka orang itu akan

kampunan dan akan mendapatkan musibah diperjalanan. Sehingga dari

pantang nama ini berubah menjadi Mantang hingga saat ini namanya

menjadi Mantang Arang. 39Penghuni Desa Mantang Lama dari dahulu

39
Wawancara dengan Bapak Ismail salah satu tokoh masyarakat dan pemain
makyong Desa Mantang Lama, pada tanggal 05 Juli 2021 pukul 14:10 WIB.

37
38

hingga sekarang mayoritas yakni suku melayu dilihat dari bukti

peninggalan suku melayu yang ada cerita rakyat yaitu seni makyong

yang merupakan satu-satuya kesenian Melayu asli Mantang Arang

yang sampai kini masih terjaga kelestariannya. Seni Makyong

berkembang di Indonesia melalui Riau Lingga, yang pernah menjadi

pusat pemerintahan Kerajaan Johor. Seni Makyong tidak saja hidup di

tengah masyarakat, tetapi juga merupakan kekayaan budaya istana. Di

Kepulauan Riau, Makyong ditemukan di dua tempat, yaitu di Tanah

Merah dan di Mantang Arang. Menurut seorang Pembina Makyong

dulu ada beberapa kelompok Makyong yakni salah satunya di Mantang

Arang yang masing-masing dipimpin oleh Hasan, Ni Poso, Tongkong,

Botak, Ungu Mayang, Awang, Begoh, dan Khalid. Makyong

dimainkan di lapangan terbuka, tempat pentas harus diberi atap yang

menggunakan bubungan dengan enam buah tiang penyangga dan pada

kayu yang melintang hendaklah dihiasi daun kelapa muda. Sebelum

Makyong dimulai hendaklah ketua melakukan upacara terlebih dahulu.

Mula-mula dilaksanakan upacara mengasap alat-alat yang terdiri dari

sebuah gendang penganak, gendang pengibu dua buah tawak-tawak

atau gong, dua buah mong atau kromong, sebuah geduk-geduk,

canang, serunai dan sebuah rebab. Dan kemudian ketua melanjutkan

upacara mengusap pada alat-alat bermain (properti) lainnya, termasuk

canggai (kuku-kuku palsu yang panjang).40

40
Wawancara dengan Bapak Ismail salah satu tokoh masyarakat dan pemain
39

Kebiasaan adat yang lain yaitu buang bahasa atau buka tanah

dengan menanam sebutir telur ayam, segenggam beras basuh, beras

kuning, sirih sekapur dan sebatang rokok daun nipah. Dan setelah

upacara selesai ketua menaburkan bertih dan beras basuh ke sekeliling

tempat bermain,sambil membaca serapah dan diiringi musik.

Pergantian babak atau adegan dalam seni Makyong ditandai dengan

nyanyian dan dialog yang diucapkan para pemain atau dengan duduk

dan berdirinya para pemain dipinggir ruang pertunjukkan, sedangkan

pertukaran peran dilakukan dengan menukar topeng yang dikenakkan

oleh pemain. Dan satu orang pemain boleh membawakan lebih dari

satu peran, bahkan bisa sampai tiga atau empat peran dengan cara

menukar topengnya.41

B. Sejarah Kepemimpinan Desa

Di Desa Mantang Riau, Mantang Besar, Mantang Baru dahulunya

di pimpin oleh seorang bathin dan berada di bawah kewenangan

mantang lama sehingga desa mantang lama di pimpin oleh seorang

hakim. Hakim yang pertama adalah Hakim Selamat, tugas hakim

seperti pengadilan, di sini hakim memutuskan semua perkara benar

dan salah dan apabila hakim tidak bias menyelesaikan masalah

perkara maka akan di bawa ke pengadilan penyengat yang lebih tinggi.

Setelah Indonesia merdeka Hakim berubah menjadi penghulu, karna

makyong Desa Mantang Lama, pada tanggal 05 Juli 2021 pukul 14:10 WIB.
41
Wawancara dengan Bapak Ismail salah satu tokoh masyarakat dan pemain
makyong Desa Mantang Lama, pada tanggal 05 Juli 2021 pukul 14:10 WIB.
40

pada tahun 1963 Kecamatan Bintan Timur terbentuk dan terpisah dari

kecamatan Bintan selatan ( sekarang Tanjung pinang ) dan Mantang

Lama masuk dalam wilayah Kecamatan Bintan Timur dengan status

Desa Mantang Lama dan di pimpin Oleh seorang penghulu. Penghulu

Desa Mantang Lama yang pertama adalah Abdullah cakung, dan

kemudian pada tahun 1995 nama Penghulu berubah menjadi kepala

Desa ( KADES ) Yang pertama memimpin Desa mantang Lama adalah

Abdullah Samad.42

Adapun kepemimpinan Desa Mantang Lama Kecamatan

Mantang43 adalah sebagai Berikut :

Tabel II.1

Kepemimpinan Desa

Periode Nama Kepemimpinan Desa Keterangan

Mantang Lama

1920-1925 Hakim Selamat Hakim Pertama Zaman

Belanda

1925-1926 Hakim Lekok Zaman Belanda

1926-1927 Hakim Cabok Zaman Belanda

1927-1929 Hakim Saldun Zaman Belanda

42
Ibid.,,hlm. 2-3
43
Ibid.,hal.2-3
41

1930-1940 Hakim Mat Tayib Penghulu Sementara

1940-1960 Hakim Abdurrahman Penghulu sementara

1960-1965 Abdullah Cakong Penghulu Pertama

1965-1967 Khalid Penghulu Kedua

1967-1968 Sahib Plt.Kades

1968-1985 Abdullah Cakong Kades Pertama

Tabel II.2

Daftar Kepala Desa Mantang Lama

Periode Nama Kepala Desa Keterangan

Tahun 1985-2004 Abdullah Samad Kepala Desa Defenitif

Tahun 2004-2010 Hamzah Abdullah Kepala Desa Defenitif

Tahun 2009 Mahmudin Pejabat Sementara Kepala Desa

Tahun 2009 Zaidi Pejabat Sementara Kepala Desa

Tahun 2010-2015 Muchtar Agus Kepala Desa Terpilih Secara Demokrasi

Tahun 2016-2016 Pj. Ramli,S.Sos  Pejabat Kepala Desa

 Sambil Menunggu Kepastian

Pemilihan Kepala Desa Serentak


42

Se-Indonesia.

Tahun 2016- Zaidi Kepala Desa Terpilih Secara Demokrasi

sekarang

C. Letak Geografis Desa dan Batas Wilayah

Letak Desa Mantang Lama Kecamatan Mantang sekitar 7

kilometer dari kabupaten bintan, dan luas wilayah Desa 370 hectar

Memiliki 4 RT dan 2 RW Penduduk Desa Mantang Lama memiliki

267 KK dengan 960 jiwa.

Sedangkan batas wilayah untuk Desa Mantang Lama adalah :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Bintan Timur

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Mantang Besar

3. Sebelah Barat berbatasan dengan Mantang Besar

4. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Numbing Kec. Bintan

Pesisir.

Desa Mantang Lama sebagaiamana desa – desa lain di wilayah

Kabupaten Bintan merupakan desa yang terletak di pesisir pulau, hal

ini mempengaruhi langsung terhadap kehidupan masyarakat yang ada

di desa Mantang Lama Kecamatan Mantang Kabupaten Bintan.44

44
Ibid.,hal.03
43

D. Struktural Organisasi Pemerintahan Desa Mantang Lama

Adapun lembaga pemerintahan dan lembaga sosial di Desa

Mantang Lama45 adalah sebagai berikut:

Tabel II.3

No Nama Jabatan

1 ZAIDI Kepala Desa

2 ISKANDAR Sekretaris Desa

3 ZULKIFLI Kepala Dusun

4 RENI ASTIKA Kaur Keuangan

5 BELI ADI S.IP Kaur Umum

6 HENI AFIANA Kaur Perencanaan

7 SULASTIAN Kasi Pemerintahan

8 ADI YANTO Kasi Kesejahteraan

9 MUDIAH Kasi Pelayanan

10 MAYA SARI Staf Keuangan

11 MUHAMMAD HANAFI Staf Aset

12 ADI PUTRA Staf Admin

13 AIMAH Staf Umum

45
https://mantanglama.simdes-bintan.id/artikel/2016/8/26/sejarah-desa, Di akses pada
tanggal 03 Mei 2021 Pukul 13.40 WIB
44

E. Monografi Desa Mantang Lama

Tabel II.4

Pendidikan

No Pendidikan Jumlah

1 Tidak/Belum Sekolah 326

2 Belum Tamat SD/Sederajat 238

3 Tamat SD/Sederajat 231

4 SLTP/Sederajat 36

5 SLTA/Sederajat 75

6 Diploma I/II 5

7 Akademi/Diploma III/S.Muda 1

8 Diploma IV/Strata I 11

Jumlah 923 orang

Sumber : Data Desa, tahun 2021

Dilihat dari tabel diatas bahwasannya taraf pendidikan

tertinggi yang ada di Desa Mantang Lama adalah di tahap Strata I,


45

sedangkan jumlah tertinggi berada di tahap belum tamat

SD/Sederajat.46

Tabel II.5

Pekerjaan

No Pekerjaan Jumlah

1 Belum/Tidak Bekerja 125

2 Mengurus Rumah Tangga 248

3 Pelajar/Mahasiswa 239

4 Pegawai Negeri Sipil (PNS) 10

5 Petani/Pekebun 1

6 Nelayan/Perikanan 238

7 Karyawan Honorer 6

8 Buruh Harian Lepas 10

9 Buruh Tani/Pekerbunan 3

10 Tukang Kayu 6

11 Juru Masak 1

12 Guru 1

13 Pedagang 1

46
https://mantanglama.simdes-bintan.id/index.php/first/statistik/14, Di akses pada
tanggal 03 Mei 2021 Pukul 14:00 WIB
46

14 Perangkat Desa 9

15 Wiraswasta 25

Jumlah 923 orang

Sumber : Data Desa, tahun 2021

Dilihat dari tabel diatas bahwasannya masyarakat Desa

Mantang Lama masih banyak yang bekum bekerja, sedangkan

yang tertinggi merupakan di tahap mengurus rumah tangga.47

Tabel II.6

Agama

No Agama Jumlah

1 Islam 920

2 China 3

Total 923 orang

Sumber : Data Desa, tahun 2021

Dari tabel diatas menunjukkan bahwa masyarakat Desa

Mantang Lama mayoritas beragama Islam, diikuti dengan agama

Kristen.48

F. Profil Perkembangan Desa Mantang Lama

47
https://mantanglama.simdes-bintan.id/first/statistik/1, Di akses pada tanggal 03
Mei 2021 pukul 14:20 WIB
48
https://mantanglama.simdes-bintan.id/first/statistik/3, Di akses pada tanggal 03
Mei 2021 Pukul 14:37 WIB
47

1. Indikator Pendidikan

Pembangunan pendidikan bertujuan mencerdaskan masyarakat

yang akan mengarah pada peningkatan kualitas sumber daya manusia

serta menumbuhkan kesadaran dan sikap masyarakat untuk selalu

berupaya meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan. Kondisi

prasarana pendidikan di Desa Mantang Lama masih memadai. Ada

beberapa sekolah yang terletak di Desa Mantang Lama seperti:

Sekolah Dasar 1 unit, PAUD 1 unit dan TK 1 unit. Walaupun ada

sekolah lanjutan yang tidak terdapat di Wilayah Desa Mantang Lama

namun jarak sekolah lanjutan tidak begitu jauh dari desa sehingga

siswa dapat mengikuti/mengenyam pendidikan dengan baik.49

2. Indikator Kesehatan Masyarakat

Dalam rangka meningkatkan kesehatan masyarakat di Desa

Mantang Lama, telah dilaksanakan berbagai upaya kesehatan yang

dirintis sejak lama yang pada intinya bertujuan untuk menekan

kematian bayi, balita dan angka kematian ibu melahirkan.Upaya

tersebut antara lain dengan diaktifkannya kegiatan Posyandu yang

menyebar di Wilayah Desa Mantang Lama, yang kegiatannya seperti

kesehatan ibu dan anak, perbaikan gizi, kesehatan lingkungan, upaya

pencegahan penyakit seperti imunisasi, penyuluhan kesehatan keluarga

berencana dan lainnya. Selain itu, adanya Pukesmas Mantang yang

selalu memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat sehingga

49
Profil Desa Mantang Lama 2020, (Bintan, Kab.Bintan 2020)., hlm.05
48

tingkat kesehatan masyarakat di Desa Mantang Lama dalam keadaan

sehat.50

3. Indikator Ekonomi

Pembangunan di bidang perekonomian khususnya di Desa

Mantang Lama semata-mata diupayakan untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat yang bertumpu pada sektor perikanan dan

industri kecil.

Dengan data yang ada sebagian besar mata pencaharian di Desa

Mantang Lama adalah nelayan. Para nelayan melaut untuk mencari

ikan dan hasil tangkapan laut lainnya, kemudian hasil tangkapan akan

langsung di jual di toke-toke ikan (tempat penampungan) atau warung

yang memang membeli ikan, cumi-cumi dan hasil tangkapan laut

lainnya yang ada di wilayah sekitar. 51

Para nelayan yang berada di Mantang Lama biasanya turun melaut

selama 3 sampai 4 hari. Bagi nelayan yang memancing ikan biasanya

pulang lebih lama dibandingkan nelayan yang hanya mencari cumi-

cumi hanya memerlukan waktu 1 sampai 2 hari. Cumi-cumi yang biasa

didapatkan berukuran kecil dan sedang. Kemudian para nelayan

menjualnya di warung-warung yang memang membeli hasil tangkapan

nelayan yakni termasuk cumi-cumi. Para nelayan merasa kejauhan jika

menjual cumi-cumi di toke (tempat penampungan) sehingga lebih

50
Ibid., hal.06
51
Ibid.,hal 07
49

memilih menjual langsung di warung terdekat dimana harga sedikit

lebih murah dibandingkan menjual cumi-cumi di toke (tempat

penampungan). Menurut pemaparan dari Bapak Zai (45tahun) salah

satu nelayan di Mantang Lama, setiap melaut pasti ada saja cumi-cumi

yang mereka dapatkan sekitar 3 sampai 4 kg. Jika lagi musim, cumi-

cumi perharinya bisa dapat 25 sampai 50 kg. 52

Tabel II.7

Sarana & Prasarana

No Nama Jumlah

1 Puskesmas 1

2 Posyandu 1

3 Warung (tempat jual-beli) 8

4 Rumah bersalin ( rumah penempatan bidan) 1

5 Kelompok Usaha Bersama (KUBE) 1

6 Budidaya Ikan Kerapu (Keramba) 5

7 Dermaga/pelabuhan 2

Jumlah 19

Sumber : Observasi lapangan

52
Wawancara dengan Bapak Zai (Nelayan) pada tanggal 02 Mei 2021 pukul 13.50
WIB
50

BAB III

JUAL BELI DALAM HUKUM ISLAM

A. Pengertian Jual Beli

Dalam istilah hukum islam jual beli dikenal degan istilah al-bay‟. Secara

bahasa al-bay‟ merupakan mashdar dari kata ba‟a yaitu menjual. Al-bay‟

merupakan lawan kata al-syira‟, yaitu membeli, tetapi bermakna al-isytira‟ itu

sendiri. Menurut al-Hatthab al-Ru‟aini tutur bahasa kaum Quraisy Arab

menggunakan kata ba‟a apabila mereka mengeluarkan barang yang mereka

jual dari hak miliknya. Sedangkan isytara‟ digunakan apabila mereka

memasukkan barang ke dalam hak miliknya.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) jual beli diartikan sebagai

persetujuan saling mengikat antara penjual, yakni pihak yang menyerahkan

barang dan pembeli sebagai pihak yang membayar harga barang yang dijual.53

Jual beli dalam bahasa Arab al-ba‟i menurut etimologi adalah tukar-

menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Sayid Sabiq mengartikan jual beli

al-ba‟i menurut bahasa adalah tukar-menukar secara mutlak.`

Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa jual beli menurut bahasa

adalah tukar-menukar apa saja, baik antara barang dengan barang, barang

dengan uang atau uang dengan uang.54

Sesuai firman Allh SWT dalam surh Al-Baqarah:16, yakni :

53
Ikit, Jual Beli Dalam Perspektif Ekonomi Islam, (Jakarta:Gava Media, 2018)., hlm.42.
54
Ahmad Wardi Muslich, Fiqih Muamalat, (Jakarta:Amzah, 2012)., hlm. 173-174
51

ۡ ۡ ِ َّ ِ‫ٓأ‬
‫ٱلض ٓلٰلٰةٰ بِٱۡلُٰد ٓى فٰ ٰما ٰرِِبٰت ِّٓتٰٰرتُ ُه ۡم ٰوٰما ٰكانُوْا‬
َّ ُْ ٰ ٰ ‫ين‬
‫ا‬
‫و‬ ‫ر‬ ‫ت‬ ‫ٱش‬ ٰ ‫ك ٱ لذ‬
ٰ ‫أ ُْولٰئ‬
‫ين‬ ِ ‫م ۡهت‬
‫د‬
ٰ ُٰ
Artinya: “Mereka itulah orang yang membeli kesesatan dengan
petunjuk, maka tidak lah beruntung perniagaan mereka dan tidaklah
mereka mendapat petunjuk”

Dalam istilah kajian hukum Islam terdapat beberapa defenisi yang

diberkan oleh ahli hukum Islam terhadap jual beli, yaitu:

1. Al-Syilbi dari kalangan Hanafiyyah mendfenisikan jual beli sebagai “

pertukaran harta yang bernilai dengan cara menyerahkan kepemilikan

sesuatu untuk menerima kepemilikan sesuatu yang lain.”

2. Ibnu Arafah dari kalangan Malikiyyah medefenisikan jual beli sebagai

“akad timbal balik yang terjadi terhadap sesuatu yang bukan berupa

manfaat, bukan juga untuk kelezatan.”

3. Al-Qalyubi dari kalangan Syafi‟iyyah mendefiniskan jual beli sebagai “

akad tibal balik terhadap suatu harta untuk kepemilikan suatu barang

atau manfaat yang bersifat untuk seterusnya(selama-lamanya), bukan

dengan maksud mendekatkan diri kepada Allah SWT.”

4. Menurut Al-Bahuti dari kalangan Hanabilah jual beli adalah

“pertukaran harta meskipun masih berupa tanggungan, atau pertukaran

manfaat yang mubah yang bersifat mutlak dengan salah satu dari

keduanya (harta atau manfaat yang mubah), bukan dalam bentuk riba,

ukan juga qardh”.


52

Beberapa defenisi yang di kemukakan ulama di atas pada dasarnya tidak

berbeeda secara signifikan antara satu sama lain dari sisi kandungan dari

maknanya, sederhana dan lebih dekat kepada defenisi jual beli secara bahasa.

Meski demikian, defenisi yang dikemukakan oleh kalangan Hanabilah

memiliki cakupan makna yang lebih luas dan mencakup bentuk-bentuk jual

beli yang lahr di era kontemporer, yang mana mereka memasukkan ke dalam

jual beli.55

B. Dasar Hukum Jual Beli

Jual beli sebagai sarana tolong menolong antara sesama umat manusia

mempunyai landasan yang kuat dalam Al-Qur‟an dan Sunnah Rasulullah saw.

Terdapat sejumlah ayat Al-Qur‟an yang berbicara tentang jual beli, di

antaranya dalam surat al-Baqarah: 275 , yakni:

ۡۚ ۡ ۡ
ِ
.....ْ‫ٱلربٰ ٓوا‬
ّ ‫ٱَّللُ ٱلبٰ ي ٰع ٰو ٰحَّرٰم‬
َّ ‫ٰح َّل‬
ٰ ‫اْ ٰوأ‬..

Artinya : “... Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba..”
(Qs. Al-Baqarah:275).
ۡ ۡۚۡ ۡ ۡ
‫ضاأَّر ٰكاتِبٖ ٰوَٰل ٰش ِهيدٖ ۚۡۚ ٰوإِن تٰف ٰعلُواْ فِٰإنَّوُۥ‬ ‫ي‬
ٰ ُ ٰ ُ ٰٰ‫َل‬ ٰ‫و‬ ‫م‬ ‫ت‬ ‫ع‬ ‫اي‬‫ب‬ ‫ت‬
ٰ ‫ا‬ ‫ذ‬
ٰ ِ
‫إ‬ ‫ا‬
ْ‫و‬ ِ
‫ٰوأ أ‬
‫د‬
ُ ‫ه‬ ‫ٰش‬
َۖ
ٖ‫ٱَّللُ بِ ُك ِّل ٰش ۡيء ٰعلِيم‬ َّ ْ‫وق بِ ُك ۡم ٰوٱتَّ ُقوا‬
َّ ‫ٱَّللٰ ٰويُ ٰعلِّ ُم ُك ُم‬
َّ ‫ٱَّللُ ٰو‬ ُ ‫فُ ُس‬
Artinya : “Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli dan janganlah penulis dan
saksi saling sulit meyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya
hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah, Allah
mengajarmu dan Allah maha mengetahui segala sesuatu”.(Q.s Al-Baqarah:282).

55
Ibid, hlm. 70-73
53

ۡ ۡ ۡ ۡ ِ َّ‫ٓأَيٰيُّها ٱل‬
ِ َِّ ِ ِ
‫ين ءٰ ٰامنُواْ َٰل َٰت ُكلُأواْ أٰم ٰٓولٰ ُكم بٰي نٰ ُكم بٱلبٰٓط ِل إَلأ أٰن تٰ ُكو ٰن ٓتٰٰرًة ٰعن‬ ‫ذ‬
ٰ ٰ ٰ
ۡۚ ۡ ۡۚ
‫ٱَّللٰ ٰكا ٰن بِ ُك ۡم ٰرِحيمٖا‬
َّ ‫تٰٰراضٖ ِّمن ُك ۡم ٰوَٰل تٰقتُلُأواْ أٰن ُف ٰس ُك ۡم إِ َّن‬
Artinya: “ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang berlaku dengan suk sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu
membunuh dirimu sesuangguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”
(Q.s An-Nisa:29)
Dasar hukum jual beli berdasarkan sunah Rasulullah, antara lain:

Hadis yang diriwayatkan oleh Rifa‟ah ibn Rafi‟:

‫ عمل‬: ‫ اي قال‬:‫عن رفاعة بن رافع هنع هللا يضر أن النيب ملسو هيلع هللا ىلص سئل أي الكسب أطيب؟ قال‬
‫رواه البزار وصححو احلاكم‬، ‫الرجل بيده وكل بيع مربور‬
“ Rasulullah SAW, ditanya salah seorang sahabat mengenai pekerjaan
(profesi) apa yang paling baik. Rasulullah SAW menjawab : usaha tangan
manusia sendiri dan setiap jual beli yang diberkati.”( HR. Al-Bazzar dan Al-
Hakim).

Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Sa‟id Al-Khudri

‫ إِنَّ ٰما‬:‫اَّللُ ٰعلْٰي ِو ٰو ٰسلَّ ٰم‬


َّ ‫صلَّى‬ َِّ ‫ول‬ َّ ‫أ َٰٰب ٰسعِيد ا ْْلُ ْد ِر‬
ٰ ‫اَّلل‬ ُ ‫ال ٰر ُس‬
ٰ ٰ‫ ق‬:‫ول‬
ُ ‫ي يٰ ُق‬
‫الْبٰ ْي ُع ٰع ْن تٰٰراض‬
“Rasulullah SAW bersabda: sesungguhnya jual beli itu atas dasar suka sama
suka”. (HR. Ibnu Majah)

Seorang muslim yang melaksanakan transaksi jual beli sebaiknya

mengetahui syarat-syarat praktek jual beli berdasarkan ketentuan Al-Qur‟an

dan Hadist agar dapat melaksanakannya sesuai dengan syari‟at sehingga tidak

terjerumus kedalam tindakan-tindakan yang di larang dalam syari‟at islam

agar jual beli yang dilakukan itu halal.


54

Para ulama mengelompokkan keharaman jual beli dengan cara

mengurutkan sebab-sebab keharamannya. Diantara penyebab haramnya suatu

akad jual beli adalah sebagai berikut:

1.Haram Terkait Dengan Akad

Keharamannya karena terkait dengan barang yang di perjualbelikan atau

objek jual belinya tidak memnuhi ketentuan seperti bendanya ialah najis,

atau barang yang tidak pernah ada, atau barang yang mendatangkan

kerusakan srta tidak bermanfaat bisa juga barang tersebut tidak mungkin

diserahkan. Ada pula dikarenakan akad jual belinya melanggar syariat

seperti jual beli yang ada unsur riba, muzabanah, muhalaqah, al-araya,

al-urbun dan lainnya.

2.Haram Terkait dengan Hal-hal di luar Akad

Jual beli yang diharamkan yang menyebabkan bukan karena akadnya

ada dua macam yakni dharah mutlak serta melanggar larangan agama.

Contoh dharah mutlak ialah jual beli perasan yang akan dibuat menjadi

khamr, jual beli diatas tawaran orang lain dan sebagainya. Sedangkan

yang melanggar larangan agama seperti jual beli yang dilakukan saat

terdengar adzan sholat jum‟at serta jual beli mushaf kepada orang kafir.

C. Rukun dan Syarat Jual Beli

Menurut ulama Hanafi, rukun jual beli adalah ijab dan qabul. Ijab dan

qabul menunjukkan adanya maksud untuk saling tukar menukar, dengan kata

lain yang dimaksud dengan rukunya ialah tindakan berupa kata atau gerakan
55

yang menunjukkan kerelaan dengan berpindahnya harga dan barang. Ijab

merupakan perbuatan khusus yang menunjukkan kerelaan yang terucap dari

perkataan salah satu pihak, baik dari penjual maupun pembeli. Sedangkan

qabul adalah apa yang dikatakan kali kedua dari salah satu pihak.

Rukun jual beli menurut ulama Hanafi ada 3, yakni :

1. Pelaku transaksi (penjual dan pembeli).

2. Objek transaksi (barang/harga).

3. Pernyataan (ijab/qabul)

Ijab menurut mayoritas ulama adalah pernyataan yang keluar dari orang

yang memiliki barang walau dikatakannya di akhir, sedangkan qabul

merupakan pernyataan dari orang yang akan memiliki barang.

Jumhur ulama menjelaskan bahwa rukun jual beli itu ada empat, yakni:

1. Ada orang yang berakad atau al-muta‟aqiidain (penjual dan pembeli)

dimana seseorang yang beraka tersebut hendaklah yang sebenarnya

pemilik barang atau orang yang diberikan kuasa atay menjual harta

orang lain.

2. Ada shigat (lafal ijab dan qabul) yakni, perkataan persetujuan kedua

belah pihak naik penjual ataupun pebeli untuk melaksanakan transaksi

jual beli, dimana pihak pembeli menyerahkan uang dan pihak penjual

menyerahkan barang, baik transaksi secara lisan maupun tulisan.

3. Ada barang yang diperjualbelikan, sahnya transaksi jual beli apabila

teradapat objek yang diperjualbelikan.


56

4. Ada nilai tukar pengganti barang, nilai tukar pengganti dari barang

yang di jual56

Akad ialah ikatan kata antara penjual dan pembeli. Jual beli belum

dikatakan sah sebelum ijab dan kabul dilakukan sebab ijab kabul

menunjukkan kerelaan (keridhaan). Pada dasarnya ijab kabul dilakukan

dengan lisan, tetapi kalau tidak mungkin, misalnya bisu atau yang lainnya,

boeh ijab kabul dengan surat-menyurat yang mengandung arti ijab dan

kabul.57

Jual beli yang menjadi kebiaaan, misalnya jual beli sesuatu yang menjadi

kebutuhan sehari-hari tidak disyaratkan ijab dan kabul, ini adalah pendapat

jumhur. Menurut fatwa Ulama Syafi‟iyah, jual beli barang-barang yang kecil

pun harus ijab dan kabul, tetapi menurut Imam Al-Nawawi dan Ulama

Muta‟akirin Syafi‟iyah berpendirian bahwa boleh jual beli barang-barang yang

kecil dengan tidak ijab dan kabul seperti membeli sebungkus rokok.58

Adapun syarat-syarat jual beli yakni:

1. Syarat in‟iqad (terjadinya akad) adalah syarat harus terpenuhi agar akad

jual beli dipandang sah menurut syara‟. Apabila syarat ini tidak

terpenuhi, maka ajad jual beli menjadi batal.

2. Syarat sahnya akad jual beli , syarat ini dibagi menjadi dua bagian

a. Syarat umum adalah syarat yang harus ada pada setiap jenis jual beli

agar jual beli tersebut dianggap sah menurut syara‟

56
Hendi Suhendi, Fqih Muamalah. Ekonomi Islam, PT. Raja Grafindo Persada, 2002,
hal.72
57
Naruen Haroen, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007)., hlm.20-122
58
Ikit, Jual Beli Dalam Perspektif Ekonomi Islam, (Jakarta:Gava Media, 2018)., hlm 70
57

b. Syarat khusus adalah syarat-syarat khusus yang harus ada pada setiap

jual beli.

3. Syarat kelangsungan jual beli (syarat nafadz)

4. Syarat mengikat (syarat luzum) jual bel disyaratkan akad jual beli

terbebas dari slaah satu jenis khiyar yang membolehkan kepada salah

satu pihak untuk membatalkan akad jual beli.59

D. Karakteristik dan Etika Akad Jual Beli

Jual beli merupakan salah satu sarana yang digunakan oleh manusia untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan adanya jual beli Allah memberikan

kekuasaan kepada hambanya yang beriman untuk melakukan transaksi.

Dengan melakukan transaksi (jual beli) maka terjalin hubungan (antara

pembeli dengan penjual) yang baik dengan tujuan untuk memenuhi

kebutuhannya.

Dari defenisi jual beli menurut hukum Islam dan perundang-undangan di

atas, dapat disimpulkan beberapa karakteristik akad jual beli, antara lain :

1. Jual beli merupakan akad yang dilahirkan kewajban bagi kedua belah

pihak yang kerakad, yaitu kewajiban penjual memindahkan

kepemilikan barang atau hak lainnya kepada pembeli, dan kewajiban

pembeli membayar harga barang yang dimaksud.

2. Jual beli merupakan akad pertukaran (mu‟awadhat), dimana penjual

mengambil harga sebagai kompensasi barang yang dia serahkan

59
Ibid, hlm. 186
58

kepada pembeli, dan pembeli mengambil barang sebagai kompensasi

harga yang dia bayar kepada penjual.

3. Jual beli merupakan akad suka rela yang mana undang-undang tidak

menyaratkan sahnya jual beli harus dalam bentuk tertentu, tetapi jual

beli dianggap sah dengan adanya keridhaan dari kedua belah pihak.

4. Jual beli merupakan akad yang berimplikasi pada pemindahan

kepemilikan sehingga penjual harus memindahkan kepemilikan barang

yang dijual kepada pembeli.60

E. Khiyar dalam Jual Beli

Dalam jual beli, menurut agama Islam dibolehkan memilih, apakah akan

meneruskan jual beli atau akan membatalkannya. Karena terjadinya oleh

sesuatu hal, khiyar dibagi menjadi tiga macam yakni berikut ini:

1. Khiyar majelis, artinya antara penjual dan pembeli boleh memilih akan

kelanjutan jual beli atau membatalkannya. Selama keduanya masih ada

dalam suatu tempat (majelis), khiyar majelis boleh dilakukan dalam

berbagai jual beli.

2. Khiyar Syarat, yaitu penjualan yang didlamnya disyaratkan sesuatu baik

oleh penjual maupun oleh pembeli.

3. Khiyar „aib artinya dalam jual beli disyaratkan kesempurnaan benda-

benda yang dibeli.61

60
Ibid, hlm. 76
61
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2020)., hlm. 83-
84
59

F. Jenis-jenis Jual Beli yag Dilarang

Larangan dalam jual beli tidak selamanya membatalkan jual beli, namun ia

juga dapat membatalkanya apabila keharamannya iu kmbali ke akad sebab

tidak terpenuhnya salah satu rukun atau karena hal lain di luar akad tetapi

merupakan unsur yang harus terpenuhi, seperti tidak terpenuhinya syarat jual

beli yang lahir dari larangan yang membatalkan akad.

Islam merupakan agama yang sempurna yang mengatur seluruh sendi-

sendi kehidupan manusia, mulai dari ibadah dan muamalah. Dalam hal

muamalah Islam mengatur dengan tegas mana batasan yang dipebolehkan dan

mana yang tidak diperbolehkan. Hal ini dikarenakan segala tingkah laku kita

dlam aktivitas ekonomi akan dipertanggung jawabkan dikemudian hari.

Dalam Islam tidak semua jual beli itu diperbolehkan hal ini dikarenakan ada

aturan yang jelas dalam a-Qur‟an dan Hadits. Berikut jenis-jenis jual beli yang

dilarang diantaranya adalah:

1. Jual beli „asb al-fahl

Terdapat beberapa penafsiran mengnai makna jual beli „asb al-fal

dikalangan ulama, anatara lain: mengawinkan hewan penjantan dengan

hewan betina. Menurut Musthafa al-Bugha „asb al-fal adalah jual beli

sperma onta atau sapi atau mengawinkan hewan penjantan dengan

hewan betina.

2. Jual beli abl al-abalah


60

Jual beli dengan pembayaran yang ditempo dengan batas waktu sampai

seekor onta melahirkan anak dalam perutnya dan anak yang dilahirkan

ini melahirkan anak pula.

3. Jual beli malaqih

Jual beli malaqih adalah janin yang ada dalam perut hewan, baik yang

jantan maupun betina.

4. Jual beli madhamin

Jual beli madhamin adalah jual beli sperma yang ada dalam tulang

punggung kuda. Jual beli ini termasuk jual beli gharar karena

merupakan jual beli atas objek yang tidak ada, tidak diketahui. Tidak

dimiliki oleh penjual dan jual beli atas sesuatu yang tidak dapat

diserahterimakan.

5. Jual beli „urbun

Jual beli „urbun adalah seseorang membeli atau menyewakan sesuatu,

kemudian ia harus membayar sejumlah uang kepada penjual atau

penyewa dengan kesepakatan jika jual beli atau sewa-menyewa tersebut

jadi, maka uang yang telah dibayar merupakan bagian dar harga barang

atau uang sewa, sedangkan apabila jual beli atau sewa-menyewa tidak

jadi atau batal, maka uang yang telah dibayar menjadi milik pejual atau

penyewa.62

G. Transaksi yang Dilarang dalam Jual Beli

62
Ikit, Jual Beli Dalam Perspektif Ekonomi Islam, (Jakarta:Gava Media, 2018)., hlm 106-
112
61

Transaksi yang dilarang dalam jual beli diantaranya adalah: Riba, Tadlis,

Gharar, Objeknya dilarang, Terlarang sebab ahli akad dan terlarang sebab

shigat.

1. Riba

Menurut bahasa berarti tambahan dan kerap disebut berkembang.

Sedangkan riba menurut syara adalah transaksi dengan menggunakan

kompetensi tertentu yang tidak diketahui kesamaanya dalam ukuran

syariat pada saat akad atau disertai penangguhan serah terima dua

barang yang dibarter atau salah satunya. Riba dibagi mejadi tiga bagian,

yakni :

1) Riba Fadhl, merupakan jualbeli dengan tambahan pada salah satu

jenis barang yang dipertukarkan.

2) Riba Yad, merupakan jual beli disertai dengan penangguhan serah

terima dua barang yang dipertukarkan atau salah satunya.

3) Riba Nasa, merupakan jual beli yang ditangguhkan pada masa

tertentu.

2. Tadlis

Tadlis merupakan penipuan yang dilakukan oleh penjual. Penipuan

yang dilakukan oleh penjual dapat berupa tidak jujur memberikan

informasi kepada calon pembeli, mencampur barang yang baik dengan

yang jelek, adanya unsur sumpah.

3. Gharar
62

Gharar merupakan ketidakpastian dalam melakukan transaksi jual beli

yakni penjual maupun pembeli tidak sah atau belum mengetahui

tentang objek barang. Sebab-sebab terjadinya gharar menurut

Muhammad Amin Al-Dharir dibagi menjadi dua bagian, yaitu :

a. Gharar terjadi pada sighat akad, yakni gharar yang terjadi pada akad

itu sendiri, bukan pada objeknya.

b. Gharar yang terjadi pada objek disebabkan dengan adanya

ketidaktahuan terhadap zat objek akad.

4. Penimbunan

Penimbunan merupakan kejahatan dalam ekonomi, barang yang masuk

kepasar jadi terhambat sehingga terjadi kelangkaan. Pada saat terjadi

kelangkaan sehingga terjadi kelangkaan. Pada saat terjadi kelangkaan

pelaku penimbunan memainkan perannya untuk mencari keuntungan

pribadi.

5. Objeknya dilarang

Jual beli dilarang dikarenakan objeknya dilarang oleh al-qur‟an dan

sunnah. Walaupun ada penjual dan pembeli namun objeknya yang

diperjualbelikan terlarang maka jual beli yang dilakukan tidak sah.

6. Terlarang sebab ahli akad

Jual beli terlarang dikarenakan orang yang melakukan akad (pembeli

dan penjual) tidak memenuhi syariat. Jual beli terlarang sebab ahli akad

menurut Wahbah Zuhaili adalah

1) Jual beli yang dilakukan oleh orang gila


63

2) Jual beli yang dilakukan oleh anak kecil dikarenakan anak kecil

belum cukup dewasa untuk mengetahui perihal tentang jual beli

3) Jual beli yang dilakukan oleh orang buta

4) Jual beli yang dilakukan adanya unsur paksaan

5) Jual beli yang terhalang, terhalang artinya karena kebodohan,

sakit.63

H. Unsur Kelalaian dalam Transaksi Jual Beli

Dalam unsur jual beli boleh saja terjadi kelalaian, baik ketika akad

berlangsung maupun di saat-saat penyerahan barang oleh penjual dan

penyerahan harga (uang) oleh pembeli. Untuk setiap kelalaian itu ada resiko

yang harus ditanggung oleh pihak yang beli. Betuk-bentuk kelalaian dalam

jual beli itu, menurut para fiqh, di antaranya adalah barang yang di jual bukan

milik penjual (barang itu sebagai ttipan (al-wadi‟ah) atau jaminan utang di

tangan penjual (ar-rahn) atau barang itu adalah barang hasil curian, menurut

perjanjian barang harus diserahkan ke rumah pembeli pada waktu tertentu,

tetapi tidak di antarkan atau tidak tepat waktu atau barang itu rusak dalam

perjanjian.

Apabila barang itu bukan milik penjual, maka ia harus membayar ganti

rugi terhadap harga yang telah ia terima. Apabila kelalaian itu berkaitan

dengan keterlambatan pengantaran barang, sehingga tidak sesuai degan

perjanjian dan dilakukan dengan unsur kesengajaan, pihak penjual juga

63
Ibid, hlm. 117-125
64

membayar ganti rugi apabila dalam mengantarkan barang itu terjadi

kerusakan (sengaja atau tidak), atau barang yang di bawa tidak sesuai dengan

contoh yang disepakati maka barang itu harus di ganti. Ganti rugi dalam akad

ini dalam istilah fiqh disebut dengan adh-dhaman yang artinya jaminan atau

tanggungan.

Dan pentingnya adh-dhaman jual beli adalah agar dalam jual beli itu tidak

terjadi perselisihan terhadap akad yang telah disetujui kedua belah pihak.

Segala bentuk tindakan yang merugikan kedua belah pihak, baik terjadi

sebelum maupun sesudah akad, menurut para ulama fiqh, harus ditanggung

resikonya oleh pihak yang menimbulkan kerugian.64

I. Bai’ Al-Mu’atah

1. Pengertian Bai‟ Al-Mu‟athah

Yaitu kedua belah pihak (penjual dan pembeli) yang melakukan akad

masing-masing memberikan barteran (alat tukar) kepada yang lain. Si

penjual memberikan barang kepada si pembeli dan si pembeli

memberikan uang kepada si penjual, tanpa menyebutkan ijab qabul.

Dari Abu Hurairah r.a dari Nabi Saw Baginda bersabda, “Belum lah

boleh dua orang yang berjual beli berpisah sebelum mereka ridho-

meridhoi”. (H.R Abu Daud dan Tirmizi)

Dalil dari pada Al-Qur‟an ialah firman Allah dalam surah al-Nisa‟ ayat

28, yang berbunyi:

64
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah,(Jakarta: Gaya Media Pratama,2007)., hlm.120-121
65

ۡ ِ ۡۚۡ ِ
٩٨ ‫ضعِيفٖا‬ ‫نس‬
ٓ ِ
ٰ ُ ٰ ‫ف ٰعن ُكم ٰو ُخل ٰق‬
‫ن‬ ‫ٱۡل‬ ٰ ‫ٱَّللُ أٰن ُُيّٰف‬
َّ ‫يد‬ُ ‫يُِر‬

Artinya: “ Allah (Senantiasa) hendak meringankan (beba hukumNya)


dari pada kamu, kaena manusia itu dijadikan berkeadaan
lemah”.
Kerelaan itu tidak dapat dilihat, sebab berhubungan dengan hati.

Oleh karena itu, wajiblah dihubungkan dengan sebab zahir yang

menjukkan keridhaan itu, yaitu sighah (ijab qabul). Kedua pihak yang

melakukan akad sepakat atas harga barang dan jenisnya lalu keduanya

saling memberikan kepada yang lain tanpa menyebut harga atau jenis

barang.

2. Pandangan Ulama Berkenaan Ijab Qabul

Menurut fatwa ulama Syafi‟iyah, wajib melafazkan ijab dan qabul

pada jual beli yang kecil-kecil. Tetapi Al-Nawawi dan kebanyakan

ulama muttakhirin dari pada kalangan ulama Syafi‟iyah mereka

berpendirian boleh jika tidak dilafazkan akad pada barang yang tidak

begitu tinggi harganya.

3. Pendapat Ulama Mengenai Transaksi Mu‟atah

Ada tiga pandangan ulama berkenaan transaksi tanpa ijab dan qabul,

yaitu:

a) Tidak harus dan tidak sah jual beli

Pandangan ini dikemukakan oleh Imam Asy-Syafi‟i dan Imam Az-

Zahiri termasuk juga Syi‟ah. Menurut merka, bai‟ mua‟tah ini tidak

sah karena dalilnya tidak kuat untuk menyatakan akad. Sebab


66

kerelaan adalah suatu perkara yang tersembunyi. Tidak ada dalil

yang dapat menyatakan demikia kecuali dengan lafaz. Lafaz ijab

qabul merupakan dalil zahir yang menunjukkan ridho kedua-dua

pihak atas urusan jual beli.

b) Harus pada sebahagian transaksi dan tidak harus pada sebagian

yang lain

Pendapat ini dipegang oleh sebahagian Ulama Syafi‟i dan

sebahagian mazhab Hanafi. Oleh karena pendapat mazhab yang

sebelumnya keras, menentukan bentuk kontrak yang khusus dan

tidak menerima prinsip tolak ansur dan mudah maka sebahagian

dari pada golongan ulama‟ Syafi‟i termasuk An-Nawawi, Al-

Baghawi dan Al-Mutawalli, mengatakan sah jual beli dengan cara

ujuk-mengunjuk pada semua barang yang akan diperjualbelikan .

Sebagian ulama‟ Syafi‟i seperti Ibnu Suraij dan Al-Ruyani

mengkhususkan keharusan jual beli secara unjuk-mengunjuk

kepada barang-barang yang kurang yaitu sesuatu yang berlaku

kebiasaan unjuk-mengunjuk padanya.

c) Harus secara mutlak

Pendapat ini pendapat jumhur fuqaha‟ Hanafi, Maliki dan Hanbali.

Mereka berpendapat transaksi Mu‟atah ini harus sama ada pada

barang yang mahal ataupun murah. Bagi Al-Imam Abu Hanafiah

dan Al-Imam Ahmad (Pandangan terkemudian) serta ulama‟-

ulama‟ di kalangan mereka, mereka megatakan aqad yang berlaku


67

secara unjuk-mengunjuk adalah sah dalam perkara yang telah

menjadi kebiasaan.65

65
https://almanhaj. Or. Id/4042-jual-beli-murabahah-jual-beli-muathah-jual-beli-
musharrah. html
68

BAB IV

ANALISIS DAN HASIL PENELITIAN

A. Pelaksanaan Praktik Jual Beli Titip Tangkapan Nelayan Berupa Cumi-


Cumi Di Tinjau Dari Perspektif Hukum Islam di Desa Mantang Lama,
Kecamatan Mantang, Kabupaten Bintan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh penulis melalui observasi dan

wawancara, adapun jual beli yang penulis teliti merupakan jual beli titip

tangkapan nelayan yang dilakukan oleh nelayan, pemilik warung di Desa

Mantang Lama, Kecamatan Mantang.

Adapun hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti, peneliti menyaksikan

kegiatan nelayan dan pihak warung serta lokasi penelitian yang digambarkan,

sebagai berikut:

1.Letak warung tidak jauh dari pelabuhan Desa Mantang Lama

2.Pihak nelayan menitipkan cumi-cumi diwarung lalu nelayan pergi

meninggalkan warung.

3.Pihak pemilik warung menimbang cumi-cumi tersebut.

4. Setelah cumi-cumi ditimbang diletakkan kedalam kotak es

5. Pihak nelayan datang dan pemilik warung langsung memberikan hasil

penjualan (uang) kepada nelayan66

Hasil wawancara yang penulis lakukan kepada pemilik warung yang dimana

tempat terjadinya jual beli titip cumi-cumi. Pak abas selaku pemilik warung

menuturkan bahwa jual beli ini sudah berlangsung lebih dari tiga tahun terakhir

ini, nelayan yang menjualkan cumi-cumi hasil tangkapannya kepada pak Abas

66
Observasi di Warung, Desa Mantang Lama, Kecamatan Mantang Pada Tanggal 20 Juli
2021 pukul 15.20 WIB
69

terhitung aktif berjumlah 15 orang dari total nelayan yang ada di Desa Mantang

Lama berjumlah 238 orang, sedangkan yang lainnya hanya sesekali

menjualkan cumi-cumi hasil tangapannya kepada pak Abas.67

Dalam melakukan jual beli tersebut, pak Abas selaku pemilik warung

menjual kembali cumi-cumi tersebut di masyarakat atau diluar Desa Mantang

Lama. Para nelayan biasanya pulang melaut di malam hari, sedangkan warung

yang biasanya menjadi tempat jual-beli cumi-cumi buka jam 7 pagi dan tutup

jam 5 sampai jam 6 sore. Para nelayan yang hendak menjual cumi-cumi hasil

tangkapannya harus menunggu warung buka kembali di jam 07:00 pagi.

Seperti biasanya nelayan yang pulang melaut di malam hari mereka hanya

menitipkan cumi-cumi tersebut kepada istri atau anak dari pemilik warung

tersebut. Tidak semua nelayan yang pulang di malam hari langsung menitip

cumi-cumi, ada sebagian dari mereka yang memang menyimpan cumi-cumi

tersebut kedalam kotak es yang dimiliki masing-masing nelayan.68

Nelayan yang menjualkan cumi-cumi tersebut di warung dengan menitipkan

cumi-cumi dan kemudian nelayan meninggalkan warung. Pihak warung

menimbang cumi-cumi tersebut dan setelah ditimbang diletakkan kedalam

kotak es. Para nelayan datang kewarung untuk mengambil uang kepada pemilik

warung kemudian pemilik warung memberitahukan berapa berat cumi-cumi

yang dimiliki nelayan tersebut. Jual beli seperti ini sudah sering dilakukan dan

67
Wawancara dengan Bapak Abas (pemilik warung) Desa Mantang Lama, Kecamatan
Mantang pada tanggal 20 Juli 2021 pukul 15.20 WIB
68
Wawancara dengan Bapak Abas (pemilik warung) Desa Mantang Lama, Kecamatan
Mantang pada tanggal 20 Juli 2021 pukul 15.20 WIB terkait permasalahan yang dikaji penulis.
70

menjadi kebiasaan oleh pemilik warung dan para nelayan Desa Mantang

Lama.69

Peneliti juga mewawancarai para nelayan yang terbiasa menjual atau

menitipkan cumi-cumi hasil tangkapannya. Dari 25 narasumber yang tersedia,

peneliti mengambil 10 orang narasumber untuk diwawancarai mengenai jual

beli titip cumi-cumi tersebut, berikut tabel nama-nama para narasumber yang di

wawancarai oleh peneliti, ialah sebagai berikut:

Tabel IV.1

Nama-nama Para Narasumber

No Nama Profesi Umur

1 Abas Pemilik Warung 48 Tahun

2 Adnan Tokoh Agama 49 Tahun

3 Zaidi Tokoh Masyarakat 50 Tahun

4 Ismail Nelayan 50 Tahun

5 Nurdin Nelayan 46 Tahun

6 Zai Nelayan 49 Tahun

7 Selamat Nelayan 38 Tahun

69
Wawancara dengan Bapak Abas (pemilik warung) Desa Mantang Lama, Kecamatan
Mantang pada tanggal 20 Juli 2021 pukul 15.20 WIB terkait permasalahan yang dikaji
penulis.
71

8 Sutar Nelayan 34 Tahun

9 Seka Nelayan 31 Tahun

10 Amir Nelayan 42 Tahun

Sumber : Observasi lapangan

Berdasarkan hasil wawancara dari pihak nelayan dan pemilik warung

bahwasannya rata-rata para nelayan yang menjualkan cumi-cumi hasil

tangkapannya diwarung karena lokasi yang mudah dijangkau yaitu dikawasan

Desa Mantang Lama itu sendiri. Mereka mengutarakan jika mereka harus

menjual cumi-cumi tersebut di toke yakni yang berada di luar kampung mereka

harus menyebrang lagi dan memakan waktu diperjalanan sedangkan mereka

butuh waktu untuk istirahat. Para nelayan yang sering menjualkan cumi-cumi

di warung yang berada di Desa Mantang Lama dengan sistem dititipkan

diwarung sudah menjadi suatu kebiasaan masyarakat setempat. Penuturan dari

salah satu nelayan bapak Sulai bahwasannya mereka percaya kepada pemilik

warung karena mereka sudah sering menjualkan cumi-cumi hasil tangkapannya

di warung tersebut.70

Menurut penuturan dari salah satu nelayan yang berada di Desa Mantang

Lama, Bapak Nurdin mengatakan beliau tidak pernah menjual cumi-cumi hasil

tangkapannya di warung yang memang membeli hasil tangkapan nelayan yakni

salah satunya cumi-cumi. Bapak Nurdin selalu menjual hasil tangkapannya di

luar Desa Mantang Lama yakni di toke yang berada dikijang. Beliau

70
Wawancara dengan Bapak Sulai (Nelayan) Desa Mantang Lama, Kecamatan Mantang
pada tangal 25 Jui 2021 pukul 09.25 WIB
72

menuturkan menjual cumi-cumi di toke lebih transparan dan bisa dilihat sendiri

saat cumi-cumi ditimbang jadi tidak adanya rasa ragu berat timbangan

tersebut.71

Menurut penuturan dari Bapak Abas salah satu pemilik warung tempat

pembelian cumi-cumi di Desa Mantang Lama, harga cumi-cumi yang ia beli

dari pihak nelayan ialah mengikuti harga pasar. Jika cumi-cumi lagi musim

harga beli menjadi lebih rendah dari biasanya dan sebaliknya jika cumi-cumi

seperti hari biasanya maka harga beli lebih tinggi dari biasanya, rata-rata harga

berkisar dari Rp 35.000 sampai Rp 45.000 per 1 kg.72

B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli Titip Cumi-Cumi Hasil


Tangkapan Nelayan
Dalam melakukan transaksi jual beli, rukun jual beli haruslah terpenuhi

yakni harus ada pihak penjual dan juga pihak pembeli, kemudian objek jual

belinya yaitu barang yang akan diperjualbelikan, ijab dan qabul serta syarat

jual beli yaitu syarat in‟iqad, syarat sah, syarat nafadz. Tujuan adanya syarat

ini adalah untuk mencegah adanya pertentangan dan perselisihan antara pihak

yang bertransaksi, menjaga hak kemashalatan kedua belah pihak, serta

meghilangan segala bentuk ketidakpastian dan resiko.

Apabila rukun jual beli telah terpenuhi maka jual beli yang dilakukan

danggap sah. Jumhur ulama menjelaskan bahwa rukun jual beli ada empat

yaitu ada orang yang berakad atau al-muta‟aqidain (penjual dan pembeli),

71
Wawancara dengan Bapak Nurdin (Nelayan) Desa Mantang Lama, Kecamatan
Mantang pada tangal 25 Jui 2021 pukul 09.50 WIB
72
Wawancara dengan Bapak Abas (Pemilik Warung) Desa Mantang Lama, Kecamatan
Mantang pada tangal 20 Jui 2021 pukul 15.250WIB
73

shigat (lafal ijab dan qabul), barang yang dibeli dan ada nilai tukar pengganti

barang.73

Setelah rukun yang terpenuhi jual beli juga harus memenuhi syarat, yakni

sebagai berikut :

1. Syarat in‟iqad

Syarat in‟iqad merupakan syarat yang harus di wujudkan dalam akad,

sehingga akad tersebut diperbolehkan secara syar‟i, jika tidak lengkap

maka akan menjadi batal, adapun syarat tersebut ialah sebagai berikut:

a. Orang yang melakukan transaksi harus berbilang dalam arti terdapat

dua belah pihak yang melakukan transaksi (penjual dan pembeli).

b. Seorang aqid haruslah seorang yang berakal dan tamyiz (dapat

membedakan yang baik dan yang buruk), dalam artian akad tidak

dilakukan oleh orang yang gila.

c. Objek transaksi harus ada ketika akad dilakukan, tidak sah melakukan

transaksi jual beli atas barang yang tidak ada atau wujud (mad‟un),

seperti menjual susu yang masih dalam perahan.

d. Objek transaksi merupakan harta yang diperbolehkan oleh syara‟

yakni harta yang memiliki manfaat bagi manusia dan memungkinkan

untuk disimpan dan diperbolehkan oleh syara‟.

e. Objek transaksi benda dalam kepemilikan orang lain atau benda dalam

alam bebas.

73
Wahbah az-Zuhaili, Fiqh Sunah 5 ...hlm.71
74

f. Objek transaksi bisa di serah terimakan ketika atau setelah akad

berlangsung.74

2. Syarat Nafadz

Syarat tersebut, merupakan syarat yang menyatakan apakah sebuah akad

bersifat nafadz atau mauquf terdapat dua kriteria yang harus dipenuhi

yakni:

a. Kepemilikan dalam wilayah, objek transaksi yang akan

diperjualbelikan merupakan milik penjual dan memiliki kemampuan

penuh untuk mentransaksikannya. Sedangkan wilayah bisa diartikan

sebagai hak atau wewenang seseorang yang mendapatkan legalitas

syar‟i untuk melakukan transaksi atau suatu objek tertentu.

b. Dalam objek transaksi tidak terdapat hak atau kepemilikan orang lain,

jika terdapat hak kepemilikan orang lain maka akad menjadi

mauquf,seperti menjual barang yang digadaikan atau barang yang di

sewakan.75

3. Syarat sah

Merupakan syarat yang harus disempurnakan dalam setiap transaksi jual

beli agar jual beli tersebut menjadi sah dalam pandangan syara‟. Adapun

syaratnya sebagai berikut:

a. Jahalah, yaitu ketidakjelasan yang bersifat fatal dan akan

menimbulkan perselisihan diantara kedua belah pihak yang

bertransaksi, keduanya dalam posisi yang kuat.


74
Imam Asy-Syafi‟i, Al-Umum Kitab Induk, Terjemahan, Ismail Yakub, Jilid 4 (Kuala
Lumpur: Victorie Agencie), hlm.07.
75
Wahbah az-Zuhaili, Fiqh Sunah 5 ...hlm. 372.
75

b. Ibrah, yaitu transaksi yang mendapatkan tekanan dari pihak lain untuk

melakukan transaksi.

c. Tauqit, yakni transaksi jual beli yang dibatasi dengan waktu tertentu.

d. Gharar, adanya ketidakpastian tentang objek transaksi, baik dari segi

kriteria maupun keberadaan objek tersebut.76

e. Dharar, adanya bahaya atau kerugian yang akan diterima penjual

ketika terjadi serah terima barang.

f. Syarat fasid, penetapan syarat yang akan memberikan nilai manfaat

bagi salah satu pihak dan syarat tersebut bertentangan dengan syara‟.77

Berdasarkan syarat-syarat jual beli yang tertera diatas serta hasil observasi

yang dilakukan oleh peneliti bahwasannya transaksi jual beli cumi-cumi yang

terjadi di Desa Mantang Lama, Kecamatan Mantang harus memenuhi rukun

dan syarat yang telah ditetapkan sesuai dengan hukum syara‟. Bahwasannya

jual beli titip cumi-cumi yang dilakukan antara pemilik warung dan para

nelayan telah memenuhi rukun jual beli, yaitu ada penjual dan juga ada

pembeli, terdapat barang yang menjadi objek transaksi, ada ijab dan qabul

serta barang yang di perjualbelikan ada nilainya, barang yang diperjualbelikan

merupakan barang yang bermanfaat dan dibolehkan oleh hukum syara‟.

Namun, transaksi jual beli titip cumi-cumi di Desa Mantang Lama,

Kecamatan Mantang setelah peneliti mengamati bahwa transaksi jual beli

tersebut belum memenuhi syarat in‟iqad yakni tidak adanya akad jual beli

76
Ibid, hlm. 380.
77
Ibid., hlm.38.
76

(ijab dan kabul) antara penjual dan pembeli melainkan nelayan hanya

menitipkan cumi-cumi dan kemudian meninggalkan cumi-cumi tersebut

diwarung. Salah satu syarat dalam jual beli adalah adanya ijab dan kabul

antara kedua belah pihak yang bertransaksi yakni penjual dan pembeli.

Berdasarkan hal tersebut maka jual beli cumi-cumi hasil tangkapan

nelayan dengan sistem titip di Desa Mantang Lama, Kecamatan Mantang

dinyatakan boleh dilakukan, dengan alasan jual beli yang dilakukan antara

pemilik warung dan para nelayan mengikuti kebiasaan („urf). Kebiasaan

masyarakat dalam transaksi jual-beli cumi-cumi di Desa Mantang Lama,

Kecamatan Mantang, Kabupaten Bintan dapat dikatagorikan „urf amali karena

kebiasaan yang berupa perbuatan. Hal seperti ini tidak menyalahi aturan akad

dalam jual beli tanpa mengucapkan akad jual beli, padahal menurut syara‟

shigat jual beli merupakan salah satu rukun jual beli. Hal ini dikarenakan telah

menjadi kebiasaan dalam masyarakat melakukan jual beli tersebut. Akad

dengan lafadz sudah digunakan oleh kebanyakan orang di masa sekarang.

Tetapi secara substansif akad tersebut sudah memenuhi prinsip dasar dalam

transaksi (akad) karena sudah adanya kerelaan kedua belah pihak dan

keharusan dari akibat hukum yang timbul dari transaksi tersebut juga

didasarkan atas tuntutan yang telah disepakati bersama. Menurut Imam

Mawawi, Mutawali, Baghawi dan ulama lainnya berpedapat bahwa lafadz itu

tidak menjadi rukun dalam jual beli, hanya menurut adat kebiasaan („urf).

Jadi, ijab qabul itu atas dasar kerelaan, pihak penjual dengan rela
77

menyerahkan barangnya dan pihak pembeli dengan rela menerimanya. Hal ini

sudah sesuai dengan firman Allah dalam (Q.S An-Nisa:29) yang berbunyi:

ۡ
‫ٰعن‬ ِ ‫ٓأَيٰيُّها ٱلَّ ِذين ءامنُواْ َٰل َٰت ُكلُواْ أ ٰۡم ٓولٰ ُكم ب ۡي نٰ ُكم بِ ۡٱلب‬
‫ٓط ِل إََِّلأ أٰن تٰ ُكو ٰن ِ ٓتٰٰرًة‬ٰ ٰ ٰ ‫أ‬ ٰٰ ٰ ٰ ٰ
ۡۚ ۡ ۡۚ
٩٩ ‫ٱَّللٰ ٰكا ٰن بِ ُك ۡم ٰرِحيمٖا‬ َّ ‫تٰٰراضٖ ِّمن ُك ۡم ٰوَٰل تٰقتُلُأواْ أٰن ُف ٰس ُك ۡم إِ َّن‬
artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu”.
Berdasarkan kaidah fiqh yaitu sebagai berikut:

“ Muamalah dapat sah karena sesuatu yang menujukkan maksudnya baik


melalui ucapan atau perbuatan tertentu”.
Berdasarkan kaidah fiqh diatas, sesungguhnya akad muamalah yang

berbeda-beda seperti jual beli salam dan akad lainnya, semuanya terdapat

dalilnya. Hukumnya mutlak dan tidak boleh dibatasi dengan ucapan atau

perbuatan tertentu. Barang siapa yang memberikan batasan dengan ucapan

atau perbuatan tertentu, maka baginya perlu dalil yang membatasinya.78

Sahnya muamalah dikembalikan kepada kebiasaan („urf). Oleh karena itu,

muamalah sah berdasarkan dalil kebiasaan baik berupa ucapan atau perbuatan

tanpa membutuhkan persyaratan ucapan atau perbuatan tertentu. Karena

prinsip dasarnya adalah tidak adanya persyaratan. Barang siapa yang

membatasi keabsahan muamalah dengan syarat tertentu, maka ia menyalahi

prinsip hukum asal.79

78
Djazauli, Kaidah-Kaidah Fiqh, (Jakarta: Prenada Media Group, 2007), hlm.13.
79
Drs.H. Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, ( Jakarta: Amzah, 2017), hlm. 53-57
78

Dalil-dalil di atas menjelaskan bahwa praktik muamalah sah oleh setiap

ucapan atau perbuatan yang menujukkan kepada maksud yang dituju.

Semuanya dikembalikan kepada „urf (adat istiadat). Karena Allah Swt. Tidak

menuntut kita ucapan-ucapan tertentu dalam bermuamalah, tetapi maksud dan

tujuan yang jadi esiensinya.80

Namun terdapat pro kontra tentang jual beli mu‟athah ini dimana ulama

Syafi‟i melarang jual beli seperti itu, sedangkan menurut Hanafiyah,

Malikiyah, Hanbaliyah memperbolehkan jual beli tersebut. Adapun dalil yang

memperbolehkan jual beli mu‟athah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh

Ibnu Majah dari Abi Sa‟id Al-Khudri bahwa Rasulullah bersabda:

‫امنا البيع عن تراض‬

Artinya: “Sesungguhnya jual beli itu harus dasar suka sama suka”

Dapat disimpulkan dari pengertian di atas bahwasannya jual beli mu‟athah

adalah jual beli yang dilakukan dengan cara memberikan barang dan

menerima pembayaran tanpa ijab dan qabul oleh pihak penjual dan pembeli.

Dikarenakan hukum Islam pada dasarnya membolehkan segala praktik

80
Ibid., hlm.58-60
79

berbisnis yang dapat memberikan manfaat81, prinsip dasarnya kaidah hukum

Islam yang berbunyi :

‫اَلصل َف األشياء اۡلِبة حيت يدل دليل على حتر ميها‬

Artinya: “ Dasar pada setiap sesuatu pekerjaan adalah boleh sampai ada
dalil yang mengharamkannya”.
Jadi, jual beli seperti ini juga sesuai dengan esensi dari akad itu sendiri

yang sesungguhnya bukanlah pada bentuk lafadz atau perkataan dari ijab dan

qabul, akan tetapi pada maksud dari transaksi itu sendiri yang sesuai dengan

kaidah fiqh yang berbunyi “yang dianggap di dalam akad adalah maksud-

maksud dan makna-makna, bukan lafadz-lafadz dan bentuk-bentuk

perkataan”.82

Menurut beberapa ulama ada yang berbeda pendapat mengenai akad bil

mu‟athah tersebut, yakni antara lain: Menurut Mazhab Hanafi dan Hanbali,

akad bil mu‟athah dalam hal-hal yang telah dikenal manusia hukumnya sah,

hak barangnya itu tidak begitu berharga (murah) maupun berharga (mahal).

Dalam hal ini diisyaratkan harga barang yang dijadikan objek akad telah

diketahui dengan jelas. Apabila harganya tidak diketahui maka akadnya

menjadi fasid (rusak). Selain itu, syarat lainnya adalah bahwa tindakan ta‟athi

bukan mengambarkan keidakrelaannya atas akad yang dilakukan.83

81
Al-Faqih Abu Wahid Muhammad bi Achmad bin Muhammad ibnu Rusyd, Bidyatul
Mujahit (Analisa Fiqh para Mujtahid), Terjemahan, Imam Ghazali Said dan Achmad Zaidun,
(Jakarta : Pustaka Amani, 2007), hlm. 803
82
Ibid., hlm.804-805
83
Wahbah az-Zuhaili, Fiqh Sunnah hlm.85
80

Menurut Mazhab Maliki dan asal Mazhab Ahmad, akad dengan

perbuatan atau bil mu‟athah hukumnya sah, apabila perbuatan tersebut

secara jelas menunjukkan kerelaan kedua belah pihak, baik akadnya sudah

dikenal oleh orang banyak atau belum dikarenakan landasannya adalah

adanya sesuatu yang menunjukkan kehendak kedua belah pihak untuk

membuat akad dan menunjukkan kerelaan keduanya, serta

kesungguhannya.84

Menurut Mazhab Syafi‟i akad perbuatan atau bil mu‟athah hukumnya

tidak sah, karena tidak menunjukkan keseriusan dalam bertransaksi.

Dikarenakan kerelaan adalah sesuatu yang samar, yang tidak bisa

ditunjukkan kecuali dengan perkataan (lafaz). Sedangkan perbuatan

memungkinkan adanya maksud lain dari akad, sehingga tidak bisa

dipegang sebagai akad. Oleh karena itu, diisyaratkan untuk terwujudnya

akad harus melalui lafal yang jelas atau kinayah atau semacamnya seperti

isryarah. Akan tetapi, ulama-ulama moderat dari seperti Imam An-

Nawawi, Al-Baghawi, dan Al-Mutawali membolehkan dilakukannya jual

beli dengan perbuatan atau bil mu‟athah dengan landasan adat kebiasaan

(urf‟).85

Berdasarkan hukum Islam jual beli dengan akad mu‟athah ialah

kesepakatan kedua belah pihak atas harga dan barang yang dijual, keduanya

84
Ibid., hlm. 86-87
85
Ibid., hlm. 88-89
81

saling memberi tanpa ijab dan qabul dan kadang hanya ada perkataan dari

salah satu pihak saja.

Hukum jual beli mu‟athah menurut kebanyakan ulama Syafi‟iyah ialah

tidak sah karena salah satu rukun jual beli tidak terpenuhi yakni sighat ijab

dan qabul. Sebagaimana yang dijelaskan bahwa “ Ulama Syafi‟iyah

berkata: tidak sah jual beli kecuali dengan sighat berupa ucapan atau

sesuatu yang bisa menempati diposisinya seperti tulisan, utusan dan isyarat

yang diketahui bagi orang bisu, adapun jual beli tanpa sighat maka tidak

sah”. 86

Imam Nawawi menjelaskan bahwa akad jual beli tanpa sighat masih

diperselisihkan keabsahannya oleh para ulama, yang mana sebagian menilai

tidak sah dan sebagian lagi menilai sah asal sudah di ketahui bahwa kedua

belah pihak sama-sama ridha.

Ulama Hanafiyah sepakat dan mengatakan bahwa terlaksanakannya

ijab qabul tidak harus diekspresikan lewat ucapan atau perkataan saja,

sebab ijab dan qabul boleh dan sah hanya dengan perbuatan dengan kondisi

tertentu, dengan alasan:

1. Allah membolehkan jual beli dan tidak membatasinya dengan akad

tertentu, sebagaimana firmannya dalam Al-Qur‟an :

ْ ٰ َ ّ َ َّ َ َ َ ‫َ َ َ َّ َّ ُ ب َ ب‬
‫ٱلربوا‬
ِ ‫وأحل ٱَّلل ٱۡليع وحرم‬

86
Drs.H. Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Amzah, 2017), hlm. 70-72
82

Artinya:“Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengaharamkan


riba” (QS. Al-Baqarah:275)

2. Sesuai „urf atau kebiasaan dimana pembeli menerima barang dan

penjual mengambil uang tanpa adanya perselisihan, maka sudah

menunjukkan bentuk ridha keduanya dan jika dengan perkataan

dianggap ridha maka dengan perbuatan diperbolehkan selama tidak ada

yang di permasalahkan.87

Berdasarkan apa yang telah dijelaskan di atas dapat dikatakan sebagai

jual beli karena tidak ada suatu dalil yang secara terang untuk mewajibkan

mengucapkan lafadz, memberi tindakan, menerima tindakan atau bahkan

indikasi dalam bentuk apapun selama menunjukkan adanya kerelaan dan

keridhaan. Jadi, kesimpulannya hukum jual beli mu‟athah di perbolehkan.

Karena ijab qabul yang paling utama ialah atas dasar kerelaan yaitu penjual

rela menyerahkan barangnya dan pihak pembeli dengan rela menerimanya.

Menurut salah satu narasumber Bapak Zaidi selaku tokoh masyarakat

Desa Mantang Lama mengatakan para nelayan desa mantang lama tidak

merasa keberatan jika mereka menjual cumi-cumi tersebut dengan

dititipkan diwarung. Dikarenakan transaksi jual beli seperti itu sudah

dilakukan dari tahun ke tahun bahkan sampai sekarang tidak terjadi

permasalahan bagi mereka yang melakukan transaksi. Pada dasarnya

87
Ibid., hlm. 73-75
83

mereka saling percaya dan sudah menjadi kebiasaan masyarakat Desa

Mantang Lama.88

Menurut Bapak Adnan selaku salah satu tokoh agama mengutarakan

bahwa jual beli boleh dilakukan jika sesuai dengan syarat-syarat yang

sudah ditetapkan dalam syari‟at Islam. Sesuai dengan Firman Allah dalam

Al-Qur‟an yang berbunyi:

ْ ٰ َ ّ َ َّ َ َ َ ‫َ َ َ َّ َّ ُ ب َ ب‬
‫ٱلرب ْۚوا‬
ِ ‫وأحل ٱَّلل ٱۡليع وحرم‬

Artinya: “ Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan


riba” (QS. Al-Baqarah:275)
Menurut Bapak Adnan jual beli cumi-cumi yang dilakukan antara pihak

nelayan dan pihak warung boleh dilakukan, dikarenakan kedua belah pihak

saling ridho dan sudah menjadi suatu kebiasaan (urf‟) serta tidak

menimbulkan masalah bagi kedua belah pihak. Menurut Bapak Adnan

kebiasaan (urf‟) yang berupa perbuatan dan selagi tidak menyalahi aturan

akad dalam jual beli tanpa mengucapkan ijab dan qabul tidak

dipermasalahakan menurut beliau kerelaan kedua belah pihak yang menjadi

acuan dalam sah atau tidaknya transaksi jual beli tersebut.89

Dari hasil penelitian yang dilakukan baik dari segi transaksi jual beli

tanpa meyebutkan lafadz akad dan jual beli cumi-cumi dengan sistem

dititipkan, hal ini termasuk dalam adat dan kebiasaan. Transaksi jual beli

88
Wawancara dengan Bapak Zaidi (Tokoh Masyarakat) Desa Mantang Lama, Kecamatan
Mantang pada tanggal 1 Agustus 2021 pukul 14.10 WIB
89
Wawancara dengan Bapak Adnan ( Tokoh Agama) Desa Mantang Lama, Kecamatan
Mantang pada tanggal 2 Agustus 2021 pukul 10.25 WIB
84

pun sudah terpenuhi syarat maupun rukunnya, sehingga sah-sah saja dalam

pelaksanaannya. Karena sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan („urf) hal

itu di perbolehkan asal ada keridhoan di antara kedua belah pihak.

Menetapkan hukum berdasarkan adat kebiasaan yang demikian sejalan

dengan kaidah:

“ Menetapkan (suatu hukum) dengan dasar („urf) seperti menetapkan

(hukum) dengan dasar nash”

Berdasarkan data yang dikumpulkan ada beberapa perbedaan pendapat

tentang hukum jual beli mu‟athah tersebut ada yang membolehkan dan

tidak diperbolehkan. Menurut dalil-dalil yang terkandung didalam hukum

Islam, kaidah fiqh dan pendapat para ulama serta tokoh masyarakat dan

tokoh agama Desa Mantang Lama, Kecamatan Mantang bahwasanya di

perbolehkan transaksi jual beli titip cumi-cumi tersebut berdasarkan

kebiasaan („urf), rukun dan syarat-syarat jual beli yaitu syarat in‟iqad ,

syarat nafadz dan syarat sah.


85

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam praktik jual beli titip tangkapan nelayan berupa cumi-cumi ditinjau

dari perspektif hukum Islam penulis melakukan wawancara dan observasi lalu

dapat disimpulkan bahwa:

1. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan oleh peneliti,

bahwasanya praktik jual beli titip tangkapan nelayan berupa cumi-cumi

ditinjau dari perspektif hukum Islam yang dilakukan jual beli cumi-cumi

tersebut nelayan hanya meletakkan cumi-cumi dan meninggalkan cumi-

cumi diwarung tanpa ditimbang terlebih dahulu oleh nelayan sehingga

berat timbangan belum diketahui secara pasti. Pemilik warung hanya

menyampaikan berapa kg berat cumi-cumi tersebut dan langsung

memberikan uang kepada nelayan.

2. Setelah penelitian yang dilakukan oleh peneliti yang terjadi berdasarkan

data yang dikumpulkan melalui observasi dan wawancara kepada para

pihak yang melakukan transaksi jual beli titip tangkapan nelayan di Desa

Mantang Lama, Kecamatan Mantang, bahwasannya dalam transaksi jual

beli yang dilakukan belum memenuhi syarat in‟iqad yakni tidak adanya

akad jual beli (ijab dan qabul) antara penjual dan pembeli melainkan

nelayan hanya menitipkan cumi-cumi dan kemudian meninggalkan cumi-

cumi tersebut diwarung. Namun, jual beli titip tangkapan nelayan boleh

dilakukan, dengan alasan jual beli yang dilakukan antara pemilik warung
86

dan para nelayan mengikuti kebiasaan („urf). Dan dalam jual beli ini

termasuk kedalam „urf amali karena kebiasaan yang berupa perbuatan dan

tidak menyalahi aturan akad dalam jual beli tanpa mengucapkan akad jual

beli. Pada dasarnya dalam transaksi akad sudah adanya kerelaan antara

kedua belah pihak. Sesuai dengan firman Allah Swt dalam (Q.S An-

Nisa:29) yang berbunyi:


ۡ ۡ ۡ ۡ ِ َّ
ِ ِ ِ ِ
‫ين ءٰ ٰامنُواْ َٰل َٰت ُكلُأواْ أٰم ٰٓولٰ ُكم بٰي نٰ ُكم بٱلبٰٓط ِل إََّلأ أٰن تٰ ُكو ٰن ٓتٰٰرةً ٰعن‬
ٰ ‫ٰٓأَيٰيُّ ٰها ٱلذ‬
ۡۚ ۡ ۡۚ
٩٩ ‫ٱَّللٰ ٰكا ٰن بِ ُك ۡم ٰرِحيمٖا‬ َّ ‫تٰٰراضٖ ِّمن ُك ۡم ٰوَٰل تٰقتُلُأواْ أٰن ُف ٰس ُك ۡم إِ َّن‬
Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu”

B. Saran

1. Kepada pihak nelayan diharapkan setelah selesai menjual cumi-cumi

diwarung sebaiknya tidak meninggalkan warung terlebih dahulu, tunggu

sampai pihak warung menimbang cumi-cumi tersebut agar jual beli lebih

terlihat transparan berat timbangan cumi-cumi tersebut.

2. Pihak warung diharapkan dapat menimbang cumi-cumi di depan para

nelayan agar tidak terjadinya kecurigaan dari pihak nelayan berapa berat

kg hasil tangkapan nelayan yang ditimbang serta pihak warung dapat

memberikan bukti tertulis seperti nota kepada pihak nelayan agar sewaktu-

waktu jika terjadi kesalahan dari pihak warung dalam menimbang cumi-

cumi tersebut pihak nelayan dapat menunjukkan nota agar tidak terjadi

kesalahpahaman anatara kedua belah pihak.


87

3. Kepada pihak pemuka agama serta civitas akademika khususnya yang

bergerak dibidang ke-Islaman diharapkan adanya sosialisasi memberikan

arahan maupun pemahaman kepada masyarakat tentang konsep jual beli

yang sah berdasarkan hukum Islam.


88

DAFTAR PUSTAKA

Wardi Muslich Ahmad, Fiqh Muamalah Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada,


2017

Wardi Mulich Ahmad, Fiqh Muamalat, Jakarta:Amzah, 2012

Abdullah Boedi, Metode penelitian Ekonomi islam , Bandung:CV Pustaka


Setia, 2014

Djazauli, kaidah-kaidah Fiqh, Jakarta:Prenada Media Group, 2007

Lif Nurul Alista, SKRIPSI, Analisis Hukum Islam Terhadap Jual Beli Ikan
Tangkapan Nelayan Oleh Pemilik Perahu Di Desa Segoro Tambak
Kecamatan Sedati Kabupaten Sidoarjo, Unversitas Islam Negeri Sunan
Ampel,2014

Harun, Fiqh Mu‟amalah, Surakarta:Muhammadiyah University Press, 2017

Suhendi Hendi, Fiqh Muamalah, Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada , 2010

Idris, Hadist Ekonomi Dalam Perspektif Hadis Nabi , Jakarta:Prenada Media


Group, 2015

Ikit, Jual beli dalam perspektif ekonomi Islam, Jakarta: Gaya Media , 2018

Mustofa Imam, Fiqh Mu‟amalah Kontemporer, Yogyakarta: Kaukaba


Dipantara,2014

Mardani, Fiqh Ekonomi Syari‟ah, Fiqh Mu‟amalah, Jakarta: Kecana Prenanda


Media Group, 2012

Syafi‟i Antonio Muhamad, Bank Syari‟ah dari teori ke praktik, Jakarta: Gema
Insani Press, 2001

Daud Ali Mohammad, Hukum Islam, Jakarta: Rajawali Pers, 2009


89

Muchamat Yudianto, SKRIPSI, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek


Akad Jual Beli Ikan Nelaya, Studi Kasus Di Desa Pangkalan Kecamatan
Sluke Kabupaten Rembang, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2015

Haroen Nasrun, Fiqh Mu‟amalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007

Nurhidayah, SKRIPSI, Transaksi Jual Beli Nelayan Paggae menurut hukum


ekonomi Islam, Studi di desa ujung Labuang Kabupaten Pinrang, stain
pare-pare 2017

Nurasiah, SKRIPSI, Tinjaua Hukum Islam Terhadap Jual Beli Di laut, studi
kasus di desa labuang kabupaten pinrang, sekolah tinggi Agama Islam
Negeri Pare-pare 2018

Kutha Ratna Nyoman, Metodologi Penelitian Kajian Ilmu Sosial Humaniora


Pada Umumnya ,Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2010

Sarli Prakoter Giing, SKRIPSI, Praktek Jual Beli Ikan di Pantai dalam
Perspektif Hukum Islam, Studi kasus di pelabuhan perikanan samudera
cilacap, Institut Agama Islam Negeri Puwokerto, 2016

Arikunto Suharismi, Dasar-dasar Research, Bandung:Tarsoto, 1995

Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung:Alfabeta, 2018

Wawancara dengan Bapak Sulai Desa Mantang Lama, Kecamatan Mantang


pada tanggal 25 Juli 2021

Wawancara dengan Bapak Nurdin Desa Manatang Lama, Kecamatan


Mantang pada tanggal 25 Juli 2021

Wawancara dengan Bapak Zaidi Desa Mantang Lama, Kecamatan Mantang


pada tanggal 01 Agustus 2021

Wawancara dengan Bapak Adnan Desa Mantang Lama Kecamatan Mantang


pada tanggal 02 Agustus 2021

Wawancara dengan bapak Ismail Desa Mantang lama Kecamatan Mantang


pada tanggal 05 Juli 2021
90

Wawancara dengan Bapak Abas Desa Mantang Lama, Kecamatan Mantang


tanggal 25 Juli 2021

Wawancara dengan Bapak Zai Desa Mantang Lama, Kecamatan Mantang


tanggal 26 Juli 2021

https://id.wikipedia.org/Indonesia Di akses tanggal 22 oktober 2021

https://id.wikipedia.org/wiki/Teri Di akses pada tanggal 20 Juli 2021

https://id.wikipedia.org/wiki/Udang Di akses pada tanggal 20 Juli 2021

https://id.wikipedia.org/wiki/Sotong Di akses pada tanggal 20 Juli 2021

https://id.wikipedia.org/wiki/Kepiting Di akses pada tanggal 20 Juli 2021

https://id.wikipedia.org/wiki/Cumi-cumi Di akses pada tanggal 20 Juli 2021

https://mantanglama.simdes-bintan.id/artikel/2016/8/26/searah-desa Di akses
pada tanggal 3 Mei 2021

https://mantanglama.simdes-bintan.id/index.php/first/statistik/14 Di akses pada


tanggal 03 Mei 2021

https://mantanglama.simdes-bintan.id/index.php/first/statistik/1 Di akses pada


tanggal 03 Mei 2021
91

LAMPIRAN-LAMPIRAN
92

PEDOMAN WAWANCARA I

(Dari Pihak Pemilik Warung)

1. Apakah jual beli titip cumi-cumi sudah dilakukan sejak lama di warung

bapak?

2. Yang bapak ketahui ada berapa banyak nelayan di Desa Mantang Lama

dan berapa banyak nelayan yang menitipkan cumi-cumi di warung bapak?

3. Bagaimana tata cara jual beli titip cumi-cumi yang dilakukan oleh nelayan

Desa Mantang Lama?

4. Berapa banyak cumi-cumi yang dijual diwarung bapak dalam sehari dan

perbulannya?

5. Apakah setiap nelayan menjual cumi-cumi dengan menitipkan diwarung?

6. Seberapa sering nelayan melakukan jual beli cumi-cumi dengan menitip

ke warung?

PEDOMAN WAWANCARA II

(Dari Pihak Nelayan)

1. Apa yang biasanya dari hasil tangkapan bapak yang bapak jual ke warung?

2. Sudah berapa lamakah bapak menjual cumi-cumi dengan menitip di

warung?

3. Diperkirakan dalam seminggu berapa kali bapak menjual cumi-cumi ke

warung?
93

4. Apa alasan bapak tidak menjual langsung hasil tangkapan bapak ke pasar?

5. Apakah bapak menimbang terlebih dahulu cumi-cumi agar tahu berat

timbangan atau langsung pulang dan menitipkan cumi-cumi di warung?

6. Apakah bapak ada dan menyaksikan ketika jual beli berlangsung?

Anda mungkin juga menyukai