Ade Ponirah
Program Studi Ekonomi Syariah Pasca UIN Sunan Gunung Djati Bandung
E-Mail : adeponirah@gmail.com
Abstrak
Pengaturan hubungan manusia dengan Allah telah diatur dengan secukupnya,
terutama sekali dalam Sunnah Nabi, sehingga tidak mungkin berubah sepanjang
masa. Maka hubungan sesame manusia harus di atur juga terutama dalam hal
muamalah karena hampir semua kegiatan manusia erat kaitannya dengan kegiatan
muamalah. Fiqh muamalah memberikan konsep aturan tentang bagaimana
seseorang berinteraksi dibarengi dengan prinsip dasar yang harus tetap di
jalankan. Berbicara mengenai fiqh muamalah tentu akan ada yang mengatur
hubungan antara manusia dengan manusia, manusia dengan lembaga, lembaga
dengan lembaga. Maka keterkaitan antar objek ini di atur dalam fiqh siyasah.
Sehingga fiqh muamalah dengan fiqh siyasah ada keterkaitan yang sangat erat.
Kata Kunci: Fiqh, Muamalah, Siyasah.
A. Pendahuluan
Manusia di ciptakan dimuka bumi ini untuk menjadi khalifah serta
mengajarkan untuk berusaha mendapatkan kehidupan yang baik di dunia
seklaigus di akhirat. Memperoleh kehidupan yang baik inilah yang dapat
menjamin dicapainya kesejahteraan hidup lahir batin.1 Dengan berbagai kegiatan
nya di muka bumi ini adalah sebuah proses bagaimana manusia saling
berinteraksi. Kegiatan keseharian antar individu meliputu banyak hal mulai dari
interaksi social politik sampai dengan interkasi ekonomi.
Hubungan antara satu manusia dengan manusia lain dalam memenuhi
kebutuhan, harus terdapat aturan yang menjelaskan hak dan kewajiban keduanya
berdasarkan kesepakatan. Aturan tersebut salah satunya ykani terdapat dalam
kajian tentang fiqh muamalah yang mana dalamnya mencakup seluruh aturan sisi
kehidupan individu dan masyarakat.
Fiqh muamalah merupakan hukum-hukum yang berkaitan dengan tindakan
yang dilakukan oleh manusia dalam hal yang berkaitan dengan hartanya, seperti
jual beli, sewa menyewa, gadai dan lain-lain.2Di samping itu, fiqh muamalah juga
sebagai sebuah disiplin ilmu akan terus berkembang dan harus berkmebang.
Perkembangan tersebut terganantung pada perkembangan pada manusia dan umat
1
Widyaningsih, dkk, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2005),
hlm. 3-4
2
Sri Sudiarti, Fiqh Muamalah Kontemporer, (Medan: UIN-SU Press, 2018), hlm. 7
Islam itu sendiri. Prinsip dasar dalam persoalan muamalah ialah untuk
mewujudkan kemaslahatan umat manusia, dengan memperhatikan dan
mempertimbangkan berbagai situasi dan kondisi yang mengitari manusia itu
sendiri.
Hubungan agama dan politik selalu menjadi topik pembicaraan menarik,
baik oleh golongan yang berpegang teguh pada ajaran agama maupun oleh
golongan yang berpandangan sekuler. Berbicara mengenai fiqh muamalah
tentunya terdapat pelaku yang mengelola. Contohnya dalam kegiatan ekonomi
tentu akan ada lembaga atau instansi yang menjadi poros berjalannya ekonomi
dengan baik. Tentunya peran pemerintah sangat erat kaitannya dengan muamalah.
Yang mempunyai otoritas penuh ketika keadaan ekonomi sedang tidak stabil.
Maka dalam hal ini di atur oleh fiqh siyasah.
Fiqh siyasah membahasa tentang hubungan antara seseorang pemimpin
dengan yang dipimpinnya atau antara lembaga-lembaga kekuasaan di dalam
masyarakat dengan rakyatnya.3 Oleh karena itu pembahasan fiqh siyasah cukup
luas meliputi hak dan kewajiban imam, bai’ah, wuzarah ahl alhalli wal-aqdi, hak
dan kewjaiban rakyat dan masih terdapat pemabahsan yang lain. Maka dapat lihat
erat kaitannya fiqh muamalah dengan fiqh siyasah yang perlu dikaji lebih dalam
lagi.
B. Pembahasan
1. Fiqh Muamalah
a. Pengertian Fiqh Muamalah
Fiqh muamalah merupakan kata majemuk yang terdiri dari kata fiqh dan
muamalah. Sedangkan secara etimologi fiqh berarti paham, mengeahui dan
melaksanakan. Kata muamalah berasal dari bahasa Arab yang secara etimologi
sama dan semakna dengan al-mufa’alah (saling berbuat). Kata ini
menggambarkan suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang dengan seseorang
atau beberapa orang dalam memenuhi kebutuhan masing-masing.4 Muamalah
secaea harfiah berarti “pergaulan” atau hubungan antara manusia. Dala pengetian
harfiah yang bersifat umum ini, muamalah berarti perbuatan atau pergaulan
manusia di luar ibadah. Maumalah merupakan perbuatan manusia dalam menjalin
hubungan atau pergaulan antar sesama mnsusia.5
Jadi pengertian muamalah dalam arti luas yaitu aturan-aturan (hukum-
hukum) Allah untuk mengatur manusia dalam kaitannya dengan urusan duniawi
3
Djazuli, Ilmu Fiqh, (Jakarta: Prenada Media Group, 2005), hlm. 54
4
Ridwan Nurdin, Fiqh Muamalah, (Banda Aceh: Pena, 2014), hlm. 25
5
Ghufron A, Mas’adi, Fiqh Muamalah Kontekstual, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2002), hlm. 1
dalam perrgaulan social. Adapun pengertian fiqh muamalah sebagaimana di
kemukakan oleh Abdullah al-Sattar Said yang dikutip oleh Nasrun Haroen yaitu
hukum-hukum yang berkaitan dengan tindakan manusia dalam persoalan-
persoalan kedunaan, misalnya persoalan jual-beli, utang-piutang, kerja sama
dagang, perserikatan, kerja sama dalam penggarapan tanah, dan sewa menyewa.6
Muamalah sebagai hasil dari pemahaman terhadap hukum Islam tentulah
dalam pembentukannya mengandung ciri intelektual manusia, maka dalam
muamalah secara bersamaan terdapat unsur wahyu dan unsur intelektual, yang
bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan umat dan menjungjung tinggi prinsip-
prinsip keadilan.
b. Ruang Lingkup Fiqh Muamalah7
Muamalah sebagai aktifitas manusia yang dilakukannya dalam rangka
pengabdian kepada Allah SWT, tentunya mengacu kepada kaedah-kaedah yang
ditetapkan syara’ untuk terciptanya kemaslahatan di tengah masyarakat demi
terpelihaanya hak dan kewajiban di antara manusia. Dengan demikian ruang
lingkup fiqh muamalah dipandang dari tunjukan hukumnya dapat di bagi kepada
dua bidang, yaitu:
1) Muamalah yang ketentuan hukumnya langsung dari Alqur’an dan hadis
Adapun bentuk muamalah ini adalah dalam bentuk perkawinan dan
akibatnya, seperti talak, iddah, rujuk, warisan. Demikian juga dalam hal
pengharaman khamar, babi, anjing, dan riba, sehingga tidak boleh transaksi pada
bentuk ini. Allah telah menetapkan dengan tegas terhadap beberapa hal di atas,
terdapat dalam surat Al-Isra ayat 53 yang berbumyi:
َ ان َك
ان َ ِي أَحْ َسنُ ۚ إِنَّ ال َّش ْي َط
َ ان َي ْن َز ُغ َب ْي َن ُه ْم ۚ إِنَّ ال َّش ْي َط َ َوقُ ْل لِ ِع َبادِي َيقُولُوا الَّتِي ه
ِ لِإْل ِ ْن َس
ان َع ُد ًّوا م ُِبي ًنا
Dan katakanlah kepada hamha-hamba-Ku: "Hendaklah mereka
mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya syaitan itu
menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya syaitan itu
adalah musuh yang nyata bagi manusia.8
Berdasarkan ayat di atas terlihat bahwa manusia akan mudah berpaling dan
terjadinya perselisihan ketika dipengaruhi oleh hawa nafsu dan bisikan setan. Oleh
sebab itu Allah telah menetapkan beberapa ketentuan hukum. Demikian juga
6
Abddul Rahman Ghazaly, dkk, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Prenada Media Group, 2010),
hlm. 3
7
Sri Sudiarti, Fiqh Muamalah Kontemporer,
8
Latif Awaludin, Al-Qur’an dan Terjemah,(Jakarta : Wali,2012), hlm. 288
ketentuan yang ditetapkan Allah terhadap berbuat baik kepada kedua orang tua
sekalipun mereka berbeda aqidah/keyakinan.
Bentuk muamalah ini dipengaruhi oleh situasi dan kondisi sosial. Hal ini
bisa lihat pada praktek jual beli di swalayan, dimana sipembeli diberi kebebasan
untuk meilih batang yang diinginkan dan membawanya ke kasir untuk
menyerahkan uang dan barang tanpa adanya ucapan yang jelas (ijab dan qobul).
Praktek jual beli ini dipahami dari firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 29 yang
berbunyi:
اضِم ْن ُك ْم ۚ َواَل
ٍ ار ًة َعنْ َت َر َ ِين آ َم ُنوا اَل َتأْ ُكلُوا أَم َْوالَ ُك ْم َب ْي َن ُك ْم ِب ْالبَاطِ ِل إِاَّل أَنْ َت ُك
َ ون ت َِج َ َيا أَ ُّي َها الَّذ
ان ِب ُك ْم َرحِيمًاَ َت ْق ُتلُوا أَ ْنفُ َس ُك ْم ۚ إِنَّ هَّللا َ َك
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu
membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu.9
Ayat tersebut mengisyaratkan terhadap kebolehan untuk melakukan
perdagangan yang terjadi karena persetujuan kedua belah pihak yang bertransaksi,
dapat melakukan tanpa ada kesulitan dan membawa kemaslahatan bagi sesame
manusia.
Kegiatan di bidang ekonomi ini, lingkup pembahasannya dapat dibedakan
kepada dua bahagian. Bahagian pertama membahas tentang bagaimana tata cara
pelaksanaannya (yang bersifat adabiyah). Seperti: masalah shighat (ijab qabul).
Bahagian kedua membahas tentang bentukbentuk transaksi di bidang ekonomi
(yang bersifat madiyah). Seperti: jual beli, sewa menyewa, wakalah, hiwalah,
wadi’ah dan lainlain. Adapun pembahasan terhadap bentuk-bentuk transaksi ini,
para fuqaha telah membahasnya dengan sistematik yang berbeda beda dan sangat
beragam. Ada yang mengawali pembahasannya yang bersifat adabiyah, dengan
menjelaskan beberapa bentuk perikatan dan perjanjian secara rinci dan jelas
lengkap dengan rukun dan syaratnya. Ada pula sistematik pembahasannya
langsung yang bersifat madiyah, yaitu kepada materi dan beberapa bentuk
transaksi yang ada, hal ini dapat dilihat pada kitab-kitab fiqh para imam mazhab
yang empat.
9
Latif Awaludin, Al-Qur’an dan Terjemah, hlm. 83
c. Prinsip-prinsip Muamalah
Ada beberapa prinsip yang menjadi acuan dan pedoman secara umum
untuk kegiatan mumalat ini. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:10
2. Fiqh Siyasah
a. Pengertian Fiqh Siyasah
Setiap ilmu mempunyai objek dan metode, maka kalau kita membicarakan
suatu ilmu haruslah mengetahui apa objeknya , luas lapangan pembicaraan,
bahasan dan metodenya. Fiqh siyasah adalah ilmu yang otonom sekalipun bagian
dari ilmu fiqih. Selanjutnya, Hasbi Ash Shiddieqy mengungkapkan bahwa
bahasan ilmu fiqih mencakup individu, masyarakat dan Negara, meliputi bidang-
bidang ibadah, muamalah, kekeluargaan, perikatan, kakayaan, warisan, criminal,
peradilan, acara pembuktian, kenegaraan dan hukum-hukum internasional, seperti
perang, damai dan traktat.11
Sedangkan pengertian siyasah secara istilah menurut Ibn `Aqil sebagai
mana dikutip Ibn al-Qayyim mendefinisikan: “Siyasah adalah segala perbuatan
yang membawa manusia lebih dekat kepada kemaslahatan dan lebih jauh dari
kemafsadatan, sekalipun Rasulullah tidak menetapkannya dan Allah Swt. tidak
me-nentukannya .12
Dari beberapa pengertian di atas, baik secara bahasa maupun istilah, maka
dapat diketahui bahwa objek kajian siyasah meliputi aspek pengaturan hubungan
antara warga negara dengan warga negara, warga negara dengan lembaga negara,
lembaga negara dengan lembaga negara, baik yang bersifat internal suatu negara
atau yang bersifat eksternal suatu negara dalam berbagai bidang.
b. Jenis Siyasah
1) Siyasah Dusturiyah
11
Djazuli, A, Fiqh Siyasah, (Jakarta: Prenada Media, 2003), hlm. 11
12
Ibnu Qayyimal-Jauziyah,1991. I`lâmal- Muwaqqi`în`anRabbal-`Âlamîn. Hal 54
dituntut oleh hal ihwal kenegaraan dari segi persesuaian dengan prinsip-prinsip
agama dan merupakan realisasi kemaslahatan manusia serta memenuhi
kebutuhanya.13
Kemudian ada sumber siyasah dusturiyah yang lain adalah Alquran yaitu
ayat-ayat yang membahas prinsip-prinsip kehidupan baik dibidang sosial
kemasyarakatan; salah satu hadis yang menyinggung masalah imamah dan
kebijaksanaan Rasulullah dalam menerapkan hukum-hukum didalam suatu
negara, lalu ada pula kebijakan pemimpin setelah rasulullah saw wafat dalam
mengendalikan pemerintahan, Ijtihad dari ulama, serta adat kebiasaan suatu
bangsa yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Alquran dan hadis.
2) Siyasah Dauliyah
Siyasah dauliyah mengatur hubungan antara warga negara dengan lembaga
negara dari negara yang satu dengan warga negara dan lembaga negara dari
negara lain. Oleh sebab itu, perang tidak dilakukan kecuali dalam keadaan darurat,
orang yang tidak ikut berperang tidak boleh diperlakukan sebagai musuh, segera
menghentikan perang apabila salah satu pihak cenderung kepada damai,
memperlakukan tawanan perang dengan cara manusiawi.14
Subjek hukum dalam siyasah dauliyah adalah negara, setiap negara
mempunyai kewajiban. Kewajiban terpenting adalah menghormati hak-hak negara
lain dan melaksanakan perjanjian yang telah dibuat. Semua negara yang ada di
dunia ini adalah bertetangga, karena itu dalam hubungan antar negara diterapkan
kewajiban menghormati negara sebagai tetangga negara. Sedangkan mengenai
perjanjian antar negara yang diistilahkan dengan al-ittifaq (kesepakatan) terdapat
syarat-syarat tertentu yang mengikat suatu perjanjian seperti yang mengadakan
perjanjian memiliki kewenangan, kerelaan dari kedua belah pihak, isi perjanjian
dan objeknya tidak dilarang oleh syariat Islam, penulisan perjanjian, menaati
perjanjian.15
3) Siyasah Maliyah
Dalam buku al-Siyâsah, Ibnu Taimiyah banyak menyoroti tentang
perekonomian negara yang secara gamblang membahas tentang sumber
pemasukan dan pendistribusian keuangan negara. Menurutnya, sumber keuangan
negara terdiri dari zakat, ghanimah, dan fai’. Sumber-sumber lainnya yang tidak
termasuk kategori zakat dan ghanimah, dimasukkan dalam istilah fai’. Sedangkan
13
Hasbi Ash Shiddieqy, Asas-Asas Hukum Tata Negara Menurut Syari’at Islam. (Jakarta:
Matahari Masa, 1976), hlm. 2
14
Ibid, hal. 56
15
Manshûr, Ali., Al-Syarî`ah al-Islâmiyah wa al-Qânûn al-Duwali al-`âm.( Majlis al-A`la
li al-Syu’ûn al-Islâmiyah, 1997), hlm. 37
prinsip dalam pembel anjaan keuangan negara berpijak pada skala prioritas
menurut tingkat kemaslahatan yang paling tinggi bagi rakyat, yang alokasinya
diberikan dalam bentuk gaji, subsidi, pembangunan, dan lain-lain.16
Berbeda dengan pandangan Ibnu Taimiyah di atas, pandangan al-Mawardi
relatif lebih detil dan operasional. Pemaparan yang operasional terlihat dalam
penjelasan al-Mawardi bahwa seluruh kegiattan pemasukan dan pembelanjaan
keuangan negara dilakukan dengan sistem pengadministrasian (diwan) yang ketat
dalam hubungannya deng an kedudukan baitul mal. Menurutnya, adminitrasi
negara terdiri dari empat bagian, yaitu bagian yang mengurusi data diri tentara dan
besa ran gajinya, bagian pencatatan wilayah-wilayah yang berada dalam
kekuasaan negara Islam, bagian pencatatan pegawai negara dan bagian pencatatan
baitul mal.
c. Metode Pembelajaran Fiqh Siyasah
Metode yang digunakan dalam fiqih siyasah tidak berbeda dengan metode
yang digunakan dalam mempelajari fiqih pada umunya yaitu metode usul fiqih
dan metode kaidah fiqih. Keduanya telah teruji keakuratannyad alam
menyelesaikan berbagai masalah. Metode usul fiqih dan kaidah-kaidah fiqih
memiliki banyak alternatif untuk dihadapkan dengan masalah-masalah yang
timbul. Metode tersebut diantaranya:17
1) Ijama’ ‘
Ijma’ adalah kesepakatan para mujahid dari umat Islam atas hukum syara’
(mengenai suatu masalah) pada suatu masa sesudah Nabi Muhammad SAW
wafat.
2) Qiyas
Mempersamakan hukum suatu perkara yang belum ada ketentuan hukumnya
dengan perkara yang sudah ada ketentuan hukumnya karena adanya segi-segi
persamaan alam antara keduanya yang disebut illat
3) Istihsan
Istihsan secara sederhana dapat diartikan sebagai berpaling dari ketetapan
dalil khusus kepada ketetapan dalil umum.
4) Maslahah Mursalah
Maslahah yang tidak ada ketetapannya dalam nash yang membenarkannya
atau membatalkannya.
5) Istishab
Istishab adalah menjadikan ketetapan hukum yang ada tetap berlaku hingga
ada ketentuan dalil yang merubahnya. Artinya mengembalikan segala sesuatu
16
Tamamiyah, Ibnu, Al-Siyâsah al-Syar`iyyah fi Ishlâh al-Râ`i wa al-Ra`iyyah. hlm. 44
17
Khalaf, Abdul Wahab., Ilmu Ushul Fiqih (terjemahan), (Jakarta: Rineka Cipta, 2005),
hlm. 77
kepada ketentuan semula selama tidak ada dalil nash yang mengharamkannya
atau melarangnya.
6) Urf
‘Urf adalah apa yang dikenal oleh manusia dan menjadi tradisinya, baik
berupa perkataan maupun perbuatan, dan atau meninggalkan sesuatu.
C. Penutup
Daftar Pustaka
Ash, Hasbi Shiddieqy. 1976. Asas-Asas Hukum Tata Negara Menurut Syari’at
Islam. Jakarta: Matahari Masa
Khalaf, Abdul Wahab. 2005. Ilmu Ushul Fiqih (terjemahan). Jakarta: Rineka
Cipta
Manshûr, Ali. 1997. Al-Syarî`ah al-Islâmiyah wa al-Qânûn al-Duwali al-`âm.(
Majlis al-A`la li al-Syu’ûn al-Islâmiyah
Rahman, Abddul Ghazaly, dkk. 2010. Fiqh Muamalah. Jakarta: Prenada Media
Group