Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH AGAMA

“MUAMALAH”

DOSEN PENGAMPU:

ALI ASMUL,M.Pd

DISUSUN OLEH:

FEBRI UCHI ARIANTY ( 2320242015 )

INDAH PERMATA SARI (2320242020 )

SALSABILLA ALIFIA PUTRI ( 2320242037 )

UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PRODI SARJANA KEPERAWATAN

TH.2023/2024
A. PENGERTIAN MUAMALAH

Muamalah adalah segala aturan agama yang mengatur hubungan antara


sesama manusia, baik yang seagama maupun tidak seagama, yang mengatur
kehidupan manusia dengan kehidupannya, dan antara manusia dengan alam
sekitarnya.1 Muamalah dapat dipahami juga sebagai aturan-aturan hukum Allah
SWT, yang ditujukan untuk mengatur kehidupan manusia dalam urusan keduniaan
dan sosial masyarakat. Dengan demikian, manusia tidak lagi melanggar segala bentuk
aturan yang ada kaitannya dengan muamalah tersebut. Sehingga apapun bentuk
aktivitas manusia di dunia ini senantiasa dalam rangka mengabdikan diri hanya
kepada Allah SWT dan sesama manusia, dengan tetap menjalankan segala yang
diperintahkan dan menjauhi segala larangan-Nya.

Dari segi bahasa, muamalah berasal dari kata aamala, yuamilu, muamalat
yang berarti perlakuan atau tindakan terhadap orang lain, hubungan
kepentingan. Kata-kata semacam ini adalah kata kerja aktif yang harus
mempunyai dua buah pelaku, yang satu terhadap yang lain saling melakukan
pekerjaan secara aktif, sehingga kedua pelaku tersebut saling menderita dari satu
terhadap yang lainnya.
Pengertian Muamalah dari segi istilah dapat diartikan dengan arti yang
luas dan dapat pula dengan arti yang sempit. Di bawah ini dikemukakan
beberapa pengertian muamalah, yaitu :
 Menurut Louis Ma’luf, pengertian muamalah adalah hukum-hukum syara
yang berkaitan dengan urusan dunia, dan kehidupan manusia, seperti jual
beli, perdagangan, dan lain sebagainya.
 Menurut Ahmad Ibrahim Bek, menyatakan muamalah adalah peraturan-
peraturan mengenai tiap yang berhubungan dengan urusan dunia, seperti
perdagangan dan semua mengenai kebendaan, perkawinan, thalak, sanksi-
sanksi, peradilan dan yang berhubungan dengan manajeme perkantoran, baik
umum ataupun khusus, yang telah ditetapkan dasar dasarnya secara umum
atau global dan terperinci untuk dijadikan petunjuk bagi manusia dalam
bertukar manfaat di antara mereka.
 Arti sempit muamalah adalah semua transaksi atau perjanjian yang
dilakukan oleh manusia dalam hal tukar menukar manfaat.

Dalam bermuamalah, manusia dilarang merugikan pihak lain dengan cara yang
tidak wajar. Oleh karena itu, Allah SWT melarang memakan harta yang diperoleh
melalui jalan yang tidak benar kecuali dengan jalan perniagaaan yang berlaku dengan
suka sama suka antara penjual dan pembeli. Sebagaimana firman Allah SWT dalam
surat al-Nisa’ ayat 29.


B. RUANG LINGKUP MUAMALAH

Dilihat dari segi bagian-bagiannya, ruang lingkup syariah dalam bidang


muamalah, menurut Abdul Wahhab Khallaf (1978: 32-33), meliputi :
a) Ahkam al-ahwal al- syakhshiyyah ( Hukum Keluarga ), yaitu hukum –
hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban suami, istri dan anak. Ini
dimaksudkan untuk memelihara dan membangun keluarga sebagai unit
terkecil.
b) Al-ahkam al-maliyah ( Hukum Perdata ), yaitu hukum tentang perbuatan
usaha perorangan seperti jual beli (Al-Bai’ wal Ijarah), pegadaian (rahn),
perserikatan (syirkah), utang piutang (udayanah), perjanjian (‘uqud). Hukum
ini dimaksudkan untuk mengatur orang dalam kaitannya dengan kekayaan
dan pemeliharaan hak-haknya.
c) Al-ahkam al-jinaiyyah ( Hukum Pidana ), yaitu hukum yang bertalian
dengan tindak kejahatan dan sanksi-sanksinya. Adanya hukum ini untuk
memelihara ketentraman hidup manusia dan harta kekayaannya,
kehormatannnya dan hak-haknya, serta membatasi hubungan antara pelaku
tindak kejahatan dengan korban dan masyarakat.
d) Al-hkam al-murafa’at ( Hukum Acara ), yaitu hukum yang berhubungan
dengan peradilan (al-qada), persaksian (al-syahadah) dan sumpah (al-
yamin), hukum ini dimaksudkan untuk mengatur proses peradilan guna
meralisasikan keadilan antar manusia.
e) Al-ahkam al-dusturiyyah ( Hukum Perundang-undangan ), yaitu hukum
yang berhubungan dengan perundang-undangan untuk membatasi hubungan
hakim dengan terhukum serta menetapkan hak-hak perorangandan
kelompok.
f) Al-ahkam al-duwaliyyah ( Hukum Kenegaraan), yaitu hukum yang berkaitan
dengan hubungan kelompok masyarakat di dalam negara dan antar negara.
Maksud hukum ini adalah membatasi hubungan antar negara dalam masa
damai, dan masa perang, serta membatasi hubungan antar umat Islam
dengan yang lain di dalam negara.
g) Al-ahkam al-iqtishadiyyah wa al-maliyyah ( Hukum Ekonomi dan Keuangan
), yaitu hukum yang berhubungan dengan hak fakir miskin di dalam harta
orang kaya, mengatur sumber-sumber pendapatan dan maslah pembelanjaan
negara. Dimaksudkan untuk mengatur hubungan ekonomiantar orang kaya
(agniya), dengan orang fakir miskin dan antara hak-hak keuangan negara
dengan perseorangan.

C. KEDUDUKAN MUAMALAH
Muamalat dengan pengertian pergaulan hidup tempat setiap orangmelakukan
perbuatan dalam hubungan dengan orang-orang lain yangmenimbulkan hubungan hak
wajib itu merupakan bagian terbesar dalam hidupmanusia. Oleh karenanya agama
Islam menempatkan bidangmuamalat inisedemikian penting, sampai hadis Nabi
mengajarkan bahwa agama adalah muamalat.Muamalat dengan pengertian terbatas.

Meskipun demikian, hukumIslam dalam memberikan aturan-aturan dalam bidang


muamalat bersifat amatlonggar, guna memberi kesempatan perkembangan hidup
manusia dalam bidang ini. Hukum Islam memberi ketentuan bahwa pada dasarnya
pintu perkembangan muamalat senantiasa terbuka.Meskipun bidang muamalat
langsung menyangkut pergaulan hidup yang bersifat duniawi, tetapi nilai-nilai agama
tidak dapat dipisahkan, yang berarti bahwa pergaulan hidup duniawi itu akan
mempunyai akibat-akibat di akhirat kelak. Nilai-nilai agama dalam bidang muamalat
itu dicerminkan dalam adanya hukum halal dan haram yang selalu diperhatikan,
misalnya akad jual beli adalah muamalat yang halal, dan akad utang-piutang dengan
riba adalah muamalat yang haram dan sebagainya.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kedudukan muamalat dalam Islam


diantaranya yaitu:

a. Islam memberikan aturan-aturan yang longgar dalam bidang muamalat, karena


bidang tersebut amat dinamis, mengalami perkembangan.

b. Meskipun demikian, Islam memberikan ketentuan agar perkembangan di


bidang muamalat tersebut tidak menimbulkan ke-madharat-an atau kerugian salah
satu pihak.

c. Meskipun bidang muamalat berkaitan dengan kehidupan duniawi, namun


dalam praktiknya tidak dapat dipisahkan dengan akhirat, sehingga dalam
ketentuannya mengandung aspek halal, haram, sah, rusak dan batal.

D. TUJUAN MUAMALAH

1. Supaya didalam kehidupan manusia tidak akan berlaku sesuatu kecurangan


seperti rampas-merampas,ceroboh-menceroboh pada pemilikan serta tipudaya
dan sebagainya.

2. Kehendak manusia itu sendiri ialah meletakkan manusia nilai dan taraf yang
tinggi sehingga beroleh keredhaan Allah di dunia dan di akhirat.

3. Muamalat juga menentukan peraturan-peraturan berusaha dan bekerja untuk


manusia dengan jalan yang halal.
Sabda Rasulullah s.a.w : maksudnya : Daripada Abdullah bin An – Nukman bin
Basyir r.anhuma katanya : “Aku telah mendengar Rasullullah s.a.w bersabda :
Sesungguhnya yang halal itu telah nyata (jelas hukumnya) dan yang haram itu juga
telah nyata (jelas hukumnya) dan di antara kedua-duanya (halal dan haram) itu
terdapat perkaraperkara syubhah (yang tidak jelas akan kehalalan dan keharamannya)
yang tidak di ketahui oleh ramai manusia, maka barangsiapa yang berjaga-jaga dari
perkaraperkara yang syubhah sesungguhnya ia telah membebaskan dirinya dengan
agama dan kehormatannya dan barangsiapa yang terjatuh ke dalam perkara-perkara
yang syubhah maka sesungguhnya ia telah terjatuh ke dalam perkara-perkara yang
haram, seumpama pengembala yang mengembala di sekitar padang rumput yang
berpagar hampir- hampir binatang gembalaannya masuk dan memakan rumputrampai
yang berpagar ini . Maka ketahuilah sesungguhnya bagi setiap raja itu ada padanya
kawasan larangan dan ketahuilah bahawa sesungguhnya kawasan larangan Allah
adalah perkara - perkara yang telah di haramkannya . Dan ketahuilah sesungguhnya di
dalam tubuh itu terdapat satu ketul daging, jika ia baik maka baiklah keseluruhan
tubuh dan sekiranya ia rusak maka rusak pulalah keseluruhan jasad, sesungguhnya ia
adalah hati." (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim).

E. PELAKSANAAN MUAMALAH

1) Jual Beli
Jual beli dalam bahasa Arab menggunakatan kata al-bay’ yang berarti
menjual, mengganti, atau menukar (sesuatu dengan sesuatu yang lain). Dalam
fikih muamalah, jual beli diartikan dengan kegiatan tukar-menukar harta
dengan harta yang lain dalam bentuk pemindahan milik dan kepemilikan
melalui cara tertentu yang bermanfaat. Ciri khas tukar-menukar harta dalam
kegiatan jual beli ini adalah bersifat perpindahan kepemilikan, tidak sekadar
sewa-menyewa. Hukum dasar jual beli adalah halal/mubah, tetapi dalam
kondisi- kondisi tertentu bisa berubah menjadi wajib, sunah, makruh, bahkan
haram.

Aturan-Aturan Syar’i Dalam Jual Beli

Jual beli dianggap sah dan tidak bertentangan dengan ketentuan syar’i
jika memenuhi rukun dan syarat-syarat tertentu. Rukun jual beli, yaitu harus
ada penjual, pembeli, barang yang diperjualbelikan, alat tukar (uang), dan
akad ijab kabul atau serah terima. Berdasarkan rukun jual beli tersebut, jumhur
ulama menetapkan syarat-syarat tertentu sebagai berikut.

I. Syarat Orang yang Berakal


 Berakal sehingga jual beli yang dilakukan oleh orang gila hukum- nya
tidak sah.
 Orang yang melakukan akad adalah orang yang berbeda. Maksudnya,
seseorang yang sama dalam waktu yang ber- samaan tidak dapat
bertindak sebagai pen- jual dan pembeli.

II. Syarat Ijab Kabul

Ijab kabul saat ini telah mengalami perkembangan. Bahkan, kita bisa
memanfaatkan teknologi, seperti ponsel dan internet. Di antara
syaratnya, yaitu terjadi kesepakatan antara penjual dan pembeli dengan
lafal yang dapat dipahami. Selain itu, juga ada informasi tertentu
tentang keadaan barang dengan jelas. Jika pihak pembeli menyatakan
menerima, akad dianggap telah terjadi.

2) Syarat Barang yang Diperjualbelikan


 Barang itu ada atau jika tidak ada di tempat, penjual tetap menyatakan
kesanggupannya untuk mengadakan barang tersebut.
 Dapat dimanfaatkan dan bermanfaat bagi manusia.
 Milik sah penjual atau orang yang mewakilkan.
 Bisa diserahkan saat akad berlangsung atau pada waktu yang disepakati
bersama ketika transaksi berlangsung.

3) Syarat Nilai Tukar


 Harga yang disepakati kedua belah pihak harus jelas jumlah- nya.
 Bisa diserahkan pada waktu akad, sekalipun secara hukum.
 Jika jual beli itu dilakukan secara barter (muqayyadah), barang yang
dijadikan nilai tukar bukan barang yang diharamkan syara’.

Inti jual beli adalah suatu perjanjian tukar-menukar benda atau barang yang
mempunyai nilai secara sukarela di antara kedua belah pihak, yang satu menerima
benda-benda dan pihak lain menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan
yang telah dibenarkan syara’ dan disepakati. Sesuai dengan ketetapan hukum
maksudnya ialah memenuhi persyaratanpersyaratan, rukun-rukun, dan hal-hal lain
yang ada kaitannya dengan jual beli sehingga bila syarat-syarat dan rukunnya tidak
terpenuhi berarti tidak sesuai dengan kehendak syara’.

Benda dapat mencakup pengertian barang dan uang, sedangkan sifat benda
tersebut harus dapat dinilai, yakni benda-benda yang berharga dan dapat dibenarkan
penggunaannya menurut syara’. Benda itu adakalanya bergerak (dipindahkan) dan
adakalanya tetap (tidak dapat dipindahkan), ada yang dapat dibagi-bagi, adakalanya
tidak dapat dibagi-bagi, ada harta yang ada perumpamaannya (mistli) dan tak ada
yang menyerupainya (qimi) dan yang lainlainnya. Penggunaan harta tersebut
dibolehkan sepanjang tidak dilarang syara’. Benda-benda seperti alkohol, babi, dan
barang terlarang lainnya haramn diperjualbelikan sehingga jual beli tersebut
dipandang batal dan jika dijadikan harga penukar, maka jual beli tersebut dianggap
fasid.

Jual beli dalam arti khusus ialah ikatan tukar-menukar sesuatu yang bukan
kemanfaatan dan bukan pula kelezatan yang mempunyai daya tarik, penukarannya
bukan mas dan bukan pula perak, bendanya dapat direalisir dan ada seketika (tidak
ditangguhkan), tidak merupakan utang baik barang itu ada di hadapan si pembeli
maupun tidak, barang yang sudah diketahui terlebih dahulu.

 Macam-macam Jual Beli

Ditinjau dari segi benda yang dijadikan objek jual beli dapat dikemukakan
pendapat Imam Taqiyuddin bahwa jual beli dibagi tiga bentuk:

1. Jual beli benda yang kelihatan


2. Jual beli yang disebutkan sifat-sifat dalam janji, dan
3. Jual beli benda yang tidak ada.

Selain pembelian di atas, jual beli juga ada yang dibolehkan dan ada yang dilarang
jual beli yang dilarang juaga ada yang batal ada pula yang terlarang tetapi sah. Jual
beli yang dilarang dan batal hukumnya adalah sebagai berikut:

1. Barang yang hukumnya najis menurut agama, seperti anjing, babi, bangkai dll
2. Jual beli sperma (mani) hewan, seperti mengawinkan seekor domba jantan
dengan betina agar dapat memperoleh keturunan.
3. Jual beli anak binatang yang masih berada dalam perut induknya.
4. Jual beli dengan muhaqallah. Baqalah berarti tanah, sawah, dan kebun,
maksud muhaqallah di sini ialah menjual tanam-tanaman yang masih di ladang
atau di sawah.
5. Jual beli dengan mukhadharah, yaitu menjual buah-buahan yang belum
pantas untuk dipanen, seperti menjual rambutan yang masih hijau.
6. Jual beli dengan muammassah, yaitu jual beli secara sentuh menyentuh.
7. Jual beli dengan munabadzah yaitu jual beli secara lempar-melempar, seperti
seseorang berkata, “lemparkan padaku apa yang ada padamu dan sebaliknya.
8. Jual beli dengan muzabanah, yaitu menjual buah yang basah dengan buah
yang kering, seperti menjual padi kering dengan bayaran padi basah.
9. Menentukan dua harga untuk satu barang yang diperjualbelikan.
10. Jual beli dengan syarat (iwadh mahjul), jaual beli ini hampir sama dengan
jual beli menentukan dua harga, hanya saja di sini di anggap sebagai syarat,
seperti seseorang berkata, “aku jual rumahku yang butut ini dengan syarat kamu
mau menjual mobilmu padaku”.
11. Jual beli gharar, yaitu jual beli yang samar sehingga ada kemungkinan
terjadi penipuan.
12. Jual beli dengan mengecualikan sebagian benda yang dijual. 13. Larangan
menjual makanan hingga dua kali ditakar.

 Hikmah Jual Beli


1. Allah swt mensyariatkan jual beli sebagai pemberian keluangan dan
keleluasaan kepada hamba-hambaNYa

2. Kehidupan menjadi terjamin dan tertib karena masing-masing bangkit untuk


menghasilkan sesuatu yang menjadi sarana hidup.
3. Masing-masing pihak merasa puas. Penjual melepas barang dagangannya
dengan ikhlas dan menerima uang, sedangkan pembeli menerima barang
dagangan dengan puas pula. Dengan demikian, jual beli juga mampu
mendorong untuk saling bantu antara keduanya dalam kebutuhan seharihari.

2). Pernikahan

Allah menjadikan pernikahan sebagai sarana untuk berkasih sayang dan untuk
mendapatkan ketentraman antara seorang laki-laki dan wanita.

 Hukum Nikah

1. Wajib Menikah wajib hukumnya bagi seseorang yang memiliki


syahwat besar dan khawatir dirinya akan terjerumus pada perzinaan, jika
ia tidak segera menikah. Dengan pernikahan akan dapat menjaga
kehormatannya.

2. Sunnah Menikah mustahab hukumnya bagi seorang yang berhasrat,


namun ia tidak dikhawatirkan terjerumus pada perzinaan. Meskipun
demikian menikah lebih utama baginya daripada ia melakukan ibadah-
ibadah sunnah.

3. Makruh Menikah makruh hukumnya bagi seorang yang belum


berkeinginan untuk menikah dan ia juga belum mampu untuk menafkahi
orang lain. Maka hendaknya ia mempersiapkan bekal untuk menikah
terlebih dahulu. 4. Haram Menikah haram hukumnya bagi seorang yang
akan melalaikan isterinya dalam hal jima‟ dan nafkah, atau karena ketidak
mampuannya dalam hal tersebut.

Anda mungkin juga menyukai