Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH MUAMALAH

HUBUNGAN MUAMALAH DALAM BIDANG TEKNIK ELEKTRO

Disusun Oleh :

Jeni Kurniawan (10524048)

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS ISLAM Indonesia

2017

BAB I
1.1 PENDAHULUAN
1.1.1. Latar Belakang
Sebagai mahluk sosial manusia tidak bisa lepas dari berhubungan
dengan orang lain dalam kerangka memenuhi kebutuhan hidupnya.
Kebutuhan manusia sangat beragam sehingga terkadang secara pribadi ia
tidak mampu untuk memenuhinya, dan harus berhubungan dengan orang lain.
Hubungan antara manusia satu dengan manusia yang lain dalam memenuhi
kebutuhan harus terdapat aturan yang menjelaskan hak dan kewajiban
keduanya berdasarkan kesepakatan.
Proses untuk membuat kesepakatan dalam kerangka memenuhi
kebutuhan keduanya lazim disebut dengan proses untuk berakad atau
melakukan kontrak. Hubungan ini merupakan fitrah yang sudah ditakdirkan
oleh Allah karena itu ia merupakan kebutuhan sosial sejak manusia mulai
mengenal arti hak milik.
dewasa ini kebutuhan manusia sangat beragam salah satunya dalam bidang
teknologi, dimana kesemuanya berkaitan dengan bidang teknik elektro. Dalam
implementasinya ada banyak hasil produk dan jasa untuk memenuhi
kebutuhan manusia, yang didalamnya terdapat bentuk-bentuk mu’amalah.

1.1.2. Rumusan Masalah


Dalam makalah ini, penyusun merumuskan masalah yang akan
diutarakan sebagai berikut :
1. Apa pengertian, ruang lingkup, dan penjelasan tentang hubungan
muamalah dalam bidang teknik elektro.

1.1.3. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut :
1. Menjelaskan ruang lingkup Teknik elektro dan muamalah.
2. Menjelaskan hubungan bidang Teknik elektro dengan muamalah.
3. Menjelaskan teori hak, harta, kepemilikan, akad, dan jual beli.
BAB II

2.1 MUAMALAH
2.1.1. Pengertian Muamalah
Muamalah adalah hubungan antar manusia, hubungan sosial atau
hablum minanas. Dalam syariat Islam hubungan antar manusia tidak dirinci
jenisnya,tetapi diserahkan kepada manusia mengenai bentuknya. Islam hanya
membatasi bagian-bagian yang penting dan mendasar berupa larangan Allah
dalam Al-Quran atau larangan Rasul-Nya yang didapatkan dalam As-Sunnah.
Dari segi bahasa, muamalah berasal dari kata aamala, yuamilu,
muamalat yang berarti perlakuan atau tindakan terhadap orang lain, hubungan
kepentingan. Kata-kata semacam ini adalah kata kerja aktif yang harus
mempunyai dua buah pelaku, yang satu terhadap yang lain saling melakukan
pekerjaan secara aktif sehingga kedua pelaku tersebut saling menderita dari
satu terhadap yang lainnya.
Pengertian Muamalah dari segi istilah dapat diartikan dengan arti yang
luas dan dapat pula dengan arti yang sempit. Di bawah ini dikemukakan
beberapa pengertian muamalah, yaitu :
a. Menurut Louis Ma’luf, pengertian muamalah adalah hukum -hukum
syara yang berkaitan dengan urusan dunia, dan kehidupan manusia,
seperti jual beli, perdagangan, dan lain sebagainya.
b. Menurut Ahmad Ibrahim Bek, menyatakan muamalah adalah
peraturan-peraturan mengenai tiap yang berhubungan dengan urusan
dunia, seperti perdagangan dan semua mengenai kebendaan,
perkawinan, thalak, sanksi-sanksi, peradilan dan yang berhubungan
dengan manajemen perkantoran, baik umum ataupun khusus, yang
telah ditetapkan dasar dasarnya secara umum atau global dan
terperinci untuk dijadikan petunjuk bagi manusia dalam bertukar
manfaat di antara mereka.
c. Arti sempit muamalah adalah semua transaksi atau perjanjian yang
dilakukan oleh manusia dalam hal tukar menukar manfaat

2.1.2. Konsep Dasar Muamalah

Mu’amalah merupakan aktivitas yang lebih pada tataran hubungan


manusia dengan manusia lainnya yang berbeda dengan ibadah mahdah yang
merupakan hubungan vertical murni antara manusia dengan Allah.
Mu’amalah sebagai aktivitas sosial lebih longgar untuk dikembangkan
melalui inovasi transaksi dan produk, maka wajar bila al-Syatibi mengatakan
yang artinya :

Mu’amalah berarti interaksi dan komunikasi antar orang atau antar


pihak dalam kehidupan sehari-hari dalam rangka beraktualisasi atau dalam
rangka untuk memenuhi kebutuhan hidup. Mu’amalah yang dimaksud dalam
kajian disini adalah kegiatan manusia yang berkaitan dengan harta dan
aktivitas ekonomi atau bisnisnya yang dilakukan menggunakan akad, baik
langsung maupun tidak, seperti jual beli, sewa menyewa gadai dan seterusnya.
Akad-akad semacam ini secara normative diatur oleh hukum Islam yang
disebut dengan fiqih mu’amalah.

Prinsip pertama:

‘Hukum dasar mu’amalah adalah halal, sampai ada dalil yang


mengharamkannya”.

Prinsip ini menjadi kesepakatan dikalangan ulama. Prinsip ini memberikan


kebebasan yang sangat luas kepada manusia untuk mengembangkan model
transaksi dan produk-produk akad dalam ber mu’amalah. Namun demikian,
kebebasan ini bukan kebebasan tanpa batas, akan tetapi kebebasan yang
terbatas oleh aturan syara’ yang telah ditetapkan dalam Al-Quran, Al-Sunnah,
dan ijtihad ulama.

Landasan prinsip dasar diantara sebagai berikut :


Firman Allah dalam surat Al maidah ayat 1:

‫َيا َأُّيَها اَّلِذ يَن آَم ُنوا َأْو ُفوا ِباْلُع ُقوِد‬

“ Hai orang-orang yang beriman penuhilah aqad-aqad itu”.

Firman Allah dalam surat Al baqarah ayat 229:

‫َوَم ْن َيَتَع َّد ُحُد وَد ِهَّللا َفُأوَٰل ِئَك ُهُم الَّظاِلُم وَن‬

“Barang siapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-


orang yang zalim”.

Sementara landasan dari Al Sunnah antara lain hadist riwayat aisah yang
artinya:

“ Setiap syarat yang tidak (berdasar) dari kitabullah adalah batal”.

Prinsip kedua: “ hukum dasar syarat-syarat mu’amalah adalah halal”

Umat islam diberi kebebasan dalam membuat syarat khusus, sepanjang tidak
bertentangnan dengan kaidah dan ketentuan syara’.

Prinsip ketiga : “larangan berbuat zalim”. Zalim adalah meletakan sesuatu


tidak pada tempatnya. Dalam muamalah adalah melakukan sesuatu yang
seharusnya tidak dilakukan.atau melakukan sesuatu yang terlarang dan
meninggalkan yang seharusnya dilakukan.

Prinsip keempat: “larangan melakukan penipuan”. Ghahar berarti ketidak


jelasan sifat sesuatu. Larangan ghahar adalah untuk melingdungi para pihak
yang melakukan muamalah , yang menggunakan transaksi atau akad.

Prinsip kelima: “ larangan riba”. Riba padasarnya adalah tambahan atau


kelebihan yang diambil secara zalim.

Prinsip keenam: “larangan maisir (tindakan gambling)”. Dalam konteks ini


adalah tindakan spekulasi yang tidak menggunakan dasar sama sekali. Dalam
bermuamalah islam mengajarkan berhati-hatilah agar tidak terjadi kezaliman
yang merugikan salah satu pihak yang melakukan akad.

Prinsip ketujuh: “ jujur dan dapat dipercaya”. Kujujuran dalam kunci


bermu’amalah.

Prinsip kedelapan : “ saad al dzari’ah”. Dzari’ah secara Bahasa berarti


perantara, dalam konteks hukum islam, dzari’ah berarti perantara atau sarana
yang dapat menimbulkan kemudharatan kerugian.

2.1.3. Ruang Lingkup Muamalah

Dilihat dari segi bagian-bagiannya, ruang lingkup Syariah dalam


bidang muamalah, menurut Abdul Wahhab Khallaf (1978; 32-33), meliputi :

a. Ahkam al-ahwal al-syakhshiyyah (Hukum Keluarga) yaitu hukum-hukum


yang mengatur tentang hak dan kewajiban suami, istri dan anak. Ini
dimaksudkan untuk memelihara dan membangun keluarga sebagai unit
terkecil.
b. Al-ahkam al-maliyah ( Hukum Perdata ), yaitu hukum tentang perbuatan
usaha perorangan seperti jual beli (Al-Bai’ wal Ijarah), pegadaian (rahn),
perserikatan (syirkah), utang piutang (udayanah), perjanjian (‘uqud).
Hukum ini dimaksudkan untuk mengatur orang dalam kaitannya dengan
kekayaan dan pemeliharaan hak-haknya.
c. Al-ahkam al-jinaiyyah ( Hukum Pidana ), yaitu hukum yang bertalian
dengan tindak kejahatan dan sanksi-sanksinya. Adanya hukum ini untuk
memelihara ketentraman hidup manusia dan harta kekayaannya,
kehormatannnya dan hak-haknya, serta membatasi hubungan antara
pelaku tindak kejahatan dengan korban dan masyarakat.
d. Al-hkam al-murafa’at ( Hukum Acara ), yaitu hukum yang berhubungan
dengan peradilan (al-qada), persaksian (al-syahadah) dan sumpah (al-
yamin), hukum ini dimaksudkan untuk mengatur proses peradilan guna
meralisasikan keadilan antar manusia.
e. Al-ahkam al-dusturiyyah ( Hukum Perundang-undangan ), yaitu hukum
yang berhubungan dengan perundang-undangan untuk membatasi
hubungan hakim dengan terhukum serta menetapkan hak-hak
perorangandan kelompok.
f. Al-ahkam al-duwaliyyah ( Hukum Kenegaraan), yaitu hukum yang
berkaitan dengan hubungan kelompok masyarakat di dalam negara dan
antar negara. Maksud hukum ini adalah membatasi hubungan antar negara
dalam masa damai, dan masa perang, serta membatasi hubungan antar
umat Islam dengan yang lain di dalam negara.
g. Al-ahkam al-iqtishadiyyah wa al-maliyyah ( Hukum Ekonomi dan
Keuangan ), yaitu hukum yang berhubungan dengan hak fakir miskin di
dalam harta orang kaya, mengatur sumber-sumber pendapatan dan maslah
pembelanjaan negara. Dimaksudkan untuk mengatur hubungan ekonomi
antar orang kaya (agniya), dengan orang fakir miskin dan antara hak-hak
keuangan negara dengan perseorangan.

2.1.4. Hak
Hak dan kewajiban adalah suatu yang tidak bias dilepaskan dari kehidupan
manusia. Ketika mereka berhubungan dengan orang lain, maka akan timbul
hak dan kewajiban yang akan mengikat keduanya. Dalam jual beli misalnya,
ketika kesepakatan telah tercapai, maka akan muncul hak dan kewajiban.
Yakni, hak pembeli untuk menerima barang, dan kewajiban penjual untuk
menyerahkan barang . atau kewajiban pembeli untuk menyerahkan
barang(uang), dan hak penjual untuk menerima barang(uang).
a. Hak finansial
Adalah hak yang terkait dengan harta dan kemanfaatannya, hak yang
objeknya berupa harta atau manfaat. Seperti hak sesorang penjual atas
harga barang (uang), hak pembeli atas objek transaksi (rumah,
kendaraan,dsb)hak syuf’ah, hak khiyar, hak penyewa untuk menenmpati
rumah, dan lainnya.

2.1.5. Akad

Dalam pembahasan fiqh, akad/ kontrak yang dapat digunakan untuk


bertransaksi sangat beragam, sesuai dengan karakteristik dan spesifikasi
kebutuhan yang ada. Sebelum membahas lebih lanjut tentang
pembagian/macam akad secara spesifik, akan dijelaskan teori akad secara
umum yang nantinya akan dijadikan sebagai dasar untuk melakukan akad-
akad lainnya secara khusus. Pembahasan akan diawali dengan defisnisi, rukun
dan syarat yang melingkupinya, implikasi hukum serta hal lain yang terkait
dengan akad.

Secara linguistic, akad memiliki makna “ar-rabthu” yang berarti


menghubungkan atau mengaitkan, mengikat antara beberapa ujung sesuatu.
Dalam arti yang luas, akad dapat diartikan sebagai ikatan antara beberapa
pihak. Makna linguistic ini lebih dekat dengan makna istilah fiqh yang
bersifat umum, yakni keinginan seseorang untuk melakukan sesuatu, baik
keinginan tersebut bersifat pribadi seperti talak, sumpah, ataupun terkait
dengan keinginan pihak lain untuk mewujudkannya, seperti jual beli, sewa
menyewa, dan lainnya (nadzriyat al ‘aqd li ibnu Taimiyah, hal. 18-21).

Menurut istilah, akad memiliki makna khusus. Akad adalah


hubungan/keterkaitan antara ijab dan qabul atas diskursus yang dibenarkan
oleh syara’ dan memiliki implikasi hukum tertentu (zuhaili, 1989, IV, hal. 81).
Dengan ungkapan lain, akad merupakan keterkaitan antara keinginan/statmen
kedua pihak yang dibenarkan oleh syara’ dan akan menimbulkan implikasi
hukum tertentu.
Ijab dan qabul merupakan ucapan atau tindakan yang mencerminkan
kerelaan dan deridaan kedua pihak untuk melakukan kontrak/kesepakatan.

2.1.6. Akad Jual Beli

Jual beli merupakan akad yang umum digunakan oleh masyarakat,


Karena dalam pemenuhan kebutuhannya, masyarakat tidak bias berpaling
untuk meninggalkan akad ini. Untuk mendapatkan makanan dan minuman
misalnya, terkadang ia tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan itu dengan
sendirinya, tapi akan membutuhkan dan berhubungan dengan orang lain,
sehingga kemungkinan besar akan terbentuk akad jual beli.

Definisi :

Secara linguistic, al bai’ (jual beli) berarti pertukaran sesuatu dengan


sesuatu. Secara istilah, menurut madzhab Hanafiyah, jual beli adalah
pertukaran harta (mal) dengan harta dengan menggunakan cara tertentu.
Pertukaran harta disini, diartikan harta yang memiliki manfaat serta terdapat
kecenderungan manusia untuk menggunakannya, cara tertentu yang dimaksud
adalah sighat atau ungkapan ijab dan qabul (Al-Kasani, V, hal. 133).

Menurut imam nawawi dalam kitab Al majmu’, al bai’ adalah


pertukaran harta dengan harta dengan maksud untuk memiliki. Ibnu qudamah
menyatakan, al bai’ adalah pertukaran harta dengan harta dengan maksud
untuk memiliki dan dimiliki (Mughni al muhtaj, II, hal. 2 atau III, hal. 559).

Dasar Dalam Al-Quran

Firman Allah dalam surat Al-baqarah ayat 275:

‫اَّلِذ يَن َيْأُك ُلوَن الِّر َبا َال َيُقوُم وَن ِإَّال َك َم ا َيُقوُم اَّلِذ ي َيَتَخ َّبُطُه الَّش ْيَطاُن ِم َن اْلَم ِّس َذ ِلَك ِبَأَّنُهْم َقاُلوْا ِإَّنَم ا اْلَبْيُع ِم ْثُل الِّر َبا‬
‫َو َأَح َّل ُهّللا اْلَبْيَع َو َح َّر َم الِّر َبا َفَم ن َج اءُه َم ْو ِع َظٌة ِّم ن َّرِّبِه َفانَتَهَى َفَلُه َم ا َس َلَف َو َأْم ُر ُه ِإَلى ِهّللا َوَم ْن َعاَد َفُأْو َلـِئَك‬
‫َأْص َح اُب الَّناِر ُهْم ِفيَها َخاِلُد وَن‬

“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”


Firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 198

‫َلْيَس َع َلْيُك ْم ُجَناٌح َأْن َتْبَتُغ وا َفْض اًل ِم ْن َر ِّبُك ْم ۚ َفِإَذ ا َأَفْض ُتْم ِم ْن َعَر َفاٍت َفاْذ ُك ُروا َهَّللا ِع ْنَد اْلَم ْش َع ِر اْلَح َر اِم ۖ َو اْذ ُك ُروُه َك َم ا‬
‫َهَداُك ْم َو ِإْن ُكْنُتْم ِم ْن َقْبِلِه َلِم َن الَّض اِّليَن‬

“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari
tuhanmu.

Firman Allah dalam surat Al-Nisa’ ayat 29:

‫َيا َأُّيَها اَّلِذ يَن آَم ُنوا اَل َتْأُك ُلوا َأْم َو اَلُك ْم َبْيَنُك ْم ِباْلَباِط ِل ِإاَّل َأْن َتُك وَن ِتَج اَر ًة َع ْن َتَر اٍض ِم ْنُك ْم ۚ َو اَل َتْقُتُلوا َأْنُفَس ُك ْم ۚ ِإَّن َهَّللا‬
‫َك اَن ِبُك ْم َرِح يًم ا‬

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta


sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama suka diantara kamu.dan janganlah kamu
membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”.

Hadis rasulullah Saw. Yang diriwayatkan rifaah bin rafi’ al-Bazar dan hakim:

“Rasulullah Saw bersabda ketika ditanya salah seorang sahabat mengenai


pekerjaan yang paling baik: Rasulullah ketika itu menjawab pekerjaan yang
dilakukan dengan tangan seseorang sendiri dan setiap jual beli yang diberkati
(juala beli yang jujur tanpa diiringi kecurangan)”.

Dalam akad jual beli haeus disempurnakan 4 macam syarat (zuhaili, 1989,
jilid IV, hal. 346), yakni st=yarat in ‘iqad, syarat sah, syarat nafadz, dan syarat
luzum. Tujuan adanya syarat-syarat ini adalah untuk mencegah terjadinya
pertentangan dan perselisihan diantara pihak yang bertransaksi, menjaga hak
dan kemasyalahatan kedua pihak, serta menghilangkan segala bentuk
ketidakpastian dan risiko.

2.1.7. Kepemilikan
Hak milik (Kepemilikan) adalah hubungan antara manusia dengan
harta yang ditetapkan oleh syara’, dimana manusia memiliki kewenangan
khusus untuk melakukan transaksi terhadap harta tersebut, sepanjang tidak
ditemukan hal yang melarangnya. Kepemilikan adalah suatu yang dimiliki
oleh manusia, baik berupa harta benda(dzat) atau nilai manfaat. Dengan
demikian dapat dipahami pernyataan Hanafiyah yang mengatakan bahwa
manfaat dan hak merupakan kepemilikan, bukan merupakan harta.

a. Kepemilikan Benda

Dalam kepemilikan ini, bentuk fisik harta dimiliki oleh sesorang,


namun manfaat benda tersebut dimiliki oleh orang lain. Seperti, ada
pemilik rumah memberikan wasiat kepada orang lainuntuk menempati
rumahnya, atau menanami kebun yang dimilikinya selama 3 tahun,
misalnya. Ketika pemilik rumah yang berwasiat meninggal pada tahun
pertama, maka bentuk fisik rumah tersebut menjadi milik ahli waris,
sedangkan manfaat rumah tersebut(sebagai tempat tinggal) tetap menjadi
milik orang yang diberi wasiat sampai batas akhir 3 tahun. Ahli waris
tidak memiliki hak untuk menempati rumah tersebut sampai batas akhir 3
tahun, ia hanya memiliki ha katas bentuk fisik rumah tersebut. Sedangkan
hak manfaat untuk menempati rumah, tetap menjadi milik orang yang
diberi wasiat. Ketika jangka waktu 3 tahun telah usai, hak manfaat
kembali pada ahli waris, dan ia kembali memiliki hak kepemilikan yang
sempurna(milk at-tamm).

b. Kepemilikan Manfaat

Adalah hak untuk memanfaatkan harta benda orang lain melalui


sebab-sebat yang dibenarkan oleh syara’. Terdapat 5 sebab yang dapat
menimbulkan haq al-intifa’ yakni I’rah, ijarah, waqf, wasiat dan ibahah.

Menurut madzhab Hanafiyah dan Malikiyah, I’arah adalah


pemindahan kepemilikan manfaat tanpa adanya kompensasi. Musta’ir
(orang yang meminjam ) diperbolehkan untuk meminjamkan kepada
orang lain, namun ia tidak boleh menyewakannya (ijarah). Dengan alasan,
I’arah adalah akad ghair lazim (dapat dirujuk sewaktu-waktu), sedangkan
ijarah merupakan akad lazim. Menurut Syafiiyyah dan Hanabalah, I’arah
adalah membolehkan orang lain untuk mengambil suatu manfaat tanpa
adanya kompensasi, dengan demikian, musta’ir tidak diperkenankan
meminjamkan kepada orang lain.

Ijarah adalah akad pemindahan kepemilikan manfaat dengan adanya


kompensasi. Penyewa berhak mendapatkan manfaat atas barang yang
disewa, namun tidak memiliki hak apapun atas bentuk fisik barang yang
disewa.hak yang dimilikinya hanyalah hak manfaat. Penyewa boleh
mengambil manfaat untuk dirinya, atau orang lain.

Waqf adalah menahan harta benda milik seorang dimana manfaat


benda tersebut diperuntukan kepada orang yang diwakafi (mauquf ‘alaih).
Dengan adanya waqf, memungkinkan terjadinya perpindahan kepemilikan
manfaat dari waqif (orang yang mewakafkan) kepada mauquf ‘alaih.
Mauquf ‘alaih diperkenankan untuk mengambil nilai manfaattersebut
untuk diri pribadinya atau orang lain. Selain itu, ia juga berhak untuk
memproduktifkan asset waqf dengan izin dari waqif.

Wasiat bil manfaat adalah sebuah kesepakatan dimana seseorang


memberikan wasiat kepada orang lain(mushi bih) untuk mengambil suatu
nilai manfaat. Orang diberi wasiat berhak untuk menikmati manfaat, baik
untuk diri pribadinya atau orang lain, baik dengan atau tanpa kompensasi.

Al-Ibahah adalah sebuah perizinan untuk mengonsumsi barang atau


menggunakannya, seperti izi untuk memakan makanan atau buah,
mengendarai kendaraan seseorang , izin untuk menggunakan fasilitas
umum, jalan raya, jembatan, taman, dan lainnya. Perizinan dalam hal ini
hanyalah diperuntukkan untuk orang yang diberi, ia tidak boleh
melimpahkan izin tersebut kepada orang yang lain untuk menikmati
manfaat yang ada.

2.2 TEKNIK ELEKTRO

Secara lebih luas teknik elektro adalah bidang teknik atau rekayasa
yang mempelajari sifat-sifat elektron dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-
hari.

Teknik elektro dalam bidang bahasan dapat dipecah menjadi banyak


konsentrasi diantaranya teknik telekomunikasi, teknik kendali, teknik
elektronika, power. Teknik elektro juga dapat bersinergi dengan bidang
lainnya seperti elektromedis (berkaitan dengan kedokteran), teknik sipil, dan
sebagainya.

Cakupan bidang teknik elektro sangat luas, mencakup hampir seluruh


bidang yang berhubungan dengan pemanfaatan listrik dan teknologi yang
berhubungan. Dewasa ini hampir semua manusia di bumi ini menggunakan
temuan berupa listik, yang saat ini merupakan suatu kebutuhan yang pasti
dipelajari dalam bidang teknik elektro.

2.3 KAITAN MUAMALAH DALAM BIDANG TEKNIK ELEKTRO

Dalam perkembangannya Teknik elektro dapat berkolaborasi dengan


bidang lain yang nantinya dapat menghasilkan inovasi ataupun teknologi yang
bermanfaat bagi masyarakat luas. Diperlukan kerjasama untuk merancang,
mengembangkan dan memproduksi berbagai macam produk dan jasa seperti
system distribusi energi, computer pribadi, system satelit, mobil listrik,
handphone, dan lain sebagainya yang melibatkan komponen listrik dan
elektronik, yang dari kesmuanya adalah hasil dari pengembangan dan
kerjasama bidang Teknik elektro dengan bidang lain.
Dalam kasus ini akan banyak sekali yang berkaitan dengan muamalah
sebagai contoh

Perusahaan atau penyedia energi nasional (PLN), merupakan bentuk


kerja sama usaha untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan energi listrik.
dalam proses pembangkitan energi ada banyak bentuk muamalah seperti hak,
akad, jual beli, kepemilikan, dan sebagainya.

Pada hakekatnya setiap kegiatan usaha yang dilakukan manusia adalah


kumpulan transaksi-transaksi tertentu yang mengikuti tatanan tertentu. Berikut
merupakan bentuk kerjasama dalam usaha tersebut sesuai dengan prinsip-
prinsip Syariah pada dasarnya dapat dikelompokkan ke dalam:

1) Bekerja sama dalam kegiatan usaha, dalam hal ini salah satu
pihak dapat menjadi pemberi pembiayaan dimana atas
manfaat yang diperoleh yang timbul dari pembiayaan
tersebut dapat dilakukan bagi hasil.
2) Kerjasama dalam perdagangan, di mana untuk meningkatkan
perdagangan dapat diberikan fasilitas-fasilitas tertentu dalam
pembayaran maupun penyerahan obyek.
3) Kerja sama dalam penyewaan asset dimana obyek transaksi
adalah manfaat dari penggunaan asset.
Dibutuhkannya pengetahuan tentang muamalah dalam bidang Teknik
elektro ini Karena banyak sekali dalam implementasinya yang berkaitan
dengan muamalah sehingga dikemudian hari dapat menghasilkan produk atau
jasa yang baik serta bermanfaat bagi masyarakat.
BAB III

KESIMPULAN

Muamalah merupakan bidang ilmu yang mengatur hubungan antar manusia


dan berkaitan dengan bidang lain seperti bidang Teknik elektro dan
pengaplikasiannya.

Muamalah sangat erat hubungannya dengan Teknik elektro baik dalam


pengembangan keilmuannya maupun dalam penerapan ilmu atau
pelaksanaannya untuk kehidupan masyarakat luas sehingga dapat menjadi hal
yang bermanfaat dan tidak merugikan dalam kehidupan manusia.

Muamalah merupakan ilmu yang mempelajari segala perilaku manusia dalam


memenuhi kebutuhan hidupnya dengan tujuan memperoleh falah (kedamaian
dan kesejahteraan dunia akhirat).
DAFTAR PUSTAKA

Al-Quran dan Al-Hadist

Djuwaini, Dimayuddin. 2008. Pengantar Fiqh Muamalah.Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.

Mustofa, Imam. 2016. Fiqh Muamalah Kontemporer. Jakarta: PT.


Rajagrafindo Persada.

https://www.academia.edu/4824088/Makalah_agama_tentang_muamalah

http://ee.uii.ac.id/akademik/konsentrasi-studi/

www.google.com

Anda mungkin juga menyukai