Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH STUDI FIQIH

“PRINSIP-PRINSIP DAN KARAKTERISTIK FIQIH (PERSYARIATAN)”


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Prinsip-prinsip Fiqih


Kata prinsip berarti asas yakni kebenaran yang jadi pokok dasar orang berpikir,
bertindak, dan sebagainya. Yang dimaksud dengan prinsip-prinsip hukum islam, ialah
cita-cita yang menjadi poko dasar dan landasan hukum islam. Di antaranya ialah:
2.1.1 Tauhid
Tauhid (Ketuhanan Yang Maha Esa) ialah suatu prinsip yang
menghimpun seluruh manusia Kepada Tuhan Yang Maha Esa, sebagaiamana terdapat
dalam Q.S. Ali-‘Imran : 64
‫قل يأهل الكتب تعالو إلى كلمة سواٍء بيننا و بينكم أاّل نعبَد إاّل هللا وال نشرَك به شيئا وال يَّتخذ بعضنا بعضًا أرباًبا من‬
)64 : ‫(اإلمران‬.....‫دون ِهللا‬
Artinya: Katakanlah: hai ahli kitab , marilah kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak
ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak
kita persekutukan Dia dengan sesuatupun

2.2 Karasteristik Fiqh


Fiqh merupakan sisi praktikal dari syariah Islam. Syariah Islam sangat luas. Ia
merupakan sekumpulan hukum yang ditetapkan Allah untuk mengatur hamba-
hambaNya. Hukum tersebut ada yang ditetapkan Allah melalui Al.Qur’an maupun As-
Sunnah. Dari sisi lain, hukum-hukum tersebut ada yang mengatur tata cara berkeyakinan
dan da yang mengatur tata cara berkeyakinan da nada yang mengatur tata cara amal-amal
praktis. Yang pertama dikaji dalam ilmu kalam atau ilmu tauhid, sedangkan yang kedua
dibahas dalam ilmu fiqih.
Ketika Rasul dan para sahabat masih hidup, fiqih sydah mulai muncul dan
berkembang secara gradual. Kemunculan pembahasan fiqih sangat dini. Hal ini
disebabkan para sahabat selalu ingin tahu hukum dari fenimena-fenomena baru yang
muncul pada masa mereka. Perkembangan selanjutnya, fiqih selalu dibutuhkan untuk
mengatur hubungan sosial di antara manusia, untuk mengetahui hak dan kewajiban setiap
insan, untuk merealisasikan kemaslahatan yang baru, atau untuk menghilangkan
kemudharatan dan kerusakan yang ada. Fenomena ini terjadi pada setiap masa.
Fiqih islam memiliki banyak keistimewaan (karateristik) di antaranya adalah:
2.2.1 Fiqih berasaskan kepada wahyu Allah
Berbeda dengan hukum-hukum positif yang ada, materi-materi fiqih
bersumber dari wahyu Allah yang berada dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dalam
menyimpulkan hukum syara’ (ber-istimbath), setiap mujtahid harus mengacu kepada
nash-nash yang berada dalam kedua sumber tersebut, menjadikan semangat syariah
sebagai petunjuk, memerhatikan tujuan-tujuan umum syariat Islamiyah, dan juga
berpegang kepada kaidah serta dasar-dasar umum hukum islam. Jika para mujtahid
melakukan hal ini, maka ijtihad yang dihasilkan dapat dikatakan sumbernya otentik,
bangunannya kokoh, dan strukturnya kuat karena dasar dan kaidah yang dugunakan
sempurna mengakar hingga pada zaman kerasulan dan turunnya wahyu. Allah SWT
berfirman:
)3/5 : ‫ و رضيت لكم اإلسالم دينا (المائدة‬،‫ و أتممت عليكم نعمتي‬،‫اليوَم أكملت لكْم دينكم‬
Artinya: “……pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku
cukupkan nikmat-Ku bagimu , dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu……”
Oleh sebab itu, tidak ada yang bisa dilakukan setelah sempurnanya syariat selain
mengaplikasikannya, supaya selaras dengan kemaslahatan manusia dan juga searah
dengan tujuan-tujuan utama syariah.
2.2.2 Pembahasannya Komprehensif Mencakup Segala Aspek Kehidupan
Bila dibandingkan dengan undang-undang positif yang ada, fiqih Islam
mempunyai keunggulan dalam hal objek pembahasannya. Fiqih mengatur tiga hubungan
manusia, yaitu hubungannya dengan Sang Pencipta, hubungannya dengan dirinya sendiri,
dan hubungannya dengan masyarakat. Hukum-hukum fiqih untuk kemaslahatan di dunia
dan di akhirat, sehingga urusan keagamaan dan juga kenegaraan diatur semuanya.
Hukum-hukum fiqih juga dimaksudkan untuk mengatur semua manusia, sehingga dia
kekal hingga hari akhir. Hukum-hukumnya mengandung masalah aqidah, ibadah, akhlak,
dan muamalah, sehingga ketika mengamalkannya hati manusia tersa hidup, merasa
melaksanakan suatu kewajiban dan merasa diawasi oleh Allah dalam segala kondisi. Oleh
sebab itu, jika diamalkan dengan benar maka ketenangan, keimanan, kebahagiaan, dan
kestabilan akan terwujud. Selain itu, jika fiqih dipraktikan maka kehidupan manusia di
seluruh dunia akan rapid an teratur.
Bila kita memerhatikan hukum-hukum fiqih yang mengatur semua
perilaku manusia mukallaf baik perkataan, pekerjaan, transaksi, dan lainnya, secara
umum dapat diklasifikasikan kedalam dua kelompok.
Pertama, hukum-hukum ibadah seperti bersuci, shalat, puasa, haji, zakat,
nadzar, sumpah, dan perkara-perkara lain yang mengatur hubungan manusia dan Sang Pencipta.
Kedua, hukum-hukum muamalah seperti hukum transaksi, hukum
membelajakan harta, hukuman, hukum criminal dan lain-lain yang dimaksudkan untuk mengatur
hunungan sesame manusia, baik sebagai individu maupun sebagai komunitas. Kelompok kedua
ini terbagi kedalam beberapa kelompok pembahasan:
a. Hukum Keluarga (Al Ahwal Asy Syakhsyiyah . Yaitu hukum-hukum yang
berhubungan dengan masalah keluarga, pernikahan, talak, penisbatan keturunan
keluarga, nafkah keluarga, pembagian harta waris. Hukum-hukum ini dimaksudkan
untuk mentaa hubungan di antara suami istri dan kerabat-kerabat yang lain.
b. Hukum perdata. Yaitu hukum-hukum yang berhubungan dengan masalah relasi di
antara individu seperti jual beli, pinjam-meminjam, gadai, penanggungan utang,
utang piutang, usaha bersama (syirkah), dan lain-lain. Halini dimaksudkan untuk
mengatur masalah keuangan dan harta yang terjadi di antara individu-individu supaya
hak seseorang dapat terlindungi.
c. Hukum Pidana. Yaitu, hukum-hukum yang mengatur tindakan criminal yang
dilakukan oleh seorang mukallaf dan juga bentuk hukuman yang diberikan kepada
pelaku criminal. Hukum ini dimaksudkan untuk melindungi jiwa, harta, kehormatan,
dan hak manusia untuk menciptakan kehidupan yang aman dan juga untuk
menentukan hubungan antara pelaku criminal, korban, dan masyarakat.
d. Hukum Proses Persidangan bauk kasus perdata maupun pidana. Yaitu hukum-
hukum yang berhubungan dengan masalah kehakiman, prosedur melakukan tuduhan,
prosedur penetapan suatu kasus baik dengan menggunakan saksi, sumpah, bukti, atau
lainnya. Hukum-hukum dalam masalah ini dimaksudkan untuk mengatur prosedur
penegakan keadilan ditengah-tengah masyarakat.
e. Hukum Pemerintahan. Yaitu hukum-hukum yang berhubungan dengan system
pemerintahan dan juga dasar-dasar pemerintahan. Dengan adanya hukum ini, maka
hubungan antara pemerintah dengan rakyat, dapat tertata dengan baik, hak dan
kewajiban individu serta masyarakat dapat diketahui dengan jelas.
f. Hukum Internasional. Yaitu hukum-hukum yang membahas masalah tata tertib
hubungan antara negara islam dengan negara-negara lainnya, baik dalam kondisi
damai maupun kondisi perang. Bagian ini juga membahas hubungan warga Negara
non muslim dengan pemerintah, masalah jihad, dan juga masalah perjanjian damai.
Dengan adanya hukum ini, maka bentuk hubungan anatara satu negara dengan
lainnya dapat terjalin dengan baik, saling menolong dan saling menghormati.
g. Hukum Ekonomi dan Keuangan. Yaitu hukum-hukum yang berhubungan dengan
masalah hak individu dalam masalah harta benda, ekonomi, keuangan, dan tugas-
tugas individu tersebut dalam system ekonomi dan keuangan yang lebih luas. Bagian
ini juga membahas hak dan kewajiban negara dalam masalah harta benda, ekonomi
dan keuangan, juga prosedur sumber pendapatan negara dan aturan pembelanjaannya.
Dengan hukum ini, terciptalah hubungan yang harmonis antara orang kaya dan
miskin, begitu juga antara Negara dan anggota masyarakatnya.
h. Akhlak dan adab(Kebaikan dan keburukan). Yaitu hukum-hukum yang mengatur
perilaku manusia supaya prinsip keutamaan, saling menolong, dan saling mengasihi
teraplikasikan ditengah-tengah kehidupan mereka.

2.2.3 Fiqih Sangat Kental dengan Karakter Keagamaan (Hukum Halal dan
Haram)
Dalam fiqih, setiap pekerjaan yang termasuk kategori muamalah pasti
dihubungkan dengan konsep halal dan haram. Atas dasar ini, maka hukum-hukum
muamalah dapat dikategorikan ke dalam dua kelompok:
Pertama,Hukum duniawi yaitu keputusan hukum ini didasrkan atas tindakan atau
perilaku lahiriah. Hukum seperti ini tidak ada hubungannya dengan sikap batiniah
seseorang. Inilah yang dinamakan dengan “hukum pengadilan” karena seorang hakim
memutuskan hukum berdasarkan yang ia mampui saja.
Kedua, Hukum Ukhrawi yaitu keptusan hukum yang didasarkan pada kondisi
yang sebenarnya meskipun kondisi tersebut tidak diketahui oleh orang lain. Hukum
ini digunakan untuk mengatur hubungan antara manusia dengan Allah SWT. Hukum
ini dinamakan dengan “hukum agama” dan yang digunakan oleh mufti dalam
memberikan fatwa.

2.2.4 Fiqih Mempunyai Hubungan yang Erat dengan Akhlak


Fiqih menekankan keutamaan, idealism, dan akhlak yang mulia. Atas dasar itu,
maka ibadah disyariatkan untuk membersihkan jiwa dan menyucikannya, supaya
dapat menjauhkannya dari kemunkaran. Riba diharamkan untuk menanam semangat
kerjasama,tolong menolong dan bertimbang rasa sesame manusia supaya dapat
melindungi golongan yang memerlukan bantuan dari cengkeraman orang berharta,
mencegah berlakunya penipuan dan pembohongan dalam kontrak, dan dapat
mencegah memakan harta secara bathil. Ia juga dapat menjadi alasan unyuk
membatalkan kontrak, karena ada segi yang tidak diketahui yang tidak sesuai dengan
prinsip kerelaan.
Jika hubungan antara agama dan akhlak dengan tingkah laku (tindakan) manusia
diperkuat atau dirapatkan, maka usaha untuk menjaga kemaslahatan individu dan
masyarakat serta kebahagiaan mereka akan terlaksana. Dengan demiian tujuan fiqih
ialah untuk menciptakan kebaikan manusia yang hakiki pada masa kapanpun, baik
dalam masa sekarang maupun pada masa akan datang. Ia juga bertujuan untuk
mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Keterpengaruhan fiqih dengan unsur agama dan akhlak menjadikannya lebih
dipatuhi, lebih dihormati dan ditaati.
2.2.5 Balasan di dunia dan di akhirat bagi yang tidak patuh
Fiqih mempunyai dua jenis balasan, yaitu (pertama) balasan duniawi dalam
bentuk hukuman yang telah ditetapkan oleh nash (hudud) dan yang tidak ditetapkan
oleh nash (ta’zir) bagi kesalahan dzahir yang dilakukan oleh manusia. (kedua) balasan
ukhrawi bagi perbuatan hati yang tidak kelihatan yang dilakukan oleh manusia seperti
hasrat, dengki, adzab untuk mendatangkan mudharatan kepada orang lain, dan juga
hukuman itu akan dikenakan bagi perbuatan zahir yang tidak dapat dihukum di dunia
karena kelalaian dalam melaksanakan hukuman jinayah-seoerti tidak
terlaksanakannya hukuman hudud yang berlaku pada masa kini di kebanyakan
Negara, ataupun karena tidak dapat dibuktikan kesalahannya secara zahir, atau karena
tidak diketahui oleh pihak berkuasa.
Pahala dalam fiqih juga mempunyai dua bentuk. Pahala yang diberikan karena
amalan yang berbentuk perbuatan dan amalan yang berbentuk meninggalkan. Yang
pertama pahala diberikan karena adanya ketaatan terhadap perintah Allah SWT.
Adapun yang kedua, pahala diberikan Karena usaha yang diberikan untuk menjauhi
larangandan maksiat, serta menahan diri untuk melaksankannya.

2.2.6 Fiqih mempunyai ciri sosial kemasyarakatan


Dalam aturan fiqih ada usaha untuk menjaga kepentingan individu dan kelompok
sekaligus, agar keentingan satu pihak tidak mendzolimi yang lain. Walaupun
demikian, jika timbul pertentangan di antara dua kepentingan maka kepentingan
umum lebih diutamakan. Demikian juga jika terjadi pertentangan antara kepentingan
dua individu,maka yang diutamakan adalah kepentingan orang yang akan
menanggung kemudharatan yang lebih besar.
Contoh melindungi kepentingan orang banyak ialah pensyariatan ibadah seperti
sholat,puasa,dan sebagainya, menghalalkan jual beli, mengharamkan riba, dan
monopoli (ikhtikar) dan menggalakkan penjualan sasuatu dengan harga yang patut.
Contoh lainya adalah bolehnya pemerintah menetapkan harga barang, melaksanakan
khudud bagi kemungkaran yang berbahaya, hukum pengaturan keluarga, melindungi
hak tetangga, menunaikan janji, memksa untuk menjual karena demi kepentingan
umum, pembinaan masjid,sekolah,rumah sakit, mempersiapka tanah pekuburan,
meluaskan jalan dan jalur pengairan.
Contoh aturan fikih yang membatasi hak individu, untuk menghindari bencana
atau mudharat yang lebih besar ditengah-tengah masyrakat, ialah tida diwajibkannya
taat kepada suami jika ia mendatangkan mudharat kepada istri, karena Allah
berfirman,

“.. dan janganlah kamu tahan mereka dengan maksud jahat untuk mendzolimi
mereka..” ( Al – Baqoroh : 231 )

2.2.7 FIKIH SESUAI UNTUK DITERAPKAN PADA MASA APAPUN.


Prinsip-prinsip utama fikih adalah prinsip-prinsip yang kekal dan tidak akan
merubah; seperti prinsip perelaan dalam kontra, prinsip ganti rugi, pemberantasan
tindakan kriminal, perlindungan terhadap hak, dan juga prinsip tanggung jawab
pribdi.
Adapun prinsip yang dibangun berdasarkan qiyas, menjaga maslahah, dan urf
dapat menerima perubahan dan perkembangan disesuaikan dengan keperluan zaman,
kemaslahatan manusia, situasi dan kondisi yang berbeda, baik masa maupun tempat,
selagi keputusan hukumya tidak melenceng dari tujuan utama syariah dan keluar dari
asasnya yang betul.

2.2.8 TUJUAN PELAKSANAAN FIKIH


Tujuan pelaksanaan fikih ialah untuk memberikan kemanfaatan yang sempurna,
baik pada tataran individu atau tataran resmi, dengan cara merealisasikan undang-
undang disetiap Negara islam berdasarkan fikih. Karena, tujuan akhir dari fikih ialah
untuk kebaikan manusia dan kebahagiaanya di dunia dan di akhirat.
Fikih islam meliputi berbagai cabang undang-undang, sebagaimana yang telah
diterangkan. Ia juga dapat mengatasi persoalan-persoalan hukum kontemporer seperti
asuransi, system keuangan, system saham, kaidah pengangkutan udara,laut,dan
sebagainya, yang semuanya ditentukan dengan menggunakan kaidah fikih yang kulli,
ijtihad yang berdasarkan qiyas, istihsan, maslahah mursalah, saddudarai, urf,dan
lainlain.
Fikih juga dapat diolah berdasaran teori-teori umum seperti yang dilakukan studi
undang-undang. Umpamanya adalah penetapan teori jaminan,teori darurat, teori
kontrak, teori kepemilikan, kaidah undang-undang sipil, hukuman, teori hak,
penyalahgunaan hak, keadaan yang muncul mendadak, dan sebagainya.
Mengamalkan fikih adalah suatu kewajiban, serang mujtahid wajib melaksanakan
dan mengamalkan hasil ijtihadnya, karena hasil ijtihad bagi seorang mujtahid adalah
dianggap sebagai hukum Allah. Bagi yang tidak sampai kepada martabat mujtahid,
hendaklah beramal dengan fatwa mujtahid. Karena tidak ada cara lain baginya untuk
mengetahui hukum syara’ meliankan melalui fatwa mujtahid.
Cara untuk kembali mengamalkan fikin ialah dengan cara menerapkan fikih
menjadi undang-undang, menyusunnya kembali dengan bahasa yang mudah sehingga
mudah dirujuk oleh qadhi, cara ini dapat menyeragamkan hukum-hukum yang
diputuskan oleh mereka. Disamping itu, ia juga akan memudahkan urusan pihak-
pihak yang terlibat dalam mahkamah, dan sejak awal mereka akan dapat mengetahui
hukum yang pasti mengenai perkara yang mereka pertikaikan.
Ini semua hanya dapat dilakukan dengan cara membuat panitia atau komisi yang
terdiri atas ulama semua mahdzhab, supaya mereka memilih fatwa yang lebih sesuai
dan lebih memberikan maslahat menurut perspektif masing-masing madzhab.

Anda mungkin juga menyukai