Anda di halaman 1dari 7

NAMA : ILHAM FIKRI

NIM : 1219088

KELAS : HES’C

UTS : FIQIH MUAMALAH

DOSEN : ARIFKI BUDIA WARMAN.SH.,I M.H

SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER GANJIL TA.2019/2020

1.Bagaimana kedudukan fiqih muamalah dalam islam?

2.Akad merupakan bagian dari tasharuf qauli.jika di dalam akad muamalah menggunakan isyarat saja
,apakah itu dibolehkan?jelaskan pendapat anda dengan menggunakan dasar!

3.Dewasa ini, banyak terjadi praktek muamalah dengan menggunakan internet dan aplikasi
,pembayaranya pun lewat aplikasi .seperti gopay dan sebagainya .bagaimana menurut anda transaksi
muamalah seperti itu ,analisa lah dengan konsep muamalah yang telah anda pelajari!

Jawabanya

1. Kedudukan Muamalah dalam Islam

 Islam menetapkan aturan-aturan yang fleksibel dalam bidang muamalah, karena bidang
tersebut amat dinamis, mengalami perkembangan.

 Meskipun bersifat fleksibel, Islam memberikan ketentuan agar perkembangan di bidang


muamalah tidak menimbulkan kemudharatan atau kerugian dalam masyarakat.

 Meskipun bidang muamalah berkaitan dengan kehidupan duniawi, namun dalam prakteknya
tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan ukhrawi, sehingga dalam ketentuan-ketentuannya
mengandung aspek halal, haram, sah, batal, dsb.

Sumber Hukum Muamalah

Sumber hukum  fiqih muamalah  secara umum berasal dari tiga sumber utama, yaitu Al Quran dan
Hadits, dan ijtihad.

 Al Qur’an

Seperti yang telah diketahui bahwa Al Qur’an merupakan referensi utama yang memuat  pedoman dasar
bagi umat manusia. Khususnya dalam menemukan dan menarik suatu perkara dalam kehidupan. Sudah
seharusnya setiap muslim selaluberpegang teguh kepada hukum-hukum yang terdapat di dalam Al
Qur’an sebagai petunjuk agar menjadi manusia yang taat kepada Allah SWT, yaitu mengikuti segala
perintah Allah dan menjauhi segala larangannya.  Ayat tentang muamalah antara lain :
QS An Nisa’ Ayat 58 yang artinya :

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya dan
(menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan
adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepada kamu. Sesungguhnya Allah
Maha Mendengar lagi Maha Melihat

QS Al Muthaffifin ayat 1-6 yang artinya :

1). Celakalah bagi orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang), 2) (yaitu) orang-orang
yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, 3) dan apabila mereka menakar
atau menimbang (untuk orang lain), mereka mengurangi, 4) Tidakkah orang-orang itu mengira, bahwa
sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, 5) pada suatu hari yang besar, 6) (yaitu) pada hari (ketika)
semua orang bangkit menghadap Tuhan seluruh alam.“

QS Ali Imran ayat 3 yang artinya :

Hai orang-orang yg beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah
kamu kepada Allah agar kamu mendapat keberuntungan.

 A.Hadits

Seperti yang telah diketahui bahwa Hadits merupakan sumber hukum bagi umat Islam yang kedua
setelah Al Qur’an. yang digunakan oleh umat Islam sebagai panduan dalam melaksanakan berbagai
macam aktivitas, baik yang berkaitan dengan urusan dunia maupun urusan akhirat. Hadits adalah segala
sesuatu yang disandarkan kepada Rasulullah SAW, baik berupa perkataan (sabda), perbuatan, maupun
ketetapan yang dijadikan sebagai landasan syari’at Islam. Hadits tentang muamalah antara lain :

“Sesungguhnya jika Allah mengharamkan atas suatu kaum memakan sesuatu, maka Allah
mengharamkan pula hasil penjualannya” (HR. Abu Daud)

“Janganlah kalian berbuat zhalim, ingatlah tidak halal harta seorang kecuali dengan keridhoan darinya”
(HR al-Baihaqi).

Dari Abdullah bin mas’ud r.a dari Nabi SAW beliau bersabda : Riba itu terdiri 73 pintu. Yang paling
ringan diantarannya adalah seperti seseorang laki-laki yang berzina dengan ibunya, dan sehebat-
hebattnya riba adalah merusak kehormatan seorang muslim. (HR. Ibnu Majah).

 Ijtihad

Sumber hukum yang ketiga setelah Al Qur’an dan hadits adalah ijtihad, yaitu proses menetapkan suatu
perkara baru dengan akal sehat dan pertimbangan yang matang,  dimana perkara tersebut tidak dibahas
dalam Al Qur’an dan hadits.

Ijtihad merupakan sumber yang sering digunakan dalam perkembangan fiqih muamalah sebagai solusi
terhadap suatu permasalahan yang harus diterapkan hukumnya, tetapi tidak ditemukan dalam Al Qur’an
maupun Hadits.
Prinsip-Prinsip Muamalah

Hakikat diturunkannya syari’at Islam adalah mendatangkan kemaslahatan dan menghindarkan


kerusakan, yang tercermin dalam bentuk perintah dan larangan dari Allah SWT dan Rasul-Nya.

Setiap bentuk perintah yang mesti dikerjakan, pasti di situ juga mengandung kemaslahatan bagi
manusia. Sebaliknya, setiap bentuk larangan yang mesti ditinggalkan, pasti juga mengandung
kemudharatan bagi manusia. Walaupun seringkali hikmah dari perintah dan larangan tersebut
terungkap jauh setelah dalilnya diturunkan.

Demikian pula dengan ketentuan dalam muamalah, adalah jelas untuk kemaslahatan manusia secara
umum. Ketentuan-ketentuan muamalah secara syari’at Islam yang tidak akan mengabaikan aspek
penting dalam kesinambungan hidup manusia.

Secara garis besar, terdapat dua prinsip dalam muamalah yakni prinsip umum dan prinsip khusus.

Prinsip Umum

Dalam prinsip umum muamalah terdapat empat hal yang utama, yaitu :

 Hukum asal dalam muamalah pada dasarnya adalah mubah kecuali ada dalil yang
mengharamkannya.

 Muamalah dilakukan atas dasar pertimbangan mendatangkan kemaslahatan / manfaat dan


menghindarkan mudharat dalam masyarakat.

 Pelaksanaan Muamalah didasarkan dengan tujuan memelihara nilai keseimbangan (tawazun)


berbagai segi kehidupan, yang antara lain meliputi keseimbangan antara pembangunan material
dan spiritual, pemanfaatan serta pelestarian sumber daya.

 Muamalah dilaksanakan dengan memelihara nilai keadilan dan menghindari unsur-unsur


kezaliman.

 Prinsip Khusus

Sementara itu prinsip khusus muamalah dibagi menjadi dua, yaitu yang diperintahkan dan yang dilarang.
Adapun yang diperintahkan dalam muamalah terdapat tiga prinsip, yaitu :

 Objek transaksi harus yang halal, artinya dilarang melakukan aktivitas ekonomi atau bisnis
terkait yang haram.

 Adanya keridhaan semua pihak terkait muamalah tersebut, tanpa ada paksaan.

 Pengelolaan dana / aset yang amanah dan jujur.

Sedangkan yang dilarang dalam muamalah antara lain :

 Riba, merupakan setiap tambahan / manfaat yang berasal dari kelebihan nilai pokok pinjaman
yang diberikan peminjam. Riba juga sebagai suatu kegiatan yang menimbulkan eksploitasi dan
ketidakadilan yang secara ekonomi menimbulkan dampak sangat merugikan masyarakat
 Gharar, adalah mengandung ketidakjelasan, spekulasi, taruhan, bahaya, cenderung pada
kerusakan.

 Tadlis (penipuan), misalnya penipuan dalam transaksi jual beli dengan menyembunyikan atas
adanya kecacatan barang yang diperjualbelikan.

 Berakad dengan orang-orang yang tidak cakap dalam hokum, seperti orang gila, anak kecil,
terpaksa, dan lain sebagainya.

2. Pengertian Akad Salam

Akad Salam/Jual Beli Salam adalah jual beli yang penerimaan barangnya ditangguhkan dengan
pembayaran harga tunai. Penjualan yang karakteristik tanggungannya (barang) telah terdiskripsikan
diawal dengan harga atau modal kerja dibayarkan didepan. Dengan kata lain, untuk membayarkan harga
didepan dan pengiriman barang terspesifikasi untuk masa yang akan datang yang telah ditentukan.

Dua ulama mazhab yaitu Syafi’I dan Hambali mendefinisikan akad salam adalah sebagai sebuah akad
tehadap barang yang teridentifikasi spesifikasinya yang akan dikirimkan pada waktu tertentu dengan
penyerahan harga (uang) ketika dalam sesi kontrak (majelis akad).

Adapun Maliki mendefinisikan salam adalah sebuah transaksi jual-beli yang dilakukan dengan
memberikan harga (uang) dimuka dan pengiriman/penyerahan barang pada waktu tertentu di masa
yang akan datang.

Landasan Hukum Akad Salam

Bila merujuk pada Al-Qur’an dan Sunnah, akad salam merujuk pada salah satu surat dalam qur’an yang
merupakan ayat terpanjang dalam Al-Qur’an, yaitu Q.S. Al-Baqarah[2] : 282, yang artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang
ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu
menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah
mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan
(apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia
mengurangi sedikitpun daripada hutangnya”

Kemudian dirujuk pada Hadist Nabi SAW, yaitu “Dari Ibn ‘Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW
ketika datang ke Madinah, dan mendapati penduduknya menggunakan akad salaf (salam) pada buah-
buahan untuk 1,2,3 tahun. Dia (SAW) berkata: “Barangsiapa yang melakukan transaksi salaf (pemesanan
didepan), hendaknya menyatakan (spesifik) dalam volume jelas, takaran jelas dan waktu yang jelas”

Ijma’ Muslimin: Ibn Mundzir berkata, “Seluruh ulama dari semua pendapatnya yang kami hafal
(ketahui) menyatakan persetujuan dan membolehkan akad salam dan orang memerlukan akad ini
dalam transaksinya. Hal ini mengingat bahwa pertumbuhan buah-buahan, sayuran dan bisnis regular
memerlukan untuk dibiayai agar bisa menjalankan pertanian dan bisnisnya. Kontrak ini diperbolehkan
dengan dasar pemenuhan kebutuhan manusia” Syarat Akad Salam
Syarat akad salam terfokus pada harga dan atau objek salam (barang). Ulama mazhab sepakat bahwa
suatu objek penjualan dinyatakan valid  dalam transaksi salam ketika telah mencapai 6 syarat,
diantaranya:

1. jenis diketahui dengan spesifik

2. karakterisktik (sifat) diketahui

3. jumlah diketahui,

4. waktu penundaan diketahui,

5. harga yang diketahui,

6. penyebutan tepat yang jelas ketika transportasi barang memiliki biaya.

Seluruh ulama juga sepakat bahwa salam boleh pada semua komoditas  yang bisa diukur dengan
volume, ukuran, panjang, angka, jumlah (kacang, telur dll).

Adapun terkait dengan harga Imam Hanafi memberikan beberapa syarat, diantaranya:

1. Menggunakan alat tukar moneter (emas, perak, mata uang dll)

2. Tipe harga: ketika terdapat dalam sebuah daerah tipe-tipe pembayaran, maka perlu ditentukan
apa yang akan dipakai

3. Karakteristik dari harga yang spesifik, yaitu apakah dalam keadaan baik, biasa saja atau kurang
baik(buruk). Ketiga keterangan diatas untuk menghindari ketidak tahuan dan juga perselisihan
dikemudian hari

4. Spesifikasi jumlah harga, seperti halnya ditakar dengan volume, berat, atau angka. Tidak cukup
hanya menunjukkan alat transaksi tanpa menyerbutkan berapa jumlah tepatnya.

5. Semua koin (mata uang) diinspeksi (dihitung) dengan teliti /seksama agar tidak terjadi
perselisihan.

6. Pembayaran dan penyerahan tanda bukti (kwitansi) saat sesi transaksi sebelum keduanya
berpisah merupakah sebuah syarat.

Ketika pembayaran ditunda lebih dari 3 hari, Imam Malik menyatakan bahwa jual beli salam tersebut
dinyatakan tidak valid.

Hal yang Harus Diperhatikan Dalam Hal Penyerahan Barang

Pada saat penyerahan barang baik sebelum atau setelah waktunya, maka ada juga yang harus
diperhatikan, diantaranya:

1. Penjual harus menyerahkan barang tepat pada waktunya dengan kualitas dan jumlah yang telah
disepakati.

2. Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih tinggi, penjual tidak boleh meminta
tambahan harga.
3. Apabila penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih rendah, dan pembeli rela
menerimanya, maka ia tidak boleh menuntut pengurangan harga (diskon).

4. Penjual dapat menyerahkan barang lebih cepat dari waktu yang disepakati dengan syarat
kualitas dan jumlah barang sesuai dengan kesepakatan, dan ia tidak boleh menuntut tambahan
harga.

5. Jika semua atau sebagian barang tidak tersedia pada waktu penyerahan, atau kualitasnya lebih
rendah dan pembeli tidak rela menerimanya, maka ia memiliki dua pilihan: membatalkan
kontrak dan meminta kembali uangnya atau menunggu sampai tersedia.

Kemudian secara legal, akad salam tertulis dalam fatwa S  Dewan yariah N asional (DSN) MUI No:
05/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Salam.

Rukun Akad Salam

Agar akad salam/jual beli salam sesuai dengan syariat maka terdapat rukun-rukun yang harus dipenuhi.
Apa saja rukunnya?

Rukun inti yang terdapat dalam jual beli salam adalah sighat  (ijab qabul). Hanafi, Maliki dan Hanbali
menyatakan bahwa bentuk ijab menggunakan terms “salaf atau salam”: Pembeli berkata, “saya
membayar harga ini untuk membeli barang X dari kamu dengan akad salam” dan Penjual menjawab
“saya terima”. Dengan ijab qabul seperti itu maka rukun salam sudah terpenuhi.

3. Seiring dengan perkembangan zaman, interaksi sesama manusia guna memenuhi kebutuhan juga
mengalami modifikasi sedemikian rupa. Pada mulanya sistem penukaran barang  hanya bisa dilakukan
secara manual (barter) dengan mengharuskan kehadiran antara  penjual dan pembeli di satu tempat
dengan adanya barang disertai dengan transaksi (ijab dan qabul). Namun dengan kemudahan  fasilitas
dan  semakin canggihnya tekhnologi, proses jual beli yang tadinya mengharuskan cara manual bisa saja
dilakukan via internet.

bahwasannya Hukum akad (transaksi) jual beli melalui alat elektronik sah, apabila sebelum transaksi
kedua belah pihak sudah melihat mabi’ (barang yang diperjualbelikan) atau telah dijelaskan baik sifat
maupun jenisnya, serta memenuhi syarat-syarat dan rukun-rukun jual beli lainnya  dengan dasar
pengambilan hukum; 1. Syarh al-Yaqut an-Nafis karya Muhammad bin Ahmad al-Syatiri: ‫وَالْعِب ْ َرةُ فِي‬
ِ‫ل هذِه‬ ِ َ ‫س وَالْب َ ْرقِي‬
ُّ ُ ‫ات ك‬ َ ِ ‫سطَةِ التِّل ِيف‬
ِ ْ ‫ُون وَالتَّلك‬ ِ ‫َن الْبَي ْ ِع وَ الشِّ َراءِ بِوَا‬ ِ ‫صوَرِ اأْل َلْفَا‬
ِ ‫ظ وَع‬ ُ ِ ‫معَان ِيهَا اَل ل‬
َ ِ ‫الْعُقُودِ ل‬
َ
ُ ‫م‬
‫ل‬ َ َ‫مدَةُ الْيَوْم ِ وَعَلَيْهَا الْع‬َ َ ‫معْت‬
ُ ‫مث َالِهَا‬
ْ ‫ِل وَأ‬ َ َ‫ الْو‬Yang diperhitungkan dalam akad-akad adalah subtansinya,
ِ ‫سائ‬
bukan bentuk lafalnya. Dan jual beli via telpon, teleks dan telegram dan semisalnya telah menjadi
alternatif utama dan dipraktikkan.

Anda mungkin juga menyukai