Anda di halaman 1dari 4

Nama : Eko Sulistio Bramianto

NIM : 2320190054

Akuntansi Semester 2

Dosen : Drs Masykuri Qurthubi MA

UTS Fiqih Muamalat

Jawaban

1. Fiqh muamalah adalah bagian tak terpisahkan dari sistem Syariah yang mengatur
urusan dunia yang di lakukan oleh dan antar manusia untuk menentukan halal haram,
boleh atau tidak dan benar atau salah, Haq dan Batil yang berdasarkan Al Qur'an dan
Sunnah Rasulullah. Apakah Fiqh Muamalat ada di zaman Rasulullah? Apa alasannya
dan dengan apakah Rasulullah menghukumi urusan duniawi tersebut sementara tidak
semua tertera secara terperinci dalam Al Qur'an?

Jawab : Di zaman Rasulullah SAW dahulu, para sahabat mampu menjalankan fiqh
muamalah ini dengan sangat sempurna berdasarkan tuntunan dari Rasulullah SAW
sehingga terciptalah kesejahteraan yang mana sempat menjadi pusat perhatian dunia.
Fiqh muamalah hanya mengatur dasar bermuamalah saja seperti jujur, amanah,
toleransi, memenuhi akan dan janji. Jadi selama bentuk-bentuk muamalah yang
direkayasa manusia di zaman modern ini tidak bertentangan dengan Al-Qur'an dan
As-Sunnah, maka dapat diterima dengan syarat sejalan dengan tujuan syariah yaitu
demi kemaslahatan umat manusia. Dengan kata lain Fiqh Muamalah ini bersifat
Fleksibel dan menyesuaikan zaman, sebagai contoh ialah jual beli di minimarket, dulu
dizaman nabi dalam bertransaksi jual beli akad diucapkan seperti "baiklah saya terima
barang ini dengan harga segini", namun seperti yang kita lihat sekarang di beberapa
minimarket, kita hanya cukup mengambil barang dan langsung membayarnya di kasir
tanpa mengucapkan sebuah akad. Apakah hal tersebut diperbolehkan? Tentu saja
boleh, karena ketika kita melihat harga barang yang tertera di label dan kita
mengambil barang tersebut untuk membelinya lalu membayarnya, sama saja kita telah
menyetujui harga tersebut dan telah memenuhi kesepakatan dalam akad.
2. Madiyah ‫ ماديه‬dan adabiyah ‫ ادابيه‬adalah dua persoalan yg selalu mengikuti setiap
menemukan halal haram, boleh tidak dan Haq batil dalam transaksi duniawi...jelaskan
satu contoh dari dua hal tersebut dan berikan alasan muamalah secara teoritik.

Jawab : Contohnya pakaian dengan buku. Alasannya muamalah yang ditinjau dari
segi cara tukar menukar benda yang bersumber dari panca indera yang unsur
penegaknya adalah hak dan kewajiban. Seperti jujur, dengki, hasut, dendam, dll, dari
aspek ini fiqih muamalah mengatur batasan yang seharusnya dilakukan atau tidak
oleh manusia terhadap benda. Karena al muamalah dan al adabiyah aturan-aturan
Allah yang berkaitan dengan aktivitas manusia dalam hidup bermasyarakat yang
ditinjau dai segi subjeknya, yaitu manusia sebagai penakluknya. Hal ini berkisar pada
keridaan kedua belah pihak, ijab kabul, dusta, menipu dan yang lainnya. Dengan
demikian al muamalah dan al adabiyah memberikan panduan bagi perilaku manusia
untuk melakukan tindakan hukum terhadap suatu benda. Maka dari perspektif ini
dalam pandangan fiqih muamalah semua perilaku manusia harus memenuhi prasyarat
(etis-normatif) agar perilaku tersebut dipandang layak untuk dilakukan.

3. Akad secara umum ada dua bagian. Akad nyata dan akad tidak nyata. Biasanya bisa
disebut sebagai akad ibadah dan muamalah. Jelaskan dengan contoh dahulu kemudian
tunjukkan mana akad nyata dan akad yang tidak nyata dan apa serta bagaimana alasan
anda menyatakan hal tersebut

Jawab : Contohnya yaitu istishna. Merupakan suatu jenis khusus dari bai assalam
yang merupakan akad penjualan antara pembeli dan pembuat barang. Dalam akad ini
pembuat barang menerima pesanan dari pembeli, pembuat barang lalu berusaha
melalui orang lain untuk membuat atau membeli barang menurut spesifikasi yang
telah disepakati dan menjualnya kepada pembeli akhir. Istishna merupakan akad tidak
nyata, landasan hukum pada istishna didasarkan pada qiyas terhadap pada akad salam
yaitu jual beli yang tidak ada barangnya ketika sesi akad sedang berlangsung. Adapun
ulama malikiyah, syafiiyah, dan hanabilah memperbolehkan atas dasar qiyas terhadap
salam dan urf daro masyarakat. Dipersyaratkan sebagaimana akad salam. Ayat yang
menjadi landasan hukum istishna adalah QS. Al baqarah : 275 yang artinya “dan
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”.
4. Dalam muamalah orang sering kali tidak memahami bahwa dia berada dalam
kebatilan, haram dan riba karena sebab sama kondisi yang terjadi di institusisyariah
dan instansi konvensional. Misalnya kredit mobil harga 100jt tenor tiga tahun.
Dengan kredit yang sama antara syariah dan konvensional...baik jumlah kredit 100jt
misalnya, tenor sama tiga tahun kemudian angsuran 4 JT / bln selama 36 kali sama
persis jumlahnya, sementara yang syariah halal dan yang konvensional haram.
Jelaskan apa saja jawaban Fiqh Muamalat untuk menentukan dua keadaan yang sama
kondisinya tapi beda hasil hukumnya...yang Syariah halal yang konvensional riba dan
haram.

Jawab : Jual beli secara kredit atau secara mengangsur dengan harga lebih tinggi dari
harga tunai itu diperkenankan. Sebab, itu bagian dari jual beli dan sebagaimana
keputusan lembaga Fiqih Islam OKI Nomor 51 tentang jual beli kredit dan Fatwa
DSN MUI tentang Jual Beli Nomor 110/DSN-MUI/IX/2017 tentang jual beli dengan
penjelasan sebagai berikut:

“Al-Qaradawi dalam bukunya Halal dan Haram mengatakan bahwa menjual kredit
dengan menaikkan harga diperkenankan, bahkan Rasulullah SAW sendiri pernah
membeli makanan dari orang Yahudi dengan tempo untuk nafkah keluarganya.
Namun demikian, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi: pertama; harganya tetap
dan disepakati diawal transaksi, kedua; tidak boleh ada penambahan jika terjadi
keterlambatan pembayaran, ketiga; pembayaran cicilan serta tempo pembayaran
disepakati kedua belah pihak agar terhindar dari praktek gharar.

Persoalannya menjadi berbeda ketika kita melakukan kredit melalui bank


konvensional yang sekali lagi menggunakan instrumen riba. Jika dulu kita masih
kesulitan mendapatkan pelayanan bank syariah, maka sekarang dengan jumlah bank
syariah yang semakin banyak rasanya tidak ada lagi alasan bagi kita untuk tetap setia
pada bank konvensional.

5. Kita sering membayar pembelian kita baik jual beli maupun jasa tidak sama dengan
akad yang sudah disepakati atau sudah ditentukan sejak awal jadi bisa menjadi riba
dan haram. Misalnya naik gojek dengan aplikasi membayar 12.550 sementara kita
bayar 13.000 atau 15.000 bahkan kadang lebih..begitu pula beli baju satu harga 100rb
tapi dapet bajunya dua atau lebih dan lain sebagainya. Berarti muamalah tersebut
tidak sesuai dengan akad di awal. Karena ada kelebihan yang jumlah dalam transaksi
itu. Bagaimana alasan fiqih muamalah menentukan kebiasaan yang tidak sesuai
dengan akad yang di sepakati padahal tidak boleh ada kelebihan berapapun karena
bisa riba. Jelaskan.

Jawab : Fiqh muamalah dibangun di atas prinsip menjaga kemaslahatan dan 'illah
(alasan disyariatkannya suatu hukum). Tujuan dari disyariatkannya muamalah adalah
menjaga dharuriyat, hajiyat, dan tahsiniyat. Prinsip-prinsip muamalah kembali kepada
hifzhulmaal (penjagaan terhadap harta), dan itu salah satu dharuriyatul khamsah
(dharurat yang lima). Sedangkan berbagai akad—seperti jual beli, sewa menyewa,
dlsb.—disyariatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia dan menyingkirkan
kesulitan dari mereka.

Bertolak dari sini, banyak hukum muamalah yang berjalan seiring dengan maslahat
yang dikehendaki Syari' ada padanya. Maknanya, jika maslahatnya berubah, atau
maslahatnya hilang, maka hukum muamalah itu pun berubah. Al-'Izz bin 'Abdussalam
menyatakan, "Setiap aktivitas

yang tujuan disyariatkannya tidak terwujud, aktivitas itu hukumnya batal." Dengan
bahasa yang berbeda, asy-Syathibiy sependapat dengan al-'Izz.. Asy-Syathibiy
berkata, "Memperhatikan hasil akhir dari berbagai perbuatan adalah sesuatu yang
mu'tabar (diakui) menurut syariat."

Anda mungkin juga menyukai