Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Manusia sebagai mahkluk homosocius dalam hidupnya pasti membutuhkan orang lain

untuk hidup bersama-sama dalam masyarakat. Dalam masyarakat sendiri manusia tidak akan

terlepas dari saling ketergantungan antara satu dengan yang lainnya, saling memberi dan

menerima atau bekerja sama mengadakan hubungan yang beraneka ragam. Variasi

hubungan manusia yang lazim adalah jual beli, pinjam meminjam, sewa menyewa dan lain

sebagainya. Hal tersebut dilakukan tidak lain adalah guna memenuhi hajat hidupnya dan

demi tercapainya kebahagiaan hidupnya.

Untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia semakin bertambah dan beraneka ragam

diantaranya lewat jual beli, bahkan dalam hidup bermasyarakat tidak akan terlepas dari

persoalan jual beli demi memenuhi kebutuhan atau mencukupi hajat hidupnya. Konsekuensi

logis dari kodrat manusia adalah saling memerlukan, maka akan timbul suatu hukum yang

berupa hak dan kewajiban. Dengan hubungan itu akan berakibat saling mempengaruhi secara

timbal balik dan akan menyebabkan keterkaitan antara pihak-pihak yang bersangkutan dalam

masyarakat.

Suatu masyarakat akan tumbuh dengan baik apabila anggota masyarakat itu

memenuhi ketentuan-ketentuan yang ada dalam masyarakat tersebut. Kebaikan itu tersimpul

dalam tata cara melaksanakan kewajiban dan terpenuhinya hak-hak masing-masing anggota

masyarakat itu sesuai dengan prinsip-prinsip dan nilai-nilai kemanusiaan demi tercapainya

masyarakat adil dan makmur tenteram dan damai.


Sebagai orang Islam yang taat, sudah semestinya akan selalu mengikuti ajaran

agamanya dan selalu berusaha untuk menjalankan perintah dan menjauhi semua larangan-

Nya sesuai dengan apa yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Hadist. Dalam melaksanakan

jual beli, manusia harus mengetahui hukum daripada jual beli itu sendiri dengan tujuan untuk

mengetahui hal-hal yang dapat menyebabkan transaksi itu menjadi sah dalam arti tidak

melanggar peraturan atau hukum yang berlaku.

Jual beli merupakan salah satu dari sekian banyak hal yang ada dalam Islam. Dalam

prakteknya harus dikerjakan secara konsekuen agar tidak terjadi saling merugikan serta perlu

adanya pertimbangan yang kemudian mendatangkan kemaslahatan, menghindari timbulnya

kemadlaratan dan tipu daya di dalamnya. Sebagaimana hadist Rasulullah SAW yang

menyatakan bahwa usaha yang paling baik adalah usaha dengan tangannya sendiri dan setiap

jual beli yang jujur.

Dalam kehidupan bermasyarakat, hasrat untuk memiliki suatu keinginan agar

terpenuhi kebutuhannya sehari-hari, sudah barang tentu terjadi hal-hal yang sesuai dengan

hukum yang berlaku, namun adakalanya terjadi hal yang sebaliknya. Seperti dalam praktek

jual beli tembakau, sejak tawar menawar, penimbangan sampai barang tersebut diserahkan

kepada pembeli seringkali terjadi kepincangan-kepincangan yang menyebabkan salah satu

pihak dirugikan.

Sebagai contoh adalah praktek jual beli tembakau imbon di Desa Mangunsari

Temanggung. Dalam praktek jual beli ini, tembakau dipetik petani dan setelah sampai di

rumah diperam (diimbu) dua sampai tiga hari. Pada saat imbon, seorang pembeli datang dan

menawarnya dengan harga tembakau sudah jadi (kering). Namun setelah benar-benar digarap

sampai selesai dan pembeli mengambilnya, harga menjadi turun atau bahkan tidak jadi
terbeli dengan alasan karena cuaca kurang baik sehingga tembakau kurang kering atau

berubah warnanya. Kalaupun jadi terbeli, biasanya dengan harga yang sangat rendah tidak

seperti harga yang telah dijanjikan semula.

Praktek jual beli tembakau imbon tersebut dapat menimbulkan akibat hukum dalam

bidang muamalah. Hal ini dapat diketahui dari cara pelaksanaan transaksi, yakni pada saat

mengadakan akad si pembeli memutuskan dengan harga tembakau kering (sudah jadi),

padahal tembakau tersebut masih dalam keadaan imbon. Dalam hal ini kedua belah pihak

(penjual dan pembeli) dituntut untuk senantiasa menjaga keserasian hubungan,

menghindarkan kedzaliman.

Dengan adanya latar belakang tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk mengkaji

praktek jual beli tembakau imbon dalam bentuk skripsi yang berjudul “Tinjauan Hukum

Islam Terhadap akad Jual Beli Tembakau Imbon di Kabupaten Temanggung (Studi

Kasus di Mangunsari Kecamatan Ngadirejo).”

B. Rumusan Masalah

Dengan mencermati uraian dalam latar belakang di atas, maka dirumuskan permasalahan

sebagai berikut :

1. Bagaimanakah perjanjian jual beli tembakau imbon yang terjadi di Desa Mangunsari

Kecamatan Ngadirejo Kabupaten Temanggung ?

2. Bagaimanakah tinjauan hukum Islam terhadap perjanjian jual beli tembakau imbon di

Desa Mangunsari Kecamatan Ngadirejo Kabupaten Temanggung ?


C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan penelitian

a. Untuk mengetahui Bagaimana hokum islam mengatur tentang perjanjian jual beli

tembakau secara system imbon

2. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi

pengembangan ilmu hukum, khususnya dalam Hukum Perdata Islam mengenai jual

beli muamalah

b. Manfaat praktis

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat diperoleh suatu pemikiran dan pemahaman

tentang hukum perikatan Islam bagi penulis pada khususnya dan bagi masyarakat

pada umumnya.

D. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang penelitian, perumusan masalah,

tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menguraikan tentang tinjauan tentang tinjauan hukum Islam perjanjian jual

beli yang meliputi pengertian jual beli, syarat dan rukun jual serta risiko dalam jual

beli. Sub bab kedua yaitu dibahas mengenai tembakau imbon sebagai objek jual

beli

BAB III METODE PENELITIAN


Dalam bab ini akan diuraikan mengenai metode pendekatan kualitatif spesifikasi

penelitian, metode penentuan sampel, metode pengumpulan data, dan analisa data.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan diuraikan tentang tinjauan hokum islam terhadap akad jual beli

tembakau imbon di Desa Mangunsari Kecamatan Ngadirejo Kabupaten

Temanggung

BAB V PENUTUP

Dalam bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan dan saran.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Hukum Islam Perjanjian Jual Beli

1. Pengertian Jual Beli

Perkataan jual beli terdiri dari dua suku kata yaitu “jual dan beli”. Sebenarnya

kata jual dan beli mempunyai arti yang satu sama lainnya bertolak belakang. Kata jual

menunjukkan bahwa adanya perbuatan menjual, sedangkan beli adanya perbuatan

membeli. Dengan demikian, perkataan jual beli menunjukkan adanya dua perbuatan

dalam suatu peristiwa, yaitu satu pihak menjual dan pihak lain membeli. Maka dalam hal

ini terjadilah peristiwa hukum jual beli. Dari ungkapan tersebut terlihat bahwa dalam

perjanjian jual beli terlibat dua pihak yang saling menukar atau melakukan pertukaran.
Jual beli terjadi antara dua orang atau kemungkinan tidak lebih dari tiga orang, yaitu

pertukaran barang dengan barang, atau barang dengan sesuatu dalam tanggungan.

Kemungkinan tersebut ada kalanya dengan jalan tunai (cash) atau dengan tidak tunai.

Syari’at Islam telah menetapkan aturan-aturan dan persyaratan jual beli, baik yang

menyangkut persyaratan penjualan dan pembelian, persyaratan penjualan dan pembelian,

persyaratan uang dan benda yang dibeli, maupun persyaratan lafaz (kalimat) serah terima

(aqad)

Ibnu Rusyd menyebutkan nama-nama jual beli, ada yang ditinjau dari segi sifat

aqad dan keadaannya, ada yang ditinjau dari sifat barang yang dijual. Sebab apabila

penjualan itu berupa barang dengan barang, maka adakalanya antara harga dengan barang

atau antara harga dengan harga. Apabila terjadi antara harga dengan harga, maka jual beli

tersebut dinamakan “sharf”, yakni jual beli secara bertempo. Kemudian jika jual beli

tersebut didasarkan atas pilihan, maka hal tersebut dinamakan “khiyar”. Apabila

didasarkan atas penentuan laba, maka jual beli tersebut dinamakan “munahabah”, dan

apabila didasarkan atas penambahan, maka disebut “muzayadah”

Berdasarkan uraian tersebut di atas, jelaslah bahwa jual beli merupakan suatu

perjanjian saling mengikat antara penjual dan pembeli, yang keduanya saling berfungsi

untuk menukarkan suatu barang dengan melalui aqad tertentu. Jual beli bisa dianggap sah

apabila telah memenuhi syarat dan rukunnya, di samping itu juga kesepakatan keduanya

tentang keadaan barang dan harganya.

Anda mungkin juga menyukai