Anda di halaman 1dari 12

PERAN HADIST DALAM MENGATUR JUAL BELI ONLINE: TRANSAKSI

DALAM ISLAM

Luthfia Cahya Az-Zahra

Akuntansi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Kota Malang, 65144, Indonesia

e-mail luthfiacahya05@gmail.com

Abstract

This article examines the role of hadith in regulating the practice of buying and selling
online in the Islamic context. In an increasingly advanced digital era, online buying and selling
transactions have become a common phenomenon. However, in conducting online
transactions, it is important to consider ethical principles and Islamic provisions related to
buying and selling. Through an analysis of relevant hadiths, this article explains the guidelines
and guidelines given by the Prophet Muhammad SAW in carrying out online buying and selling
that is fair, safe and in accordance with Islamic teachings. This article also explores
contemporary issues related to buying and selling online. By understanding and following the
teachings of the Prophet through hadith, online buying and selling practitioners can build
ethically responsible and moral practices.

Keywords: Hadith, Online Business, Islam, Transaction

Abstrak:

Artikel ini membahas peran hadis dalam mengatur praktik jual beli online dalam
konteks Islam. Dalam era digital yang semakin maju, transaksi jual beli online telah menjadi
fenomena yang umum. Namun, dalam melakukan transaksi online, penting untuk
mempertimbangkan prinsip-prinsip etika dan ketentuan Islam yang terkait dengan jual beli.
Melalui analisis hadis yang relevan, artikel ini menjelaskan panduan dan pedoman yang
diberikan oleh Nabi Muhammad SAW dalam menjalankan jual beli online yang adil, aman,
dan sesuai dengan ajaran Islam. Artikel ini juga mengupas isu-isu kontemporer yang berkaitan
dengan jual beli online. Dengan memahami dan mengikuti ajaran Nabi melalui hadis, praktisi
jual beli online dapat membangun praktik yang bermoral dan bertanggung jawab secara etis.

Kata kunci: Hadis, Jual Beli Online, Islam, Transaksi.


PENDAHULUAN

Muamalat adalah tukar menukar barang, jasa atau sesuatu yang memberi manfaat
dengan tata cara yang ditentukan. Termasuk dalam muamalat yakni jual beli. Jual beli adalah
bentuk dasar dari kegiatan ekonomi manusia dan merupakan aktivitas yang sangat dianjurkan
dalam ajaran Islam. Bahkan, Rasulullah SAW sendiri pun telah menyatakan bahwa 9 dari 10
pintu rezeki adalah melalui pintu berdagang (al-hadits). Artinya, melalui jalan perdagangan
(jual beli) inilah, pintu-pintu rezeki akan dapat dibuka sehingga karunia Allah terpancar
daripadanya. Jual beli merupakan sesuatu yang diperbolehkan.1

Berbicara mengenai jual beli persepektif hadis merupakan salah satu tema yang
menarik untuk dikaji, seiring perkembangan zaman dan teknologi semakin canggih, praktik
jual beli yang dahulu kala ketika seseorang ingin membeli sebuah barang harus mendatangi
dimana barang tersebut dijual, penjual dan pembeli bertatap muka, memeriksa langsung barang
yang hendak dibeli dan saling tawar menawar hingga terjadi kesepakatan harga. Diera digital
saat ini model jual beli sudah mengalami kemajuan, yang mana seorang pembeli ketika ingin
membeli sesuatu tidak perlu datang, bertatap muka, memeriksa barang yang hendak dibeli,
hanya dengan gadget dan laptop dibarengi dengan rebahan, maka suatu barang yang dipesan
akan datang.2

Lantas bagaimanakah hukum jual beli online dalam perspektif islam? Dan
bagaimanakah jual beli online yang diperbolehkan (halal) dalam perspektif islam? Jawaban-
jawaban atas pertanyaan tersebut akan diulas satu persatu dalam artikel ini sehingga nantinya
memunculkan suatu kesimpulan yang tepat dan dapat diterima oleh para pembaca dengan
bahasa yang mudah dipahami. Sehingga pengetahuan pembaca akan perspektif hadist dalam
mengatur jual beli online lebih jelas.3

METODE

Metode yang digunakan dalam menyusun artikel ini adalah metode penelitian kualitatif
dengan sumber-sumber yang berasal dari jurnal. Pendekatan yang dipakai dalam kepenulisan
ini adalah analisis deskriptif studi kasus dan metode takhrij dan syarah hadis.

1
Muhammad Anwar Idris, “Transaksi Jual Beli Online Dalam Perspektif Hadits (Kajian Holistik Hadits
Antaradhin)”:, Journal of Economic Syaria Law, Vol. 6 No. 1 (2022).
2
Nabila Fairuz, “Transaksi Dropshipper Melalui E-Commerce: Studi Takhrij dan Syarah Hadis”, Jurnal Riset
Agama , Volume 1, Nomor 2 (Agustus 2021): 481-491.
3
Anwar Idris, Op.Cit.,109.
HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Jual Beli

Perkataan jual beli terdiri dari dua suku kata yaitu “Jual dan Beli”. Sebenarnya kata
“Jual” dan “Beli” mempunyai arti yang satu sama lainnya bertolak belakang. Kata “Jual”
menunjukkan bahwa adanya perbuatan menjual, sedangkan “Beli” adalah adanya perbuatan
membeli (Suhrawardi, 200: 128).

Jual beli menurut bahasa artinya menukar sesuatu dengan sesuatu, sedangkan menurut
syar'i artinya menukar harta dengan harta menurut cara-cara tertentu. Nabi Muhammad SAW
bersabda yang artinya: “dari Rifa'ah r.a bahwasannya Nabi Muhammad SAW di tanya :
"Pencarian apakah yang paling baik?". Beliau menjawab, "Ialah orang yang bekerja dengan
tangannya, dan tiap-tiap jual beli yang bersih". (H.R. AlBazar dan disahkan oleh Hakim).4

Dari definisi di atas dipahami bahwa jual beli ialah perjanjian tukar menukar benda atau
barang yang mempunyai nilai secara ridha di antara kedua belah pihak, yang satu menerima
benda-benda dan pihak lain menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah
dibenarkan syara’ dan disepakati. Adapun rukun jual beli adalah: 1) Ada penjual dan pembeli
yang keduanya harus berakal sehat, atas kemauan sendiri, dewasa/baligh dan tidak mubadzir
alias tidak sedang boros. 2) Ada barang atau jasa yang diperjualbelikan dan barang penukar
seperti uang, dinar emas, dirham perak, barang atau jasa. Untuk barang yang tidak terlihat
karena mungkin di tempat lain namanya salam. 3) Ada ijab qabul yaitu adalah ucapan transaksi
antara yang menjual dan yang membeli (penjual dan pembeli).5

2. Jual Beli dalam Islam

Dalam Islam jual beli termasuk salah satu bentuk muamalah yang mana dalam
mekanisme di atur sesuai dengan landasan hukum Islam yakni al-qur’an dan hadits. Praktek
jual beli dalam ekonomi Islam harus sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan dalam
hukum Islam yakni orang yang melakukan akad harus telah aqil baligh (sudah baligh). 6

Jual beli merupakan pekerjaan yang halal dan mulia. Apabila pelakunya jujur, maka
kedudukannya di akhirat nanti setara dengan para nabi, syuhada, dan shiddiqin. Kejujuran

4
Nabila Fairuz, “Transaksi Dropshipper Melalui E-Commerce: Studi Takhrij dan Syarah Hadis”, Jurnal Riset
Agama , Volume 1, Nomor 2 (Agustus 2021): 481-491, hal 53.
5
Fairuz, Loc.cit.
6
Hediana, Runto, and Ahmad Dasuki Aly. “Transaksi Jual Beli Online Perspektif Ekonomi Islam.” Al-Mustashfa:
Jurnal Penelitian Hukum Islam 3, no. 2., hal 47.
dalam bertransaksi dalam ekonomi Islam merupakan elemen prinsip yang sangat penting.
Dimana seorang pedagang harus berlaku jujur, dilandasi keinginan agar orang lain
mendapatkan kebaikan dan kebahagiaan sebagaimana ia menginginkannya dengan cara
menjelaskan kecacatan suatu barang dagangan yang dia ketahui dan yang tidak terlihat oleh
pembeli. Setiap transaksi dalam Islam harus didasarkan pada prinsip kerelaan antara kedua
belah pihak (sama-sama ridha).7

Dalam Hadis lain yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang berbunyi, Rasulullah
SAW bersabda:

Dari Hurairah RA. Rasulullah SAW mencegah dari jual beli melempar kerikil dan jual
beli garar (H.R. Muslim) (Muslim, t.th : 156-157). Berdasarkan hadist diatas bahwa jual beli
hukumnya mubah atau boleh, namun jual beli menurut Imam Asy Syatibi hukum jual beli bisa
menjadi wajib dan bisa haram seperti ketika terjadi ihtikar yaitu penimbunan barang sehingga
persedian dan harga melonjak naik. Apabila terjadi praktek semacam ini maka pemerintah
boleh memaksa para pedagang menjual baraang sesuai dengan harga dipasaran dan para
pedagang wajib memenuhi ketentuan pemerintah didalam menentukan harga dipasaran serta
pedangan juga dapat dikenakan saksi karena tindakan tersebut dapat merusak atau
mengacaukan ekonomi rakyat.8

Ditinjau dari segi benda yang dijadikan obyek jual beli dapat dikemukakan pendapat
Imam Taqiyuddin bahwa jual beli dibagi menjadi tiga bentuk, yaitu jual beli (1) jual beli benda
yang kelihatan, ( 2) jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam janji dan (3) jual beli benda
yang tidak ada (Taqiyuddin, t.th: 329). Jual beli benda yang kelihatan ialah pada waktu
melakukan akad jual beli benda atau barang yang diperjual belikan ada di depan penjual dan
pembeli, hal ini lazim dilakukan masyarakat banyak, seperti membeli beras di pasar dan boleh
dilakukan. Jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam perjanjian ialah jual beli salam
(pesanan). Menurut kebiasaan para pedagang, salam adalah untuk jual beli yang tidak tunai
(kontan), salam pada awalnya berarti meminjamkan barang atau sesuatu yang seimbang dengan
harga tertentu, maksudnya ialah perjanjian sesuatu yang penyerahan barang-barangnya

7
Ibid.,48
8
Shobirin, “JUAL BELI DALAM PANDANGAN ISLAM”, Jurnal Bisnis dan Manajemen Islam, 2016., hal 244.
ditangguhkan hingga masa tertentu, sebagai imbalan harga yang telah ditetapkan ketika akad.
Jual beli benda yang tidak ada serta tidak dapat dilihat ialah jual beli yang dilarang oleh agama
Islam, karena barangnya tidak tentu atau masih gelap, sehingga dikhawatirkan barang tersebut
diperoleh dari curian atau barang titipan yang akibatnya dapat menimbulkan kerugian salah
satu pihak.9

Di samping itu, ada beberapa syarat lain berkaitan dengan jual beli, yaitu berkaitan
dengan akad salam ( pesanan) (a) sifatnya harus memungkinkan dapat dijangkau pembeli untuk
dapat ditimbang atau diukur, (b) dalam akad harus disebutkan kualitas dari barang yang akan
diperjual belikan, (c) barang yang di serahkan sebaiknya barang yang di perjual belikan dipasar
dan (d) harga hendaknya disetujui pada saat ditempat akad berlangsung. Apabila dalam akad
salam (pesanan) penjual dan pembeli tidak melaksanakan salah satu syarat yang telah
ditentukan maka akad jual beli itu belum dikatakan sah dalam syara’ yang berlaku.10

Di masyarakat ada jual beli yang hanya menyebutkan sifatnya atau contohnya, hal ini
dilakukan di masyarakat dalam jual beli pesan barang, misalnya, pesan makanan, disebut bai’
salam dalam hukum Islam dibolehkan. Sedangakan jual beli yang barangnya belum ada atau
sifatnya belum ada dalam hukum Islam tidak diperbolehkan. Kecuali bagi orangorang tertentu
yang mempunyai keahlian dalam menaksir, maka diperbolehkan.11

3. Khiyar dalam Bisnis Islam

Bisnis dalam Islam di berikan keleluasan untuk memilih untuk membatalkan akad jual
beli (bisnis) atau meneruskan akad jual beli (bisnis), dalam hukum Islam dinamakan khiyar.
Khiyar adalah mencari kebaikan dari kedua perkara yaitu melangsungkan atau membatalkan
(Sabiq 1988:100). Sedangkan khiyar dalam jual beli menurut hukum Islam adalah
diperbolehkannya memilih apakah jualan tersebut diteruskan apa dibatalkan karena suatu hal
(suhendi, 2007:83). Adapun dasar hukum khiyar dijelaskan pada hadits sebagai berikut: Dari
Ibnu Umar, ia berkata: Rosulullah SAW bersabda masingmasing penjual dan pembeli, tidak
akan terjadi jual beli dianatara mereka sampai mereka berpisah, kecuali dengan jual beli khiyar
(Muslim,t.th:22).12

9
Ibid., 252.
10
Ibid., 253
11
Ibid., 255.
12
Pekerti, Retno Dyah, and Eliada Herwiyanti. “Transaksi Jual Beli Online Dalam Perspektif Sariat Madzhab Asy-
Syafi’i.” JEBA: Jurnal Ekonomi, Bisnis, Dan Akuntansi 20, no. 2 (2018).
Khiyar secara umum dibagi menjadi tiga, yaitu: khiyar majelis, artinya antara penjual
dan membatalkannya saat transaksi masih berlangsung ditempat teransaksi, apabila akad dalam
jual beli telah dilaksanakan oleh pihak penjual dan pembeli maka kedua belah pihak boleh
meneruskan atau membatalkan selama keduanya masih berada di tempat akad (Sabiq,
1988:101). Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya Rosulullah SAW pernah bersabda:
penjual dan pembeli, masing-masing mempunyai hak atau kesempatan berfikir sebelum
berpisah mengenai jadi atau tidaknya jual beli. Khiyar majelis dinyatakan gugur apabila
dibatalkan penjual dan pembeli setelah akad, apabila salah satu dari keduanya membatalkan
maka khiyar yang lain masih berlaku dan khiyar terputus apabilah salah satu dari keduanya
telah meninggal dunia (Sabiq, 1988: 209)] Khiyar Syarat, yaitu penjual dan pembeli di
dalamnya disyaratkan sesuatu boleh penjual maupun pembeli misalnya pakaian jika cocok atau
pas dipakai di beli kalau tidak pas atau tidak cocok boleh dikembalikan.13

Dalam penjualan yang di dalamnya disyaratkan sesuatu yang baik oleh penjual maupun
pembeli (Suhendi.2007.84). Khiar Aib, dalam jual beli ini disyaratkan kesempurnaan benda-
benda yang dijual belikan, misalnya jika kita beli krudung satu kodi ternyata sampai rumah ada
yang cacat boleh dikembalikan. Khiyar dib (cacat) yaitu apabila barang yang telah dibeli
ternyata ada kerusakan atau cacat sehingga pembeli berhak mengembalikan barang tersebut
kepada penjual (Rasjid 1976-277) Hak yang dimiliki oleh salah seorang dari agidain untuk
membatalkan.14

4. Jual Beli Online

Seiring berjalannya waktu serta perkembangan teknologi yang semakin canggih,


memudahkan semua orang untuk saling berinteraksi serta berkomunikasi satu sama lain dengan
jarak jauh yakni melalui internet atau bisa juga disebut dengan online. Begitu juga dengan jual
beli yang dulunya ketika seseorang ingin membeli suatu barang harus datang ke tempatnya, di
era modern ini jual beli juga dilakukan secara online. Adapun Jual beli online merupakan jual
beli barang atau jasa melalui media elektronik dengan sambungan jaringan internet. Beberapa
contoh aplikasi penjualan produk secara online antara lain: bukalapak, lazada, kaskus, olx,
shoope dan lain-lain.15

13
Pekerti, Retno Dyah, and Eliada Herwiyanti, Loc.cit.
14
Pekerti, Retno Dyah, and Eliada Herwiyanti, Loc.cit.
15
Anwar Idris, Op.Cit.,112.
Suherman mengatakan bahwa jual beli online yaitu sebuah akad jual beli yang
dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik (internet) baik berupa barang maupun
berupa jasa. Jual beli via internet adalah akad yang disepakati dengan menentukan ciri-ciri
tertentu dengan membayar harganya terlebih dahulu sedangkan barangnya diserahkan
kemudian. Dalam praktiknya jual beli online tidak diharuskan antara penjual dan pembeli
saling bertemu secara langsung dengan bertatap muka, yang mengakibatkan memunculkan
berbagai masalah, antara lain: Pertama, kualitas barang atau benda yang dijual, hal ini karena
pembeli tidak melihat langsung barang yang akan dibeli. Pembeli hanya melihat postingan
gambar yang akan dijuak. Kedua, potensi penipuan yang sangat tinggi, pada saat pembeli sudah
melakukan pembayaran via transfer, namun barang yang dipesan tidak kunjung dikirim oleh si
penjual. Ketiga, potensi gagal bayar dari pembeli atau mudahnya terjadi pembatalan, padahal
sudah chek out dan berjanji akan membayarnya namun pembeli tidak kunjung melakukan
pembayaran sehingga terjadi pembatalan yang mengakibatkan si penjual mendapatkan poin
pinalti atau pelanggran dari aplikasi yang dipakai.16

Akad yang digunakan dalam jual beli online adalah akad bay’as-salam. Kata akad
berasal dari Bahasa Arab yakni al-Aqd. Secara bahasa al-aqd, bentuk masdarnya adalah ‘Aqada
dan jamaknya ialah al-Uqud yang memiliki arti perjanjian (yang tercatat) atau kontrak.
Sedangkan secara istilah ulama’ fiqih akad adalah hubungan antara ijab dan qabul atas
diskursus yang dibenarkan oleh syara’ dan memiliki implikasi hukum tertentu. Jika diamati
lebih mendalam, jual-beli online berpeluang lebih besar terjadinya penipuan. Hal ini
disebabkan penjual dan pembeli tidak saling bertemu dan bertatap muka, pembeli hanya bisa
melihat gambar yang diposting oleh penjual yang pada kenyataannya antara gambar yang
diposting dengan wujud aslinya tidak sama. Selain itu potensi penipuan jual beli online juga
sangat tinggi, ketika pembeli telah melakukan pembayaran, namun barang yang dipesan tidak
lekas dikirim ke alamat pembeli, maka disinilah terdapat unsur penipuan yang mengakibatkan
merugikan pembeli.17

Selain pembeli yang dirugikan dan ditipu, dalam kasus jual beli online seorang penjual
juga merasakan hal yang sama, misalnya pembeli yang seharusnya bertanggung jawab untuk
mentransfer sejumlah harga dari produk yang dipesan atau dibelinya, tetapi tidak melakukan
pembayaran yang pada akhirnya terjadi pembatalan secara otomatis oleh aplikasi jual beli

16
Anwar Idris, Op.Cit.,113.
17
Anwar Idris, Op.Cit.,116.
online. Dalam kasus tersebut beberapa aplikasi jual beli online menerapkan sistem pinalti atas
terjadinya pembatalan dalam transaksi jual beli yang pada akhirnya merugikan penjual.18

5. Hukum Bisnis Online dalam Islam

Sebagaimana hukum dasar dari muammalah menurut Islam. Bisnis Online dihukumi
dibolehkan selama tidak mengandung unsur-unsur yang dapat merusaknya seperti riba,
kezhaliman, penipuan, kecurangan, dan sejenisnya. Ada dua jenis komoditi yang dijadikan
objek transaksi online, yaitu barang atau jasa bukan digital dan digital. Transaksi online untuk
komoditi bukan digital, pada dasarnya tidak memiliki perbedaan dengan transaksi as-salam dan
barangnya harus sesuai dengan apa yang telah disifati ketika bertransaksi. Sedangkan komoditi
digital seperti ebook, software, script, data, dll yang masih dalam bentuk file (bukan CD)
diserahkan secara langsung kepada konsumen, baik melalui email ataupun download. Hal ini
tidak sama dengan transaksi as-salam tapi seperti transaksi jual beli biasa.19

Setiap transaksi dalam Islam harus didasarkan pada prinsip kerelaan antara kedua belah
pihak (sama-sama ridha). Mereka harus mempunyai informasi yang sama sehingga tidak ada
pihak yang merasa dicurangi/ditipu karena ada suatu tadlis (yang dimana salah satu pihak tidak
mengetahui informasi yang diketahui pihak lain). Tadlis dapat terjadi dalam 4 (empat) hal,
yakni: kuantitas, kualitas, harga dan waktu penyerahan. Sebagaimana keterangan dan
penjelasan mengenai dasar hukum hingga persyaratan transaksi salam dalam hukum islam,
dilihat secara sepintas mungkin mengarah pada ketidak dibolehkannya transaksi secara online
(E-commerce), disebabkan ketidak jelasan tempat dan tidak hadirnya kedua pihak yang terlibat
dalam tempat. Dalam al-Qur’an permasalahn trasnsaksi online masih bersifat global,
selanjutnya hanya mengarahkan pada peluncuran teks hadits yang dikolaborasikan dalam
peramasalahan sekarang dengan menarik sebuah pengkiyasan.20

Beberpa ulama fiqih menyatakan jual beli yang tidak memenuhi rukun tidak sah jual
belinya dan Syekh Muhammad bin Qasim As-syafii dalam kitab Fathul Qarib menyatakan “
tidak sah suatau pesanaan, kecuali deangan ijab qabul (serah terima). Menghindari pembayaran
di muka kepada penjual yang tidak Anda kenal. Pastikan identitas penjual jelas, mintalah
identitas lengkap sang penjual, setelah itu verifikasi identitas penjual sebelum melakukan

18
Anwar Idris, Op.Cit., 118.
19
Hediana, Runto, and Ahmad Dasuki Aly,Op.Cit., 47.
20
Hediana, Runto, and Ahmad Dasuki Aly,Op.Cit., 48.
transaksi. Jika apa yang di sarankan di atas terpenuhi bisa sajah terhindar dari segala
kemungkinan penipuan yang terjadi.21

Langkah-langkah yang dapat kita tempuh agar jual beli secara online diperbolehkan,
halal, dan sah menurut syariat islam:

1) Produk Halal. Kewajiban menjaga hukum halal-haram dalam objek perniagaan tetap
berlaku, termasuk dalam perniagaan secara online, mengingat Islam mengharamkan hasil
perniagaan barang atau layanan jasa yang haram, sebagaimana ditegaskan dalam hadis:
“Sesungguhnya bila Allah telah mengharamkan atas suatu kaum untuk memakan sesuatu, pasti
Ia mengharamkan pula hasil penjualannya.” (HR Ahmad, dan lainnya). Boleh jadi ketika
berniaga secara online, rasa sungkan atau segan kepada orang lain sirna atau berkurang. Tapi
Anda pasti menyadari bahwa Allah ‘Azza wa Jalla tetap mencatat halal atau haram perniagaan
Anda.

2) Kejelasan Status. Di antara poin penting yang harus Anda perhatikan dalam setiap
perniagaan adalah kejelasan status Anda. Apakah sebagai pemilik, atau paling kurang sebagai
perwakilan dari pemilik barang, sehingga berwenang menjual barang. Ataukah Anda hanya
menawaran jasa pengadaan barang, dan atas jasa ini Anda mensyaratkan imbalan tertentu.
Ataukah sekadar seorang pedagang yang tidak memiliki barang namun bisa mendatangkan
barang yang Anda tawarkan.

3) Kesesuaian Harga Dengan Kualitas Barang. Dalam jual beli online, kerap kali kita jumpai
banyak pembeli merasa kecewa setelah melihat pakaian yang telah dibeli secara online. Entah
itu kualitas kainnya, ataukah ukurang yang ternyata tidak pas dengan badan. Sebelum hal ini
terjadi kembali pada Anda, patutnya anda mempertimbangkan benar apakah harga yang
ditawarkan telah sesuai dengan kualitas barang yang akan dibeli. Sebaiknya juga Anda
meminta foto real dari keadaan barang yang akan dijual.

4) Kejujuran Anda. Berniaga secara online, walaupun memiliki banyak keunggulan dan
kemudahan, namun bukan berarti tanpa masalah. Berbagai masalah dapat saja muncul pada
perniagaan secara online. Terutama masalah yang berkaitan dengan tingkat amanah kedua
belah pihak.22

21
Hediana, Runto, and Ahmad Dasuki Aly,Op.Cit., 49.
22
Fairuz, Op.Cit.,60-61.
6. Pandangan Mazhab Syafi’i Terhadap Praktik Jual Beli Online

Dalam transaksi jual beli online, penjual menyerahkan barangnya tidak secara langsung
kepada pembeli. Ada pihak ketiga yaitu kurir atau service delivery yang menjadi perwakilan
penjual untuk menyerahkan barangnya kepada pembeli. Dalam madzhab Asy-Syafi'i jual beli
bisa diwakilkan kepada orang lain untuk berjualan atau membeli suatu barang. Maka oleh
karena itu transaksi melalui kurir atau delivery service secara hukum boleh dilakukan. Namun
dengan catatan bahwa kurir atau delivery service tersebut memiliki surat tugas atau surat kuasa
dalam melakukan penjualannya. Karena jual beli fudhuli (menjual harta milik orang lain tanpa
surat kuasa atau perwakilan) hukumnya adalah batal. Seorang wakil tidak boleh melakukan
transaksi jual beli kecuali dengan tiga syarat: a) Hendaklah ia menjual barang yang
diamanatkan dengan harga yang berlaku berdasarkan perhitungan uang yang beredar di
daerahnya; b) Ia tidak menjual untuk dirinya sendiri; c) la tidak boleh mengatasnamakan orang
yang mewakilkan kecuali dengan izin.23

Transaksi melalui kurir ini dalam Fiqh Madzhab Asy-Syafi'i dinamakan jual beli
dengan wakalah (perwakilan). Wakalah menurut istilah adalah penyerahan kepada seseorang
atas apa yang harus dikerjakannya yang diperbolehkan diwakili kepada orang lain dengan
shighat untuk dikerjakan orang lain semasa hidup pemberi kuasa. Wakalah diperbolehkan oleh
syariat berdasarkan hadits: "Dari Urwah sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
memberinya satu dinar, agar membelikan bag! beliau seekor kambing. Maka Urwah
membelikan dua kambing untuk beliau, lalu 'Urwah menjual salah seekor kambingnya seharga
satu dinar. Dan Urwah memberikan satu dinar dan seekor kambing kepada Rasulullah. Maka
beliau mendoakan Urwah dengan keberkahan dalam jual belinya. Padahal jikalau 'Urwah
membeli tanah maka dia akan sangat untung." (HR. Bukhari)24

Madzhab Asy-Syafi'i memperbolehkan wakalah (perwakilan) dalam setiap hak-hak


urusan manusia yaitu segala hal yang berkaitan dengan individunya bukan komunitasnya.
Seperti mewakilkan jual beli, pernikahan, perceraian, syirkah, perdamaian dan lainnya.
Wakalah adalah akad yang tidak mengikat, artinya seorang wakil atau orang yang mewakilkan
tidak wajib meneruskan akad wakalah.25

23
Pekerti, Retno Dyah, and Eliada Herwiyanti. “Transaksi Jual Beli Online Dalam Perspektif Sariat Madzhab Asy-
Syafi’i.” JEBA: Jurnal Ekonomi, Bisnis, Dan Akuntansi 20, no. 2 (2018).
24
Pekerti, Retno Dyah, and Eliada Herwiyanti, Loc.cit.
25
Pekerti, Retno Dyah, and Eliada Herwiyanti, Loc.cit.
KESIMPULAN

Perkembangan transaksi jual beli online di era modern ini memudahkan khalayak
umum dalam bertransaksi. Di dalam agama Islam transaksi jual beli merupakan aktivitas yang
dihalalkan, keterangan ini dijelaskan dalam al-Qur’an dan Hadis. tidak dapat dipungkiri jual
beli atau berdagang merupakan salah satu aktivitas Nabi Muhammad semasa hidupnya. Seiring
berjalannya waktu, jual beli dilakukan dengan cara online memanfaatkan kecanggihan
teknologi yang ada seperti Handphone, tablet, laptop dan lain-lain. Transaksi jual beli online
rentan terjadinya aksi penipuan yang merugikan kedua belah pihak. Disinilah dalil-dalil agama
harus diaplikasikan dalam transaksi tersebut. Hadis nabi terkait jual beli sudah jelas bahwa
antar penjual dan pembeli harus suka sama suka (antaradhin). Jika antaradhin diterapkan dalam
transaksi jual beli online, masalah penipuan yang mengakibatkan kerugian kedua belah pihak
dapat diminimalisir.

Transaksi online diperbolehkan menurut Islam selama tidak mengandung unsur-unsur


yang dapat merusaknya seperti riba, kezhaliman, penipuan, kecurangan dan yang sejenisnya
serta memenuhi rukun-rukun dan syarat-syarat didalam jual belinya. Transaksi online
dibolehkan menurut Islam berdasarkan prinsip-prinsip yang ada dalam perdagangan menurut
Islam, khususnya dianalogikan dengan prinsip transaksi as-salam, kecuali pada barang/jasa
yang tidak boleh untuk diperdagangkan sesuai syariat Islam.
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Anwar Idris, “Transaksi Jual Beli Online Dalam Perspektif Hadits (Kajian
Holistik Hadits Antaradhin)”:, Journal of Economic Syaria Law, Vol. 6 No. 1 (2022).

Nabila Fairuz, “Transaksi Dropshipper Melalui E-Commerce: Studi Takhrij dan Syarah
Hadis”, Jurnal Riset Agama , Volume 1, Nomor 2 (Agustus 2021): 481-491.

Hediana, Runto, and Ahmad Dasuki Aly. “Transaksi Jual Beli Online Perspektif Ekonomi
Islam.” Al-Mustashfa: Jurnal Penelitian Hukum Islam 3, no. 2.

Shobirin, “Jual Beli Dalam Pandangan Islam”, Jurnal Bisnis dan Manajemen Islam, 2016.

Pekerti, Retno Dyah, and Eliada Herwiyanti. “Transaksi Jual Beli Online Dalam Perspektif
Sariat Madzhab Asy-Syafi’i.” JEBA: Jurnal Ekonomi, Bisnis, Dan Akuntansi 20, no. 2 (2018).

Anda mungkin juga menyukai