Anda di halaman 1dari 9

PENGERTIAN JUAL BELI, PEMBAGIAN JUAL BELI DAN SYARAT BARANG

YANG DIJUAL MENURUT KITAB FATHUL QORIB KARYA SYEKH MUHAMMAD


AL-GHAZI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Pada Mata Kuliah Bahtsul Kitab Dosen
Pengampu: H. Ismail, M.S.I

KELOMPOK 1 : Fadilah Difa Madani (2108204220), Gina Hayati Maulida


(2108204221), Arsalan Wilyan Ardli (2108204247)

JURUSAN EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH

IAIN SYEKH NURJATI CIREBON

TAHUN 2023

Abstrak

Jual beli adalah praktek transaksi yang umum dilakukan dalam kehidupan manusia dan memiliki
pentingnya dalam Islam. Artikel ini menyelidiki konsep jual beli dalam Islam, dengan fokus pada
pembagian jual beli dan syarat-syarat barang yang dijual sesuai dengan hukum Islam. Pertama-
tama, jual beli dalam Islam merupakan tindakan yang sah asalkan mematuhi prinsip-prinsip yang
telah ditetapkan dalam al-Qur'an dan Hadis. Islam memberikan panduan yang jelas tentang
bagaimana berbisnis dengan adil dan etis. Jual beli adalah salah satu cara di mana manusia dapat
memenuhi kebutuhan hidup mereka dan juga memberikan kontribusi positif kepada masyarakat.
Pembagian jual beli dalam Islam dibagi menjadi dua kategori utama: jual beli dengan uang dan
jual beli dengan tukar-menukar barang. Dalam jual beli dengan uang, penting untuk menghindari
riba atau bunga yang dianggap haram dalam Islam. Selain itu, harga harus disepakati dengan adil
oleh kedua belah pihak, dan transaksi harus dilakukan dengan transparansi. Dalam jual beli
dengan tukar-menukar barang, penting untuk memahami nilai dan kualitas barang yang
diperdagangkan. Islam mengajarkan untuk memastikan kesetaraan nilai barang yang ditukar dan
untuk menjaga integritas dalam transaksi ini. Juga, kejujuran dan kepercayaan antara penjual dan
pembeli sangat penting dalam menjalankan transaksi.

1
Kata kunci : Jual Beli, Syarat barang yang dijual, Pembagian Jual beli

PENDHULUAN
Jual beli adalah salah satu aspek penting dalam kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat.
Konsep jual beli telah ada sejak zaman dahulu dan menjadi landasan bagi berbagai transaksi
komersial. Dalam kaitannya dengan ajaran Islam, jual beli memiliki peran yang sangat signifikan,
dan hal ini tercermin dalam banyak karya ilmiah dan literatur hukum Islam. Salah satu karya yang
terkenal dalam bidang ini adalah “Fathul Qorib,” yang ditulis oleh seorang ulama terkemuka,
Syekh Muhammad al-Ghazi. Dalam karya monumental ini, Syekh al-Ghazi menguraikan secara
rinci konsep jual beli, pembagian jual beli, dan syarat-syarat barang yang dijual dalam konteks
hukum Islam.
Sebelum kita menjelajahi lebih lanjut tentang pandangan Syekh Muhammad al-Ghazi
mengenai jual beli, penting untuk memahami latar belakang dan konteks historis di mana karya
ini ditulis. Syekh Muhammad al-Ghazi adalah seorang ulama Islam yang hidup pada masa yang
penuh dengan tantangan sosial, ekonomi, dan politik. Ia hidup di lingkungan yang kaya akan
berbagai transaksi jual beli, dan masalah-masalah hukum yang timbul dari aktivitas ini menjadi
subjek perdebatan yang mendalam di kalangan ulama. Dalam “Fathul Qorib,” Syekh Muhammad
al-Ghazi secara sistematis menguraikan konsep jual beli dalam Islam. Ia menjelaskan bahwa jual
beli adalah salah satu bentuk muamalah (urusan duniawi) yang diatur oleh hukum Islam.
Transaksi jual beli dalam Islam bukan hanya sekadar pertukaran barang dan uang, tetapi juga
mencakup prinsip-prinsip etika, keadilan, dan kejujuran.
Pembagian jual beli adalah salah satu aspek yang dibahas oleh Syekh al-Ghazi dalam
karyanya. Ia menjelaskan bahwa terdapat dua bentuk utama jual beli dalam Islam, yaitu jual beli
yang bersifat kontan (sarf) dan jual beli yang bersifat kredit (nasī’ah). Jual beli kontan terjadi saat
barang yang diperoleh langsung ditukar dengan uang secara tunai. Sementara itu, jual beli kredit
melibatkan penundaan pembayaran, dan biasanya ada persyaratan tambahan seperti pembayaran
bunga (riba), yang dalam Islam dianggap sebagai haram. Dalam pandangan Syekh al-Ghazi,
barang yang dijual dalam transaksi jual beli harus memenuhi sejumlah syarat tertentu. Pertama,
barang yang dijual harus memiliki nilai ekonomi yang dapat diukur, dan barang tersebut harus
jelas dan tidak samar dalam deskripsi dan kualitasnya. Kedua, barang yang dijual harus dimiliki
secara sah oleh penjual, artinya, penjual harus memiliki hak kepemilikan yang jelas atas barang
tersebut. Ketiga, barang yang dijual tidak boleh menjadi haram atau berasal dari sumber yang
haram, seperti barang hasil mencuri atau hasil riba.
Selain itu, Syekh al-Ghazi juga membahas masalah-masalah lain yang terkait dengan jual

2
beli, seperti harga yang adil, tawar-menawar yang beretika, dan perlindungan terhadap hak-hak
konsumen. Ia menekankan pentingnya menjalankan transaksi jual beli dengan itikad baik dan
integritas, serta menghindari segala bentuk penipuan atau manipulasi. Dalam konteks sosial dan
ekonomi yang semakin kompleks, karya seperti “Fathul Qorib” oleh Syekh Muhammad al-Ghazi
menjadi sumber rujukan yang berharga bagi umat Islam dalam menjalankan transaksi jual beli
yang sesuai dengan prinsip-prinsip hukum Islam. Pemahaman yang mendalam tentang konsep
jual beli, pembagian jual beli, dan syarat-syarat barang yang dijual adalah penting untuk
memastikan bahwa aktivitas ekonomi berjalan dengan adil, etis, dan sesuai dengan ajaran agama
Islam.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengertian Jual beli


Jual beli adalah salah satu aspek fundamental dalam kehidupan manusia, mendefinisikan
cara kita memperoleh barang dan jasa yang kita butuhkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Ini adalah praktik yang sudah ada sejak zaman kuno dan masih menjadi bagian integral dari
kehidupan manusia hingga saat ini. Dalam konteks ini, kita akan menggali lebih dalam tentang
arti, jenis, prinsip-prinsip, dan implikasi jual beli dalam masyarakat kontemporer. Jual beli adalah
sebuah transaksi ekonomi di mana seseorang atau pihak yang disebut penjual menawarkan barang
atau jasa kepada pihak lain yang disebut pembeli dengan imbalan uang atau kompensasi lainnya
yang setuju. Transaksi ini melibatkan pertukaran aset, yang bisa berupa barang fisik seperti
pakaian, makanan, atau elektronik, atau jasa seperti perbaikan mobil, pelayanan kesehatan, atau
konsultasi bisnis.
Jenis-jenis jual beli yang beragam mencerminkan kompleksitas dan keragaman transaksi
ekonomi dalam kehidupan kita. Pertama, terdapat jual beli barang konsumsi yang merupakan
bagian tak terpisahkan dari kebutuhan sehari-hari kita. Ini mencakup segala hal, mulai dari
makanan yang menyuburkan tubuh kita, pakaian yang melindungi kita dari cuaca, hingga barang-
barang rumah tangga yang membuat rumah kita nyaman. Selanjutnya, jual beli barang modal
adalah fondasi dari aktivitas produksi. Ini adalah transaksi yang melibatkan aset yang digunakan
untuk membuat barang dan jasa yang kita konsumsi. Mesin-mesin industri, kendaraan komersial,
dan peralatan kantor adalah contoh-contoh nyata dari aset yang terlibat dalam jenis jual beli ini.
Tanpanya, produksi barang dan jasa yang efisien menjadi sulit dicapai.
Kemudian, jual beli jasa menggarisbawahi peran penting layanan dalam kehidupan kita. Ini
mencakup perawatan kesehatan yang menjaga kesejahteraan kita, pendidikan yang membentuk

3
masa depan kita, hingga perbaikan rumah yang memastikan tempat tinggal kita tetap dalam
kondisi baik. Perkembangan teknologi membawa kita ke dunia jual beli online, di mana transaksi
berlangsung di dunia maya. Ini telah mengubah cara kita berbelanja dan berbisnis, memungkinkan
akses lebih luas ke berbagai produk dan layanan dari seluruh dunia. Selain itu, jual beli kredit
memungkinkan kita untuk membeli barang atau jasa tanpa membayar seluruh harga sekaligus. Ini
memberikan fleksibilitas kepada pembeli, tetapi juga melibatkan tanggung jawab untuk
membayar dalam jangka waktu tertentu.
Terakhir, jual beli investasi mencerminkan dorongan untuk mengalokasikan dana dalam
upaya mendapatkan keuntungan di masa depan. Melalui investasi dalam saham, obligasi, atau
properti, individu dan perusahaan berharap dapat meningkatkan nilai aset mereka Jelas bahwa
jual beli adalah bagian integral dari kehidupan modern. Ini bukan hanya tentang memperoleh
barang dan jasa, tetapi juga tentang membangun hubungan ekonomi yang rumit dan memengaruhi
cara kita hidup dan bekerja. Dengan pemahaman yang baik tentang jenis-jenis jual beli ini, kita
dapat lebih bijaksana dalam mengelola finansial kita dan berpartisipasi dalam ekonomi global
yang terus berkembang.
Prinsip-prinsip yang mengatur jual beli merupakan pijakan etika dan hukum yang
memberikan dasar yang kuat bagi setiap transaksi ekonomi. Pertama, prinsip akad yang jelas
menekankan pentingnya kesepakatan yang jujur dan transparan antara penjual dan pembeli.
Dengan adanya akad yang jelas, kedua belah pihak dapat saling memahami persyaratan transaksi
dengan baik, sehingga menghindari konflik di kemudian hari. Kedua, prinsip harga yang
disepakati menciptakan dasar bagi nilai tukar dalam jual beli. Harga yang ditentukan harus
melibatkan kesepakatan tanpa unsur penipuan atau paksaan. Ini mencerminkan pentingnya
kejujuran dalam menentukan nilai suatu barang atau jasa, sehingga setiap pihak merasa
diperlakukan secara adil.
Selanjutnya, pemenuhan kewajiban adalah prinsip yang menegaskan tanggung jawab kedua
belah pihak untuk mematuhi kesepakatan yang telah dibuat. Ini adalah dasar dari kepercayaan
dalam jual beli, di mana setiap pihak harus memenuhi komitmennya sesuai dengan yang
disepakati. Prinsip terakhir adalah barang yang halal, yang menekankan pentingnya menjual dan
membeli barang atau jasa yang sesuai dengan hukum agama atau hukum yang berlaku. Ini
menciptakan standar moral dalam jual beli, menjaga bahwa transaksi tidak hanya sah secara
hukum tetapi juga etis. Implikasi jual beli mencakup dampak yang luas dalam berbagai aspek
kehidupan. Ekonomi, baik tingkat individu maupun nasional, sangat bergantung pada aliran
transaksi jual beli. Ini menciptakan hubungan ekonomi yang kompleks antara individu,
perusahaan, dan negara. Jual beli juga memengaruhi keputusan konsumen, mengarahkan

4
preferensi dan alokasi sumber daya.
Namun, jual beli tidak hanya tentang angka dan ekonomi. Dampak sosialnya juga signifikan.
Praktik jual beli yang etis memperkuat kepercayaan antara individu dan memelihara stabilitas
sosial. Selain itu, pemilihan barang dan jasa juga berdampak pada lingkungan. Konsumsi produk
yang ramah lingkungan dapat mempengaruhi perubahan positif dalam perlindungan lingkungan.
Dalam era globalisasi, perdagangan internasional yang semakin kompleks memunculkan
tantangan dan peluang baru. Negara, perusahaan, dan individu harus beradaptasi dengan dinamika
global yang berubah dengan cepat.

Pembagian dalam Jual beli


Jual beli ada tiga perkara. Salah satunya adalah menjual barang yang terlihat, maksudnya
hadir -di tempat transaksi-, maka hukumnya boleh. Ketika syarat-syaratnya terpenuhi, yaitu
mabi’ (barang yang dijual) berupa barang yang suci, memiliki manfaat, mampu diserahkan, dan
orang yang melakukan transaksi memiliki hak untuk menguasai barang tersebut Di dalam akan
jual beli harus ada ijab (serah) dan qabul (terima). Yang pertama (ijab) seperti ucapan penjual
atau orang yang menempati posisinya, “aku menjual padamu” dan “aku memberikan hak milik
padamu dengan harga sekian.”
Yang ke dua (qabul) seperti ucapan pembeli atau orang yang menempati posisinya, “aku
membelinya”, dan ucapan, “aku menerima kepemilikan” dan kata-kata yang semakna dengan
keduanya. Yang kedua dari tiga macamnya jual beli adalah menjual barang yang diberi sifat yang
masih menjadi tanggungan. Dan bentuk ini disebut dengan akad salam. Maka hukumnya boleh
ketika di dalam akad salam tersebut telah ditemukan sifat-sifat yang digunakan untuk mensifati,
yaitu sifat-sifat akad salam yang akan dijelaskan di fasal “Salam”. Bentuk yang ke tiga adalah
menjual barang samar yang tidak terlihat oleh kedua orang yang melakukan akad. Maka menjual
barang tersebut tidak boleh. Yang dikehendaki dengan jawaz / boleh di dalam ke tiga bentuk ini
adalah sah. Sesungguhnya perkataan mushannif, “tidak terlihat”, menunjukkan bahwa
sesungguhnya jika barang yang akan dijual sudah dilihat kemudian tidak ada saat akad
berlangsung, maka hukumnya diperbolehkan, akan tetapi hal ini bila terjadi pada barang yang
biasanya tidak sampai berubah pada masa di antara melihat dan membelinya.

Syarat Barang yang diJual


Hukumnya sah menjual setiap barang yang suci, memiliki manfaat dan dimiliki. Mushannif
menjelaskan mafhum dari perkara-perkara ini di dalam perkataan beliau. Tidak sah menjual

5
barang najis dan barang yang terkena najis seperti khamr, minyak, cuka yang terkena najis dan
sesamanya yaitu barang-barang yang tidak mungkin untuk disucikan lagi. Tidak sah menjual
barang yang tidak ada manfaatnya seperti kalajengking, semut, binatang buas yang tidak
bermanfaat. Kitab ini adalah salah satu referensi penting dalam ilmu fiqih yang digunakan oleh
umat Islam dalam memahami hukum-hukum jual beli dalam agama Islam. Dalam hal ini, kita
akan membahas secara rinci mengenai syarat-syarat barang yang dijual menurut pandangan Syekh
Muhammad Al-Ghazi. Pertama-tama, syarat pertama yang harus dipenuhi oleh barang yang akan
dijual adalah kebersihan atau kesucian. Dalam Islam, menjaga kebersihan adalah hal yang sangat
penting. Oleh karena itu, barang yang dijual haruslah suci dan bebas dari najis. Barang yang sudah
terkontaminasi dengan najis, seperti khamr (minuman beralkohol), minyak, atau cuka yang
terkena najis, tidak sah untuk dijual. Hal ini sesuai dengan prinsip kebersihan dalam ajaran Islam.
Selain itu, barang yang dijual juga harus memiliki manfaat yang jelas. Dalam konteks ini, Syekh
Muhammad Al-Ghazi menjelaskan bahwa barang yang tidak memiliki manfaat atau tidak berguna
bagi pembeli tidak sah untuk dijual. Contohnya, binatang seperti kalajengking, semut, atau
binatang buas yang tidak memberikan manfaat kepada pembeli tidak dapat dijual dalam Islam.
Prinsip ini menekankan pentingnya menjual barang yang bermanfaat dan memberikan nilai
kepada pembeli.
Syarat berikutnya adalah kepemilikan barang. Barang yang dijual harus dimiliki sepenuhnya
oleh penjual. Dalam Islam, tidak sah menjual barang yang belum dimiliki atau masih dalam
penguasaan orang lain. Ini adalah bagian dari prinsip keadilan dalam jual beli. Kepemilikan yang
jelas dan sah adalah syarat mutlak dalam transaksi jual beli menurut ajaran Islam. Selain itu, ada
poin penting lainnya yang perlu diperhatikan, yaitu bahwa barang yang dijual tidak boleh menjadi
benda yang tidak mungkin untuk disucikan lagi. Ini berarti barang yang telah terkena najis atau
tercemar dengan benda yang tidak dapat disucikan, seperti najis yang permanen, tidak dapat
dijual. Islam menekankan pentingnya menjaga kebersihan dan ketahiran barang yang
diperdagangkan.
Dalam kesimpulan, syarat-syarat barang yang dijual menurut Kitab Fathul Qorib karya
Syekh Muhammad Al-Ghazi mencakup kebersihan, manfaat, kepemilikan yang sah, dan
ketahiran barang. Prinsip-prinsip ini menggarisbawahi pentingnya menjalankan transaksi jual beli
dalam Islam dengan integritas, keadilan, dan menjaga nilai-nilai agama. Ini adalah pedoman yang
sangat penting bagi umat Islam dalam melakukan jual beli sehari-hari mereka, dan mereka
mencarinya dalam panduan yang diwariskan oleh ilmuwan agama seperti Syekh Muhammad Al-
Ghazi.

6
KESIMPULAN
Dalam kesimpulan, jual beli adalah sebuah elemen fundamental dalam kehidupan manusia
yang telah ada sejak zaman kuno dan terus menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan kita
saat ini. Ini adalah proses yang melibatkan pertukaran barang dan jasa dengan imbalan uang atau
bentuk kompensasi lainnya. Jenis-jenis jual beli yang beragam mencerminkan keragaman
kebutuhan dan kompleksitas ekonomi dalam masyarakat kita. Mulai dari barang konsumsi yang
esensial hingga investasi untuk masa depan, setiap bentuk transaksi jual beli memiliki perannya
sendiri dalam memenuhi kebutuhan dan menciptakan nilai. Prinsip-prinsip yang mengatur jual
beli, seperti akad yang jelas, harga yang disepakati, pemenuhan kewajiban, dan barang yang halal,
adalah fondasi yang mengamankan transaksi ekonomi yang adil dan etis. Menerapkan prinsip-
prinsip ini adalah kunci untuk menjaga kepercayaan dalam jual beli dan memelihara integritas
dalam ekonomi.

Implikasi jual beli mencakup pengaruh yang mendalam dalam berbagai aspek kehidupan
kita, mulai dari ekonomi hingga sosial dan lingkungan. Kemampuan untuk memahami dan
mengelola transaksi jual beli dengan bijaksana adalah keterampilan yang sangat penting dalam
masyarakat modern yang terus berkembang. Terakhir, dalam dunia yang semakin terhubung
secara global, jual beli melintasi batas negara dan menciptakan tantangan dan peluang baru. Kita
perlu beradaptasi dengan perubahan dinamika ekonomi global untuk menjaga relevansi dan
keberlanjutan dalam konteks yang semakin kompleks ini. Dengan memahami peran dan prinsip-
prinsip jual beli serta dampaknya yang luas, kita dapat berpartisipasi dalam ekonomi dengan lebih
bijak, menjaga integritas dalam transaksi, dan berkontribusi pada masyarakat yang lebih adil dan
berkelanjutan.
Dalam Islam, jual beli adalah praktik fundamental yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari
manusia. Hal ini mencakup transaksi ekonomi di mana seseorang menjual barang atau jasa kepada
pihak lain dengan imbalan uang atau kompensasi lainnya. Jenis-jenis jual beli yang beragam
mencerminkan keragaman kebutuhan dalam masyarakat, mulai dari barang konsumsi hingga
investasi. Pentingnya menjaga prinsip-prinsip etika dan hukum dalam jual beli, seperti akad yang
jelas, harga yang disepakati, pemenuhan kewajiban, dan barang yang halal, adalah inti dari
transaksi yang sah dalam Islam. Dalam konteks Kitab Fathul Qorib karya Syekh Muhammad Al-
Ghazi, syarat-syarat barang yang dijual mencakup kebersihan, manfaat, kepemilikan yang sah,
dan ketahiran barang. Prinsip-prinsip ini memastikan bahwa jual beli dilakukan dengan integritas
dan keadilan, sesuai dengan ajaran Islam. Hal ini memberikan panduan yang sangat penting bagi
umat Islam dalam menjalankan transaksi jual beli sehari-hari mereka, sesuai dengan nilai-nilai

7
agama yang mereka anut. Dengan memahami dan mengikuti pedoman ini, mereka dapat
menjalankan jual beli dalam kerangka moral dan hukum Islam yang benar.

Saran
Dalam menghadapi kompleksitas dunia jual beli yang terus berkembang, ada beberapa saran
yang dapat kita pertimbangkan. Pertama, penting untuk terus memperdalam pemahaman kita
tentang prinsip-prinsip jual beli, terutama jika kita berada dalam konteks ekonomi Islam. Studi
lebih lanjut tentang ajaran agama dan hukum terkait jual beli dapat membantu kita menjalankan
transaksi dengan integritas dan keadilan. Selanjutnya, kita perlu mempertimbangkan dampak
sosial dan lingkungan dari setiap transaksi jual beli yang kita lakukan. Memilih barang dan jasa
yang ramah lingkungan dapat menjadi langkah kecil namun penting untuk mendukung
perlindungan lingkungan. Selain itu, kita dapat berperan dalam memelihara stabilitas sosial
dengan menjalankan praktik jual beli yang etis.
Terakhir, dalam era globalisasi, penting untuk memahami dinamika ekonomi global. Kita
dapat melibatkan diri dalam perdagangan internasional dengan bijaksana, baik sebagai individu
maupun bisnis, sambil tetap mematuhi prinsip-prinsip jual beli yang etis. Dengan menerapkan
saran-saran ini, kita dapat berperan aktif dalam menjaga integritas dan keadilan dalam jual beli,
serta berkontribusi pada masyarakat yang lebih adil dan berkelanjutan.

8
DAFTAR PUSTAKA

Tan, Charlene. Islamic Education and Indoctrination:The Case in Indonesia. London:


Routledge, 2011.

Van der Berg, L.W.C. dalam Karel A. Steenbrink, Beberapa Aspek Tentang Islam di Indonesia
Abad 19. Jakarta: Bulan Bintang, 1984.

Wahid, Abdurrahman. N.d. “Pesantren Sebagai Subkultur.” Dalam Pesantren dan


Pembaharuan, Editor Dawam Rahajro. Jakarta: LP3ES.

Restu, Maulana dan Siti Wahyuni. “Implementasi Metode Al Miftah Lil Ulum Dalam
Membaca Kitab Fathul Qorib Bagi Pemula Di Pondok Pesantren Sidogiri Salafi Kabupaten
Pasuruan” Intelektual: Jurnal Pendidikan dan Studi Keislaman 9, No. 3 (2019).

Siroj, Said Aqil. Rekostruksi Aswaja Sebagai Etika Sosial: Akar-Akar Teologi Moderasi
Nahdlatul Ulama, eds Akhmad Sahal, Islam Nusantara: Dari Ushul Fiqh Hingga Paham
Kebangsaan. Bandung: Mizan, 2015.

Maskhuroh, Lailatul, Khudriyah, dan Ali Musthofa. “Pembentukan Sifat Zuhud di Pondok
Pesanstren Jampes” Al-Murabbi: Jurnal Pendidikan Agama Islam 4, No. 1 (2018).

Muis, Abdul. “Peran Pesantren dalam Pembentukan Akhlak di Era Globalisasi” Fenomena 13,
No. 2 (2015).

Anda mungkin juga menyukai