Dosen pengampu :
Ridwan Jamal,S.Ag.,M.Hi
Disusun Oleh :
Maghfirah Salha Tubagus (20141072)
B. Rumusan Masalah
2. Menurut Ibn Qudamah yang dikutip oleh Siti Mujiatun pengertian jual beli adalah “tukar
menukar harta untuk saling dijadikan hakmilik.Tukar menukar tersebut dilakukan dengan
ijab kabul atausaling memberi.2
3. Sayid Sabiq mendefinisikan jual beli dengan arti ‘saling menukarharta dengan harta atas
dasar suka sama suka’.3
4. Imam al-Nawawi menjelaskan bahwa jual beli adalah ‘salingmenukar harta dengan harta
dalam bentuk pemindahan milik’.Definisi ini tidak jauh berbeda dengan apa yang
didefinisikan olehAbu Qudamah yaitu ‘saling menukar harta dalam bentukpemindahan
milik dan pemilikan’.
5. Sementara menurut Hasbi ash-Shiddieqy jual beli adalah akadyang terdiri atas penukaran
harta dengan harta lain, makaterjadilah penukaran dengan milik tetap
1
Imam Mustofa,Fiqh Muamalah kontemporer(,Jakarta:Rajawali pers,2016) h.21
2
Siti Mujiatun, “Jual Belidalam Perspektif Islam : Salam dan Istisna’”, dalam JURNAL RISETAKUNTANSI DAN BISNIS
Vol 13 No . 2 / September 2013 (1-15), h. 3
3
Syaifullah M.S,”Etika Jual Beli dalam Islam”,dalam Hunafa JURNAL STUDIA ISLAMIKAVol.11, no.2/Desember 2014:
371- 378
Berdasarkan pemaparan berbagai definisi diatas dapatdisimpulkan bahwa jual beli adalah tukar
menukar barang antara duaorang ataulebih atas dasar suka sama suka, untuk saling
memiliki.Dengan jual beli, penjual berhak memiliki uang secara sah. Pihakpembeli berhak
memiliki barang yang ia terima dari penjual.Kepemilikan masing-masing pihak dilindungi oleh
hukum.
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdirimelainkan seperti berdirinya orang
yang kemasukan syaitanlantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yangdemikian itu,
adalah disebabkan mereka berkata(berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan
riba,padahal Allah telah menghalalkan jual beli danmengharamkan riba. Orang-orang yang telah
sampaikepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (darimengambil riba), maka
baginya apa yang telah diambilnyadahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya
(terserah)kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba),maka orang itu adalah
penghuni-penghuni neraka; merekakekal di dalamnya.
b)Hadis Rasul yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad yangartinya “ dari Rafi’ Ibn Khudajj ia
berkata: Rasulullah SAW ditanya oleh seseorang apakah usaha yang paling baik
wahaiRasulullah.Beliau menjawab seseorang yang bekerja denganusahanya sendiri dan jual beli
yang baik (dibenarkan olehsyariat Islam). (Hadist riwayat Ahmad)
2) Rukun dan Syarat Jual Beli
Rukun dan syarat jual beli yang seharusnya diperhatikanmasyarakat diantaranya terdapat tiga
rukun jual beli yaitu:
a)Pelaku transaksi
b)Objek transaksi
c)Akad transaksi
Hal tersebut adalah segala tindakan yang dilakukan kedua belahpihak yang menunjukkan mereka
sedang melakukan transaksi,baik tindakan itu berbentuk kata-kata maupun perbuatan.4
Suatu jual beli tidak sah bila tidak terpenuhi salah satuakadnya, dibawah ini tujuh syarat dalam
jual beli, yaitu:
a)Saling rela antara kedua belah pihak
b)Pelaku akad adalah orang yang dibolehkan melakukan akad,yaitu orang yang telah baligh,
berakal, dan mengerti.
c)Harta yang menjadi objek transaksi telah dimiliki sebelumnyaoleh kedua pihak
d)Objek transaksi adalah barang yang dibolehkan oleh agama
e)Objek jual beli diketahui oleh kedua belah pihak saat akad
f)Harga harus jelas saat transaksi5
4
Mardani,Fiqh Ekonomi Syariah:Fiqh Muamalah,(Jakarta:Kencana,2012), h.102
5
Ibid.,h.104-105
6
WJS. Poerwadarmitha,Kamus Besar Bahssa Indonesia , (Jakarta:Balai Pustaka, 1993), h.101
D. Unsur-unsur Kredit
1)KrediturKreditur merupakan pihak yang memberikan kredit (pinjaman)kepada pihaklain yang
mendapat pinjaman
2)DebiturDebitur merupakan pihakyang membutuhkan dana, atau pihakyang mendapat pinjaman
dari pihak lain.
3)Kepercayaan (Trust)Kreditur memberikan kepercayaan kepada pihak yang menerimapinjaman
(debitur) bahwa debitur akan memenuhikewajibannyauntuk membayar pinjamannya sesuai
dengan jangka waktutertentu yang diperjanjikan.
4)PerjanjianPerjanjian merupakan suatu kontrak kesepakatan yang dilakukanantara kreditur
dengan debitur.
5)ResikoSetiap dana yang disalurkan oleh kreditur selalu mengandungadanya resiko tidak
kembalinya dana. Resiko adalah kemungkinan kerugian yang akan timbul atas penyaluran
kreditkreditur.
6)Jangka waktuJangka waktu merupakan lamanya waktu yang diperlukan olehdebitur untuk
membayar pinjamannya kepada kreditur.
7)Balas jasaSebagai imbalan atas dana yang disalurkan oleh kreditur, makadebitur akan
membayar sejumlah uang tertentu sesuai denganperjanjian.7
7
Ismail,manajemen perbankan,(Jakarta:Kharisma Putra Utama,2010), h.94-95
8
Imam Mustofa,Fiqh Muamalah kontemporer(,Jakarta:Rajawali pers,2016) h. 49
9
Ibid,.
Jual beli angsur (kredit) dikenal pula dengan huurkoopyaitujualbeli dengan cara mengangsur.
Jual beli seperti ini terjadi biasanyapada masyarakat yang kemampuan bidang ekonominya
kelasmenengah ke bawah. Dijelaskan oleh Ahmad Hasan bahwa semuaurusan dagang, sewa-
menyewa, beri-memberi dan hal-hal lain yangberhubungan dengan masalah keduniawian
(muamalah) padaasalnya adalah halal, kecuali kalau ada dalil yangmengharamkannya. Masalah
penjualan dengan pembayaran diangsur (kredit) tidak terdapat satu dalil pun yang
mengharamkannya.10
Memang ada kemiripan antara riba dan tambahan harga dalamsistem kredit. Namun adanya
penambahan harga dalam jual beliadalah sebagai ganti penundaan pembayaran barang.
Adaperbedaan yang mendasar antara jual beli kredit dengan riba. Allahmenghalalkan jual beli
termasuk jual beli kredit karena adanyakebutuhan. Sementara mengharamkan riba karena
adanyapenambahan pembayaran murni karena penundaan.
Syaikh AbdulAl Aziz Ibn Abdullah Ibn Baz ditanya “mobil-mobilyang dijual secara cicil
harganya ditambahkan jika dibandingkandengan harga cash, apakah transaksi jual beli ini
semacam riba?”Beliau menjawab: “sistem jual beli dengan cara ini tidak
bertentangandengansyariah, jika jangka waktu dan nilai angsurannya diketahuidengan jelas,
walaupun harga jual beli dengan sistem cicil lebih besarbila dibandingkan dengan harga cash,
karena baik penjual maupunpembeli sama-sama menikmati manfaat jual beli dengan sistem
cicil.”
Menurut Imam Mustofa jual beli kredit harus memenuhi berbagaipersyaratan yang telah
ditetapkan ulama. Persyaratan tersebutdiantaranya:
1)Jual beli secara kredit jangan sampai mengarah ke riba
2)Penjual merupakanpemilik sempurna barang yang dijual
3)Barang diserahkan kepada pembeli oleh sang penjual
4)Hendaknya barang dan harga bukan jenis yang memungkinkanterjadinya riba nasi’ah
5)Harga dalam jual beli kredit merupakan utang (tidak dibayarkankontan)
6)Barang yang diperjualbelikan secara kredit diserahkan secaralangsung
7)Waktu pembayaran jelas, sesuai dengan kesepakatan
8)Hendaknya pembayaran dilakukan secara angsur, tidak bolehdibayarkan secara langsung
10
Hendi Suhendi,Fiqh Muamalah,(Jakarta:Rajawalai Pers,2010) h.304
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jual beli sistem kredit adalah jual beli yang dilakukan denganmembayar secara angsuran di mana
pembeli sudah menerimabarang sebagai objek yang dibeli, tetapi belum membayar hargasecara
keseluruhannya. Angsuran yang dibayarkan adalahkesepakan bersama antara penjual dan
pembeli.
Dalam hal ini ada para ulama berbeda pendapat mengenai bolehatau tidaknya jual beli ini
dilakukan. Ulama dari empat mazhab,Syafi’iyah, Hanafiyah, Malikiyah, Hanbaliyah, Zaid bin
Ali danmayoritas ulama membolehkan jual beli dengan sistem ini, baik hargabarang yang
menjadi objek transaksi sama dengan harga cashmaupun lebih tinggi. Namun demikian mereka
mensyaratkankejelasan akad, yaitu adanya kesepahaman antara penjual danpembeli bahwa jual
beli itu memang dengan sistem kredit. Dalamtransaksi semacam ini biasanya si penjual
menyebutkan dua harga,yaitu cash dan kredit. Si pembeli harus jelas hendak membeli
dengancash atau kredit.
Dan ulama yang melarang jual beli kredit antar lain ZainalAbidin bin Ali bin Husen, Nashir,
Mnashur, Imam Yahya, dan AbuBakar al-Jashash dari kalangan Hanafiah serta sekelompok
ulamakontemporer.
Tapi disini penulis lebih condong kepada pendapat yangmemperbolehkan jual beli ini dilakukan
karena para sahabat punpernah melakukannya dan kemudian Nabi memperbolehkannyatapi
dalam takaran, kuantitas dan waktu yang jelas