Anda di halaman 1dari 3

A.

Jual Beli Kredit

1. Pengertian Jual Beli


Jual beli (al-bai’) secara bahasa bermakna pertukaran (al-mubadalah). Terdapat
persamaan makna diantara lafadz al-ba’I dan al-syira’ yang salah satunya bisa
digunakan untuk menyebut yang lain. Dan, dalam keagamaan jual beli ialah memiliki
sesuatu harta (uang) dengan mengganti sesuatu atas dasar izin syara, sekedar memiliki
manfaatnya saja yang diperbolehkan syara untuk selamanya yang demikian itu harus
dengan melalui pembayaran yang berupa uang.

Jual beli (al-bai’) secara terminologi adalah pertukaran barang dengan barang
(barter).1 Ada beberapa ulama yang mendefinisakan pengertian jual beli, yang salah
satunya adalah Imam Hanafi. Imam Hanafi menyatakan bahwa “jual beli adalah tukar
menukar harta atau barang dengan cara tertentu atau tuka menukar sesuatu ang di
senangi dengan barang yang setara nilai dan manfaatnya nilainya setara dengan
membawa manfaat bagi masing-masing pihak”.

2. Pengertian Kredit
Kata kredit berasal dari bahasa Latin Credere yang berarti percaya atau to believe atau
to trust.2 Sedangkan menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan,
“Berdasarkan Undang-Undang Perbankan, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan
yang dapat disamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-
meminjam antara bank dan pihak lain, yang mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi utangnya seteah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.”3

Terdapat beberapa unsur yang terkandung dalam pengertian kredit yaitu:


a) Kepercayaan, yaitu keyakinan bahwa di masa mendatang prestasi yang di
berikan olah si pemberi kredit baik berbentuk uang, barang, atau jasa, akan di
kembalikan pada jangka waktu tertentu di masa mendatang
b) Waktu, yaitu suatu masa yang memisahkan antara pemberi prestasi dan
kontraprestasi yang berjalan hingga prestasi selesai pada masa yang akan datang
c) Risiko, dampak dari adanya jangka waktu yang panjang yang memisahkan
antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima kemudian
hari

dapat dipaahami dari penjelasan diatas bahwa pengertian kredit yaitu merupakan
penyediaan yang perjanjiannya berdasarkan pendapat di atas dapat dipahami bahwa
1
Ika Oktavia, “KONSEP JUAL BELI SECARA KREDIT MENURUT TOKOH MUHAMMADIYAH(Studi Kasus di
Desa Mengandung Sari Kecamatan Sekampung Udik Lampung Timur)”(Undergraduate Thesis, Institut
Islam Negri Metro,Lampung, 2018), https://repository.metrouniv.ac.id/id/eprint/1837/1/IKA
%20OCTAVIA.pdf
2
Batu Artorejo, “APA ITU KREDIT,” BPR Bati Artorejo, August 2018, diakses 4 September 2022,
https://www.google.com/search?
q=kredit+secara+bahasa&oq=kredit+secara+bahasa&aqs=chrome..69i57j0i15i22i30j0i22i30l5j0i390.655
9j0j9&sourceid=chrome&ie=UTF-8
3
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
kredit merupakan penyediaan yang perjanjiannya ditulis berdasarkan persetujuan
pinjaman (piutang) antara pihak yang memberi kredit dan pihak yang menerima kredit
dalam hal pinjaman (piutang) dimana pihak peminjam berkewajiban hutang setelah
jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga yang ditetapkan.

3. Pengertian Jual Beli Kredit


Dengan pengertian dari jual beli dan kredit diatas maka dapatalah ktia simpulkan
bahwa jual beli kredit adalah sebuah praktek metode dalam jual beli dimana si pembeli
akan menerima barang terlebih dahulu yang pembayarannya dilakukan secara berangsu-
angsur dan dilakukan pada waktu tertentu kepada si penjual barang

Sejarah jual beli kredit sendiri telah dimulai sejak masyarakat Arab abad VII M, baru
mengenal jual beli tangguh bayar (al-bai‟ ila ajalin), belum sampai pada cara
mengangsur. Pada masa itu telah dikenal banyak model jual beli dengan pembayaran
tangguh, seperti jual beli inah. Model ini dilakukan untuk menghindari riba. Seseorang
membutuhkan modal seolah-olah menjual barang miliknya kepada orang lain dan
membeli kembali barang tersebut dengan harga lebih tinggi dibanding saat menjual,
karena pembayarannya tunda.

B. Hukum Jual Beli Kredit Dalam Islam

1. Fatwa Mui
Dalam Fatwa DSN MUI tentang Jual Beli Nomor 110/DSN-MUI/IX/2017 dengan
ketentuan bahwa transaksi ini adalah jual beli secara angsur (bai' at-taqsith), bukan
utang piutang (al-qard wal iqtiradh). Walaupun transaksi ini melahirkan
kewajiban/utang di sisi pembeli, transaksi ini bukan utang piutang murni karena ada
perbedaan antara jual beli kredit (bai' at-taqsith) dengan utang piutang (al-qard wal
iqtiradh).

Selanjutnya, seluruh rukun dan syarat yang berlaku dalam jual beli berlaku dalam jual
secara kredit ini.

Kedua, jual beli secara kredit ini bukan riba. Sebab, riba terjadi pada dua hal.
a) Kredit berbunga, seperti si A meminjam uang Rp 10 juta ke si B dengan syarat
dibayar Rp 12 juta, maka selisih sebesar Rp 2 juta adalah riba (jahiliyah).
b) Jual beli mata uang (sharf), bahwa penukaran antarmata uang yang sama itu
harus tunai dan sama, jual beli mata uang yang berbeda itu harus tunai. Apabila
dilakukan tidak tunai, itu termasuk riba nasi'ah sebagaimana ditegaskan oleh
Imam Malik dan Imam Syafi'i saat menjelaskan makna hadis Ubadah bin
Shamit : "(Juallah) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan
gandum, syair dengan syair, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam
(dengan syarat harus) sama dan sejenis serta secara tunai. Jika jenisnya berbeda,
juallah sekehendakmu jika dilakukan secara tunai." (HR Muslim).
Berdasarkan ruang lingkup riba dalam hadis tersebut, maka margin atas jual beli
secara kredit itu diperkenankan. Sebab, jual beli secara kredit dalam bahasan ini bukan
jual beli uang dengan uang atau utang piutang (qardh), melainkan jual beli uang dengan
barang (komoditas).

2. Bahtsul Masail
Menurut NU jual beli kredit atau Bai’ taqsîth itu diperbolehkan mengikuti pernyataan
Iamam Nawawi dalam kitab Raudlatu al-Thalibin, bahwasannya jual kredit hukumnya
adalah “boleh.”

C. Alasannya

Anda mungkin juga menyukai