Anda di halaman 1dari 10

JUAL BELI KREDIT

(Richita Dani Asyifa)

2114020141

A. Pengertian Kredit
Kredit berasal dari bahasan latin “credere” (lihat pula “credo” dan
“creditum” yang kesemuanya berarti kepercayaan (Hasanah, 2017). Menurut
Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 kredit adalah penyediaan
uang atau yang dapat dipersamakan denan itu, berdasarkan ersetujuan atau
kesepakatan pinjam meminjam antar bank dengan pihak lain yang
mewajibkan piak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tetentu
dengan pemberian bunga (Kasmir, 2012).
Menurut Raymond P. Kent (1972) dalam bukunya Money and Banking
mengatakan bahwa: kredit adalah hak untuk menerima pembayaran kewajiban
untuk melakukan pembayaran pada waktu diminta, atau pada waktu yang akan
datang, karena penyerahan barang-barang sekarang (Abdullah, 2014). Adapun
unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian suatu fasilitas kredit adalah
sebagai berikut (Kasmir, 2014): 1) Kepercayaan; 2) Kesepakatan; 3) Jangka
waktu; 4) Risiko; dan 5) Balas jasa.
Dengan demikian dapat disimpulkan unsur-unsur yang terkandung dalam
pengertian kredit, sebagaimana disajikan berikut ini (Salim, 2014). 1.
Kepercayaan, yaitu keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang
diberikan baik dalam bentuk uang, barang, atau jasa, akan benar-benar
diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu dimasa yang akan datang. 2.
Waktu, yaiu suatu masa yang memisahkan antara pemberi prestasi dan
kntraprestasi ang akan diterima pada masa yang akan datang. 3. Risiko, yaitu
tingkat risiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya jangka waktu yan
memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan
diterima dikemudian hari.
Berdasarkan pernyataan menurut para ahli, dapat disimpulkan
bahwa kredit merupakan penyediaan yang perjanjiannya ditulis
berdasarkan persetujuan pinjaman (piutang) antara pihak yang memberi

1
kredit dan pihak yang menerima kredit dalam hal pinjaman (piutang)
dimana pihak peminjam berkewajiban hutangsetelah jangka waktu
tertentu dengan jumlah bunga yang ditetapkan..

B. Jual Beli Kredit


Istilah jual beli kredit dalam kajian disiplin ilmu fikih bukanlah
termasuk terminologi yang mandiri dan sentral. Ini dikarenakan dalam kitab-
kitab induk fikih sekalipun, istilah tersebut tidak pernah menempati posisi
pembahasan yang mandiri, komprehensif dan integral. Oleh karena itu, wajar
jika dalam berbagai literatur tak satu pun yang mengungkapkan pengertian
istilah tersebut secara terminologi.

Jual beli kredit dengan tambahan harga yang dalam istilah fikih dikenal
dengan nama ‫ ابلتقسيط البيع او الثمن زايدة مع ألجل البيع‬. Kata al-bai’ adalah masdar
dari kata kerja ‫ ابع‬،‫ يبيع‬،‫ومبيعا بيعا‬، yang berarti lawan dari membeli atau
menyerahkan barang dan menerima harganya. Secara etimologi al-bai’ berarti
menjual dan membeli.
Definisi al-bai’ secara terminologi sebagaimana dikemukakan oleh
Sayyid Sabiq adalah:
‫يراد البع شرعا مبادلة مال مبال على سبيل الرتضى او نقل ملك بعوض على الوجو‬
‫امالذون فيو‬.
Maknanya:
Yang dimaksud dengan jual beli menurut syara’ adalah saling menukar
harta dengan harta secara suka sama suka, atau pemindahan hak milik dengan
adanya penggantian menurut cara yang dibolehkan.
Selanjutnya, Wahbah al-Zuhaili memberikan pengertian bahwa yang
dimaksud dengan jual beli disini adalah suatu akad (transaksi) yang terdiri dari
ijab qabul.‛
Mencermati definisi di atas dapat dikemukakan beberapa hal tentang jual
beli, yaitu: (a) Jual beli adalah satu bagian muamalah berbentuk transaksi; (b)
Jual beli tersebut diwujudkan dengan ijab qabul; (c) Jual beli yang
dilaksanakan tersebut bertujuan atau dengan motif mencari keuntungan.
Pengertian kredit adalah sesuatu yang dibayar secara berangsur-angsur,
baik itu jual beli maupun dalam pinjam meminjam (Suhendi. 2002). Adapun
yang dimaksud dengan baiy’ al-ajal adalah jual beli dengan pembayaran tidak
tunai. Pembayarannya mungkin diangsur, mungkin sekaligus setelah tenggang
waktu habis, atau mungkin pula ada uang muka. Jadi dapat dipahami bahwa
jual beli al-ajal merupakan transaksi yang berlangsung di mana tidak
serentaknya akad dengan pemberian harga atau penyerahan barang, dan
tentunya atas kesepakatan bersama.
Menurut istilah (terminologi), bai’ bi-taqsith telah menjual sesuatu
dengan pembayaran yang diangsur dengan cicilan tertentu, pada waktu
tertentu dan lebih mahal daripada pembayaran kontan. Muhammad Aqlah
Ibrahim berpendapat bahwa, ada beberapa pedoman yang dapat dijadikan
pegangan dalam memahami maksud bai’ bit taqsith secara syar’i. Pertama,
seorang pedagang menjual barang dagangannya secara muajjalah-kredit-
dengan ketentua harga lebih tinggi daripada secara tunai. Kedua, taqsith ialah
membayar hutang dengan berangsur-angsur pada waktu yang telah ditentukan.
Ketiga, pembayaran yang diangsur ialah sesuatu yang pembayarannya
dipersyaratkan diangsur dengan cicilan tertentu pada waktu tertentu pula.
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa jual
beli kredit adalah mekanisme jual beli dimana harga barang dibayarkan
secara berkala (cicilan) dalam jangka waktu yang telah disepakati.
Dimana penjual harus membayar harga barang secara cicilan dalam
jumlah dan jangka waktu tertentu.

C. Hukum Jual Beli Kredit


1. Hukum jual beli kredit dengan tambahan harga karena tambahnya waktu:
Pendapat Yang Menganggapnya Riba
a. Hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Abu Dawud.

َ) ‫ َأ ْو اَل ِّربَا‬,‫س ُه َما‬


ُ ‫ ( َمنْ بَا َع بَ ْي َعتَ ْي ِن فِي بَ ْي َع ٍة فَلَهُ َأ َو َك‬:َ‫َوَأِلبِي دَا ُود‬
Menurut riwayat Abu Dawud: Barangsiapa melakukan dua jual-beli
dalam satu transaksi, maka baginya harga yang murah atau ia termasuk
riba'.
b. Di dalam Silsilatul Ahaditsish shahihah, dengan sangat jelas Al-Albanie
menyatakan:

‫ بل جمهورهم يطلبون منك‬،‫فإنك قليل ما يتيسر لك تاجر يبيعك الحاجة بثمن واحد نقدا أو نسيئة‬
‫ مع كونها ربا في صريح قوله صلى هللا‬، ‫ و هو المعروف اليوم ببيع التقسيط‬، ‫زيادة في بيع النسيئة‬
‫ من باع بيعتين في بيعة فله أوكسهما أو الربا‬: ‫عليه وسلم‬
Sungguh sedikit sekali penjual yang mau menjual kepadamu dagangannya
dengan satu harga saja baik dibayar kontan maupun ditangguhkan. Bahkan
mayoritas mereka menuntut darimu tambahan pada jual beli yang
pembayarannya ditangguhkan. Dan ini yang dikenal sekarang dengan jual
beli kredit. Padahal itu adalah riba yang dimaksudkan dalam sabda nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam; “barang siapa yang melakukan dua jual beli
dalam satu jual beli maka baginya harga yang paling rendah atau riba.”

c. Nabi melarang praktek riba, yaitu adanya penambahan harga.


Berdasarkan Firman Allah dalam QS An-Nisa 161:
‫اس بِ ْالبَا ِط ِل ۗ َواَ ْعتَ ْدنَا لِ ْل ٰكفِ ِر ْينَ ِم ْنهُ ْم َع َذابًا اَلِ ْي ًما‬ َ ‫َّواَ ْخ ِذ ِه ُم ال ِّر ٰبوا َوقَ ْد نُهُوْ ا َع ْنهُ َواَ ْكلِ ِه ْم اَ ْم َو‬
ِ َّ‫ال الن‬

Artinya: Dan disebabkan mereka memakan riba, Padahal Sesungguhnya


mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta
benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk
orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.
Berdasarkan ayat diatas bahwa Allah SWT telah mengharamkan bagi
hambanya yang melakukan riba. Maka dalil ini menjelaskan tentang
pengharaman hukum jual beli secara kredit karena jual beli secara kredit
dalam pelaksanaannya terdapat penambahan harga dari harga semula
maka penambahan harga tersebut dihukumi riba, dan sebagaimana yang
kita ketahui bahwasannya riba itu hukumnya haram.
2. Hukum jual beli kredit
Jual beli sistem kredit, yaitu jual beli dengan penundaan pembayarannya.
Hal ini dibolehkan sebagaimana diberitakan Aisyah r.a. bahwa nabi
pernah membeli bahan makanan kepada seorang yahudi yang bernama
Abu Syaham dengan kredit dan beliau menggadaikan perisai besi
kepadanya (Khosyi’ah, 2014).
Hukum jual beli yang diperbolehkan berdasarkan firman Allah dalam Q.S
Al-Baqarah 282
‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ْٓوا اِ َذا تَدَايَ ْنتُ ْم بِ َدي ٍ•ْن اِ ٰلٓى اَ َج ٍل ُّم َس ّمًى فَا ْكتُبُوْ ۗهُ َو ْليَ ْكتُبْ بَّ ْينَ ُك ْم َكاتِ ۢبٌ بِ ْال َع ْد ۖ ِل‬
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah
tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya.
Berdasarkan ayat diatas adalah dalil bolehnya akad hutang
piutang, sedangkan akad kredit merupakan salah satu bentuk hutang,
sehingga keumuman ayat diatas bisa menjadi dasar bolehnya akad
kredit. Asalkan syarat-syaratnya terpenuhi. Syarat-syaratnya adalah:
Harga barang ditentukan jelas dan pasti diketahui pihak penjual dan
pembeli, pembayaran cicilan disepakati kedua belah pihak dan tempo
pembayaran dibatasi sehingga terhindar dari praktek bai’ gharar atau
bisnis penipuan, harga semula yang sudah disepakati bersama tidak
boleh dinaikkan lantaran pelunasannya melebihi waktu yang ditentukan,
hindari penundaan serah terima barang, penjual memiliki barang yang
hendak dia jual dengan sistem kredit, penjual tidak boleh menjual barang
manakala dia sendiri belum memiliki barang yang hendak dia jual,
penjual harus menjadikan barang yang akan dijual sudah masuk dibawah
pertanggung jawabannya artinya jika terjadi sesuatu atas barang tersebut
maka penjual maka penjuallah yang bertanggung jawab mengganti atau
memperbaikinya, jika barang sudah berada di tangan pembeli dan dan
kesepakatan harga sudah disetujui, maka barang dengan resmi menjadi
milik pembeli, dengan demikian penjual tidak berhak menyita atau
menarik kembali barang dagangannya meskipun uang cicilan kredit
belum selesai
Berdasarkan dalil di atas merupakan dalil nash yang menjadi dasar
dalam masalah muamalah jenis ini, yang pada intinya bahwa islam
melarang setiap tindakan pembungaan uang (riba). Akan tetapi jangan
menganggap bahwa islam melarang perkreditan, pada dasarnya islam
membolehkan perkreditan dalam dunia perdagangan. Apalagi di dalam
masyarakat yang menganut sistem perekonomian modern sekarang ini,
menuntut ada kredit dan pinjaman.

d. Syarat Jual Beli Kredit

Agar penundaan waktu pembayaran dan angsuran menjadi sah, maka


harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut (Nawawi, 2012):
a. Harga kredit termasuk jenis utang. Jika penyerahan barang dagangan
ditunda sampai waktu tertentu dengan perkataan pembeli “Saya beli
dengan dirham-dirham ini, tetapi saya akan menyerahkan dirham-dirham
ini di lain waktu”. Jual beli seperti itu batal karean penundaan waktu
pembayaran hanya boleh dalam keadaan darurat manakala pembeli tidak
mempunyai uang untuk membayarnya dan dimungkinkan ia mencarinya
dalam beberapa waktu.
b. Harga (pembayarannya) bukan merupakan ganti penukaran uang dan
harga pembayaran yang diserahkan bukan dalam jual beli salam. Karena
kedua jual beli ini mensyaratkan diterimanya uang pembayaran ditemapat
transaksi, sehingga sebagai tindakan preventive untuk mencegah riba tidak
mungkin dilakuakan penundaan waktu pembayaran.
c. Tidak ada unsur kecurangan yang keji pada harga. Penjual berkewajiban
membatasi keuntungan atau laba sesuai kebiasaan yang berlaku dan tidak
mengeksploitasi keadaan pembeli yang sedang kesulitan dengan menjual
barang dengan laba yang berlipat lipat, karena hal ini termasuk kerusakan,
ketamakan, merugikan manusia dan memakan harta semasa secara bathil.
d. Mengetahuai harta pertama apabila jaul beli secara kredit terjadi dalam
wilayah jual beli saling percaya antara penjual dan pembeli (amā nah).
e. Tidak ada persyaratan dalam jual beli sistem kredit ini. Apabila pembeli
menyegerakan pembayarannya penjual memotong jumlah tertentu dari
harga yang semestinya.
f. Dalam akad jual beli secara kredit, penjual tidak boleh membeli kepada
pembeli, baik pada saat akad maupun sesudahnya, menambah harga
pembayaran atau keuntungan ketika pihak yang berhutang terlambat
membayar utangnya.
g. Tujuan pembeli membeli barang dagangan dengan harga kredit yang lebih
tinggi daripada harga cash adalah agar ia dapat memanfaatkannya segera
atau untuk diperdagangkan. Namun apabila tujuannya agar ia dapat
menjualnya dengan segera dan mendapatkan sejumlah uang demi
memenuhi suatu kebutuhannya yang lain, praktik demikian disebut
tawaruq dan hal tersebut tidak diperbolehkan.

Berdasarkan syarat jual beli kredit di atas, dapat disimpulkan


bahwa syarat merupakan hal yang dipenuhi antara kedua belah pihak,
yaitu antara penjual dan pembeli. Syarat-syaratnya adalah: Harga
barang ditentukan jelas dan pasti diketahui pihak penjual dan pembeli.
pembayaran cicilan disepakati kedua belah pihak dan tempo
pembayaran dibatasi sehingga terhindar dari praktek bai’ gharar atau
bisnis penipuan. harga semula yang sudah disepakati bersama tidak
boleh dinaikkan lantaran pelunasannya melebihi waktu yang ditentukan,
hindari penundaan serah terima barang, penjual memiliki barang yang
hendak dia jual dengan sistem kredit, penjual tidak boleh menjual
barang manakala dia sendiri belum memiliki barang yang hendak dia
jual, penjual harus menjadikan barang yang akan dijual sudah masuk
dibawah pertanggung jawabannya, artinya jika terjadi sesuatu atas
barang tersebut maka penjual maka penjual yang bertanggung jawab
mengganti atau memperbaikinya, jika barang sudah berada di tangan
pembeli dan dan kesepakatan harga sudah disetujui, maka barang
dengan resmi menjadi milik pembeli. dengan demikian, penjual tidak
berhak menyita atau menarik kembali barang dagangannya meskipun
uang cicilan kredit belum selesai.
e. Kapan Boleh Kapan Tidak Dilakukannya Jual Beli Kredit
Disyaratkan mengenai sahnya suatu akad adanya barang yang
diakadkan harus berada di tangan penjual saat akad. Maka jual beli dengan
angsuran diperbolehkan jika penjual telah memiliki barang sebelum
dilakukannya akad. Apabila seseorang menjual barang kepada pemilik
pertamanya, misalnya seseorang pedagang berkata kepada pemberi utang,
“aku jual barang ini kepadamu dengan syarat orang yang berutang kepadamu
menjual kembali barang ini kepadamu”. Apabila cara tersebut telah ada
kesepakatan dan konspirasi sebelumnya maka tidak dibolehkan, karena cara
seperti ini mengandung tipu daya.

Adapun jika seseorang menjual barang kepada seseorang pembeli


dengan akad serah terima yang sah kemudian pembeli tersebut menjual barang
itu kepada seseorang pengutang. Kemudian pengutang menawarkan barang
tersebut kepada orang yang mau membayarnya lebih mahal dan akhirnya
barang tersebut dibeli kembali oleh penjual pertamanya, maka jual beli
tersebut sah, karena tidak ada kesepakatan sebelumnya.

Sekalipun akad jual beli kredit dengan harga yang lebih mahal
dibandingkan harga tunai pada dasarnya dibolehkan, akan tetapi ada
persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi untuk keabsahannya, riba dan
keuntungannya menjadi harta haram. Persyaratan tersebut adalah sebagai
berikut:

a. Akad ini tidak dimaksudkan untuk melegalkan riba. Maka jual beli „inah
tidak diperbolehkan. Juga tidak boleh dalam akad jual beli kredit dipisah
antara harga tunai dan harga margin yang diikat dengan waktu dan bunga,
karena ini menyerupai riba.
b. Barang terlebih dahulu dimiliki penjual sebelum akad jual beli kredit
dilangsungkan. Maka tidak boleh pihak penjual kredit melangsungkan
akad jual beli kredit motor dengan konsumennya, kemudian setelah ia
melakukan akad jual beli ia harus memesan motor dan membelinya ke
salah satu pusat penjualan motor, lalu menyerahkannya kepada pembeli
c. Pihak penjual kredit tidak boleh menjual barang yang telah dibeli tapi
belum diterima dan belum berada ditangannya kepada konsumen.
d. Barang yang dijual bukan merupakan emas, perak atau mata uang.
e. Barang dijual secara kredit harus diterima pembeli tunai pada saat akad
berlangsung.
f. Pada saat transaksi dibuat harga harus satu dan jelas serta besarnya
angsuran dan jangka waktu nya juga harus jelas
g. Akad jual beli kredit harus tegas. Maka tidak boleh akad dibuat dengan
cara beli sewa.
h. Tidak boleh membuat persyaratan kewajiban membeyar denda, atau harga
barang menjadi bertambah, jika pembeli terlambat membayar angsuran.
Karena ini adalah bentuk riba yang dilakukan oleh orang-orang jahiliyah
di masa Nabi.

Bentuk transaksi jual beli kredit yang dibolehkan dan terpenuhi semua
persyaratan di atas ada 2:
a. Jika penjualnya telah memiliki terlebih dahulu barang yang akan dijual,
seperti : pemilik showroom motor
b. Jika penjualnya belum memiliki barang yang diinginkan konsumen,
seperti : lembaga keuangan (Tarmizi, 2017).

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa


bolehnya jual beli kredit yaitu jika memenuhi syarat-syarat yang telah
ditetapkan. Sebaliknya, jika syarat tidak mampu dipenuhi, maka jual beli
kredit tidak boleh dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, T. (2014). Bank dan Lembaga Keuangan. Jakarta: PT Raja Gravindo


Persada.
Hasanah, U. (2017). Hukum Perbankan. Malang: Setara Press.
Ibrahim, M. A. Majalah asy-Syariah wa al-Dirasah al-Islamiyah, Edisi Ke-7
Kuwait: Fakultas Syariah.
Kasmir. (2012). Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Kasmir. (2014). Manajemen Perbankan. Jakarta: Rajawali Pers.
Khosyi’ah, S. (2014). Fiqh Muamalah Perbandingan. Bandung: Pustaka Setia.
Nawawi, I. (2012). Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer. Bogor: Ghalia
Indonesia.
Salim. (2014). Hukum Kontrak Innominaat. Jakarta: Sinar Grafika.
Suhendi, H. (2002). Fiqh Muamalah Cet. I. Jakarta: Rajawali Press
Tarmizi, E. (2017). Harta Haram Muamalat Kontenporer. Bogor: PT Berkat
Mulia Insani.

Anda mungkin juga menyukai