Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Fiqh dan Manajemen Wakaf di
Indonesia
Dosen pengampu:
Dr. H. Moh. Toriqudin, Lc, M. HI
Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan berkahnya
yang melimpah sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah dengan judul materi “
Wakaf Perspektif Madzhab Maliki” yang insyaallah telah kami selesaikan dengan sebaik
mungkin. Shalawat serta salam tak lupa kita tujukan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW
yang mudah-mudahan kita sebagai umatnya mendapat syafa’atnya di yaumul akhir kelak.
Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kesalahan
maupun kekurangan. Oleh karena itu, kami berharap kritik dan saran yang membangun dari
para pembaca agar sekiranya dalam penyusunan makalah berikutnya bias menjadi lebih baik.
Semoga makalah yang kami buat ini dapat bermanfaat bagi yang membaca,dan dapat
diamalkan.
Kelompok 4
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………….2
DAFTAR ISI…………………………………………………………………….………...3
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………4
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………….6
3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………………......15
3.2 Saran………………………………………………………………………...……...…..15
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………..………………...….16
3
BAB I
PENDAHULUAN
Wakaf merupakan salah satu sumber dana sosial potensial yang erat kaitannya
dengan kesejahteraan umat di samping zakat, infaq dan sedekah. Terlebih karena ajaran
agama menjadi motivasi utama masyarakat untuk berwakaf. Di Indonesia, wakaf telah
dikenal dan dilaksanakan oleh umat Islam sejak agama Islam masuk di Indonesia pada
perengahan abad ke-13 M atau kurang lebih 900 tahun yang lalu. Sebagai salah satu
institusi keagamaan yang erat hubungannya dengan sosial ekonomi, wakaf telah banyak
membantu pembangunan secara menyeluruh di Indonesia, baik dalam pembangunan
sumber daya manusia maupun dalam pembangunan sumber daya sosial. Tak dapat
dipungkiri, bahwa sebagian besar rumah ibadah, perguruan Islam dan lembaga-lembaga
Islam lainnya dibangun di atas tanah wakaf.
Pranata wakaf merupakan pranata yang berasal dari hukum Islam, oleh karena itu
jika berbicara tentang masalah perwakafan pada umumnya dan perwakafan tanah pada
khususnya, kita tidak bisa melepaskan diri dari pembicaraan tentang konsep wakaf
menurut hukum Islam. Akan tetapi, di dalam hukum Islam tidak ada konsep yang tunggal
tentang wakaf, karena banyak pendapat yang sangat beragam. Seperti wakaf menurut
pandangan Imam Syafi’i dan Ahmad bin Hambal, menerangkan bahwa wakaf adalah
melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif, dan wakif tidak boleh
melakukan apa saja terhadap harta yang diwakafkan. Selanjutnya menurut Abu Hanifah,
wakaf adalah penahanan pokok sesuatu harta dalam tangan pemilikan wakaf dan
penggunaan hasil barang itu, yang dapat disebutkan ariyah untuk tujuan-tujuan amal saleh.
Sedangkan pengikut Abu Hanifah, Abu Yusuf dan Imam Muhammad memberikan
pengertian wakaf sebagai penahanan pokok suatu benda dibawah hukum benda Tuhan
Yang Maha kuasa, sehingga hak pemilikan dari wakif berakhir dan berpindah kepada
Tuhan Yang Maha Kuasa. Sementara Madzhab Maliki berpendapat bahwa wakaf tidak
melepaskan harta benda wakaf dari kepemilikan wakif, tetapi wakat mencegah wakif dari
melakukan tindakan yang dapat melepaskan kepemilikannya atas harta itu kepada orang
lain dan wakif harus menyumbangkan manfaatnya. dan tidak boleh menarik wakaf. Namun
dalam bahasan makalah ini tidak semua pandangan yang telah disebutkan diatas dijelaskan
4
dalam makalah ini, akan tetapi pembahasan disini hanya terfokus kepada pandangan
Madzab Maliki saja.
1.3 Tujuan
Dari fokus bahasan diatas maka diharapkan dapat memberikan tambahan wawasan
bagi para pembaca terkait wakaf perspektif madzhab maliki, baik dalam mengetahui
pengertian, dasar hukum, rukun dan syarat, serta pandangan Madzhab Maliki terhadap
wakaf bagi Non Muslim.
5
BAB II
PEMBAHASAN
Artinya:
“Menjadikan manfaat benda yang dimiliki, baik berupa sewa atau hasilnya untuk
diserahkan kepada orang yang berhak dengan bentuk penyerahan berjangka waktu sesuai
dengan apa yang dikehendaki orang yang mewakafkan.”
Menurut Imam Malik, wakaf adalah memberikan harta kepada orang lain yang
bersifat mengikat serta boleh diwakafkan dalam tenggang waktu tertentu seperti yang
diinginkan oleh wakif. Tetapi, barang yang telah diwakafkan tidak boleh ditarik kembali
ditengah jalan, artinya sebelum waktunya telah habis maka barang yang diwakafkan
tersebut tidak boleh ditarik kembali. Dalam hal ini, barang yang diwakafkan juga
disyaratkan adalah benda yang memiliki nilai ekonomis dan juga tidak habis sekali pakai
atau tahan lama. Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa barang yang
1
Adijani Al-Alabij, Perwakafan Tanah di Indonesia Dalam Teori dan Praktek,( Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2002), 25
2
Hasan Saleh, Kajian Fikih Kontemporer (Jakarta: P.T. Raja Grafindo Persada,2008), 294
6
diwakafkan statusnya adalah milik wakif tetapi wakif tidak mempunyai hak untuk
menggunakannya selama masa waktunya belum habis.3
Imam malik memiliki nama lengkap Abdullah Malik ibn Anas ibn Malik ibn Abi
Amir ibn ‘Umar bin Al-Haris (93 H-179 H)4. Menurut pendapat yang shohih Imam Malik
lahir pada tahun 93 H. yaitu pada tahun dimana Anas, pembantu Rasulullah meninggal,
Malik tumbuh dalam keluarga yang bahagia dan berkecukupan. Dan beliau wafat pada
hari Ahad, tanggal 14 Rabi’ul Awwal tahun 179 H (menurut sebagian pendapat, tahun 169
H) di Madinah. Dan ada juga yang berpendapat bahwa Imam Malik lahir pada tahun 90 H,
dan beliau termasuk pengikut Tabi’in berdasarkan pendapat shahih, dan ada juga yang
berpendapat beliau adalah Tabi’in5.
Imam Malik lahir di suatu tempat yang bernama Zulmarwah di sebelah Utara Al-
Madinatul Munawwarah. Kemudian beliau tinggal di Al-Akik buat sementara waktu, yang
akhirnya beliau menetap di Madinah. Jika dilihat silsilah keturunan Imam Malik di atas,
mereka adalah termasuk orang yang ‘alim dan juga banyak menghafal hadits-hadits Nabi
Saw. Dalam satu riwayat bahwabeliau berada dalam kandungan ibunya selama 3 (tiga)
tahun dan dilahirkan di kalangan rumah tangga yang ahli dalam bidang ilmu hadits dan
hidup dalam masyarakat yang berkecimpung dengan hadits Nabi Saw dan atsar. Sebagian
besar hidup Imam Malik dilalui di Madinah dan sepanjang riwayat yang ada ia tidak pernah
meninggalkan kota itu. Oleh sebab itu, Imam Malik hidup sesuai dengan masyarakat
Madinah dan Hijaz, suatu kehidupan yang sederhana dan jauh dari pengaruh kebudayaan
berikut berbagai problematikanya.
3
Juhaya S. Praja, Perwakafan Diindonesia Sejarah, Pemikiran, Hukum, dan Perkembangannya (Bandung:
Yayasan PIARA, 1995), 18
4
Malik bin Anas, Muwaththa’, (Beirut : Darul Fikr, 1989), 5
5
4Sayid Bakri ibn Sayid Muhammad Syatha Al-Dimyathi Al-Misri, I’anatuththalibin, (Indonesia : Dar Al-
Ihya), Jilid 1, 16
6
Departemen Agama, Fiqih Wakaf, Jakarta: Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam Departemen
Agama RI, 2005. h. 11
7
a. Dalil Al-Qur’an
يايها الين ءامنوا اركعوا وسجدوا وعبدوا ربكم وفعلوا الخىر لعلكم تفلحون
Artinya :
b. Dalil Al-Hadits
Para ulama menafsirkan “sedekah jariyah” yang disebutkan oleh hadits ini
adalah wakaf.8 Sebab bentuk sedekah lain tidak menghasilkan pahala yang mengalir
(jariyah) karena benda yang disedekahkan tidak kekal. Kiranya wakaflah yang
menghasilkan pahala yang terus menerus mengalir selagi barang yang diwakafkan itu
utuh dan dapat dimanfaatkan.
7
Ash-Shiddeiqy Hasbi, Ahkam al-Fiqh al-Islami; Hukum Fiqih Islam, (cet. Ke-4, Jakarta: Bulan Bintang)
8
Acmad Djunaidi, Thobieb Al-Asyhar, Menuju Era Wakaf Produktif: Sebuah Upaya Progresif Untuk
Kesjahteraan Umat. (Jakarta: Mitra Abadi Press, 2005), h. 57.
8
Kalau kita lihat dari dalil diatas, sesungguhnya melaksanakan wakaf bagi
seorang muslim merupakan realisasi ibadah kepada Allah SWT melalui harta benda
yang dimilikinya, yaitu melepaskan benda tersebut guna kepentingan orang banyak.
Secara eksplisit, hukum wakaf itu menurut Az-Zuhaili sedikit ditetapkan oleh al-
Qur’an dan as-Sunnah tetapi sebagian besar ditetapkan oleh ijtihad upaya para
mujtahidin menginterpretasikan al- Qur’an dan as-Sunnah para fuqoha dengan
mendasarkan pada istihsan, istishlah, dan ‘urf.
9
dengan hukum perwakafan yang telah diatur oleh perundangan yang telah
ada sebelumnya. Dalam beberapa hal, KHI merupakan pengembangan
dan penyempurnaan pengaturan perwakafan sesuai dengan hukum Islam.
Pembahasan dalam Kompilasi Hukum Islam meliputi obyek wakaf,
sumpah nadzir, jumlah nadzir, perubahan benda wakaf, pengawasan
nadzir, pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan tanggung jawab
Nadzir, dan peranan Majelis Ulama dan Camat.
10
f. Terpisah, bukan milik bersama (Musya’). Milik bersama ini ada kalanya bisa
dibagi dan adakalanya tidak dapat dibagi.
3. Mauquf alaih (orang yang menerima wakaf), syaratnya:
a. Berakal sehat
b. Baligh
c. Tidak mubadzir (boros)
4. Shighat (pernyataan ikrar wakif bahwa ia mewakafkan sebagian hartanya), syaratnya:
a. Shighat harus munjazah (terjadi seketika / selesai). Maksudnya adalah shighat ini
menunjukkan terjadinya wakaf setelah shighat tersebut diucapkan. Misalnya “
“Saya mewakafkan tanah saya.....................”
b. Shighat tidak diikuti syarat bathil (palsu). Maksudnya adalah adanya syarat yang
bisa merusak dasar dari wakaf, yakni kelaziman dan keabadian. Misalnya “saya
mewakafkan rumah saya untuk diri saya seumur hidup. Dan jika saya meningal,
maka harta ini menjadi harta ahli waris saya”. Dan jika wakaf disertai syarat
seperti ini, maka wakafnya tidak sah karena wakaf yang dilakukanna ada batas
waktunya.
c. Shighat tidak diikuti pembatasan waktu tertentu
d. Tidak mengandung pengetian bahwa barang yang diwakafkan akan diambil
kembal disuatu hari nanti
Selanjutnya Imam Malik juga memberikan syarat dan rukun yang harus
dilaksanakan dalam wakaf, yaitu:
1. Wakif
2. Benda yang diwakafkan
3. Penerima wakaf, menurutnya bayi yang berada dalam kandungan
bolehmenerima wakaf.
Dalam ilmu fiqih jua disebutkan bahwa syarat wakaf adaah sebagai berikut:
1. Untuk selama-lamanya
2. Tidak boleh dicabut
3. Pemilikan wakaf tidak boleh dipindahtangankan
4. Setiap wakaf harus sesuai dengan tujuan wakaf pada umumnya.
11
2.4 Pandangan Madzhab Maliki terhadap wakaf
a. Wakaf Bagi Non Muslim
Disini Imam Maliki menjelaskan bahwa orang Non Muslim wakafnya tidak di
anggap sah bila wakaf tersebut akan di bangun masjid. Menurut Ibn Abidin, jika
seorang Non Muslim tersebut menentukan bahwa penerima hasil wakaf hanyalah
orang-orang miskin dari kalangan agamanya saja, maka wakaf itu hanya boleh
diberikan kepada mereka saja dan tidak boleh diberikan kepada selain golongan
mereka.11
9
Departemen Agama Republik Indonesia, Himpunan Peraturan Perundang- Undangan Tentang Wakaf.
(Jakarta: Dirjen Bimas Islam, 2012), h. 5.
10
Mughniya, Muhammad Jawad, Fiqih Lima Mazhab, (cet. Ke-22, Jakarta: Lentera,2008), h. 225.
11
Departemen Agama Republik Indonesia, Wakaf For Beginners, Panduan Praktis Untuk Remaja Agar
Mencintai Wakaf . (Jakarta: Dirjen Bimas Islam, 2009), h. 113.
12
wakaf, namun mereka tetap memperbolehkannya pada kasus tertentu dengan
membedakan barang wakaf yang bergerak dan yang tidak bergerak.
Sedangkan hukum penganti pada barang yang tidak bergerak Para ulama
Malikiyah dengan tegas melarang penggantian barang wakaf yang tidak bergerakitu,
dengan mengecualikan kondisi darurat yang sangat jarang terjadi atau demi
kepentingan umum. Jika keadaan memaksa, mereka membolehkan penjualan barang
wakaf, meskipun dengan cara paksaan. Dasar yang mereka gunakan sebagai pijakan
adalah bahwa penjualan akan berpeluang pada kemaslahatan dan kepentingan umum.
Imam Malik berpendapat bahwasanya harta benda yang telah diwakafkan boleh
ditarik kembali oleh sang wakif. Karena pada dasarnya, Imam Malik mengartikan
bahwa yang diberikan adalah manfaat dan hasil dari harta benda yang diwakafkan,
12
Muhammad Abu Zahrah, Al-Waqf, Cet. II (Beirut: Dar Al-Fikr, 1971), 171.
13
Muhammad Jawad Mugniyah, Al-Ahwal Al-Syakhsiyah Ala Al-Mazahib, h. 333.
13
bukan berarti melepas kepemilikan atas benda pokoknya. Wakaf dalam pandangan
Imam Malik dilakukan dengan mengucap lafaẓ wakaf untuk jangka waktu tertentu
sesuai dengan kehendak pemilik harta. Oleh karenanya, harta benda yang telah
diwakafkan dapat ditarik kembali apabila tenggang waktu di awal akad telah selesai.
Metode istinbaṭ yang digunakan oleh Imam Malik dalam penetapan hukum
penarikan kembali harta yang telah diwakafkan ini mengacu pada hadis Nabi SAW
dari Ibn Umar tentang tanah di Khaibar. Di dalam hadis tersebut menggambarkan
bahwa hanya hasil dari tanah tersebut yang akan diberikan, dan tanah tersebut tetaplah
milik Umar. Selain memakai hadis Nabi SAW, Imam Malik juga menggunakan amal
ahli Madinah dalam metodenya kali ini, karena Imam Malik menganggap bahwa
masyarakat Madinah lebih banyak mendengar dan mengamalkan hadis Nabi SAW.
14
BAB III
PENUTUP
3.1 kesimpulan
Menurut Imam Malik, wakaf adalah memberikan harta kepada orang lain yang
bersifat mengikat serta boleh diwakafkan dalam tenggang waktu tertentu seperti yang
diinginkan oleh wakif. Tetapi, barang yang telah diwakafkan tidak boleh ditarik kembali
ditengah jalan, artinya sebelum waktunya telah habis maka barang yang diwakafkan
tersebut tidak boleh ditarik kembali. Wakaf Non Muslim Menurut pemikiran Mazhab
Maliki, sah hukumnya wakaf dari seorang muslim kepada semua aktifitas ibadah umat
Islam dan Badan-badan social umum. Mazhab Maliki juga menjelaskan tentang wakaf non
muslim jika ditujukan ke masjid dan syiar-syiar Islam maka wakaf tersebut tidak sah
hukumnya. Madzhab Maliki juga memperbolehkan penggantian barang wakaf yang
bergerak dengan pertimbangan kemaslahatan. Sedangkan hukum penganti pada barang
yang tidak bergerak Para ulama Malikiyah dengan tegas melarang penggantian barang
wakaf yang tidak bergerakitu, dengan mengecualikan kondisi darurat yang sangat jarang
terjadi atau demi kepentingan umum. Imam Malik juga berpendapat bahwasanya harta
benda yang telah diwakafkan boleh ditarik kembali oleh sang wakif. Karena pada
dasarnya, Imam Malik mengartikan bahwa yang diberikan adalah manfaat dan hasil dari
harta benda yang diwakafkan, bukan berarti melepas kepemilikan atas benda pokoknya.
3.2 Saran
Sesungguhnya makalah kami tidak luput dari kesalahan. Karenanya kami sungguh
mengharapkan kritik dan saran dari segala pihak yang dapat membangun semangat kami
lagi. Dan semoga materi diatas dapat dibaca serta diamalkan pada kehidupan sehari-hari.
Kita tidak pernah tau kapan materi diatas berguna yang jelas suatu saat nanti pasti
diperlukan.
15
DAFTAR PUSTAKA
16