Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Kapita Selektif Ekonomi Islam
yaitu makalah tentang Konsep Ziswaf
Dosen pengampu:
Disusun Oleh:
Prodi Manajemen
Fakultas Ekonomi & Bisnis
Universitas Al-Azhar Indonesia
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan
rahmatnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa ada halangan yang
berarti dan sesuai dengan harapan.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada bapak Dedy Irwansyah sebagai dosen
pengampu mata kuliah Kapita Selektif Ekonomi Islam yang telah membantu memberikan
arahan dan pemahaman dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan
karena keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran
untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa yang ditulis dapat bermanfaat bagi semua
pihak yang membutuhkan.
Kelompok 10
DAFTAR ISI
COVER…………………………………………………………………………………….
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………..
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………………..
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………………….
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………………………...
1.3 Tujuan Penelitian………………………………………………………………………..
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………………..
2.1 Pengertian Wakaf………………………………………………………………………
2.1.1 Dasar Hukum Wakaf ……………………………………………………………….
2.1.2 Macam-Macam Wakaf …………………………………………………………….
2.2 Pengertian Zakat………………………………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………...
BAB I
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
Para ahli bahasa menggunakan tiga kata untuk mengungkapkan tentang wakaf yaitu
al-waqf (Wakaf), al-habs (menahan), dan at-tasbil (berderma untuk sabiilillah). Kata al-waqf
adalah bentuk masdar dari kalimat waqfu asy-syai‟ yang berarti menahan sesuatu. Imam
Antarah, sebagaimana dikutip oleh al-Kabisi berkata, “Unta saya tertahan disuatu tempat”.
(al-Kabisi, 2004: 37) Menurut ahli fiqih bahwa wakaf berasal dari kata wakaf atau waqf
berasal dari bahasa Arab Waqafa. Asal kata Waqafa berarti menahan atau berhenti atau diam
ditempat atau tetap berdiri. Kata waqafa-yuqifu-waqfan sama artinya dengan Habasa-
Yahbisu-Tahbisan. Pengertian zakat menurut Undang-Undang nomor 23 tahun 2011 tentang
pengelolaan zakat, ”Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau
badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat islam.
Dalil yang menjadi dasar disyariatkan wakaf bersumber dari al-Qur‟an, Sunnah dan
Ijma‟.
1. Dalil al-Qur‟an Dalam Al-Qur‟an Surah Al-Hajj ayat 77, Allah Berfirman:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu,
sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan”.
Penjelasan pada ayat diatas bahwa dalam melakukan kebajikan setelah ruku‟ dan sujud
(shalat). Maka, seseorang melakukan shalat dilengkapi dengan berbuat kebajikan dan
diantara pelaku kebajikan yaitu dengan wakaf.
2. Sunnah Nabawiyah
Hadist riwayat Muslim dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda:
Artinya: Telah meriwayatkan kepada kami, Yahya bin ayyub, Qutaibah dan Ibn
Hujr, mereka berkata, telah meriwayatkan kepada kami Isma‟il dari al-„Ala‟ dari
ayahnya dari Abu Hurairah, bahasannya Rasulullah S.A.W. bersabda, “jika seorang
manusia meninggal, maka terputuslah seluruh amalnya, kecuali tiga perkara: sadaqah
jariyah, ilmu yang bermanfaatdan anak shalih yang mendoakannya.” (HR. Muslim di al-
Musnid al-Shahih Nomor 1632)
Penjelasan hadist diatas bahwa shadaqah jariyah diterangkan oleh para ulama dengan
nama wakaf. Imam Nawawi mengatakan bahwa dalam hadist tersebut ada dalil yang
membenarkan hukum wakaf dan agungnya pahala bagi yang melakukannya. Sedangkan,
Imam Muhammad Isma‟il al-Kahlani menyebutkan penafsiran para ulama terhadap kata
shadaqah jariyah dengan mengatakan bahwa hadist tersebut dikemukakan didalam bab
wakaf, karena para ulama menafsirkan shadaqah jariyah seperti wakaf
3. Ijma‟
Imam al-Qurtubi mengatakan bahwa permasalahan wakaf merupakan kesepakan
antara para sahabat Nabi, dikarenakan Abu Bakar, Umar, Usman, Ali, Aisyah, Fatimah,
Amr ibn al-As, Ibn Zubair, Jabir dan mayoritas para sahabat mengamalkan syariat wakaf.
(al-Qurthubi, 1949: 339) Kemudian Ibn Hubairah mengatakan bahwa para sahabat
bersepakat dibolehkannya wakaf. Demikian pula Ibn Qudamah mengatakan tidak ada
seorangpun sahabat Nabi yang memiliki kemampuan dan kelapangan rezeki, kecuali
pasti pernah mewakafkannya.(Ibnu Qudamah, 1936: 185)
4. Dasar Hukum Wakaf dalam Peraturan Perundang-Undangan
Wakaf menurut Undang-undang Kuwait, yaitu: menahan harta dan menyalurkan
manfaatnya sesuai dengan hukum-hukum dalam Perundang-undangan ini. (Undang-
Undang Wakaf Kuwait, 1996: Pasal Definisi ini mencakup satu pemahaman bahwa
wakaf manfaat diperbolehkan, karena dalam definisinya disebutkan bahwa harta bukan
benda dan tidak menyebutkan batasan wakaf dalam waktu tertentu.
Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat mempunyai beberapa arti, yaitu albarakatu
‘keberkahanl, al-namaa ‘pertumbuhan dan perkembangan’, aththaharatu ‘kesucian’.
Sedangkan secara istilah, meskipun para ulama mengemukakannya dengan redaksi yang agak
berbeda antara satu dengan yang lainnya, akan tetapi pada prinsipnya sama, yaitu bahwa
zakat itulah adalah bagian dari harta dengan persyaratan tertentu, yang Allah SWT
mewajibkan kepada pemiliknya, untuk diserahkan kepada yang berhak menerimanya, dengan
persyaratan tertentu pula.
Hubungan antara pengertian zakat menurut bahasa dan dengan pengertian menurut
istilah, sangat nyata dan erat sekali yaitu bahwa harta yang dikeluarkan zakatnya akan
menjadi berkah, tumbuh, berkembang dan bertambah, suci dan beres (baik).4 Secara
terminology zakat adalah pemilikan harta yang dikhususkan kepada mustahiq (penerimanya)
dengan syarat-syarat tertentu.
1. Zakat Maal Zakat yang dikenakan atas harta (maal) yang dimiliki oleh individu atau
lembaga dengan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan secara
hukum (syara).
2. Zakat fitrah atau zakat jiwa Yaitu setiap jiwa atau orang yang beragama Islam harus
memberikan harta yang berupa makanan pokok kepada orang yang berhak menerimanya,
dan dikeluarkan pada bulan Ramadhan sampai dengan sebelum shalat Idul Fitri pada
bulan Syawal.
Tujuan utama disyariatkan nya zakat adalah untuk membersihkan dan mensucikan, baik
membersihkan dan mensucikan harta kekayaan maupun pemiliknya sebagaimana telah
dijelaskan dalam QS. At-taubah: 103: Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan
zakat itu kamu mebersihkan dan mensucikan merek
Zakat merupakan ibadah yang mengandung dua dimensi, ialah dimensi hablum
minallah dan dimensi hablum minannas. Ada beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh Islam
di balik kewajiban zakat adalah sebagai berikut:
1. Mengangkat derajat fakir miskin dan membantunya keluar dari kesulitan hidup dan
penderitaan.
2. Membantu pemecahan permasalahan yang dihadapi oleh gharim, ibnusabil dan mustahiq
dan lain-lainnya.
3. Membentangkan dan membina tali persaudaraan sesame umat Islam dan manusia pada
umumnya
1. Munculnya rasa tanggung jawab sosial. Ketika zakat dikoordinasikan dengan baik
pengumpulan dan penyalurannya, maka akan dirasakan suasana tanggungjawab kolektif.
2. Menggerakkan ekonomi. Dari beberapa contoh seperti memberikan zakat secara
produktif, hal ini yang merupakan pergerakan dimana zakat yang dikelola secara
produktif berperan menggerakkan roda-roda ekonomi termasuk di daerah yang bernilai
minus.
3. Meningkatkan wibawa umat. Di dalam upaya penyelamatan aqidah ummat, tidak bisa
dipungkiri bahwa berkembangnya Gerakan permutadan di dukung oleh dana yang tidak
sedikit. Maka perjuangan menyelamatkan aqidah ummat juga tentu memerlukan dana
yang tidak sedikit, diantaranya dengan memanfaatkan hasil pengumpulan zakat
4. Zakat menghilangkan sifat dengki dan benci. Manusia jika kefakiran melelahkannya dan
kebutuhan hidup menimpanya, sementara disekelilingnya ia melihat orang-orang hidup
dengan bersenang-senang, hidup dengan keleluasaan, tetapi tidak memberikan
pertolongan kepadanya, bahkan mereka membiarkannya dalam cengkraman kefakiran.
Adapun jenis-jenis kegiatan pendayagunaan dana zakat yang berkembang saat ini, dapat
dikelompokkan berdasarkan basisnya, yaitu :
a. Berbasis Sosial
Penyaluran dana zakat jenis ini dilakukan dalam bentuk pemberian dana langsung berupa
santunan sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan pokok mustahiq. Ini disebut juga
Program Karitas (santunan) atau hibah konsumtif. Program ini merupakan bentuk yang
paling sederhana penyaluran dana zakat.
b. Berbasis Pengembangan Ekonomi Penyaluran zakat jenis ini dilakukan dalam bentuk
pemberian modal usaha kepada mustahiq secara langsung maupun tidak langsung, yang
pengelolaannya bisa melibatkan maupun tidak melibatkan mustahik sasaran. Penyaluran
dana zakat ini diarahkan pada usaha ekonomi yang produktif, yang diharapkan hasilnya
dapat mengangkat taraf kesejahteraaan masyarakat.
Berdasarkan firman Allah di atas ada delapan golongan yang berhak menerima zakat adalah:
1. Fakir adalah orang yang amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga
untuk memenuhi penghidupannya.
2. Miskin adalah orang yang mempunyai pekerjaan tetapi hasil yang diperoleh tidak dapat
mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.
3. Amil (panitia zakat) adalah orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan dan
membagikan zakat.
4. Muallaf adalah orang yang baru masuk Islam yang imannya masih lemah.
5. Riqab (hamba sahaya) adalah hamba sahaya yang dijanjikan oleh tuannya untuk
dimerdekakan dengan tebusan atau bayaran.
6. Gharim (orang berhutang) adalah orang yang berhutang karena untuk kepentingan yang
bukan maksiat dan tidak sanggup membayarnya.
7. Sabilillah (pada jalan Allah) adalah orang yang berjuang atau usaha menegakkan agama
Allah. Misalnya: mendirikan masjid,madrasah/sekolah, penyebar agama Islam.
8. Ibnu Sabil (Musafir) adalah orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan maksiat
mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya karena kehabisan bekal ( Syarafuddin.
dkk. 2012)
Infaq secara bahasa (lughat) berasal Bahasa Arab dari kata anfaqo-yunfiqu, artinya
membelanjakan atau membiayai, arti infaq menjadi khusus ketika dikaitkan dengan upaya
realisasi perintah-perintah Allah. itu Infaq berbeda dengan zakat, infaq tidak mengenal nisab
atau jumlah harta yang ditentukan secara hukum. Infaq tidak harus diberikan kepada
mustahik tertentu, melainkan kepada siapapun misalnya orang tua, kerabat, anak yatim, orang
miskin, atau orang-orang yang sedang dalam perjalanan. Dengan demikian pengertian infaq
adalah pengeluaran suka rela menentukan jenis harta, berapa jumlah yang sebaiknya
diserahkan.
Kata infaq sering digunakan dalam al Quran dan hadits untuk beberapa hal, sehingga secara
hukum, infaq terbagi menjadi empat, yaitu:
1) Infaq wajib, Infaq wajib berarti mengeluarkan harta untuk perkara yang wajib seperti: a)
Membayar zakat, b) Membayar mahar (QS. Al Mumtahanah: 10), c) Menafkahi istri (QS. an
Nisa : 34), d) Menafkahi istri yang ditalak dan masih dalam keadaan iddah (QS. at Talaq: 6-
7).
2) Infaq sunnah, Infaq sunnah berarti mengeluarkan harta dengan niat shadaqah atau dengan
kata lain menunjuk pada harta yang dianjurkan untuk dikeluarkan tetapi tidak sampai
wajib seperti: a) Infaq untuk jihad (QS. al Anfal: 60), b) Infaq kepada yang membutuhkan,
misalnya memberi uang kepada fakir miskin atau menolong orang yang terkena musibah dan
lain sebagainya.
3) Infaq mubah, Infaq mubah berarti mengeluarkan harta untuk perkara yang mubah seperti
berdagang dan bercocok tanam (QS. al Kahfi: 43).
4) Infaq haram, Infaq haram berarti mengeluarkan harta dengan tujuan yang diharamkan oleh
Allah seperti: a) Infaqnya orang kafir untuk menghalangi syiar islam (QS. Al Anfal: 36), b)
Infaqnya orang Islam kepada fakir miskin tapi tidak karena Allah (QS. an Nisa: 38).
A). Penginfaq, yaitu orang yang berinfaq, penginfaq tersebut harus memenuhi syarat sebagai
berikut :
1) Penginfaq memiliki apa yang diinfaqkan;
2) Penginfaq bukan orang yang dibatasi haknya karena suatu alasan;
3) Penginfaq itu oarang dewasa, bukan anak yang kurang kemampuannya;
4) Penginfaq itu tidak dipaksa, sebab infaq itu akad yang mensyaratkan keridhaan dalam
keabsahannya.
B). Orang yang diberi infaq, yaitu orang yang menerima infaq dari penginfaq, harus
memenuhi syarat sebagai berikut :
1) Benar-benar ada waktu diberi infaq. Bila benar-benar tidak ada, atau diperkirakan adanya,
misalnya dalam bentuk janin maka infaq tidak ada.
2) Dewasa atau baligh maksudnya apabila orang yang diberi infaq itu ada di waktu pemberian
infaq, akan tetapi ia masih kecil atau gila, maka infaq itu diambil oleh walinya,
pemeliharaannya, atau orang yang mendidiknya, sekalipun dia orang asing
Pasal 28
(1) Selain menerima zakat, BAZNAS atau LAZ juga dapat menerima infak, sedekah, dan
dana sosial keagamaan lainnya.
(2) Pendistribusian dan pendayagunaan infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan syariat Islam dan dilakukan
sesuai dengan peruntukkan yang diikrarkan oleh pemberi.
(3) Pengelolaan infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya harus dicatat dalam
pembukuan tersendiri.
Dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat tersebut, maka dapat
dipahami bahwa segala hal terkait dengan penerimaan, pengelolaan maupun pendistribusian
harta infaq dilakukan dengan mengikuti penerimaan, pengelolaan maupu pendistribusian
zakat, yang dibedakan hanya dalam hal pencatatan pembukuannya saja, untuk dibedakan
dengan pencatatan pembukuan pengelolaan zakat.
Secara etimologis kata shadaqah berarti derma kepada orang miskin dan sebagainya
(berdasarkan cinta kasih kepada sesama manusia). orang yang akan bershadaqah adalah orang
yang benar-benar dapat meyakinkan kualitas keimanannya akan janji Tuhan terhadap balasan
dari apa yang ia perbuat. Balasan-balasan Allah itu biasanya digagaskan lebih dari apa yang
akan diperoleh kemudian Padahal shadaqah adalah pengeluaran harta milik seseorang yang
diupayakan dan diperoleh denganb berbagai usaha. Sehingga betul-betul diperlukan “bukti”
kebenaran iman dan kecintaan kepada Islam untuk bershadaqah.
“Haritsa bin Wahab berkata telah mendengar Rasulullah SAW bersabda : Bershadaqahlah
kamu karena nanti akan tiba masa dimana ada orang yang berjalan dengan membawa
shadaqah untuk diberikan kepada orang yang mesti menerima, tetapi tidak ditemui seorang
pun yang mau menerima shadaqah.”
1) Bershadaqah dengan niat yang baik. Seperti yang termaktub dalam hadis Nabi, riwayat
Bukhari dari Abi Mas’ud :
“Abi Mas’ud r.a berkata : tatkala turun ayat shadaqah maka kami sedang bekerja memikul
barang maka datang seorang laki-laki dan memberikan shadaqah yang banyak maka orang
banyak pun berkata makanan ini baik dan enak, maka datang pula seorang laki-laki yang
kemudian bershadaqah satu sha’, maka orang banyak pun berkata bahwa sesungguhnya
Allah itu Maha Kaya dengan satu sha’ ini, maka turunlah ayat : (Orang-orang munafik),
yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mukmin yang memberi shadaqah dengan
sukarela dan (mencela) orang yang tidak memperoleh (untuk dishadaqahkan) selain sekedar
kesanggupannya. Al- Ayat.
2 ) Bershadaqah dengan harta yang diperoleh dari usaha atau mata perncaharian yang baik,
seperti hadis Nabi dari Abu Hurairah riwayat Bukhari :
“Abu Hurairah berkata, telah bersabda Rasulullah SAW barang siapa bershadaqah setangkai
kurma dari hasilo usahanya (mata pencahariannya) yang baik dan tidak ada yang sampai
kepada Allah kecuali yang baik, maka Allah akan menerimanya dengan tangan kanannya,
kemudian Dia mengembangkannya sebagaimana salah seorang diantara kamu
Mengembangkan ternaknya, sehingga zakat itu seperti gunung.”
“Sesungguhnya Abu Lubaba bin Abdul Munzir berkata, ya Rasulullah SAW sesungguhnya
diantara taubatku adalah meninggalkan kampung halamanku untuk tinggal bersamamu
(mengikutimu). Dan menyedekahkan sebagian hartaku untuk Allah dan Rasul-Nya. Maka
bersabda Rasulullah SAW, cukuplah sepertiga.”
Hadis tentang tasbih, tahmid, tahlil, takbir, amar ma’ruf nahi mungkar serta shalat dhuha
sebagai shadaqah.
“Dari Abi Jar, bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda : Setiap persendian (tubuh)
salah seorang dari kalian (mesti) ada shadaqah, setiap tasbih ada shadaqah, setiap tahmid
ada shadaqah, setiap tahlil ada shadaqah, setiap takbir ada shadaqah, menyuruh (orang)
berbuat baik ada shadaqah dan mencegah (orang) berbuat jahat ada shadaqah, dan dua
rahmat rakaat diwaktu dhuha mencukupi semua itu.”
1) Hadis tentang fakir, miskin, kerabat, dan tamu sebagai orang yang patut diberikan
shadaqah berdasarkan hadis Rasulullah yang diriwayatkan oleh Bukhari :
“Umar Mendapat harta pada perang khaebar kemudian ia mendatangi Rasulullah SAW
untuk memberitahukannya maka beliaupun bersabda jika kamu ingin bershadaqah dari harta
tersebut maka shadaqakahkanlah kepada fakir, miskin, kaum kerabat, dan tamu.”
2) Hadis riwayat Nasa’i tentang diri sendiri, istri, dan Pembantu rumah tangga sebagai
shadaqah
“Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda bershadaqahlah kamu, maka seorang
laki-laki berkata saya memiliki dinar ya Rasulullah, maka jawab Rasul shadaqahkan untuk
dirimu (dulu) berkata laki-laki itu lagi aku punya yang lain ya Rasulullah, maka jawab
Rasul shadaqahkan pada istrimu (dulu), laki-laki itu pun berkata, aku masih memiliki yang
lainnya, maka jawab Rasul shadaqahkan kepada anakmu (dulu), laki-laki itu berkata aku
masih memiliki yang lainnya maka jawab Rasul shadaqahkanlah kepada pembantumu, laki-
laki itupun berkata aku masih memiliki yang lainnya, maka Rasul pun berkata kamu lebih
mengetahui penggunaannya.”
Rasulullah SAW bersabda bahwa Keutamaan bershadaqah adalah ketika kaya dan di mulai
dari orang yang paling kaya, berdasarkan hadis riwayat Bukhari :
“Dari Said bin Musayyab, sesungguhnya Abu Hurairah mendengar Nabi SAW bersabda,
sebaik-baik shadaqah adalah ketika kaya dan dimulai dari orang yang paling kaya.”
B. Bershadaqah bisa mengawali orang untuk mencari rizki yang halal, shadaqah adalah cara
manusia untuk bertaubat dari perilaku negative ditempat kerja. Shadaqah akan menjadikan
manusia lebih terkontrol dalam bekerja, karena manusia akan merasa di awasi oleh orang-
orang yang anda beri shadaqah dan ini akan menjadikan anda lebih hidup penuh berkah.
C. Bershadaqah bisa meningkatkan kepedulian sosial, karena manusia hidup di dunia ini pasti
membutuhkan sesama.
D. Bershadaqah akan membuat hidup manusia sederhana dan rendah hati. Shadaqah yang
ditunaikan dari sebagian harta terbaik, akan mendidik seseorang menjadi pribadi yang rendah
hati dan belajar hidup bersahaja.
E. Bershadaqah bisa menghindari gaya hidup bermegah-megahan dan suka pamer. Shadaqah
akan mendidik seseorang untuk tidak hidup dalam bermegah-megahan dan suka pamer,
karena dengan shadaqah, seseorang tidak hanya menumpuk harta benda tetapi menyisihkan
sebagian harta untuk dishadaqahkan kepada orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Kholid, “Analisis Pendayagunaan Zakat, Infak dan Sedekah Untuk Pemberdayaan
Ekonomi Masyarakat Miskin di Kota Semarang”, Jurnal Pengabdian Masyarakat, Vol. 1, No.
1, 2012.
Afifudin, Toha, and Nurma Sari. “Pengaruh Zakat Dan Infaq Terhadap Penurunan
Kemiskinan Di Aceh Periode 2007-2017.” Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Islam 4, no. 1 (2019):
34–51.
Almahmudi, Nufi Mu’tamar. “Implikasi Instrumen Non-Zakat (Infaq, Sedekah, Dan Wakaf)
Terhadap Perekonomian Dalam Perkembangan Hukum Ekonomi Syariah.” Al Huquq :
Journal of Indonesia Islamic Economic Law 2, no. 1 (2020): 30–47.
Moh. Ibnu Sulaiman Slamet. “SHADAQAH DALAM PERSPEKTIF HADIS NABI”. Jurnal
Al-Hikmah Vol. XII Nomor 1/2011.