Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH WAKAF MODERN/WAKAF TUNAI

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajement


ZISWAF

Dosen Pembimbing: Bayu Sudrajat,S.E.Sy.M.H

Disusun Oleh

1. Kuni Faizah

2. Naily Tazkiyatus Syiva

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) SUFYAN TSAURI

MAJENANG – CILACAP

TAHUN AKADEMIK 2021/2022

Jl. K.H. Sufyan Tsauri Majenang Cilacap, Jawa Tengah (53257) tlp. (0280)
623562

1
DAFTAR ISI

Daftar Isi …………………………………………………………………………. 2

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang…………………………………………………………….. 3

B. Rumusan Masalah…………………………………………………………. 4

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Wakaf Tunai…………………………………………………… 5

B. Hukum Wakaf Tunai……………………………………………….……... 6

C. Sejarah Wakaf Tunai……………………………………………………….. 7

D. Konsep dan Strategi Wakaf Tunai………………………………………… 9

E. Sistem Pengelolaan Dana Wakaf Tunai…………………………………… 13

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ……………………………………………………………….. 17

B. Daftar pustaka………………………………………………….................. 18

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Wakaf merupakan ibadah yang bercorak sosial ekonomi yang cukup
penting. Menurut sejarah Islam klasik, wakaf telah memainkan peran yang
sangat signifikan dalam meningkatkan kesejahteraan kaum muslimin, baik di
bidang pendidikan, pelayanan kesehatan, pelayanan sosial dan kepentingan
umum, kegiatan keagamaan,pengembangan ilmu pengetahuan serta peradaban
Islam secara umum.

Wakaf juga merupakan salah satu sumber dana sosial potensial yang erat
kaitannya dengan kesejahteraan umat disamping zakat, infaq dan shadaqah. Di
Indonesia, wakaf telah dikenal dan dilaksanakan oleh umat Islam sejak agama
Islam masuk di Indonesia. Praktik wakaf yang terjadi dalam kehidupan
masyarakat belum sepenuhnya berjalan tertib dan efisien sehingga dalam
berbagai kasus harta benda wakaf tidak terpelihara sebagaimana mestinya,
terlantar atau beralih ke tangan pihak ketiga dengan cara melawan hukum.
Keadaan demikian itu, tidak hanya karena kelalaian atau ketidakmampuan
Nazhir dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf tetapi karena
juga sikap masyarakat yang kurang peduli atau belum memahami status harta
benda wakaf yang seharusnya dilindungi demi untuk kesejahteraan umum sesuai
dengan tujuan, fungsi, dan peruntukan wakaf.

Indonesia sebagai negara dengan masyoritas muslim, tentu memiliki


potensi yang sangat besar dalam hal wakaf. Potensi ini dapat dilihat dari jumlah
wakaf di Indonesia pada saat ini sebesar 45,6 ribu hektar dan wakaf tunai di
bulan Desember tahun 2013 mencapai Rp 148,5 M (Kementrian Agama RI
2016).

Dengan demikian apabila wakaf tunai dikelola secara maksimal, maka


dapat digunakan sebagai salah satu upaya peningkatan kesejahteraan umat

3
melalui pemberdayaan usaha kecil yang berbasis pada ekonomi kerakyatan.
Peluang dan ketertariakan masyarakat untuk berwakaf terutama wakaf tunai
merupakan suatu potensi yang besar untuk dimanfaatkan dengan baik demi
kesejahteraan umat. Terwujudnya kesejahteraan umat melalui wakaf uang tentu
tidak dapat lepas dari manajemen dan pengelolaan dana wakaf oleh nadzir
melalui jaringan Lembaga Keuangan Syariah (LKS).

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud wakaf tunai?

2. Bagaimana hukum wakaf tunai?

3. Bagaimana sejarah dari wakaf tunai?

4. Bagaimana konsep dan strategi wakaf tunai?

5. Bagaimana sistem pengelolaan dana wakaf tunai?

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Wakaf Tunai


Kata Waqf (wakaf) dapat diartikan sebagai sesuatu yang subtansinya
(wujud aktiva) dipertahankan, sementara hasil/manfa’atnya digunakan sesuai dengan
keinginan Waqif (orang yang mewakafkan hartanya); dengan demikian, wakaf berarti
proses legal oleh seseorang yang melakukan amal nyata .1
Wakaf merupakan amal Islami yang berwujud aktiva tetap, seperti tanah dan
bangunan. Namun dalam perkembangannya terdapat implementasi wakaf dengan
“tunai“ sebagaimana yang dilakukan pada masa kekhalifahan Utsmaniyah. Wakaf
dengan sistem ”tunai” membuka peluang yang unik bagi penciptaan investasi bidang
keagamaan, pendidikan, serta pelayanan sosial. Tabungan dari warga negara yang
berpenghasilan tinggi dapat dimanfaatkan melalui penukaran sertifikat wakaf tunai,
sedangkan pendapatan yang diperoleh dari pengelolaan wakaf tunai tersebut dapat
digunakan untuk berbagai kepentingan kemaslahatan umat.
Dari pengertian tersebut dapat dirumuskan bahwa ”wakaf tunai” merupakan
dana atau uang yang dihimpun oleh institusi pengelola wakaf (nazir) melalui penerbitan
sertifikat wakaf tunai yang dibeli oleh masyarakat. Dalam pengertian lain wakaf tunai
dapat juga diartikan mewakafkan harta berupa uang atau surat berharga yang dikelola
oleh institusi perbankkan atau lembaga keuangan syari’ah yang keuntungannya akan
disedekahkan, tetapi modalnya tidak bisa dikurangi untuk sedekahnya, sedangkan dana
wakaf yang terkumpul selanjutnya dapat digulirkan dan diinvestasikan oleh nazir ke
dalam berbagai sektor usaha yang halal dan produktif, sehingga keuntungannya dapat
dimanfaatkan untuk pembangunan umat dan bangsa secara keseluruhan.2
Pengertian tersebut selaras dengan pendapat yang dikemukakan oleh Imam al-
Zuhri yang menegaskan bahwa mewakafkan dinar hukumnya boleh, dengan cara

1 M.A. Mannan, Sertifikat Wakaf Tunai ; Sebuah Inovasi Instrumen Keuangan Islam, (Jakarta: PKTTI-UI, 2001).
2 Irfan Syauqi Beik, Wakaf Tunai dan Pengentasan Kemiskinan, (ICMI online, Halal Guide, September 2006).

5
menjadikan dinar tersebut sebagai modal usaha kemudian keuntungannya disalurkan
3
pada orang/sesuatu yang menjadi tujuan wakaf (mauquf ‘alaih). Hal senada
dikemukakan oleh Ulama Shafi’iyah yang berpendapat:
‫“" وروى ابو ثور عن الشافعى جواز وقفها اى الدنانيروالدراهيم‬
“Abu Thaur meriwayatkan dari al-Shafi’i tentang kebolehan wakaf dinar dan
dirham (uang)“.4

B. Hukum Wakaf Tunai


Terdapat perbedaan pendapat terkait dengan persoalan hukum wakaf tunai.
Imam al-Bukhari mengungkapkan bahwa Imam al-Zuhri memperbolehkan mewakafkan
dinar dan dirham (keduanya merupakan mata uang yang berlaku pada saat itu), dengan
cara menjadikan dinar dan dirham itu sebagai modal usaha (dagang), kemudian
menyalurkan keuntungannya sebagai wakaf. 5
Wah}bah al-Zuhaili juga mengungkapkan bahwa madhhab Hanafi
membolehkan wakaf tunai sebagai pengecualian, atas dasar Istihsan bi al-’Urfi, karena
sudah banyak dilakukan masyarakat. Madhhab Hanafi berpendapat bahwa hukum yang
ditetapkan berdasarkan ’Urf (adat kebiasan) mempunyai kekuatan yang sama dengan
6
hukum yang ditetapkan berdasarkan nas}. Cara melakukan wakaf tunai menurut
madhhab Hanafi ialah dengan menjadikan modal usaha dengan sistem mud}arabah,
sedangkan keuntungannya disedekahkan atau dipergunakan untuk kemaslahatan.
Ibnu ’Abidin mengemukakan, bahwa wakaf tunai yang dikatakan merupakan
kebiasan yang berlaku di masyarakat adalah kebiasaan yang berlaku di wilayah
Romawi, sedangkan di negeri yang lain wakaf tunai bukan merupakan kebiasaan.
Karena itu Ibnu ’Abidin berpendapat bahwa wakaf tunai tidak boleh atau tidak sah, hal
tersebut juga didasarkan pada pendapat ulama Shafi’iyah sebagaimana yang dikutip
oleh al-Bakri, yang mengemukakan bahwa wakaf tunai tidak diperbolehkan karena
dinar dan dirham (uang) akan lenyap ketika dibayarkan sehingga tidak ada lagi
wujudnya.7

3 Abu Su’ud Muhammad, Risa>lah fi Jawa>zi> Waqf al-Nuqu>d, (Bairu>t: Da>r Ibn H}azm, 1997), 20-21.
4 al-Mawardi>, Ha>wi> al-Kab>ir, tah}qi>q Mah}mu>d Mat}raji>, Juz IX, (Bairu>t : Da>r al-Fikr, 1994),
379.
5 Abu Su’ud Muhammad, Risa>lah fi Jawa>zi> Waqf al-Nuqu>d, 20-21.
6 Wah}bah Zuhaili, al-Fiqh al-Islami> wa Adillatuh, Juz VII, (Damshik: Da>r al-Fikr, 1985), 162.
7 al-Bakri>, I’a>nah al-T}a>libi>n, (Kairo: Isa Halabi, tt ), 157.

6
Perbedaan pendapat tersebut terkait dengan persoalan wujud atau eksistensi
uang, apakah wujud uang itu setelah digunakan atau dibayarkan, masih ada seperti
semula, terpelihara, dan dapat menghasilkan keuntungan/manfaat dalam waktu yang
lama. Jika mencermati perkembangan perekonomian modern dewasa ini, wakaf tunai
amat mungkin dilakukan dengan menginvestasikannya dalam bentuk saham ataupun
didepositokan di perbankkan syari’ah, serta keuntungannya disalurkan sebagai hasil
wakaf. Dengan demikian wakaf tunai yang diinvestasikan dalam bentuk saham atau
deposito, wujud atau nilai uangnya tetap terpelihara dan menghasilkan keuntungan
( manfaat ) dalam jangka waktu yang lama.

C. Sejarah Wakaf Tunai


Dalam sejarah peradaban Islam, dapat diketahui bahwa wakaf pertama kali
dilakukan oleh Rasulullah SAW. ketika membangun masjid Quba di Madinah. Menurut
versi yang berbeda, wakaf pertama adalah merupakan wakaf yang dilakukan Rasulullah
SAW. ketika setelah mengambil alih kepemilikan tujuh buah kebun milik seorang
Mukhairiq (orang yahudi yang terbunuh ketika perang uhud dan berpihak kepada
Muslim). Peristiwa wakaf ini kemudian diikuti oleh Umar ibn Khattab serta sahabat-
sahabat yang lain. Pada periode Abbasiyah, harta wakaf dan hasil-hasilnya tidak
ditampung di Baitul Mal, namun dikelola oleh Qadi yang selalu dimonitoring. Pada
periode Abbasiyah tersebut kemudian dibentuk Baitul Mal khusus untuk pengelolaan
wakaf.8
Pada masa dinasti Ayyubiyah di Mesir perkembangan wakaf sangat
menggembirakan, pada masa itu wakaf tidak hanya sebatas pada benda tidak bergerak
saja, akan tetapi juga benda bergerak semisal wakaf tunai. Tahun 1178 M / 572 H,
dalam rangka mensejahterakan ulama dan kepentingan misi madhhab Sunni, Salahuddin
al-Ayyubi menetapkan kebijakan bahwa orang Kristen yang datang dari Isadariyah
untuk berdagang wajib membayar cukai. Tidak ada penjelasan pembayaran tersebut
dilakukan dalam bentuk barang atau uang, akan tetapi kelazimannya pembayaran
dilakukan dalam bentuk uang tunai. Uang hasil pembayaran tersebut dikumpulkan dan
diwakafkan kepada para Fuqaha dan para keturunannya. 9

8 A. Malik al-Sayed, Social Ethics of Islam Vantage, (NY. USA, 1983).


9 Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, Pedoman Pengelolaan Wakaf
Tunai (Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf, 2007), 14.

7
Dinasti Mamluk menjadikan wakaf sebagai salah satu tulang punggung roda
perekonomian negara, mereka mengeluarkan kebijakan dengan membuat peraturan
perundang-undangan tentang wakaf yang dimulai sejak Raja al- Zahir Bibers al- Bandaq
(1260 – 1277 M). Dengan undang-undang tersebut raja al-Zahir memilih hakim untuk
mengurusi wakaf dari masing-masing madhhab yang ada dan digunakan untuk
kepentingan masyarakat secara umum, termasuk memelihara fasilitas yang ada di kota
Mekkah dan Madinah.
Penyebarluasan peraturan perwakafan ini semakin intensif dan semakin mudah
dilakukan pada masa kerajaan Ottoman (Turki Usmani). Hal tersebut dimungkinkan
karena kekuasaan kerajaan Turki Usmani menyebar luas hingga mampu menguasai
sebagian bersar wilayah Arab. Kekuasaan politik yang diperoleh Turki Usmani ini
secara otomatis mempermudah tersosalisasinya peraturan perundang-undangan
perwakafan yang dikeluarkan pada tanggal 19 Jumadil Akhir tahun 1280 H yang
mengatur tentang tatacara pencatatan wakaf, sertifikat wakaf, cara pengelolaan wakaf,
upaya mencapai tujuan wakaf dan melembagakan wakaf dalam upaya realisasi wakaf
dari sisi administrasi dan perundang-undangan.10
Tahun 1287 H dikeluarkan undang-undang wakaf yang menjelaskan tentang
kedudukan tanah-tanah kekuasaan Turki Usmani dan tanah-tanah produktif dan
berstatus wakaf. Dari implementasi undang-undang tersebut diperluas hingga pada
manajemn pengelolaan pendapatan/ profit atas tanah wakaf tersebut yang ditampung
dalam sebuah badan semacam baitul maal yang pengelolaan dananya dilakukan secara
profesional untuk dimanfaatkan bagi kemaslahatan masyarakat secara luas.
Wakaf telah memerankan peran yang sangat penting dalam mengembangkan
kegiatan-kegiatan sosial, ekonomi dan kebudayaan masyarakat Islam. Selain itu,
keberadaan wakaf juga telah banyak memfasilitasi parasarjana dan mahasiswa
melakukan riset dan pendidikan, sehingga mengurangi ketergantunga dana pada
pemerintah. Kenyataan menunjukkan, institusi wakaf telah menjalankan sebagian tugas-
tugas pemerintah. Keberadaan wakaf juga terbukti telah banyak membantu bagi
pengembangan ilmu-ilmu medis melalui penyediaan fasilitas-fasilitas publik dibidang
kesehatan dan pendidikan. Bahkan pendidikan medis kini tidak hanya diberikan oleh
sekolah-sekolah medis dan rumahsakit saja, akan tetapi juga telah diberikan oleh

10 Ibid., 15.

8
masjid-masjid dan universitas-universitas seperti al-Azhar kairo Mesir yang dibiayai
dari dana hasil pengolaan aset wakaf.
Di Indonesia wakaf telah lama dikenal masyarakat, walaupun hanya dilakukan
oleh sebagian kecil masyarakat, pemberian dana wakaf biasanya hanya dilakukan oleh
orang-orang mempunyai harta kekayaan yang cukup besar dan umumnya diberikan
dalam bentuk harta tak bergerak. Sedangkan wakaf untuk harta bergerak belum begitu
banyak dikenal oleh masyarakat Indonesia. Peribncangan pengelolaan wakaf yang
dilakukan secara profesional mulai menggeliat lagi di Indonesia setelah terjadi letupan
interaksi dengan gagasan wakaf Tunai yang digulirkan oleh tokoh Ekonomi asal
Banglades, yaitu Prof. M. A. Mannan, yang pada akhirnya muncul kreasi baru gagasan
wakaf investasi, yang di Indonesia sudah dimulai oleh Dompet Dhuafa Republika yang
bekerjasama dengan Batasa (BTS) Capital dengan Program Dompet Du’afanya, PB.
Matla’ul Anwar dengan Program Dana Firdaus nya, dan Bank Mu’amalat Indonesia
(BMI) dengan Institusi barunya Baitul Mal Mu’amalat.11
Wakaf tunai bagi umat Islam Indonesia memang masih relatif baru, hal ini bisa
dilihat dari peraturan yang melandasinya. Majelis Ulama’ Indonesia ( MUI ) baru
memberikan fatwa pada pertengahan bulan Mei 2002 yang membolehkan wakaf uang
dengan syarat nilai pokok wakaf harus dijamin kelestariannya. Sementara Undang-
Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf baru diundangkan pada tanggal 27
Oktober 2004, sedangkan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang
pelaksanaannya diundangkan pada tanggal 15 Desember tahun 2006.
Walaupun dalam pelaksanaan pengelolaannya wakaf tunai masih belum
maksimal sehingga sampai saat ini belum dirasakan secara nyata oleh masyarakat
banyak, tapi paling tidak upaya untuk memberdayakan wakaf tunai sudah mulai
digiatkan dengan segala keterbatasannya.

D. Konsep dan Strategi Pengembangan Wakaf Tunai


Dalam kajian yang dilakukan oleh Irfan Syauqi Beik, diantara contoh penerapan
wakaf tunai yang telah terbukti hasilnya adalah Islamic Relief (sebuah organisasi
pengelola dana wakaf tunai yang berpusat di Inggris) mampu mengumpulkan wakaf
tunai setiap tahun tidak kurang dari 30 juta poundsterling, atau hampir Rp 600 miliar,

11 Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, Strategi Pengembangan
Wakaf Tunai di Indonesia, (Jakarta: Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf, 2005).

9
dengan menerbitkan sertifikat wakaf tunai senilai 890 poundsterling per lembar. Dana
wakaf tunai tersebut kemudian dikelola secara amanah dan profesional, dan disalurkan
kepada lebih dari 5 juta orang yang berada di 25 negara. Bahkan di Bosnia, wakaf tunai
yang disalurkan Islamic Relief mampu menciptakan lapangan kerja bagi lebih dari
7.000 orang melalui program Income Generation Waqf. Hal ini menunjukkan bahwa
wakaf tunai sangat signifikan dalam membantu upaya pengentasan kemiskinan.12
Secara faktual Wakaf tunai sampai saat ini memang masih belum dikenal secara
luas dan memasyarakat, namun belajar dari pengalaman di berbagai negara muslim
yang telah sukses dalam mengelola wakaf tunai seperti: Mesir, Maroko, Kuwait, Turki,
Qatar dan lainnya, sudah saatnya umat Muslim Indonesia merumuskan konsep dan
strategi pengelolaan dan pengembangan wakaf tunai secara intensif dan optimal.
Secara ekomoni, wakaf tunai sangat potensial untuk dikembangkan di Indonesia,
karena dengan model dan konsep wakaf tunai ini daya jangkau mobilisasinya akan lebih
merata ke sasaran masyarakat yang membutuhkan di banding dengan konsep wakaf
tradisional – konvensional, yaitu dengan bentuk harta fisik yang biasanya dilakukan
oleh keluarga yang mampu dan berada.
Salah satu konsep dan strategi wakaf tunai yang dapat dikembangkan dalam
memobilisasi wakaf tunai adalah model Dana Abadi, yaitu dana yang dihimpun dari
berbagai sumber dengan berbagai macam cara yang sah dan halal, kemudian dana yang
terhimpun dengan volume besar di investasikan dengan tingkat keamanan yang valid
melalui lembaga penjamin syari’ah yang paling tidak mencakup dua aspek pokok yaitu :
1. Aspek Keamanan ; yaitu terjaminnya keamanan nilai pokok dana Abadi sehingga
tidak terjadi penyusutan (jaminan keutuhan).
2. Aspek Kemanfaatan/Produktifitas; yaitu investasi dari dana Abadi tersebut harus
bermanfat dan produktif yang mampu mendatangkan hasil atau pendapatan yang
dijamin kehalalannya (incoming gererating allocation), karena dari pendapatan
inilah pembiayaan kegiatan dan program organisasi wakaf dilakukan.
Mengacu pada model dana Abadi tersebut, konsep dan strategi wakaf tunai dapat
diberlakukan dengan beberapa penyesuaian yang diperlukan.
Dalam implementasi operasionalnya, wakaf tunai yang menggunakan konsep
dan straregi dana Abadi dapat menerbitkan Sertifikat Wakaf Tunai ( SWT ) dengan

12 Lihat dalam Irfan Syauqi Baik, Wakaf Tunai dan Pengentasan kemiskinan, ICMI Online, Halal Guide,
September 2005.

10
nominal yang berbeda sesuai dengan kemampuan target dan sasaran yang hendak dituju.
Disinilah letak keunggulan dan efektifitas wakaf tunai yang dapat menjangkau berbagai
segmen masyarakat yang hiterogen. Dengan konsep dan strategi tersebut paling tidak
tedapat empat manfaat yang diperoleh di antaranya:
1. Wakaf tunai jumlah dan besarannya dapat bervariasi sesuai dengan kemampuan,
sehingga calon wakif yang mempunyai dana terbatas dapat mewakafkan harta
bendanya sesuai dengan tingkat kemampuannya.
2. Melalui wakaf tunai aset-aset wakaf yang berupa tanah-tanah kosong yang tidak
produktif dapat dikelola dan dimanfaatkan dengan model pembangunan gedung
pendidikan, rumah sakit serta sarana umum masyarakat yang bermanfaat luas.
3. Dana wakaf tunai juga dapat disalurkan ke berbagai fihak yang membutuhkan
dengan melakukan verifikasi skala kebutuhan secara kongkrit dan valid, sehingga
tepat sasaran sesuai dengan asas kemanfaatan dan kebutuhan yang mempunyai nilai
kemaslahatan luas.
4. Dengan dana wakaf Tunai yang dikelola secara profesional dapat menumbuhkan
kemandirian umat Islam untuk mengatasi problem sosial masyarakat muslim tanpa
harus menaruh ketergantungan yang tinggi pada dana bantuan negara atau pihak
asing.
Konsep dan strategi wakaf tunai dapat juga mengadopsi yang disesuaikan
dengan kebutuhan kita rintisan inovasi sebagaimana yang dilakukan Profesor MA.
Mannan yang mendirikan SIBL (Social Investnent Bank Limited) di Banglades, SIBL
memperkenalkan prodact Sertifikat Wakaf Tunai (Cash Waqf Certificate) yang pertama
kali dalam sejarah perbankkan. SIBL menggalang dana dari orang kaya untuk dikelola
keuntungan pengelolaannya dan disalurkan untuk tujuan maslahah ummah.
Konsep dan strategi penerbitan Sertificat Wakaf Tunai paling tidak dapat
bermanfaat untuk tujuan:
1. Penggalangan tabungan sosial dan mentransformasikan tabungan sosial menjadi
modal sosial serta membantu mengembangkan pasar modal sosial.
2. Meningkatkan Investasi Sosial
3. Menyisihkan sebagian keuntungan dari sumber daya orang kaya (berkecukupan)
mengenai tanggung jawab sosial mereka terhadap masyarakat sekitarnya.

11
4. Menciptakan Integrasi antara keamanan sosial dan kedamaian sosial, serta
meningkatkan kesejahteran umat.13
Persoalan yang harus segera diatasi adalah bagaimana dalam tataran
implementasi penerapan Sertifikat Wakaf Tunai ini dapat applicable dan feasible
diterapkan di Indonesia dengan melibatkan infrastruktur yang sudah ada sebelumnya
dan menyesuaikan dengan struktur masyarakat dan kebudayan Indonesia. Dengan
memperhatikan dan mengakomodasi kehawatiran sebagian kalangan terhadap
penyalahgunan wakaf tunai, maka perlu dirumuskan sebuah mekanisme wakaf tunai
yang menjamin keamanan dan terpeliharanya harta wakaf tunai untuk menghindari
resiko pengurangan modal atau bahkan hilangnya modal wakaf tunai dalam konteks risk
manajemen meskipun dana dari wakaf tunai diinvestasikan dalam usaha sektor riil.
Upaya konkrit yang dapat dilakukan agar wakaf tunai dapat berkembang,
familier, diserap dan dipraktekkan masyarakat secara luas yang perlu diperhatiakan
adalah :
1. Konsep dan Strategi dalam menghimpun dana ( fund rising ) yaitu bagaimana wakaf
tunai tersebut dimobilisasi secara maksimal dengan memperkenalkan produk
Sertifikat Wakaf Tunai yang besarannya disesuaikan dengan segmentasi sasaran
yang akan dituju.
2. Pengelolaan Dana dari Wakaf Tunai harus mempertimbangkan aspek produktifitas
kemanfaatan dan keberlanjutan dengan memperhatikan tingkat visibelitas dan
keamanan investasi, baik investasi langsung dalam kegiatan sektor riil produktif
maupun dalam bentuk deposito pada bank syari’ah, investasi penyertaan modal
( equty invesment ) melalui perusahaan modal ventura dan investasi portofolio
painnya.
3. Distribusi hasil kepada penerima manfaat ( beneficaries ) dapat diklasifikasikan
sesuai dengan kebutuhan mendesak masyarakat dalam skala prioritas sesuai dengan
orientasi dan tujuan wakif baik berupa penyantunan ( charity ), pemberdayaan (
empowerment ), invertasi sumber daya insani ( human investment ), maupun
investasi infra struktur (infra struktur invesment ). Pilihan-pilhan tersebut tentunya
dengan memperhatikan ketersediaan dana dari hasil wakaf tunai yang dikelola.

13 Ibid., 20.

12
E. Sistem Pengelolan Dana Wakaf Tunai
Untuk mengelola dana wakaf tunai, harus dirumuskan sistem pengelolaan yang
standar pelaksanaannya dapat selaras dengan target dan tujuan pengembangan serta
intensifikasi dana wakaf tunai. Badan Wakaf Indonesia (BWI) sebagai institusi khusus
dalam menangani persoalan wakaf di Indonesia mempunyai fungsi pokok
mengkoordinir nazir-nazir yang telah ada dan mengelola secara mandiri terhadap harta
wakaf yang dipercayakan kepadanya, khususnya wakaf tunai. Hasil dari pengembangan
dan pengelolaan dana wakaf tunai tersebut kemudian dipergunakan secara optimal
untuk keperluan sosial yang berorientasi kemaslahatan umum.
Untuk menjalankan keseluruhan target dan tujuan yang dirumuskan, maka
Badan Wakaf Indonesia (BWI) sebagai lembaga pengelola wakaf tunai yang berskala
nasional memerlukan Sumber Daya Manusia yang memiliki kemampuan, kemauan,
komitmen dan profesional dalam pengembangan dan pemberdayaan pengelolaan wakaf
tunai dengan kontruksi sistem pengelolaan dana wakaf tunai yang terintegrasi. Di antara
sistem pengelolaan yang dapat diaplikasikan antara lain:
1. Sistem Pemanfaatan Bank Syariah Sebagai Kustodian
Badan Wakaf Indonesia sebagai pengelola dana wakaf tunai dapat
menerbitkan Sertifikat Wakaf Tunai yang kemudian dititipkan kepada bank
Syari’ah. Wakif selaku orang yang berwakaf dapat menyetorkan dananya ke Bank
Syari’ah atas nama rekening BWI yang ada di Bank Syari’ah tersebut dan akan
mendapatkan Sertifikat Wakaf Tunai. Sertifikat Wakaf Tunai tersebut akan
diadministrasikan secara terpisah dari kekayaan Bank, karena Bank Syari’ah hanya
berfungsi sebagai Kustodi, maka tanggung jawab terhadap wakif terletak pada BWI.
Dana wakaf yang ada di rekening BWI akan dikelola tersendiri dan hasil
pengelolaan tersebut akan disalurkan sesuai dengan tujuan wakif.
Hal tersebut dimungkinkan karena berdasarkan kamus perbankkan terbitan
Bank Indonesia Tahun 1999, kustodian adalah kegiatan penitipan harta untuk
kepentingan pihak lain berdasarkan satu kontrak. Dalam UU Nomor: 7 Tahun 1992
tentang Perbankan sebagaimana yang telah diubah dengan UU Nomor: 10 Tahun
1998 pasal 6 huruf I disebutkan bahwa bank umum dapat melakukan kegiatan
penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan satu kontrak. secara konkrit

13
SK.Dir. BI No.32/34/KEP/DIR tentang Bank umum berdasarkan prinsip Syari’ah
pasal 28 ada beberapa aktifitas kustodi yang bisa dilakukan yaitu:
a. Memindahkan uang untuk kepentingan sendiri dan atau nasabah berdasarkan
prinsip wakalah ( huruf : e )
b. Melakukan kegiatan penitipan termasuk penata usahanya untuk kepentingan
pihak lain berdasarkan suatu kontrak dengan prinsip wakalah.
2. Sistem Pemanfaatan Bank Syari’ah Sebagai Kasir
Sistem kasir ini memanfaatkan Bank Syari’ah untuk menghimpun dana dari
wakif yang dimasukkan kedalam rekening Badan Wakaf Indonesia (BWI),
perbedaannya dengan sistem kustodian dalam sistem ini Bank Syari’ah tidak
mengadministrasi Sertifikat Wakaf Tunai yang diterbitkan BWI, Bank syari’ah
hanya memelihara rekening BWI sebagaimana yang lainnya yang akan
mendapatkan bonus sesuai dengan jenis dan prinsip syari’ah yang digunakan baik
itu berupa Giro, Wadli’ah, tabungan Wadli’ah ataupun Tabungan Mudlarabah.
Tanggung Jawab terhadap wakif, dalam pengelolaan dan distribusi dana
akan menjadi tanggung jawab Badan Wakaf Indonesia, dengan demikian BWI
secara langsung berkomunikasi dengan lembaga penjamin syariah untuk menjamin
dana pokok wakaf tunai agar tidak berkurang.
3. Sistem Pengelolaan Wakaf Tunai Berbasis Manajemen Bank Syari’ah
Sistem ini dapat diklasifikasikan dalam beberapa bentuk pemanfaatan antara
lain:
a. Bank Syari’ah Sebagai Pengelola (Fund manager) Dana Wakaf Tunai; sistem
ini memanfaatkan keunggulan perbankkan syari’ah dari sisi kemampuan
profesionalisme dalam pengelolaan dana. Tanggung jawab pengelolaan dana
serta hubungan kerjasama dengan lembaga penjamin syariah berada pada
lembaga perbankkan syari’ah.
b. Bank syari’ah sebagai na>z}ir penerima dan penyalur Dana Wakaf Tunai;
Dalam sistem ini bank syari’ah hanya sebagai na>z}ir, penerima dan penyalur
saja, sedangkan fungsi pengelolaan dana dilakukan oleh Badan Wakaf
Indonesia BWI atau lembaga lain yang ditunjuk wakif. Dengan demikian secara
otomatis tanggung jawab pengelolaan dana termasuk hubungan kerjasama

14
dengan lembaga penjamin syariah berada pada pihak BWI atau lembaga Wakaf
yang ditunjuk.
c. Bank Syari’ah sebagai nazir, pengelola dan penyalur dana Wakaf Tunai; sistem
ini memberikan kewenangan kepada bank syari’ah secara luas untuk menjadi
nazir mulai dari penerimaan, pengelolaan, pengembangan serta distribusi wakaf
tunai. Kedudukan bank sebagai lembaga pengelola dana wakaf (nazir)
merupakan manifestasi dari fungsi keharusan bank syari’ah dalam mengelola
tiga sektor ekonomi yaitu: Corporete, Non formal dan Voluntary sector. Paling
tidak dalam sistem ini ada beberapa keunggulan yang dicapai yaitu; pertama,
menyediakan jasa layanan perbankan dengan penerbitan Sertifikat Wakaf Tunai
dan melakukan manajemen terhadap dana wakaf tunai tersebut; kedua,
membantu melakukan mobilisasi tabungan sosial dan melakukan transformasi
dari tabungan sosial ke modal; ketiga, memberikan benefit kepada masyarakat
serta bertujuan untuk kemaslahatan umum melalui optimalisasi Sumber Daya
Masyarakat yang lebih mampu; keempat, membantu perkembangan pasar modal
sosial (Sosial Capital Market).14
Adapun garis besar opersionalisasi Sertifikat Wakaf Tunai dapat dijabarkan
sebagai berikut:
1. Wakaf tunai harus diterima sebagai sumbangan sosial yang sesuai dengan prinsip
Syari’ah, sedangkan Bank atau lembaga yang ditunjuk sebagai Nazir harus
mengelola wakaf tersebut atas nama wakif.
2. Wakaf dilakukan dengan tanpa batas waktu dan rekeningnya harus terbuka dengan
nama yang ditentukan wakif.
3. Wakif mempunyai kebebasan memilih tujuan-tujuan sebagaimana yang tercantum
pada daftar sesuai dengan identifikasi yang telah dibuat atau tujuan lain yang
diperkenankan syari’ah.
4. Wakaf tunai selalu menerima pendapatan dengan tingkat ( rate ) tertinggi yang
ditawarkan bank dari waktu ke waktu.
5. Kuantitas dana wakaf tunai tetap utuh dan hanya keuntungannya saja yang akan
dibelanjakan untuk tujuan-tujuan yang telah ditentukan oleh wakif. Bagian

14 Ibid., 40.

15
keuntungan yang tidak dibelanjakan akan secara otomatis ditambahkan pada wakaf
dan profit yang diperolah akan bertambah selalu.
6. Wakif dapat meminta bank untuk mempergunakan keseluruhan profit untuk tujuan-
tujuan yang telah dirumuskan.
7. Wakif dapat memberikan wakaf tunai untuk sekali saja, atau dapat juga menyatakan
akan memberikan sejumlah wakaf dengan cara melakukan deposit pertama kalinya
yang besarannya ditentukan kemudian, deposit-deposit berikutnya juga dapat
dilakukan dengan pecahan masing-masing atau kelipatannya.
8. Wakif juga dapat meminta kepada bank untuk merealisasikan wakaf tunai pada
jumlah tertentu untuk dipindahkan dari rekening wakif pada pengelola harta wakaf.
9. Setoran wakaf tunai harus diberikan tanda terima dan setelah jumlah wakaf tersebut
mencapai jumlah yang ditentukan, akan diterbitkan sertifikat.15
Prinsip dan dasar-dasar peraturan Sertifikat Wakaf Tunai dapat ditinjau kembali
dan dapat berubah. Optimalisasi penggalangan dana dilakukan secara efektif dengan
memanfaatkan jaringan yang telah terbentuk. Pengelolaan dana akan disertai kerjasama
dengan lembaga penjamin syariah untuk memastikan tidak berkurangnya dana pokok
Wakaf Tunai.

15 M.A. Mannan, Sertifikat Wakaf Tunai ; Sebuah Inovasi Instrumen Keuangan Islam, 46.

16
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Telah terbukti bahwa banyak sekali terjadi salah urus (mismanagement) dan
salah penggunaan harta wakaf, walaupun wakaf telah membantu pengembangan bidang
sosial. Penggunaan Sertifikat Wakaf Tunai adalah suatu babakan baru. Karena Wakaf
Tunai ini dikelola oleh bank, maka hal itu akan lebih menjamin transparansi, likuiditas,
dan akuntabilitasnya. Sertifikat tersebut adalah deposit permanen dan profitnya dapat
diinvestasikan pada banyak bidang investasi sosial. Disamping terdapat 32 bidang yang
telah diidentifikasi oleh SIBL, pemberi wakaf dapat memilih satu bidang atau lebih
sesuai dengan keinginannya yang diperbolehkan Syari’ah. Dana Wakaf Tunai dapat
diserahka sekaligus ataupun dengan cicilan. Bank harus mengelola Wakaf Tunai atas
nama Waqif.
Hal ini lebih menjamin pemanfaatan dana Waqif sesuai dengan tujuan dan
sasarannya. Sebanyak 32 sektor investasi meliputi kegiatan sosial yang dapat menjamin
keberlangsungan terciptanya modal sosial dan membantu pengembangan kreditprogram
yang dapat memperteguh nilai-nilai kekeluargaan serta menjamin kesejahteraan sosial.
Al-Qur’an telah menekankan pentingnya melakukan derma untuk kesejahteraan dunia
dan akhirat. Sertifikat Wakaf Tunai menjanjikan kesempatan mendapat berkah Allah
SWT dan memberikan pengalaman spiritual dan sosial serta teraihnya ketenangan hati.
Dipandang dari perspektif ini, kesempatan ini memberikan dorongan bagi orang-orang
yang mampu dan kaya untuk berpartisipasi dalam kegiatan ini dengan membeli
Sertifikat Wakaf Tunai, sebenarnya manfaatnya akan kembali kepada dirinya sendiri.
Hal ini tentunya akan membuka jalan baru bagi pembangunan sosial. Dana Wakaf
Tunai dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan non Muslim, dengan
demikian akan membuka jalan bagi pemberian pelayanan kepada kemanusiaan secara
umum.

17
DAFTAR PUSTAKA

Baik, Irfan Syauqi. Wakaf Tunai dan Pengentasan kemiskinan. ICMI Online, Halal Guide,
September 2006.

Bakri (al). I’a>nah al-T}a>libi>n. Kairo : Isa Halabi, tt.

Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji. Pedoman


Pengelolaan Wakaf Tunai. Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Wakaf, 2007.

__________. Strategi Pengembangan Wakaf Tunai di Indonesia. Jakarta: Direktorat


Pengembangan Zakat dan Wakaf, 2005.

Mannan, M.A. Sertifikat Wakaf Tunai ; Sebuah Inovasi Instrumen Keuangan Islam. CIBER-
PKTTI-UI – Jakarta : 2001.

Mawardi (al). Ha>wi> al-Kabi>r, tah}qi>q Mah}mu>d Mat}raji>, Juz IX. Bairu>t : Da>r al-
Fikr, 1994.

Muhammad, Abu Su’ud. Risa>lah fi Jawa>zi> Waqf al-Nuqu>d. Bairu>t: Da>r Ibn H}azm,
1997.

Musgrave, R.A. dan P.B. Musgrave. Public Finance in Theory and Practice. McGraw Hill,
1973.

18

Anda mungkin juga menyukai