Bismillahirrahmanirrahim
Wassalam,
Jakarta, Juli 2006
Direktur Pemberdayaan Wakaf
Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah swt, karena atas rahmat
dan inayah-Nya kita dapat berupaya meningkatkan pelayanan kehidupan
beragama dalam bidang perwakafan.
Salah satu upaya strategis yang dilakukan Departemen Agama adalah
mengembangkan kelembagaan wakaf dan memberdayakan potensinya
untuk meningkatkan martabat masyarakat dan bangsa. Kami terus
berupaya agar pemberdayaan wakaf secara produktif dijadikan sebagai
pemicu semangat dalam membangun masa depan umat yang saat ini
sedang terpuruk.
Oleh karena itu, sebagai langkah ke depan perlu dikembangkan suatu
sistem pengelolaan dan pengembangan wakaf yang sesuai dengan
tuntutan dan perkembangan yang terjadi serta garis kebijakan Pemerintah.
Pengadaan referensi wakaf yang disusun oleh Direktorat Pemberdayaan
Wakaf tak lain merupakan bagian dari upaya mendorong wakaf memiliki
peran penting dalam kehidupan umat dan tegaknya fondasi kesejahteraan
yang nyata.
Untuk itu, kami menyambut baik penerbitan buku “Pedoman
Pengelolaan Wakaf Tunai” ini karena memuat substansi yang perlu
disosialisasikan kepada masyarakat dan lembaga-lembaga Islam yang
mengelola wakaf atau memiliki kepentingan terhadap wakaf.
Dengan kehadiran buku ini diharapkan perhatian terhadap
pemberdayaan wakaf lebih meningkat dan terarah sejalan dengan harapan
kita bersama.
Semoga Allah swt memberkati niat baik dan upaya yang kita lakukan.
Amin.
Wassalam,
Jakarta, Juli 2006
Direktur Jenderal,
ii
Daftar Isi
Pengantar……..
…………………………………………………………….i
Sambutan……………………………………………………
……………..ii
Daftar
Isi……………………………………………………………
……..iii
Lampiran……………………………………………………
…………….125
iv
Bagian Pertama PENDAHULUAN
8143
4
dibangun di atas tanah yang pekarangannya dikelola dan
hasilnya untuk membiayai perawatan dan honor yang
merawat tempat ibadah tersebut. Masjid al-Haram di
Mekkah dan masjid al-Aqsha misalnya telah dibangun di
atas tanah yang bukan hak milik siapapun, tetapi milik
Allah. Kedua masjid itu dimanfaatkan untuk kemaslahatan
umat. Pertanyaannya, kenapa masyarakat sebelum Islam
telah mempraktikkan sejenis wakaf? Di masyarakat
sebelum Islam telah dikenal praktik sosial dan di antara
praktikpraktik sosial itu adalah praktik menderma sesuatu
dari seseorang demi kepentingan umum atau dari satu
orang untuk semua keluarga.
Praktik sejenis wakaf juga dikenal di Mesir, Roma dan
Jerman. Di Mesir, Raja Ramses kedua mendermakan
tempat ibadah “Abidus” yang arealnya sangat besar. Di
dalam tradisi Mesir kuno dikenal bahwa orang yang
mengelola harta yang ditinggalkan mayyit (harta waris),
hasilnya diberikan kepada keluarganya dan keturunannya,
demikian selanjutnya yang mengelola dapat mengambil
bagian dari harta tersebut namun harta pokoknya tidak
boleh menjadi hak milik siapapun. Pengelolaan harta
tersebut dengan cara bergilir dan bergantian dimulai dari
anak yang tertua dengan syarat tidak boleh dimiliki. Praktik
seperti ini sangat jelas kemiripannya dengan praktik wakaf,
karena prinsipnya sama, yaitu pokok harta tetap kekal dan
tidak boleh menjadi hak milik siapapun. Tapi hasil dari
harta tersebut digunakan untuk kepentingan sosial.
Ada aturan di Jerman yang mengatur agar masyarakat
mengalokasikan modal kepada keluarganya dalam jangka
5
waktu tertentu untuk dikelolanya, dan harta tersebut
menjadi milik keluarga bersama atau kepemilikannya
secara bergantian dimulai dari keluarga laki-laki kemudian
keluarga perempuan dengan syarat harta tersebut tidak
boleh dijual, tidak boleh diwariskan dan tidak boleh
dihibahkan. Harta tersebut hendaknya dikelola secara baik
dan hasilnya diambil untuk kepentingan bersama. Sedang
di Roma, juga telah dipraktikkan sejenis wakaf, bahkan
dalam wujud uang.
Karena praktik sejenis wakaf yang terjadi pada
masyarakat sebelum Islam memiliki tujuan yang seiring
dengan Islam, yaitu terdistribusinya kekayaan secara adil
dan kemudian berujung pada kesejahteraan bersama, maka
Islam mengakomodirnya dengan sebutan wakaf. Pada
tahun kedua hijriah, setelah Nabi Muhammad SAW hijrah
dari Mekkah ke Madinah, disyari’atkanlah wakaf. Di
kalangan fuqaha’ (juris Islam) terdapat dua pendapat siapa
yang mempraktikkan Syari’at wakaf. Pertama, sebagian
ulama mengatakan bahwa Nabi Muhammad sendiri yang
mempraktikkan wakaf pertama kali, yaitu ketika Nabi
mewakafkan tanahnya untuk dibangun masjid di atasnya.
Argumentasi pendapat pertama ini didasarkan kepada hadis
yang diriwayatkan oleh Umar bin Syabah dari ‘Amr bin
Sa’ad bin Mu’ad, ia berkata:
6
Dan diriwayatkan dari Umar bin Syabah, dari Umar bin
Sa’ad bin Muad berkata : “Kami bertanya tentang awal
mula wakaf dalam Islam? Menurut orang-orang
Muhajirin adalah wakafnya Umar, sedang menurut orang
Anshar adalah wakafnya Nabi Muhammad SAW.” (Asy-
Syaukani: 129).
Nabi Muhammad SAW pada tahun ketiga hijriah juga
mewakafkan tujuh kebun Kurma di Madinah, di antaranya
ialah kebun A’raf, Shafiyah, Dalal, Barqah dan kebun
lainnya.
Kedua, ada juga sebagian ulama yang mengatakan
bahwa yang pertama kali mempraktikkan Syari’at wakaf
adalah Umar bin Khattab. Argumentasi ini didasarkan
kepada hadis yang diriwayatkan oleh Ibn Umar ra., ia
berkata:
7
harta sebaik itu, maka apakah yang engkau perintahkan
kepadaku?” Rasulullah SAW. bersabda: “Bila engkau
suka, kau tahan (pokoknya) tanah itu, dan engkau
sadekahkan (hasilnya). “Kemudian Umar menyedekahkan
(tanahnya untuk dikelola), tidak dijual, tidak dihibahkan
dan tidak diwariskan. Ibnu Umar berkata: “Umar
menyedekahkannya (hasil pengelolaan tanah) kepada
orang-orang fakir, kaum kerabat, hamba sahaya,
sabilillah, ibnu sabil dan tamu. Dan tidak dilarang bagi
yang mengelola (nazhir) wakaf makan dari hasilnya
dengan cara yang baik (sepantasnya) atau memberi
makan orang lain dengan tidak bermaksud menumpuk
harta” (HR. Muslim).
Setelah Umar bin Khattab mempraktikkan wakaf,
kemudian menyusul sahabat-sahabat yang lain. Di
antaranya; Abu Thalhah mewakafkan kebun
kesayangannya, kebun “Bairaha”, Abu Bakar mewakafkan
sebidang tanahnya di Mekkah yang diperuntukkan kepada
anak keturunannya yang datang ke Mekkah, Usman
mewakafkan hartanya di Khaibar dan sahabat- shabat yang
lain.
Kita tidak dapat menverifikasi kedua pendapat di atas,
karena argumentasi yang dibangun keduanya hanya
didasarkan kepada hadis, namun tidak disebutkan kapan
Nabi Muhammad SAW dan Umar mempraktikkan Syari’at
wakaf. Dan juga tidak disebutkan kapan kedua hadis yang
dijadikan dasar argumen kedua pendapat itu disabdakan
oleh Nabi Muhammad. Dengan disebutkannya tahun, baik
ketika Nabi Muhammad SAW dan Umar mempraktikkan
8
Syari’at wakaf maupun tahun disabdakannya kedua hadis
tersebut, maka dapat diketahui siapa yang pertama kali
mempraktikan Syari’at wakaf.
Pada masa dinasti Umayah dan dinasti Abbasiyah
praktik wakaf semakin berkembang. Banyak orang yang
ingin mewakafkan hartanya. Wakaf tidak hanya
diperuntukkan kepada fakir-miskin, tetapi wakaf juga
digunakan sebagai modal untuk membangun lembaga
pendidikan, membangun perpustakaan dan membayar gaji
para stafnya, gaji para guru dan beasiswa untuk para siswa
dan mahasiswanya. Banyaknya masyarakat yang ingin
mewakafkan hartanya menarik perhatian negara untuk
mengatur dan mengelolanya. Pengaturan dan pengelolaan
wakaf yang baik akan berimplikasi tumbuhnya sektor
sosial dan ekonomi masyarakat. Dengan wakaf yang
dikelola secara baik, maka masyarakat akan sejahtera.
Pada masa khalifah Hisyam bin Abdul Malik dari
dinasti Umayyah, yang menjadi hakim di Mesir adalah
Taubah bin Ghar al-Hadramiy. Al-Hadramiy memiliki
perhatian yang besar terhadap pengembangan wakaf,
karena itu ia berinisiasi untuk membentuk lembaga
pengelola wakaf tersendiri sebagaimana lembaga lainnya
yang berada di bawah pengawasan hakim. Lembaga wakaf
inilah yang pertama kali dilakukan dalam administrasi
wakaf di Mesir dan di negara Islam. Pada saat yang
bersamaan, hakim al-Hadramiy juga mendirikan lembaga
pengelola wakaf di Basrah, Irak. Sejak itulah lembaga
pengelola wakaf berada di bawah pengawasan Departemen
Kehakiman, sehingga wakaf dapat dikelola secara baik dan
9
hasilnya disalurkan kepada yang berhak dan membutuhkan.
Sedang pada masa dinasti Abbasiyah ada lembaga
pengelola wakaf yang disebut “Shadr al-Wuquf”. Lembaga
ini mengurus administrasi dan memilih staf pengelola
lembaga wakaf.
Kemajuan praktik dan pengelolaan wakaf yang terjadi
pada masa dinasti Umayah dan dinasti Abbasiyah telah
mengarah kepada praktik dan pengelolaan wakaf secara
modern. Hal ini bisa menjadi inspirasi pengembangan
wakaf sesuai dengan perkembangan masyarakat.
10
memanfaatkan wakaf untuk kepentingan politiknya dan
misi alirannya, yaitu mazhab Sunni dan mempertahankan
kekuasaannya. Dinasti Ayyubiyah juga menjadikan harta
milik negara yang berada di baitul maal sebagai modal
untuk diwakafkan demi pengembangan madzhab Sunni
untuk menggantikan mazhab Syi’ah yang dibawa dinasti
sebelumnya, dinasti Fathimiyah.
Salahuddin Al-Ayyuby juga banyak mewakafkan
lahan milik negara untuk kegiatan pendidikan, seperti
mewakafkan beberapa desa (qaryah) untuk pengembangan
madrasah mazhab Asy-Syafi’i, madrasah mazhab Maliki,
dan mazhab Hanafi dengan dana melalui model
mewakafkan kebun dan lahan pertanian, seperti
pembangunan madrasah mazhab Syafi’i dan kuburan Imam
Syafi’i dengan cara mewakafkan kebun pertanian dan
pulau al-Fil.
Mewakafkan harta milik negara seperti yang dilakukan
Salahuddin Al-Ayyubi boleh. Penguasa sebelum
Salahuddin, Nuruddin Asy-Syhaid mewakafkan harta milik
negara. Nuruddin mewakafkan harta milik negara, karena
ada fatwa yang dikeluarkan oleh ulama pada masa itu, Ibnu
‘Ishrun dan didukung oleh ulama lainnya, bahwa
mewakafkan harta milik negara hukumnya boleh (jawaz).
Argumentasi kebolehannya ialah untuk memelihara dan
menjaga kekayaan negara..
Dinasti Mamluk juga mengembangkan wakaf dengan
pesatnya. Apa saja boleh diwakafkan dengan syarat dapat
diambil manfaatnya. Tetapi yang banyak diwakafkan pada
masa itu adalah tanah pertanian dan bangunan, seperti
11
gedung perkantoran, penginapan dan tempat belajar. Juga,
pada masa dinasti Mamluk terdapat hamba sahaya (budak)
yang diwakafkan untuk merawat lembag-lembaga agama.
misalnya mewakafkan budak untuk memelihara masjid dan
madrasah. Hal ini dilakukan pertama kali oleh penguasa
dinasti Usmani ketika menaklukkan Mesir, Sulaiman Basya
yang mewakafkan budaknya untuk merawat masjid.
Dinasti Mamluk memanfaatkan wakaf sebagaimana
tujuan wakaf, yaitu wakaf keluarga untuk kepentingan
keluarga, wakaf umum untuk kepentingan sosial,
membangun tempat untuk memandikan mayat dan untuk
membantu orang-orang fakir dan miskin. Wakaf yang
digunakan untuk lebih menyemarakkan syi’ar Islam adalah
wakaf untuk sarana di Haramain, Mekkah dan Madinah
seperti kain Ka’bah (kiswatul ka’bah). Raja Shaleh bin
alNasir misalnya membeli desa Bisus lalu diwakafkan
untuk membiayai kiswah Ka’bah setiap tahunnya dan
mengganti kain kuburan Nabi SAW dan mimbarnya setiap
lima tahun sekali.
Dinasti Mamluk telah merasa bahwa wakaf telah
menjadi tulang punggung dalam roda ekonominya, karena
itu mereka memberi perhatin khusus terhadap wakaf.
Bahkan mereka mengeluarkan kebijakan dengan
mensahkan Undang-undang Wakaf. Undang-undang
Wakaf pada dinasti Mamluk dimulai sejak Raja Al-Dzahir
Bibers Al-Bandaq (1260-1277 M/658-676 H), dimana
dengan Undang-undang tersebut Raja Al-Dzahir memilih
hakim untuk mengurusi wakaf dari masing-masing empat
mazhab Sunni. Pada masa kekuasaan Al-Dzahir,
12
perwakafan dibagi menjadi tiga kategori: pendapatan
negara dari hasil wakaf yang diberikan oleh penguasa
kepada orang-orang yang dianggap berjasa, wakaf yang
membantu Haramain (fasilitas Mekkah dan Madinah) dan
kepentingan masyarakat umum.
Penyebarluasan peraturan perwakafan semakin intensif
dan semakin mudah dilakukan oleh kerajaan Turki Usmani.
Hal ini terjadi karena kerajaan Turki Usmani mampu
memperluas wilayah kekuasaannya, sehingga Turki dapat
menguasai sebagian besar wilayah negara Arab. Kekuasaan
politik yang diraih dinasti Usmani ini secara otomatis
mempermudah dipraktikkannya Syariat Islam, misalnya
peraturan tentang perwakafan. Di antara undangundang
yang dikeluarkan pada masa dinasti Usmani ialah peraturan
tentang pembukuan pelaksanaan wakaf, yang dikeluarkan
pada tanggal 19 Jumadil Akhir tahun 1280 H. Undang-
undang tersebut mengatur tentang pencatatan wakaf,
sertifikasi wakaf, cara pengelolaan wakaf, upaya mencapai
tujuan wakaf dan melembagakan wakaf dalam upaya
realisasi wakaf dari sisi administratif dan
perundangundangan.
Tahun 1287 H juga dikeluarkan undang-undang yang
menjelaskan tentang kedudukan tanah-tanah kekuasaan
Turki Usmani dan tanah-tanah produktif yang berstatus
wakaf. Dari implementasi undang-undang tersebut di
negara Arab masih banyak tanah yang berstatus wakaf dan
dipraktikkan hingga kini.
Wakaf terus dilaksanakan di negara-negara Islam
hingga sekarang, tidak terkecuali Indonesia. Hal ini tampak
13
dari kenyataan bahwa lembaga wakaf yang berasal dari
agama Islam itu telah diterima (diresepsi) menjadi hukum
adat bangsa Indonesia sendiri. Dan juga di Indonesia
terdapat banyak benda wakaf, baik wakaf benda bergerak
atau benda tidak bergerak.
Di negara-negara Islam lainnya, wakaf mendapat
perhatian yang serius, sehingga wakaf menjadi amal sosial
yang mampu memberikan manfaat kepada masyarakat
umum. Wakaf akan terus mengalami perkembangan
dengan berbagai inovasi yang signifikan seiring dengan
perubahan zaman, semisal bentuk wakaf tunai, wakaf
HAKI (Hak Kekayaan Intelektual) dan lain-lain. Indonesia
juga menaruh perhatian yang serius terhadap wakaf. Hal ini
tampak dengan diajukannya Rancangan Undang-undang
Wakaf (RUU) yang sudah ditandatangani presiden
Megawati Sukarnoputri dan segera diundangkan dalam
waktu dekat sebagai upaya pengintegrasian terhadap
beberapa peraturan perundang-undangan wakaf yang
terpisah.
14
maka sesungguhnya Allah mengetahui”. (QS : Ali Imran
[3]: 92).
164
C.2. Hadis
15
8833 1381
8314 4126
16
Rawi berkata “Saya menceritakan hadis tersebut kepada
Ibnu Sirin, lalu Ia berkata ‘ghaira mutaatstsilin malan'
(tanpa menyimpannya sebagai harta hak milik). (H.R. al-
Bukhari, Muslim, al-Tirmidzi dan al-Nasa’i).
a. Merdeka
Wakaf yang dilakukan oleh seorang budak (hamba
sahaya) tidak sah, karena wakaf adalah pengguguran hak
b. Berakal sehat
Wakaf yang dilakukan oleh orang yang tidak berakal
seperti orang gila tidak sah hukumnya, sebab ia tidak
berakal, tidak mumayyiz dan tidak cakap melakukan akad
serta tindakann lainnya. Demikian juga tidak sah wakaf
orang yang lemah mental (idiot), berubah akal karena
faktor usia, sakit atau kecelakaan, hukumnya tidak sah
karena akalnya tidak sempurna dan tidak cakap untuk
menggugurkan hak miliknya78.
c. Dewasa (baligh)
6 Al-Baijuri, Hasyiyah al-Baijuri, (Beirut: Dar al-Fikr, Juz II), hal. 44.
7 Asy-Syarbini, Mughni al-Muhtaj (Kairo: Mushtafa Halabi, Juz II,
tt), hal.
8.
19
Wakaf yang dilakukan oleh anak yang belum dewasa
(baligh), hukumnya tidak sah karena ia dipandang tidak
cakap melakukan akad dan tidak cakap pula untuk
menggugurkan hak miliknya.9
22
Jika ketika mewakafkan harta tersebut dia masih cakap
untuk melakukan perbuatan baik (tabarru’), maka
wakafnya sah dan dapat dilaksanakan selama dia masih
hidup, sebab selama itu penyakitnya tidak bisa dihukumi
sebagai penyakit kematian. Tetapi jika kemudian si wakif
meninggal karena penyakit yang diderita tersebut, maka
hukum wakafnya sebagai berikut:
23
tergantung kepada kerelaan ahli waris selama harta
yang diwakafkan tidak lebih sepertiga hartanya.
Maksudnya ialah jika ahli waris (bukan nazhir)
merelakan, maka wakaf dapat dilaksanakan dan
manfaatnya dapat dibagikan kepada semua mauquf
‘alaih sesuai dengan syarat yang ditetapkan. Tetapi jika
mereka tidak merelakan, wakaf tersebut tetap dibagikan
kepada para mauquf ‘alaih sesuai dengan syarat yang
ditetapkan, hanya saja uang yang menjadi bagian ahli
waris kemudian dibagikan kepada seluruh ahli waris
(yang menjadi nazhir dan yang bukan) sesuai dengan
bagian masing-masing yang sesuai dengan syara’12.
12 Tim Depag, Fiqih Wakaf, (Jakarta: Depag RI, 2003), hal. 24.
24
kepentingan umum yang tidak mengurangi ataupun
menghilangkan jumlah pokoknya13.
Oleh karena itu perbankan syari’ah
dapat menghimpun dana dari anggota
masyarakat yang berpenghasilan tinggi yang akan
memberikan wakaf tunainya dengan menerbitkan Sertifikat
Wakaf Tunai. Penerbitan Sertifikat Wakaf Tunai akan
membuka peluang penggalangan dana yang cukup besar
karena:
Lingkup sasaran pemberi wakaf tunai (wakif) bisa
menjadi sangat luas dibandingkan dengan wakaf biasa.
Sertifikat wakaf tunai dapat dibuat dalam berbagai
macam pecahan, yang disesuaikan dengan segmen
muslim yang dituju, yang kira-kira memiliki kesadaran
yang tinggi untuk beramal. Misalnya, pecahan
Rp. 10.000-, Rp. 25.000-, Rp.50.000-, Rp.100.000-, dan
seterusnya.
26
untuk meningkatkan efesiensi kegiatan perekonomian yang
ada.
Dan juga dana wakaf tunai dapat dihimpun dari Usaha
Kecil dan Menengah serta Koperasi (UKMK) misalnya 14.
Adi Sasono (mantan Menteri Negara Koperasi dan
pemberdayaan UKMK, masa pemerintahan presiden B.J.
Habibie) memperkirakan, kalau pemerintah mau
memberdayakan kegiatan yang berasal dari UKMK, maka
kegiatan UKMK akan mampu meningkatkan penerimaan
yang dari pajak sebesar Rp. 400 triliun 15. Jika tidak seluruh
tambahan pendapatan tersebut dijadikan penerimaan
negara, tapi 2,5 % darinya dialihkan dalam bentuk wakaf
tunai, maka akan terkumpul wakaf tunai dari sektor ini
sebesar Rp. 10 triliun.
Dengan demikian jumlah wakaf tunai yang dapat
dihimpun dari 10 juta eksekutif muslim Indonesia serta dari
peningkatan kegiatan UKMK adalah sebesar Rp.13 triliun.
Analisa di atas dapat dilanjutkan bahwa potensi dana wakaf
tunai yang dapat dihimpun dari masyarakat melalui
lembaga wakaf profesional sangat besar jumlahnya. Oleh
karena pemberdayaan lembaga perwakafan yang
merupakan salah satu instrumen finansial dalam sistem
32
salurkan (hasilnya) pada sesuatu yang mubah (tidak
haram) yang ada”.20
Kalau kita melihat hadis yang dijadikan dasar
argumentasi wakaf, ternyata wakaf itu berbeda dengan
zakat atau sadaqah, tapi masih bisa dikategorikan ke dalam
konsep infaq. Jadi, infaq mencakup wakaf. Istilah wakaf itu
sendiri tidak terdapat dalam Al-Quran, tetapi lahir dari
pandangan Nabi Muhammad SAW yang menjawab
pertanyaan Umar bin Khattab, ketika ia ingin
menginfaqkan sebidang tanahnya yang subur di Khaibar.
Nabi pada waktu itu menawarkan, bagaimana jika kebun
itu dijadikan “babon” saja dan dipelihara kekekalannya,
sedang yang dimanfaatkan adalah hasilnya. Dari sini dapat
ditarik kesimpulan, yang implisit, bahwa tanpa mengelola
tanah tersebut tidak mungkin dapat memanfaatkan
hasilnya. Dengan demikian, jika di atas tanah tersebut
langsung dibangun masjid, maka masjid tidak bisa
menghasilkan suatu produk yang dimanfaatkan. Tapi jika
tanah tersebut digarap dengan dimanfaatkan sebagai kebun
kurma misalnya, maka hasilnya dapat dimanfaatkan,
termasuk untuk membangun masjid. Kenyataannya, hasil
wakaf itu diperuntukkan untuk menyantuni fakir-miskin.
Namun sekarang ini, dalam praktiknya wakaf langsung
dikonsumsi.
Dari praktik pengamalan wakaf, dewasa ini tercipta
suatu image atau persepsi tertentu mengenai wakaf.
Pertama, wakaf itu umumnya berujud benda tidak
35
ternyata kesetaraan dan pemerataan yang dijanjikan itu
utopis belaka. Secara alamiah, manusia memang
berbedabeda sesuai dengan status sosial yang melekat pada
dirinya, karena itu otupis untuk diciptakan kesetaraan dan
pemerataan secara sama. Untuk mewujudkan kesetaraan
dan pemerataan yang diinginkan, sistem ekonomi sosialis
mengandaikan adanya campur tangan negara terhadap
regulasi ekonomi, ternyata campur tangan negara itu
bukannya menguntungkan masyarakat banyak, melainkan
menguntungkan partai yang menjadi penguasa negara.
Akhirnya yang banyak menikmati keuntungan dari sistem
ekonomi sosialis bukanlah masyarakat, melainkan
sekelompok masyarakat yang berafiliasi dengan partai
yang menjadi penguasa. Kalau Cina sekarang mengalami
kemajuan ekonomi yang pesat, walau pemerintahnya
menganut komunisme yang lazimnya menganut sistem
ekonomi sosialis, karena Cina sekarang mulai membuka
diri terhadap model ekonomi kapitalis, misalnya mentolerir
transaksi ekonomi ditentukan pasar walau negara masih
turut campur. Turut campurnya negara dalam meregulasi
transaksi ekonomi tidak lebih untuk melindungi msyarakat,
terutama fakir-miskin22.
Sedang sistem ekonomi dalam Islam tidak hanya
terkait dengan masalah ekonomi abadi manusia, melainkan
juga terkait dengan anjuran Ilahi sebagaimana termaktub
dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Selain itu sistem ekonomi
22 Untuk mengetahui lebih lanjut perbandingan tentang sistem
ekonomi kapitalis, sosialis dan Islam, baca: Prof. M. Abdul Mannan, M.A.,
Ph.D, Teori dan Praktik Ekonomi Islam, ( Yogyakarta: PT Dana Bhakti
Prima Yasa, 1997), terutama bagian IV.
36
Islam juga mengacu pada meningkatnya output dari setiap
jam kerja yang dilakukan. Telah diketahui bahwa output
perkapita, disatu pihak tergantung pada sumber daya alam
dan di lain pihak tergantung pada perilaku manusia. Tetapi
sumber daya alam saja bukan merupakan kondisi yang
cukup untuk pembangunan ekonomi, dan bukan sesuatu
yang mutlak diperlukan. Perilaku manusia memainkan
peranan yang sangat penting dalam pembangunan
ekonomi, sehingga tercipta masyarakat yang sejahtera.
Namun pembentukan perilaku manusia di negara
berkembang, termasuk Indonesia adalah suatu proses yang
menyakitkan, karena memerlukan penyesuaian dengan
lembaga-lembaga sosial, ekonomi, hukum dan politik.
Tidak seperti agama lainnya, Islam mengakui kebutuhan
metafisik maupun material dari kehidupan. Karena itu
masalah penempaan perilaku manusia di suatu negara
Islam tidaklah sesulit di negara-negara sekular.
Islam dapat diperlakukan sebagai suatu faktor dalam
pembanguan ekonomi. Di sini para ahli ekonomi harus
berperan sebagai seorang bidan, yang menolong lahirnya
hasil yang sudah berujud dari ide dan kemungkinan
terakhir yang dapat dikaitkan dengan faktor religius dan
kultural Islam. sekarang ini negara-negara Islam dalam
posisi yang lebih baik untuk melakukan usaha
pembangunan yang lebih besar, karena dua sebab:
1. Banyak sumber daya yang belum diketahui di abad
ke19. Kini telah dapat dicapai oleh negara-negara
Islam. Pada tahun 1920 sumber minyak di Timur
Tengah ditaksir hanya sebanyak lima persen dari
37
sumber minyak dunia. Sekarang angka itu diperkirakan
sejumlah delapan puluh lima persen.
2. Nilai Islam dapat digunakan untuk menyesuaikan
lembaga sosio-ekonomik dan sosio-politik yang
merugikan, dan untuk membentuk prilaku manusia.
Pengalaman pembangunan negara Islam sejak tahun
1950-an (kecuali beberapa negara Islam yang kaya
minyak) terutama di negara-negara yang paling tidak
berkembang, sangat mengecewakan. Secara relatif
dapat dikatakan bahwa negara-negara Islam yang
paling tak berkembang itu lebih miskin dari sedia kala.
Telah ditekankan bahwa penyediaan tingkat minimum
kehidupan seperti, sandang, pangan, dan perumahan
harus mendapat perhatian utama negara Islam.
Seterusnya, juga telah dikemukakan bahwa eksploitasi
sumber daya, untuk keperluan perkembangan dan alih
teknologi harus ditekankan. Namun, usaha menyeluruh
harus dilakukan untuk memajukan negara-negara Islam,
yaitu di bidang pertanian, karena sebagai negara Islam
adalah negara agraris dan juga perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.23
39
wakaf24. Wakaf hendaknya dikelola dengan baik dan
diinvestasikan ke dalam berbagai jenis investasi, sehingga
hasilnya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat
banyak. Pengelolan wakaf diserahkan kepada Nazhir, baik
dari pemerintah maupun dari masyarakat25.
Tujuan utama dinvestasikannya dana wakaf adalah
untuk mengoptimalkan fungsi harta wakaf sebagai
prasarana untuk meningkatkan kualitas hidup dan
kehidupan sumber daya insani. Menurut Monzer Kahf (ahli
ekonomi Islam)26, gagasan untuk menginvestasikan dana
wakaf, misalnya untuk mengkonstruksi harta bergerak yang
diwakafkan atau untuk meninggalkan modal harta tetap
wakaf tidak dibahas dalam fikih klasik. Kahf membedakan
model investasi wakaf ke dalam dua model; model
pembiayaan harta wakaf tradisional dan model pembiayaan
secara institusional.
41
digunakan untuk membiayai pemeliharaan harta wakaf
yang bersangkutan, sedang ijaratain hasil sewa dapat
dimanfaatkan sesuai dengan kesepakatan sebagaimana
tercantum dalam kontrak.
Menambah harta baru terhadap wakaf yang lama,
misalnya perluasan Masjid Nabi Muhammad SAW di
Madinah yang diperluas selama pemerintahan Khalifah
Umar, Usman, Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah.
Perluasan masjid itu dapat diartikan sebagai penambahan
harta baru terhadap harta wakaf yang lama.
Model substitusi berarti suatu pertukaran harta wakaf
yang satu dengan harta wakaf yang lain. Pertukaran ini
dilakukan karena harta wakaf yang awal tidak lagi
bermanfaat atau kurang bermanfaat. Secara prinsip
pertukaran harta wakaf ini tidak menyebabkan terjadinya
peningkatan harta wakaf, hanya dapat memproduktifkan
harta wakaf.
Umat Melalui Wakaf Produkstif”, di Wisma Haji Batam, 7-8 Januari 2002),
hal. 4.
Tidak Diterbitkan.
43
yang lain. Sedangkan kalau dalam bentuk wakaf tunai,
pihak bank langsung bisa mengelola, mengembangkan dan
menyalurkan harta (dana) wakaf yang dipercayakan kepada
bank tersebut.
Difungsikannnya perbankan Syari’ah sebagai Nazhir
setidaknya memiliki beberapa keunggulan yang diharapkan
dapat mengoptimalkan operasionalisasi harta (dana) wakaf,
yaitu: (1) Memiliki jaringan kantor; (2) Kemampuan
sebagai fund manager; (3) Pengalaman, jaringan-jaringan
informasi dan peta distribusi; dan (4) Memiliki citra positif.
Kantor perbankan Syari’ah lebih luas dibandingkan
dengan lembaga keuangan Syari’ah lainnya. Keunggulan
ini memaksimalkan peran perbankan Syari’ah dalam
mengelola harta (dana) wakaf baik langsung maupun tidak
langsung. Menurut catatan Bank Indonesia (2001),
perbankan Syari’ah memiliki jaringan kantor diseluruh
Indonesia menacapai 174 kantor dan pertumbuhan jumlah
kantor Syari’ah perbulan mencapai 2,1 persen. Fenomena
ini menjadi faktor penting di dalam mengoptimalkan
sosialisasi penggalangan dana wakaf dan penyalurannya.
Dengan jaringan kantor yang luas itu, diharap
keberadaan produk wakaf tunai akan tersosialisasi secara
maksimal, apalagi masyarakat memiliki akses yang tinggi
terhadap jasa perbankan. Sebagai implikasi dari
maksimalnya sosialisasi wakaf tunai dan jaringan kantor
yang luas, maka tahap berikutnya penggalangan dana
wakaf tunai juga akan maksimal. Begitu juga dengan
aktifitas penyalurannya, karena jaringan kantor yang luas
44
akan sangat membantu efektifitas dan efesiensi
penyampaian harta (dana) wakaf kepada mauquf ‘alaih.
Pada dasarnya, perbankan merupakan lembaga
pengelol dana (masyarakat). Karena itu, lembaga
perbankan seyogyanya memiliki kemampuan untuk
mengelola dana (fund manager). Terkait dengan wakaf
tunai, lembaga perbankan merupakan lembaga pengelola
dana wakaf yang patut dipertimbangkan, karena bisa
mempertanggungjawabkan pengelolaannya kepada publik,
terutama kepada wakif. Dengan memahami bahwa pilihan
produk keuangan Syari’ah masih terbatas di pasar dalam
negeri, maka pilihan untuk menginvestasikan dana wakaf
pada produk-produk Syari’ah di pasar internasional terbuka
lebar. Selain itu, penanaman modal di pasar internasional
juga dapat dipandang sebagai upaya memperkecil resiko,
melalui diversifikasi investasi dana. Untuk itu, efektifitas
dan optimalisasi pengelolaan dana perbankan Syari’ah
memiliki akses dan sekaligus berperan dalam pasar uang
internasional.
Pengalaman, jaringan informasi, dan peta distribusi
menjadi faktor yang sangat penting bagi perbankan
Syari’ah dalam mengoptimalkan pengelolaan dana wakaf
tunai. Jaringan informasi serta peta distribusi juga
memungkinkan untuk terbentuknya database informasi
mengenai sektor usaha maupun debitur yang akan dibiayai
termasuk oleh dana eks wakaf. Dalam kaitan dengan wakaf
tunai, maka pengelolaan wakaf tunai oleh lembaga
perbankan, tidak saja akan mengoptimalkan pengelolaan
dana wakaf, akan tetapi juga akan mengefektifkan
45
penyaluran dana wakaf tunai sesuai dengan yang
diinginkan oleh wakif.
Selain itu, pengalaman, jaringan informasi, dan peta
distribusi merupakan faktor positif bagi lembaga
pembankan Syari’ah. Sehingga diharapkan akan
menimbulkan citra poisitif terhadap gerakan wakaf tunai
itu sendiri maupun pada perbankan Syari’ah khususnya.
Pengawasan yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI)
terhadap perbankan Syari’ah akan menimbulkan
akuntabilitas yang positif dari pengelolaan wakaf tersebut.
Pemunculan citra positif tersebut dipandang penting, tidak
saja utuk menyukseskan serta mengoptimalkan keberadaan
wakaf tunai, akan tetapi juga sebagai upaya untuk
menghindari citra yang kurang baik, seperti halnya yang
terjadi pada pengelolaan dana pada umumnya28.
Dengan melibatkan lembaga keuangan Syari’ah dalam
pengelolaan wakaf tunai, maka selain produktif, wakaf
akan bisa diinvestasikan ke dalam berbagai jenis investasi
yang menguntungkan. Dengan demikian, masyarakat
(mauquf ‘alaihi) yang akan merasakan manfaat dari hasil
dana wakaf semakin banyak. Akhirnya, area garapan dana
wakaf untuk digunakan memberdayakan umat Islam
semakin beragam. Wakaf juga berbeda dengan zakat, tapi
keduanya sama-sama instrumen keuangan dalam sistem
ekonomi Islam. Dalam hukum Islam wakaf tidak
diwajibkan, melainkan secara suka rela, sedang zakat
49
pengelola wakaf dan keuntungannya didistribusikan kepada
masyarakat luas yang membutuhkan. Karena itu, lembaga
pengelola wakaf tunai seyogyanya memenuhi kriteria
sebagai berikut:
Memiliki akses yang baik kepada calon wakif
Memiliki kemampuan untuk menginvestasikan dana
wakaf
Mampu untuk mendistribusikan hasil/keuntungan dari
investasi dana wakaf
Memiliki kemampuan untuk mencatat/membukukan
segala hal yang berkaitan dengan beneficiary,
misalnya rekening dan peruntukannya.
Lembaga pengelola wakaf tunai hendaknya dipercaya
oleh masyarakat dan kinerjanya dikontrol sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
terhadap lembaga pengelola dana publik.31
52
Investasi Jangka Panjang: yaitu untuk industri
manufaktur, dan industri besar lainnya. Bank
mempunyai pengalaman dalam melakukan investasi
jangka panjang seperti investasi pabrik dan perkebunan.
Bank pun mempunyai kemampuan untuk melakukan
sindikasi dengan bank lain untuk melakukan investasi
besar33.
54
kemampuan administrasi dan teknologi. Dan yang
mempunyai kemampuan tersebut adalah bank.
Bank-bank Syari’ah yang berkembang pesat
belakangan ini juga sudah mempunyai system profit
distribution, baik dengan konsep “pool of fund” maupun
“special invesment” (mudharabah muqayyadah) yang
tidak dimiliki oleh bank konvensional. Sistem akan mem-
back up pengelolaan dana wakaf tunai dengan
menggunakan sistem “voluntary pool of fund.” Benefit
atas dana wakaf jika diizinkan oleh wakif dapat digunakan
sebagai dana bergulir untuk pemberdayaan ekonomi lemah.
Hal ini pernah dipraktikkan oleh BMI bekerjasama dengan
Depkop dan
PKM dalam bentuk program P2KER (Proyek
Pengembangan Kemandirian Ekonomi Rakyat) dengan
kelompok binaan berupa Baitul Mal Wat Tamwil (BMT)
dan Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren) di berbagai
daerah. Pengusaha kecil yang dibina bank diharapkan dapat
mengelola usahanya secara profesional dan akhirnya
mendapatkan akses permodalan dari bank.
59
i. Setiap setoran wakaf tunai harus diberikan tanda
terima dan setelah jumlah wakaf tersebut mencapai
jumlah yang ditentukan, barulah diterbitkan Sertifikat
Wakaf Tunai.
j. Prinsip dan dasar-dasar peraturan Syari’ah tentang
wakaf tunai dapat ditinjau kembali dan dapat berubah.
• Diri sendiri.
• Orang tua.
• Ahli waris.
• Suami/ Istri.
• Tetangga.
• Saudara kandung.
• Peningkatan standar hidup orang miskin.
• Rehabilitasi orang cacat.
• Peningkatan standar hidup masyarakat yang
berdomisili di daerah kumuh.
• Membantu pendidikan anak yatim/ piatu.
• Beasiswa.
• Pengembangan pendidikan modern.
60
• Pengembangan sekolah, madrasah, kursus, akademi
dan universitas. Mendanai riset.
• Membantu pendidikan keperawatan.
• Riset penyakit tertentu dan membangun pusat riset.
• Mendirikan rumah sakit dan bank darah.
• Membantu program riset, pengembangan, dan
pendidikan untuk menghormati jasa para pendahulu.
• Menyelesaikan masalah-masalah sosial non-muslim.
• Membantu proyek-proyek untuk menciptakan
lapangan kerja dalam rangka menghapus kemiskinan
dan hal-hal lain yang diperbolehkan Syari’ah36.
Pembelian Sertifikat Wakaf Tunai dapat dilakukan
dengan maksud untuk memenuhi target investasi,
sedikitnya empat bidang, yaitu :
1. Kemanfaatan bagi kesejahteraan pribadi
(duniaakhirat).
Semua manusia akan kembali ke haribaan Ilahi, karena
itu tidaklah berlebihan kalau kita merenungkan sejenak,
bahwa pada saat dilahirkan kita dalam keadaan miskin dan
pada saat meninggal kita pun akan dalam keadaan miskin.
Tidak dapat disangkal lagi bahwa setelah meninggal,
semuanya akan berakhir kecuali tiga hal, yaitu : ilmu yang
bermanfaat, anak saleh, dan amal jariyah. Wakaf tunai
termasuk salah amal jariyah yang terus mengalir
pahalanya. Wakaf tunai sebagai sedekah jariyah
memainkan peranan penting bagi sesorang untuk mencapai
kesejahteraan dunia dan akhirat.
3. Pembangunan sosial
Sertifikat wakaf tunai juga manawarkan peluang yang
unik untuk membantu masyarakat. Dengan profit dari
wakaf tunai, seseorang dapat membantu bantuan yang
berharga bagi pendirian ataupun operasionalisasi
lembaglembaga pendidikan termasuk masjid, madrasah,
rumah sakit, sekolah, kursus, akademi, dan universitas.
Pembelian sertifikat ini dapat membantu terlaksananya
proyek-proyek pendidikan, riset, keagamaan, kesejahteraan
sosial, pengobatan dan perawatan kesehatan untuk orang
miskin dan untuk penghapusan kemiskinan.
62
Akhirnya, wakaf tunai akan menjadi wahana bagi
terciptanya kepedulian dan kasih sayang antara si kaya dan
si miskin, sehingga membantu terciptanya hubungan yang
harmonis dan kerjasama yang baik. Tidak berlebihan
kiranya kita mengharapkan bahwa melalui Sertifikat Wakaf
Tunai akan memperoleh manfaat yang banyak di bidang
ekonomi dan sosial bagi masyarakat secara keseluruhan37.
65
lembaga sosial ekonomi yang penting. Sedangkan masjid,
dapat difungsikan sebagai agen pembangunan masyarakat.
Dari perspektif historis, wakaf, yang merupakan salah
satu elemen sektor voluntary yang paling kuat dalam Islam,
telah memainkan peranan penting dalam mengembangkan
pendidikan ke-Islam-an, kesehatan dan riset melalui
pendirian sekolah-sekolah, rumah sakit, madrasah,
masjidmasjid, dan perpustakaan umum.
Pada abad ke-21 ini bank-bank Islam harus bekerja
untuk melestarikan sektor voluntary Islam. Bahkan
sekarang sedang diproses pengorganisasian The Voluntary
Capital Market yang bertujuan memobilisasi dana serta
sedang mengembangkan instrumen-instrumen keuangan
yang menurut Syari’ah memiliki aturan-aturan yang
berbeda seperti:
a. Waqf Properties Development Bond (Umum dan
Khusus)
b. Cash Waqf Deposit Certificate (Umum dan Khusus)
c. Family Waqf Certificate
d. Mosque Properties Development Bond (Umum dan
Khusus)
e. Mosque Community Share
f. Quard-e-Hasana Certivicate (Umum dan Khusus)
g. Zakat/Ushar payment Certificate
h. Hajj Saving Certivicate
i. Non-Muslim Trust Properties Development Bond
(Umum dan Khusus)
j. Municipal Properties Development Bond (Umum dan
Khusus)
66
Nilai dari seluruh obligasi dan sertifikat Quard-
eHasana dapat dijamin oleh bank hingga masa pembayaran
sertifikat tersebut telah jatuh tempo.
Apa yang dipaparkan Prof. Abdul Mannan di atas
berangkat dari pengalaman Banglades, tapi tidak berarti
tidak memungkinkan untuk diterapkan atau paling tidak di
adopsi di Indonesia. Karena kondisi sosial ekonomi
Banglades dan Indonesia relatif sama. Bahkan Indonesia
merupakan negara non Islam yang rakyatnya paling banyak
menganut agama Islam.
Selain sebagai voluntry fund, wakaf tunai juga
memberikan model mutual fund melalui mobilisasi dana
abadi yang digarap melalui tantangan profesionalisme yang
amanah dalam fund management-nya di tengah keraguan
terhadap pengelolaan dana wakaf serta kecemasan krisis
investasi domistik dan sindrom capital flight. Wakaf tunai
sangat merangsang kembalinya iklim investasi kondusif
yang dilatari motivasi emosional teologis berupa niat amal
jariyah di samping pertimbangan hikmah rasional
ekonomis untuk kesejahteraan sosial. Wakaf tunai juga
strategis untuk menciptakan lahan pekerjaan dan
mengurangi pengangguran dalam aktifitas produksi yang
sangat selektif sesuai dengan kaidah Syari’ah dan
kemaslahatan. Wakaf tunai sangat potensial untuk
memberdayakan sektor riil dan memperkuat fundamental
perekonomian dan sekaligus sebagai tantangan untuk
mengubah pola dan preferensi konsumsi umat dengan filter
moral kesadaran akan solidaritas sosial sehingga tidak
67
berlaku lagi konsep pareto optimum yang tidak mengakui
adanya solusi yang membutuhkan pengorbanan dari pihak
minoritas (kaum kaya) guna meningkatkan kesejahteraan
pihak yang mayoritas (kaum miskin). Oleh karena itu,
sangat tepat bila penyaluran dana dalam bentuk
pembiayaan produktif ke sektor riil dimobilisir yang salah
satunya adalah dengan memberikan kredit mikro. Kredit
mikro diberikan melalui mekanisme kontrak investasi
kolektif (KIK) semacam reksadana Syari’ah yang
dihimpun dengan Sertifikat Wakaf Tunai (SWT) kepada
masyarakat menengah dan kecil agar memiliki peluang
usaha dan sedikit demi sedikit bangkit dari kemiskinan dan
keterpurukan akibat krisis berkepanjangan.39
Ke depan, wakaf sebagai salah satu voluntary fund
dalam Islam akan mampu menjadi pengemban amanah
Islam, yaitu terciptanya masyarakat yang adil dan sejahtera.
Bahkan bisa jadi wakaf akan menjadi instrumen keungan
alternatif dari instrumen keuangan konvensional, karena
sistem ekonomi konvensional (kapitalis dan sosialis) telah
“gagal” mewujudkan masyarakat yang adil dan sejahtera
69
Bagian Ketiga MANAJEMEN PENGELOLAAN
WAKAF TUNAI
71
terkumpul dana 1,2 trilyun. Jadi dana yang terkumpul
mencapai 3 trilyun setahun.40
Sungguh potensi yang sangat luar biasa. Terutama jika
dana itu diserahkan kepada pengelola profesional dan oleh
pengelola wakaf itu diinvestasikan di sektor yang
produktif. Dijamin jumlahnya tidak akan berkurang, tapi
bertambah bahkan bergulir. Misalnya saja dana itu
dititipkan di Bank Syari’ah yang katakanlah setiap tahun
diberikan bagi hasil sebesar 9 %, maka pada akhir tahun
sudah ada dana segar 270 miliar. Tentunya akan sangat
banyak yang bisa dilakukan dengan dana sebanyak itu.
Karenanya model wakaf tunai sangat tepat
memberikan jawaban yang menjanjikan dalam
mewujudkan kesejahteraan sosial dan membantu
mengatasi krisis ekonomi Indonesia kontemporer. Ia
sangat potensial menjadi sumber pendanaan abadi guna
melepaskan bangsa dari jerat hutang dan ketergantungan
luar negeri. Wakaf tunai sangat relevan memberikan
model mutual fund melalui mobilisasi dana abadi yang
digarap melalui tantangan profesionalisme yang amanah
dalam fund management nya di tengah keraguan terhadap
pengelolaan dana wakaf serta kecemasan krisis investasi
domestik dan sindrom capital flight. Ia sangat tepat
merangsang kembalinya iklim investasi kondusif yang
dilatari motivasi emosional teologis berupa niat amal
72
jariyah disamping pertimbangan hikmah rasional
ekonomis kesejahteraan sosial.41
Wakaf tunai juga sangat strategis menciptakan lahan
pekerjaan dan mengurangi pengangguran dalam aktifitas
produksi yang selektif sesuai kaedah Syari’ah dan
kemaslahtan. Ia sangat potensial untuk memberdayakan
sektor riil dan memperkuat fundamental ekonomi. Ia
seklaigus sebagai tantangan untuk mengubah pola dan
preferensi konsumsi umat dengan filter moral kesadaran
akan solidaritas sosial sehingga tidak berlaku bagi konsep
pareto optimum yang tidak mengakui adanya solusi yang
membutuhkan pengorbanan dari pihak minoritas (kaya)
guna meningkatkan kesejahteraan pihak mayoritas
(miskin).42
Karena itu, dalam rangka pengembangan secara lebih
luas, wakaf tunai harus mendapat perhatian lebih untuk
membiayai berbagai proyek sosial melalui pemberdayaan
wakaf benda tak bergerak yang selama ini menjadi beban.
Atau bisa juga melalui penyaluran kepada lembaga-
lembaga pemberdayaan ekonomi. Sebagai salah satu upaya
agar penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan produktif
ke sektor riil dimobilisir, salah satunya dengan
memberikan kredit mikro melalui mekanisme Kontrak
Investasi Kolektif
73
(KIK) semacam reksadana Syari’ah yang dihimpun
melalui Sertifikat Wakaf Tunai (SWT) kepada masyarakat
menengah dan kecil agar memiliki peluang usaha dan
sedikit demi sedikit bangkit dari kemiskinan dan
keterpurukan akibat krisis berkepanjangan.
Pemberian skim kredit mikro ini cukup mendidik
ibarat memberi kail, bukan hanya ikan, kepada rakyat dan
diharapkan dapat menciptakan kemandirian. Porsi bagi
74
hasil untuk fund manager setelah dikurangi biaya
operasional dapat disalurkan untuk kebutuhan konsumtif
dalam menunjang kesejahteraan kaum fuqara melalui
wasiat wakif (pemegang SWT) ataupun tanpa wasiatnya.
Dalam perkembangan kekinian di Indonesia, wacana
wakaf tunai telah menjelma nyata dalam implementasi
produkproduk funding lembaga keuangan Syari’ah dan
Lembaga Amil Zakat seperti Wakaf Tunai Dompet Dhuafa
Republika dan Waqtumu (Wakaf Tunai Muamalat) yang
diluncurkan Baitul Muamalat – Bank Muamalat Indonesia.
Dalam rangka mobilisasi dana masyarakat dan
optimalisasi potensi finansial umat untuk kemaslahatan
perekonomian, gagasan wakaf tunai melengkapi UU No
12 tahun 2000 tentang perubahan ketiga atas Undang-
Undang No 7 Tahun 1983 tentang pajak penghasilan, di
mana zakat dimasukkan sebagai faktor pengurang pajak.
Di samping juga dapat mendukung lembaga-lembaga
pengelola zakat dengan diberlakukannya UU Pengelolaan
Zakat No. 38 Tahun 1999.43
Selama ini sudah terdapat beberapa instrumen
pendanaan seperti Zakat, Infak, dan Sedekah (ZIS) yang
kita kenal sebagai sumber dana untuk membantu kaum
dhuafa (fakir miskin) dan korban bencana. Selain
instrumen yang telah ada tersebut tentunya sangat
mendesak dan krusial, kebutuhan akan suatu pendekatan
baru dan inovatif dalam instrumen keuangan sebagai
43 Ibid., hal. 95
75
pendamping untuk optimumnya mobilisasi dana umat.
Tujuan utamanya adalah bagaimana mencari solusi
alternatif pendanaan bagi peningkatan kesejahteraan sosial
segenap rakyat Indonesia yang melengkapi sistem
pendanaan yang telah ada selama ini sehingga dapat
mengentaskan kemiskinan di Indonesia.
Dalam hal ini, Indonesia harus belajar dari
Bangladesh, tempat kelahiran instrumen eksperimental
melalui Social Investment Bank Limited (SIBL) yang
menggalang dana dari orang-orang kaya untuk dikelola
dan disalurkan kepada rakyat dalam bidang pendidikan,
kesehatan dan kesejahteraan sosial lainnya melalui
mekanisme produk funding baru berupa Sertifikat Wakaf
Tunai (Cash Certificate Waqf) yang akan dimiliki oleh
pemberi dana tersebut. Dalam instrumen keuangan baru
ini, Sertifikat Wakaf Tunai merupakan alternatif
pembiayaan yang bersifat sosial dan bisnis serta partisipasi
aktif dari seluruh warga negara yang kaya untuk berbagai
kebahagiaan dengan saudaranya dalam menikmati
pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan sosial lainnya
dengan baik. Dangan tidak terlalu menggantungkan diri
dengan anggaran pemerintah dan pinjaman asing maka
diharapkan penerapan instrumen Sertifikat Wakat Tunai
ini mampu menjadi alternatif sumber pendanaan sosial.44
Dengan keterbatasan kemampuan pemerintah saat ini
untuk menyediakan dana bagi pengentasan kemiskinan,
peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup rakyat
Indonesia, maka usaha meningkatkan gerakan wakaf tunai
77
Menurut Monzer Kahf, gagasan menyisihkan sebagian
pendapatan waqaf untuk merekonstruksi harta gerak wakaf
atau untuk meningkatkan modal harta tetap wakaf tidak
dibahas dalam fiqih klasik. Oleh karena itu Kahf (March
24, 1998) membedakan pembiayaan proyek wakaf ke
dalam
78
model pembiayaan harta wakaf tradisional dan model
pembiayaan baru harta wakaf secara institusional.46
80
peningkatan pelayanan yang disediakan. Contohnya
adalah pertukaran bangunan sekolah di wilayah yang
jarang penduduk dengan bangunan sekolah yang
padat penduduk. Model substitusi secara mudah
dapat menyediakan dana likuid yang diperlukan untuk
kegiatan operasional harta wakaf. Pada kasus tertentu,
substitusi juga dapat meningkatkan pelayanan harta
wakaf, khususnya bila penggunaan harta wakaf yang
baru terjadi karena adanya perubahan teknologi atau
demografi.
4. Model pembiayaan hukr (sewa berjangka panjang
dengan lump sum pembayaran di muka yang besar).
Model pembiayaan ini diciptakan oleh fuqaha (ahli
fikih) untuk mensiasati larangan menjual harta wakaf.
Dari pada menjual harta wakaf, nazhir (pengelola)
dapat menjual hak untuk jangka waktu sewa dengan
suatu nilai nominal secara periodik. Hak dijual untuk
suatu jumlah lump sum yang besar dibayar di muka.
Pembeli dari hak sewa berjangka panjang dapat
membangun tanah wakaf dengan menggunakan
sumbernya sendiri atas resiko sendiri sepanjang ia
membayar sewa secara periodik kepada pengelola.
Istilah hukr berarti monopoli secara eksklusif. Hak
eksklusif ini mungkin untuk suatu periode yang lama
yang biasanya melebihi ukuran hidup normal alami
manusia atau mungkin juga bersifat tetap. Ini
merupakan salah satu contoh dari hak keuangan yang
dapat dipasarkan, misalnya: dijual lagi, diwariskan,
dihadiahkan, dan lain-lain.
81
Model pembiayaan hukr bisa mungkin salah apabila
harga eksklusif dipergunakan untuk biaya operasional
karena hukr mengurangi pendapatan wakaf di waktu
yang akan datang. Namun demikian, apabila harga
lump sum eksklusif dipergunakan untuk membeli
harta produktif baru sebagai suatu wakaf, maka aliran
pendapatan akan tetap seperti semula atau bahkan
meningkat. Dengan kata lain, modelnya sendiri netral
sedang aplikasinya dapat memberikan akibat negatif
dari sudut pandang tujuan wakaf.
Jika model hukr dipergunakan dalam kondisi pasar
normal dan jika harga eksklusif dipergunakan
sedemikian rupa sehingga mempertahankan semangat
keabadian harta wakaf, maka model ini harus
dianggap netral dan dapat dipergunakan untuk
menjamin perolehan likuiditas yang diperlukan untuk
membangun suatu harta wakaf. Karena itu kriteria
diterimanya model ini tidak tergantung pada jumlah
sewa periodiknya, berapapun kecilnya tetapi pada
keadilan dalam praktek dan pemanfaatan akhir dari
lump sum yang dihasilkan dengan menjual hak
eksklusif.
5. Model pembiayaan ijaratain (sewa dengan dua kali
pembayaran).
Model ijaratain menghasilkan sewa jangka panjang
yang terdiri dari dua bagian, yaitu: bagian pertama,
berupa uang muka lump sum yang besar untuk
merekonstruksikan harta wakaf yang bersangkutan,
dan bagian kedua, berupa sewa tahunan secara
82
periodik selama masa sewa. Model ini hampir serupa
dengan hukr. Bedanya, pada ijaratain, uang muka
hanya boleh dipergunakan untuk merekonstruksi harta
wakaf yang bersangkutan. Pada ijaratain, jelas bahwa
harta wakaf dikontrakkan setelah direkonstruksikan
sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan dalam
kontrak.
48 Ibid.,
83
bank Islami. Pengelola harta wakaf menjadi penghutang
(debitor) kepada lembaga perbankan untuk harga peralatan
dan material yang dibeli ditambah mark up
pembiayaannya.
Hutang ini akan dibayar dari pendapatan hasil
pengembangan harta wakaf.
b. Model Istisna
Model Istisna memungkinkan pengelola harta wakaf
untuk memesan pengembangan harta wakaf yang
diperlukan kepada lembaga pembiayaan melalui suatu
kontrak Istisna. Lembaga pembiayaan atau bank kemudian
membuat kontrak dengan kontraktor untuk memenuhi
pesanan pengelola harta wakaf atas nama lembaga
pembiayaan itu. Menurut Resolusi Islamic Fiqh Akademi
dari OKI, Istisna adalah sesuai dengan kontrak Syari’ah
dimana pembayaran dapat dilakukan dengan penangguhan
atas dasar kesepakatan bersama.
Model pembiayaan Istisna juga menimbulkan hutang
bagi pengelola harta wakaf (nazhir) dan dapat diselesaikan
dari hasil pengelolaan dan pengembangan harta wakaf dan
penyedia pembiayaan (investor) tidak mempunyai hak
untuk turut campur dalam pengelolaan harta wakaf.
c. Model Ijarah
Model pembiayaan ini merupakan penerapan Ijarah
dimana pengelola harta wakaf tetap memegang kendali
penuh atas manajemen proyek. Dalam pelaksanaannya,
pengelola harta wakaf memberikan ijin yang berlaku untuk
84
beberapa tahun saja kepada penyedia dana untuk
mendirikan sebuah gedung di atas tanah wakaf. Kemudian
pengelola harta wakaf menyewakan gedung tersebut untuk
jangka waktu yang sama dimana pada periode tersebut
dimiliki oleh penyedia dana (financer), dan digunakan
untuk tujuan wakaf. Gedung tersebut bisa berupa rumah
sakit, sekolah, ruang sewa kantor, atau apartemen.
Pengelola harta wakaf menjalankan manajemen dan
membayar sewa secara periodik kepada penyedia dana.
Jumlah sewa telah ditetapkan sehingga menutup modal
pokok dan keuntungan yang dikehendaki penyedia dana.
Pada akhir periode yang diijinkan, penyedia dana akan
memperoleh kembali modalnya dan keuntungan yang
dikehendaki, setelah itu penyedia dana tidak dapat
memasuki lagi harta wakaf.
Jenis ijarah ini jelas, yaitu kasus khusus ijarah yang
berakhir dengan penyewa memiliki bangunan dengan
kebaikan menjadi pemilik tanah yang dibangun. Ijin yang
diberikan mungkin juga permanen atau sepanjang usia
proyek, misalnya sepanjang usia ekonomi dari proyek,
pengelola harta wakaf menggunakan sebagian pendapatan
jika ini sebuah wakaf investasi untuk membayar sewa
kepada penyedia sewa.
85
pembiayaan untuk mendirikan bangunan di tanah wakaf
atau untuk mengebor sebuah sumur minyak jika tanah
wakaf itu menghasilkan minyak. Manajemen akan tetap
berada di tangan pengelola harta wakaf secara eksklusif
dan tingkat bagi hasil diterapkan sedemikian rupa sehingga
menutup biaya usaha untuk manajemen sebagaimana juga
penggunaan tanahnya.
86
masing pihak memiliki secara bebas dan terpisah kekayaan
dan mereka setuju untuk membagi hasil yang diperoleh di
antara mereka. Menurut Fikih dan Syarikat al-Milk,
masing-masing pihak bertanggung jawab untuk mengelola
kekayaannya sendiri. Karena itu, di dalam model
pembiayaan ini, pengelola harta wakaf dan lembaga
pembiayaan dapat bersepakat berbagi manajemen atau
menugaskannya kepada pihak lain. Jelas di dalam
menentukan rasio pembagian hasil (output), pihak yang
mengelola diberikan tambahan prosentase sebagai
kompensasi dari usahanya.
Pada model pembiayaan ini, kompensasi manajemen
dapat ditetapkan dalam jumlah uang tertentu atau suatu
proporsi hasil (output), dan pemilik juga sepakat atas
pembagian pendapatan kotor atau bersih di antara mereka
secara proporsional dengan kepemilikan mereka. Lebih
lanjut, karena lembaga pembiayaan kerap kali
menghendaki keluar dari kepemilikannya pada saat
tertentu di masa depan, para pihak dapat menyetujui
penjualan kekayaan penyedia dana pada wakaf dan
menggunakan sebagian dari hasil bagian wakaf sebagai
pembayaran untuk harganya.
87
(dan mungkin juga mesin) kepada petani. Dalam bagi
hasil, tanah dana manajemen tidak dapat disediakan oleh
pihak yang sama.
Dalam model pembiayaan bagi hasil, wakaf menyediakan
tanah dan harta tetap lainnya yang dimiliki wakaf. Sedang
lembaga pembiayaan menyediakan biaya operasional dan
manajemen. Lembaga pembiayaan dapat juga
menyediakan sebagian atau seluruh mesin sepanjang tanah
disediakan oleh pihak non-manajemen sesuai dengan
persyaratan muzara’ah. Model ini dengan demikian cocok
untuk lembaga pembiayaan yang menghendaki mengambil
tanggungjawab manajemen, sedang pengelola harta wakaf
mengambil posisi sebagai mitra tidur. Ini menjadi salah
satu dari model dimana manjemen secara eksklusif akan
berada di tangan lembaga pembiayaan.
88
wakaf dalam hukr dan dalam sewa berjangka panjang
harus kurang lebih sama.
89
segi bentuknya, wakaf tampak tidak terbatas pada benda
tidak bergerak, tetapi juga benda bergerak.49
Di beberapa negara, seperti Mesir, Yordania, Saudi
Arabia, dan Turki, wakaf selain berupa sarana dan pra
sarana ibadah dan pendidikan juga berupa tanah pertanian,
perkebunan, flat, uang, saham, real estate, dan lainnya
yang semuanya dikelola secara produktif. Dengan
demikian hasilnya benar-benar dapat dipergunakan untuk
mewujudkan kesejahteraan umat.
Di Turki, pengelolaan wakaf tidak hanya dikelola oleh
mutawalli, tapi juga oleh lembaga Direktorat Jenderal
Wakaf. Direktorat Jenderal Wakaf tidak hanya mengelola
wakaf tapi juga memberikan supervisi dan kontrol
(auditing) terhadap wakaf yang dikelola oleh mutawalli.
Sedangkan sebuah lembaga yang memobilisasi sumber-
sumber wakaf untuk membiayai bermacam-macam jenis
proyek joint venture adalah Waqf Bank & Finance
Corporation.
Mesir juga sudah mengelola potensi wakafnya secara
produktif. Awalnya, harta wakaf di Mesir juga tidak
teratur. Untuk menertibkan hal itu, pemerintah Mesir
menempuh langkah menertibkan tanah wakaf dan harta
wakaf lainnya, dengan menjaga dan mengawasi serta
mengarahkan harta wakaf untuk tujuan-tujuan kebaikan
sesuai dengan garis Undang-undang. Pada awalnya,
persoalan wakaf ini ditangani oleh sebuah departemen.
49 Bandingkan misalnya dengan nagara-negara seperti Mesir, Turki,
Bangladesh dan sebagainya, lihat, Proyek Peningkatan Zakat dan Wakaf
Direktorat Jenderal Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji, 2003, Fiqih
Wakaf, hal 86.
90
Namun masalahmasalah terus bermunculan. Sampai pada
tahun 1971 dibentuk sebuah Badan Wakaf yang khusus
menangani masalah wakaf dan pengembangannya.50
Sesuai dengan Qanun No. 80/1971, Badan wakaf ini
bertugas untuk mengusut dan melaksanakan semua
perdistribusian, serta semua kegiatan-kegiatan perwakafan
sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Badan ini selain
menguasai pengelolaan wakaf juga diberi kewenangan
untuk membelanjakan wakaf dengan sebaik-baiknya.
Misalnya, mendistribusikan hasil wakaf setiap bulan
dengan diikuti kegiatan di cabang, membangun dan
mengembangkan lembaga wakaf, membuat perencanaan
dan melakukan evaluasi akhir dan membuat laporan dan
menginformasikannya kepada masyarakat.51
Sejauh ini, ada berbagai macam harta yang telah
dikelola Badan Wakaf. Antara lain harta yang dikhususkan
pemerintah untuk anggaran umum, barang yang menjadi
jaminan utang, hibah, wasiat, dan sedekah, dokumen,
uang/harta yang harus dibelanjakan dan benda lain yang
berguna untuk meningkatkan dan mengembangkan harta
wakaf. Badan Wakafpun menerapkan beberapa kebijakan.
Pertama, menitipkan hasil harta wakaf di bank Islam agar
dapat berkembang. Kedua, melalui Wizaratu Auqaf, Badan
Wakaf berpartisipasi dalam mendirikan bank-bank Islam
dan mengadakan kerjasama dengan beberapa perusahaan.
Ketiga, memanfaatkan tanah-tanah kosong untuk dikelola
secara produktif dengan cara mendirikan lembaga-
50 Ibid., hal. 87
51 Ibid,.
91
kembaga perekonomian bekerjasama dengan berbagai
perusahaan. Keempat, membeli saham dan obligasi
perusahaanperusahaan penting.
Di Bangladesh lain lagi kondisinya. Negeri miskin ini
sesungguhnya memiliki kesamaan kondisi dengan
Indonesia. Dalam beberapa kasus, penghasilan dari banyak
harta wakaf yang kecil-kecil dan tersebar, amat tidak
mencukupi untuk memelihara harta wakaf itu sendiri.
Dengan kata lain, harta wakaf di bawah kekuasaan
nazhirnazhir tradisional justru menjadi beban umat karena
tidak menghasilkan apa-apa. Apalagi wakaf yang dikelola
oleh perseorangan yang kurang bertanggungjawab.
Kondisi ini kemudian melatarbelakangi dilakukannya
reformasi dalam manajemen dan administrasi harta wakaf
di negeri tersebut.52
Kemudian dibentuklah lembaga non pemerintah yang
menjadi solusi dalam menangani kemiskinan, yaitu Sosial
Investment Bank Limited (SIBL). Bank ini menjadi
alternatif peningkatan pendapatan bagi jutaan warga
miskin, di samping merupakan pilihan yang
menguntungkan warga yang kaya untuk investasi,
mendapatkan bagi hasil dan hidup dalam lingkungan
warga yang lebih baik, aman, dan damai. Caranya adalah
SIBL mengintrodusir Sertifikat Wakaf Tunai, sebuah
produk baru dalam sejarah perbankan sektor voluntary. Di
Dhaka, SIBL membuka peluang untuk membuka rekening
deposito wakaf tunai dengan tujuan berbagai sasaran
penting jangka panjang.
52 Ibid., hal. 89
92
SIBL juga menetapkan sasaran pemanfaatan dana
hasil pengelolaan wakaf tunai dengan rigid. Antara lain,
peningkatan standar hidup orang miskin, rehabilitasi orang
cacat, peningkatan standar hidup penduduk hunian kumuh,
membantu pendidikan anak yatim piatu, beasiswa,
pengembangan pendidikan modern, pengembangan
sekolah, kursus-kursus, akademi hingga universitas. Lalu,
mendanai riset, mendirikan rumah sakit dan bank darah,
menyelesaikan masalah sosial non muslim, membantu
proyek penciptaan lapangan kerja dan menghapus
kemiskinan. SIBL juga membuka penukaran tabungan
orang-orang kaya dengan Cash Waqf Certificate.53
Namun sayang, cerita kegemilangan pengelolaan harta
wakaf di negara-negara muslim ternyata belum terjadi di
Indonesia. Padahal kalau dilihat dari jumlahnya, harta
wakaf di seluruh tanah air terbilang cukup besar. Sebagian
besar wakaf itu berupa atau digunakan untuk rumah
ibadah, lembaga pendidikan Islam, pekuburan dan lain-
lain yang rata-rata tidak produktif. Karena itu, keberadaan
wakaf di Indonesia saat ini perlu mendapat perhatian
khusus, karena wakaf yang ada selama ini umumnya
berbentuk benda yang tidak bergerak yang sesungguhnya
mempunyai potensi yang cukup besar seperti tanah-tanah
produktif yang strategis untuk dikelola secara produktif.
Harta wakaf tersebut harus dikelola dan diberdayakan
dengan manajemen yang baik dan modern. Pemberdayaan
harta wakaf ini mutlak diperlukan dalam rangka menjalin
kekuatan ekonomi umat demi meningkatkan kesejahteraan
53 Ibid., hal. 90
93
masyarakat banyak. Tentu saja pemberdayaan ini
membutuhkan kerja sama dari semua pihak, khususnya
dunia perbankan yang mempunyai kekuatan dana untuk
memberikan pinjaman atau lembaga-lembaga pihak ketiga
lainnya yang tertarik dengan pengembangan wakaf. Kerja
sama kemitraan ini memerlukan dukungan dan komitmen
oleh semua pihak seperti pemerintah, ulama’, kaum
profesional, cendekiawan, pengusaha, perbankan dan
sebagainya sehingga potensi wakaf akan mempunyai
peranan yang cukup penting dalam tatanan ekonomi
nasional.
94
benarbenar menjadi sumber dana dari masyarakat untuk
masyarakat.54
Di negara lain telah lama tumbuh lembaga
perwakafan yang mapan. Bahkan masalah perwakafan
diatur dengan peraturan perundang-undangan. Di
Indonesia baru ada Peraturan Pemerintah RI No 28 Tahun
1977 yang mengatur tentang perwakafan tanah milik dan
sekarang kita telah memiliki undang-undang khusus
wakaf, yaitu Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang
Wakaf55.
Sebab itu, dapat dikatakan bahwa sampai saat ini
potensi wakaf sebagai sarana berbuat kebajikan bagi
kepentingan masyarakat belum dikelola dan diberdayakan
secara maksimal dalam ruang lingkup nasional. Padahal,
jika potensi wakaf ini diatur dan dikembangkan dengan
baik, akan membawa dampak yang begitu besar dalam
masyarakat. Beban persoalan sosial yang dihadapi bangsa
kita sekarang ini dan di masa mendatang akan terpecahkan
secara mendasar dan menyeluruh melalui sistem
pengumpulan, pengelolaan, dan pemberdayaan harta
wakaf dalam ruang lingkup nasional.
Menurut data Departemen Agama Republik
54 Drs. H. Tulus, Manajemen Kelembagaan Wakaf, makalah
dipresentasikan pada Workshop Internasional tentang “Pemberdayaan
Ekonomi Umat Melalui Pengelolaan Wakaf Produktif “, yang dilaksanakan
oleh The International Institute of Islamic Thought (IIIT), Batam, 7 Januari
2002.
55 Bandingkan misalnya dengan nagara-negara seperti Mesir, Turki,
Bangladesh dan sebagainya, lihat, Proyek Peningkatan Zakat dan Wakaf
Direktorat Jenderal Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji, 2003, Fiqih
Wakaf, hal 86-90.
95
Indonesiaterajhir terdapat jumlah tanah wakaf di Indonesia
sebanyak 403.845 lokasi dengan luas 1.566.672.406
M2. Apabila jumlah tanah wakaf ini dihubungkan dengan
negara yang saat ini sedang menghadapi berbagai krisis
khususnya krisis ekonomi, sebenarnya wakaf merupakan
salah satu lembaga Islam yang sangat potensial untuk lebih
dikembangkan guna membantu masyarakat yang kurang
mampu. Sayangnya, wakaf yang jumlahnya begitu banyak,
umumnyadigunakan secara konsumtif dan belum dikelola
secara produktif. Dengan demikian, lembaga wakaf di
Indonesia belum terasa manfaatnya secara optimal bagi
kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan data yang ada dalam masyarakat, pada
umumnya, wakaf di Indonesia digunakan untuk masjid,
mushalla, sekolah, rumah yatim piatu, makam dan sedikit
sekali tanah wakaf yang dikelola secara produktif dalam
bentuk suatu usaha yang hasilnya dapat dimanfaatkan bagi
pihak-pihak yang memerlukan termasuk fakir miskin.
Pemanfaatan tersebut dinilai dari segi sosial khususnya
untuk kepentingan keagamaan memang efektif. Tapi
dampaknya kurang berpengaruh dalam kehidupan
ekonomi masyarakat. Apabila peruntukan wakaf hanya
terbatas pada hal-hal di atas tanpa diimbangi dengan wakaf
yang dapat dikelola secara produktif, maka kesejahteraan
sosial masyarakat yang diharapkan tidak akan dapat
terealisasi secara optimal.
Dalam kondisi ekonomi yang memprihatinkan ini,
sesungguhnya peranan wakaf, di samping
instrumeninstrumen ekonomi Islam lainnya seperti zakat,
96
infaq, shadaqah dan lain-lainnya dapat dirasakan
manfaatnya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat
khususnya di bidang ekonomi dengan syarat dikelola
sebagaimana mestinya. Peruntukan wakaf di Indonesia
yang kurang mengarah kepada pemberdayaan ekonomi
umat dan cenderung hanya untuk kepentingan-kepentingan
kegiatan ibadah khusus dapat dimaklumi. Karena memang,
pada umumnya, ada keterbatasan umat Islam akan
pemahaman wakaf baik mengenai harta yang diwakafkan,
peruntukan wakaf maupun nazhir wakaf. Pada umumnya
umat Islam di Indonesia memahami bahwa peruntukan
wakaf hanya terbatas untuk kepentingan peribadatan dan
hal-hal yang lazim dilaksanakan di Indonesia seperti untuk
masjid, mushalla, sekolah, makam dan sebagainya.56
Agar wakaf di Indonesia dapat memberikan
kesejahteraan sosial bagi masyarkat, maka diperlukan
pengelolaan wakaf secara optimal oleh para nazhir. Untuk
mendorong atau mengoptimalkan wakaf oleh para nazhir
perlu ada suatu badan wakaf yang berskala nasional yang
berfungsi antara lain memberikan pertimbangan
pengelolaan wakaf. Di samping itu juga badan wakaf
tersebut berfungsi sebagai nazhir untuk pengelola wakaf
produktif atau wakaf uang.
Di sinilah pengelolaan dana wakaf sebagai instrumen
investasi bisa menjadi alternatif kebuntuan pengelolaan
harta wakaf. Artinya pemanfaatan yang selama ini
terkesan ‘jalan di tempat’ bisa diterobos. Pengelolaan
model ini cukup menarik karena benefit atas investasi
56 Ibid.,
97
tersebut akan dapat dinikmati oleh masyarakat di mana
saja. Hal ini dimungkinkan karena benefit atas investasi
tersebut berupa cash yang dapat ditransfer ke beneficiary
manapun di seluruh dunia. Sementara investasi atas dana
wakaf tersebut dapat dilakukan di manapun tanpa batas
negara, mengingat sifat wakaf tunai yang dapat
diinvestasikan di negara manapun.57
Hal inilah yang diharapkan mampu menjembatani
kesenjangan antara masyarakat “kaya” dengan masyarakat
“miskin”, karena diharapkan terjadi transfer kekayaan
(dalam bentuk keuntungan investasi) dari masyarakat kaya
kepada masyarakat miskin. Proses ini dapat menjadi efek
bola salju ketika benefit atas dana wakaf bisa
diinvestasikan kembali dan seterusnya.
Selain itu, wakaf model ini dapat memperluas
jangkauan pemberi wakaf dan peningkatan produktifitas
harta wakaf dengan penjelasan sebagai berikut:58
99
keperluan sosial, seperti untuk meningkatkan pendidikan
Islam, pengembangan rumah sakit Islam, bantuan
pemberdayaan ekonomi umat, dan bantuan atau
pengembangan sarana dan prasarana ibadah. Di samping
itu, tidak menutup kemungkinan dipergunakan untuk
membantu pihak-pihak yang memerlukan seperti bantuan
pendidikan, bantuan penelitian, dan lain-lain.
Sementara itu, wakaf yang ada dan sudah berjalan di
kalangan masyarakat dalam bentuk wakaf tanah milik,
perlu dilakukan pengamanan dan dalam hal benda wakaf
yang mempunyai nilai produktif perlu didorong untuk
dilakukan pengelolaan yang bersifat produktif. Badan
wakaf itu dapat membantu baik dalam pembiayaan
maupun pembinaan para nazhir untuk dapat melakukan
pengelolaan wakaf produktif
100
Bagian Keempat
WAKAF TUNAI DI NEGARA-NEGARA MUSLIM
101
Ketiga, dana wakaf tunai juga bisa membantu sebagian
lembaga-lembaga pendidikan Islam yang cash flow-nya
terkadang kembang-kempis dan menggaji civitas
akademika ala kadarnya. Keempat, pada gilirannya, insya
Allah, umat Islam dapat lebih mandiri dalam
mengembangkan dunia pendidikan tanpa harus terlalu
tergantung pada anggaran pendidikan negara yang
memang semakin lama semakin terbatas.60
Lebih jauh, Syafii mencoba untuk mengilustrasikan
betapa pentingnya penggunaan wakaf tunai. Dalam dunia
pendidikan misalnya, ia melihat adanya tiga filosofi dasar
yang harus ditekankan ketika kita hendak menerapkan
prinsip wakaf tunai dalam dunia pendidikan. Pertama,
alokasi cash waqf harus dilihat dalam bingkai ''proyek
yang terintegrasi'', bukan bagian-bagian dari biaya yang
terpisah pisah. Contohnya adalah anggapan dana wakaf
akan ''habis'' bila dipakai untuk membayar gaji guru atau
upah bangunan, sementara wakaf harus ''abadi''. Dengan
bingkai proyek, sesungguhnya, dana wakaf akan
dialokasikan untuk program-program pendidikan dengan
segala macam biaya yang terangkum di dalamnya. Kedua,
asas kesejahteraan nazhir. Sudah terlalu lama nazhir sering
kali diposisikan kerja asal-asalan alias lillahi ta'ala (dalam
pengertian sisa-sisa waktu dan bukan perhatian utama) dan
wajib ''berpuasa''. Sebagai akibatnya, sering kali kinerja
nazhir asal-asalan juga. Sudah saatnya, kita menjadikan
nazhir sebagai profesi yang memberikan harapan kepada
lulusan terbaik umat dan profesi yang memberikan
60 Ibid.
102
kesejahteraan, bukan saja di akhirat, tetapi juga di dunia.
Di Turki, misalnya, badan pengelola wakaf mendapatkan
alokasi 5 persen dari net income wakaf. Angka yang sama
juga diterima Kantor Administrasi Wakaf Bangladesh.
Sementara itu, The Central Waqf Council India
mendapatkan sekitar 6 persen dari net income pengelolaan
dana wakaf.
Ketiga, asas transparansi (accountability) di mana
badan wakaf dan lembaga yang dibantunya harus
melaporkan setiap tahun akan proses pengelolaan dana
kepada umat dalam bentuk audited financial report
(laporan keuangan yang sudah diaudit) termasuk
kewajaran dari masing-masing pos biayanya.61
Melihat kecenderungan yang begitu potensial, dan
terutama dengan melihat perkembangan pengelolaan
wakaf tunai yang ada di negara-negara lain, maka
kesempatan yang sama juga sebenarnya bisa diberlakukan
di Indonesia. Karena di beberapa negara lain yang
notabene berpenduduk mayoritas muslim, wakaf
dikembangkan sebagai salah satu alternatif dan instrumen
yang cukup memadai untuk menyejahterakan kehidupan
umat. Harus diakui pula bahwa secara konseptual dan
praktis, penggunaan kata-kata wakaf sampai saat ini
cenderung masih dipahami sebagai pemberian sesuatu
yang berbentuk benda-benda tidak bergerak, seperti lahan
tanah atau bangunan. Pemahaman dan praktik semacam ini
telah berlangsung sekian lama, bahkan wakaf yang sudah
mulai dikelola oleh negara seperti pada empirium Ottoman
61 Ibid.
103
(Usmani 1516-1918) pun masih terbatas pada bentuk
benda-benda tidak bergerak.62
Sementara bentuk lain dari wakaf yang berupa tunai,
seperti investasi belum banyak dikenal di kalangan
masyarakat muslim.
Seiring dengan perkembangan kehidupan masyarakat
yang cenderung berhadapan dengan kehidupan global,
maka hal-hal spesifik pengembangan ekonomi yang
menyejahterakan umat menjadi lirikan baru. Dalam Islam,
pemberdayaan ekonomi bukan hanya bisa dilakukan
melalui zakat, infak, atau shadaqah, melainkan perbankan
Syari’ah dan wakaf dinilai sebagai alternatif yang cukup
memadai. Pada sekitar abad 19, di beberapa negara
muslim seperti Aljazair, misalnya, reformasi pengelolaan
wakaf ini dibuktikan dalam bentuk sumbangan tanah
sekitar 1/2 dari luas tanah produktif. Pada tahun 1883,
Tunisia mengelola wakaf tanah yang mencapai jumlah 1/3,
di Turki (1928) mencapai 3/4, di Mesir (1935) mencapai
1/7, dan Iran (1930) mencapai 15%. Akumulasi pemilikan
tanah wakaf yang begitu luas telah mendorong beberapa
negara melakukan reformasi.
Sebagai perbandingan, ternyata bukan hanya
negaranegara muslim saja yang telah begitu piawai dalam
pengelolaan dan pengembangan wakaf, Sri Langka,
sebuah negara yang notabene bukan tergolong negara
muslim, mulai mendirikan lembaga wakaf sejak Islam
masuk dan berkembang di negara tersebut. Pada tahun
105
yang ada di Srilangka dalam beberapa hal memang banyak
kemiripannya dengan yang di Indonesia, yaitu banyaknya
praktik wakaf yang terbatas pada tanah, bangunan, dan
juga kuburan.
Secara historis, anjuran dan misi wakaf untuk
menciptakan kesejahteraan sosial sebenarnya telah
dicontohkan di zaman kejayaan Islam di masa lalu. Di
masa Dinasti Abbasiyah, wakaf telah dikembangkan
sedemikian rupa sehingga menjadi sumber pendapatan
negara. Ketika itu, wakaf yang pada awalnya meliputi
berbagai aset semacam masjid, mushala, sekolah, tanah
pertanian, rumah, toko, kebun, pabrik roti, bangunan
kantor, gedung pertemuan, tempat perniagaan, pasar,
tempat pemandian, gudang beras, dan lain-lain pada
akhirnya bisa diambil manfaatnya sebagai isntrumen
pendapatan negara.
Kebiasaan di masa Dinasti Abbasiyah itu diteruskan
sampai sekarang di beberapa negara Islam sesuai dengan
perkembangan zaman. Di negara seperti Malaysia, Saudi
Arabia, Mesir, Turki, dan Yordania, lembaga wakaf
berkembang sangat maju dan mampu memberi manfaat
yang besar, bukan hanya untuk umat di negeri itu,
melainkan juga umat di negeri lain karena ternyata ia
mampu menjadi sarana pemberdayaan ekonomi yang
cukup memadai bagi peningkatan kesejahteraan
masyarakat, seperti pengembangan kegiatan dalam
memajukan kebudayaan Islam, pemberian beasiswa,
pembiayaan terhadap berbagai kegiatan penelitian,
penyediaan fasilitas kesehatan, dan lain-lain.
106
Khususnya di negara-negara tersebut, wakaf tidak
hanya berupa tanah atau bangunan, tetapi juga berupa
investasi saham, uang, real estate, tanah pertanian, flat,
tempat ibadah, dan pendidikan yang kesemuanya dikelola
dengan baik dan produktif, sehingga hasilnya dapat
digunakan untuk mewujudkan kesejahteraan umat.
A. Arab Saudi
Pemerintah Kerajaan Saudi Arabia membuat
peraturan bagi Majelis Tinggi Wakaf dengan ketetapan
No. 574 tanggal 16 Rajab 1386 sesuai dengan Surat
Keputusan Kerajaan No. M/35, tanggal 18 Rajab 1386.
Majelis Tinggi Wakaf diketuai oleh Menteri Haji dan
Wakaf, yakni Menteri yang mengawasi wakaf dan
menguasai permasalahan-permasalahan perwakafan
sebelum dibentuk Majelis Tinggi Wakaf. Adapun anggota
Majelis Tinggi Wakaf terdiri atas wakil Kementerian Haji
dan Wakaf, ahli hukum Islam dari Kementerian
Kehakiman, wakil dari Kementerian (Departemen)
Keuangan dan Ekonomi, Direktur Kepurbakalaan serta
tiga anggota dari kalangan cendekiawan dan wartawan.
Majelis Tinggi Wakaf mempunyai wewenang untuk
membelanjakan hasil pengembangan wakaf dan
menentukan langkah-langkah dalam mengembangkan
wakaf berdasarkan syarat-syarat yang ditentukan wakif
dan manajemen wakaf. Di samping itu Majelis Tinggi
Wakaf juga mempunyai beberapa wewenang, antara lain:
(1) melakukan pendataan wakaf serta menentukan
cara-cara pengelolaannya; (2) menentukan langkah-
107
langkah umum untuk penanaman modal, pengembangan
dan peningkatan harta wakaf; (3) mengetahui kondisi
semua wakaf yang ada. Langkah ini dilakukan untuk
menguatkan kedudukannya sebagai lembaga yang
menguasai permasalahan wakaf serta untuk mencari jalan
pemecahannya; (4) membelanjakan harta wakaf untuk
kebajikan menurut syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh
wakif dan sesuai dengan Syari’at Islam; (5) menetapkan
anggaran tahunan demi kelangsungan wakaf dan
mendistribusikan hasil pengembangan harta wakaf tersebut
menurut pertimbangan-pertimbangan tertentu; (6)
mengembangkan wakaf secara produktif dan
mengumumkan hasil wakaf yang sudah dikeluarkan oleh
pemerintah.
Wakaf yang ada di Saudi Arabia bentuknya
bermacammacam seperti hotel, tanah, bangunan (rumah)
untuk penduduk, toko, kebun, dan tempat ibadah. Dari
macammacam harta wakaf tersebut ada yang diwakafkan
untuk dua kota suci yakni kota Makkah dan Madinah.
Pemanfaatan hasil wakaf yang utama adalah untuk
memperbaiki dan membangun wakaf yang ada agar wakaf
tersebut kekal dengan tetap melaksanakan syarat-syarat
yang diajukan oleh wakif.
Sebagai salah satu negara dengan penghasilan aset
ekonomi yang melimpah diiringi dengan komitmen untuk
menjalankan ajaran-ajaran Islam, Arab Saudi tergolong
yang sangat serius menangani wakaf, di antaranya dengan
membantuk Kementrian Haji dan Wakaf. Lembaga
(departemen) ini berkewajiban mengembangkan dan
108
mengarahkan wakaf sesuai dengan syarat-syarat yang telah
ditetapkan waqif. Untuk mengawal kebijakan perwakafan,
pemerintah membentuk Majelis Tinggi Wakaf yang
diketuai oleh Menteri Haji dan Wakaf dengan anggota
terdiri atas ahli hukum Islam dari Kementrian Kehakiman,
wakil dari Kementrian Ekonomi dan Keuangan, Direktur
Kepurbakalaan serta tiga anggota dari cendekiawan dan
wartawan.
Yang menarik adalah bahwa bentuk wakaf di negara
air zam-zam ini bentuknya macam-macam. Ada yang
berbentuk hotel, bangunan untuk penduduk, toko, kebun,
dan tempat ibadah. Dan di antara wakaf-wakaf itu pula,
terdapat ketentuan khusus yang diwakafkan untuk
kebutuhan kota suci Mekah dan Madinah. Dengan
pengertian lain, bahwa segala manfaat yang diperoleh dari
wakaf itu, diperuntukkan bagi pembangunan kedua kota
suci itu seperti membangun perumahan penduduk,
membangun sejumlah hotel di seputar Masjidil Haram,
dan fasilitas lain yang diniatkan untuk melayani kebutuhan
jamaah haji.
B. Mesir
Di negeri ini wakaf telah berkembang dengan
menakjubkan karena memang dikelola secara profesional.
Pada awalnya, Hakim Mesir di zaman Hisyam bin Abd
Malik yang bernama Taubah bin Namirlah yang pertama
kali melakukan wakaf yang pada waktu itu berupa tanah
untuk bendungan.63 Lalu, beberapa puluh tahun kemudian,
110
dan obligasi perusahaan penting dan memanfaatkan
lahanlahan kosong agar menjadi produktif sehingga
pengembangan wakaf yang dikelola secara profesional
sangat bermanfaat untuk membantu kehidupan para kaum
dhuafa, fakir-miskin, bahkan sampai penyediaan fasilitas
kesehataan berupa rumah sakit dan obat-obatan.
Memang, di Mesir sepertinya tidak terlalu
mendikotomikan antara wakaf tunai dengan wakaf reguler.
Karena Badan Wakaf berwenang untuk mengelola dan
mengembangkan keduanya. Tetapi, jika ditilik dari
beberapa bentuk wakaf yang dilaksanakan seperti
pembolehan kredit bank sebagai subjek wakaf, ini
menunjukkan bahwa Mesir memiliki concern yang cukup
tinggi dalam pengembangan wakaf tunai.
C. Turki
Lain lagi apa yang telah berkembang di Turki. Negara
yang saat ini dianggap sebagai negara Islam sekular karena
beberapa praktik kehidupan masyarakatnya yang lebih
dekat dengan Barat ini memiliki sejarah panjang dalam
pengelolaan wakaf, yang kalau dirunut sejarahnya dimulai
sejak masa Utsmaniyah. “Pada tahun 1925 saja, harta
wakafnya mencapai ¾ dari luas lahan produktif di Turki”
ujar Mustafa Edwin Nasution, ketua Program Studi Timur
Tengah dan Islam, Universitas Indonesia. Pusat
Administrasi Wakaf juga berkembang dengan baik. Kini
untuk memobilisasi sumber-sumber wakaf dan membiayai
bermacam-macam jenis proyek joint-venture telah
didirikan Waqf Bank & Finance Corporation.
111
Sebagaimana disinggung pada bab sebelumnya bahwa
pengelolaan wakaf di Turki juga dikelola oleh Direktorat
Jenderal Wakaf. Sejauh ini ada dua pelayanan yang
diberikan oleh Direktorat Jenderal Wakaf, yaitu pelayanan
kesehatan dan pelayanan pendidikan dan sosial. Pelayanan
kesehatan diberikan melalui wakaf-wakaf rumah sakit.
Peran Dirjen Wakaf di Turki begitu besar dalam
pengelolaan wakaf dengan terus mengembangkan harta
wakaf secara produktif melalui upaya komersial dan
hasilnya untuk kepentingan sosial. Upaya komersial Dirjen
Wakaf Turki terhadap harta wakaf adalah dengan
melakukan kerjasama dan investasi di berbagai lembaga,
antara lain Yvalik and Aydem Olive oil Corporation,
Tasdelen Healthy Water Corporation, Auqaf Guraba
Hospital, Taksim Hotel (Sheraton), Turkish Is Bank,
Ayden Textile Industry dan lain-lain.
D. Bangladesh
Di samping terkenal sebagai negara miskin,
Bangladesh juga merupakan negara terbelakang dengan
jumlah penduduk yang besar, yaitu sekitar 120 juta jiwa
dengan luas daerah 55.000 mil persegi. Selain itu, kondisi
alam yang seringkali kurang menguntungkan karena
negara ini termasuk sering tertimpa bencana seperti banjir
dan angin topan. Peningkatan populasi Bangladesh juga
cukup padat, yaitu 717 orang per km persegi dan juga
termasuk salah satu dari negara yang mempunyai sumber
daya alam yang sangat terbatas. Berbagai dimensi
kemiskinan ini antara lain tercermin dari penurunan
112
pendapatan riil sektor pertanian, ketidakmerataan
distribusi pendapatan yang cenderung menguntungkan
masyarakat perkotaan, perbedaan gaji antarsektor formal
dan informal, peningkatan dramatis dalam biaya hidup,
mencuatnya beberapa masalah pemenuhan kesehatan
masyarakat, pengangguran, dan migrasi internal. Mungkin
jika ditilik dari kehidupan ketatanegaraan, Bangladesh
sebenarnya hanya membutuhkan manajemen SDM yang
lebih baik, agar kehidupan masyarakatnya lebih makmur.
Terlepas dari fenomena kehidupan masyarakat yang
relatif miskin dan serba kekurangan, di bidang yang lain,
terutama dalam pengamalan ajaran keagamaan,
masyarakat Bangladesh bisa dianggap begitu antusias
dalam hal praktik ajaran keagamaan. Dalam hal yang
berkaitan dengan pemahaman ajaran agama dan kebutuhan
peningkatan ekonomi, masyarakat Bangladesh sepertinya
sadar bahwa mereka membutuhkan alternatif
pengembangan ekonomi masyarakat yang berbasis
Syari’ah. Dan wakaf tunai, selain juga wakaf regular
menjadi sarana pendukung kesejahteraan ekonomi
masyarakat. Di Bangladesh wakaf telah dikelola oleh
Social Investment Bank Ltd. (SIBL). Bank ini telah
mengembangkan Pasar Modal Sosial (the Voluntary
Capital Market). Instrumen-instrumen keuangan Islam
yang telah dikembangkan, antara lain: surat obligasi
pembangunan perangkat wakaf (Waqf Properties
Development Bond), sertifikat wakaf tunai (Cash Waqf
113
Deposit Certificate),64 sertifikat wakaf keluarga (Family
Waqf Cetificate), obligasi pembangunan perangkat
masjid (Mosque Properties Development Bond), saham
komunitas masjid (Mosque Community Share), Quard-e-
Hasana Certificate, sertifikat pembayaran zakat
(Zakat/Ushar Payment Certificate), sertifikat simpanan
haji (Hajj Saving Certificate), dan lainlain.
Pada sistem fiskal yang kini berlaku di negara-negara
muslim, khususnya di Bangladesh, perpajakan
dititikberatkan pada Pajak Tidak Langsung yang sifatnya
regresif, yaitu pajak yang menerapkan tarif yang semakin
rendah dengan semakin tingginya jumlah penghasilan
yang kena pajak. Di Bangladesh, terdapat kurang-lebih
85% dari total pendapatan pajak pada 1995-1996 berupa
pajak tidak langsung. Sebagian besar pajak langsung dapat
dikonversikan sebagai bentuk tanggung-jawab sosial
64 Prof. Manan, pakar ekonomi Islam asal Bangladesh
mengemukakan bahwa sertifikat wakaf tunai Cash Waqf Certificate (SWT)
merupakan upaya inovasi finansial di bidang perwakafan. Bila langkah ini
berhasil dijalankan dengan baik, akan mampu memberikan manfaat untuk
kesejahateraan umat. Contohnya adalah yang pernah dilakukan di
Bangladesh, yang menuai kesuksesan besar. Wakaf Tunai membuka
peluang yang unik bagi penciptaan investasi di bidang keagamaan,
pendidikan, dan pelayanan sosial. Tabungan dari anggota masyarakat
berpenghasilan tinggi dapat dimanfaatkan melalui penukaran SWT.
Sedangkan pendapatan yang diperoleh dari pengelolaan Wakaf Tunai dapat
dibelanjakan untuk berbagai tujuan yang berbeda. Di antaranya untuk
pemeliharaan harta wakaf sendiri serta pengeluaran lainnya. Jika ada
organisasi Lembaga Wakaf yang dikelola secara profesional, maka akan
menjadi lahan baru bagi Muslim kelas menengah untuk beramal. Dan itu
berarti upaya pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan ekonomi kecil
bukan lagi impian. Lihat www.republika.co.id, Jum’at, 22 Agustus 2003.
114
melalui penerbitan Sertifikat Wakaf Tunai. Sertifikat
tersebut dapat menggantikan sebagian atau seluruh pajak
penghasilan untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur
kemanusiaan dan sosial. Dalam konteks ini, Wakaf Tunai
dapat dipandang sebagai bentuk gerakan pembangunan
masyarakat dalam mengatasi masalah pendidikan, sosial,
dan ekonomi.
E. Yordania
Secara administratif, pelaksanaan pengelolaan wakaf
di Kerajaan Yordania didasarkan pada Undang-undang
Wakaf Islam No. 25/1947. Dalam UU tersebut disebutkan
bahwa yang termasuk dalam urusan Kementerian Wakaf
dan Urusan Agama Islam adalah wakaf masjid, madrasah,
lembaga-lembaga Islam, rumah-rumah yatim, tempat
pendidikan, lembaga-lembaga Syari’ah, kuburan-kuburan
Islam, urusan-urusan haji, dan urusan-urusan fatwa. UU
wakaf yang mengatur tentang pengaturan wakaf tersebut
kemudian diperkuat oleh Undang-Undang Wakaf No
26/1966. Dalam Pasal 3, secara rinci disebutkan bahwa
tujuan Kementerian Wakaf dan Urusan Agama Islam
antara lain adalah sebagai berikut:
1. Memelihara masjid dan harta wakaf serta
mengendalikan urusan-urusannya;
2. Mengembangkan masjid untuk menyampaikan risalah
Nabi Muhammad SAW dengan mewujudkan
pendidikan Islam;
3. Membakar semangat jihad dan menguatkan jiwa
Islam serta meningkatkan kualitas keimanan;
115
4. Menumbuhkan akhlak Islam dan menguatkannya
dalam kehidupan kaum Muslimin;
5. Menguatkan semangat Islam dan menggalakkan
pendidikan agama dengan mendirikan
lembagalembaga dan sekolah untuk menghafal Al-
Qur’an;
6. Menyosialisasikan budaya Islam, menjaga
peninggalan Islam, melahirkan kebudayaan baru
Islam dan
menumbuhkan kesadaran beragama.65
66 Ibid.
117
wakaf di Amman dengan biaya 80.000 (delapan puluh
ribu) dinar Yordania; pembangunan apartemen hunian di
Amman dengan biaya 85 ribu dinar, dan beberapa proyek
lainnya. Sedangkan proyek yang dilaksanakan di Tepi
Barat antara lain adalah kantor-kantor, pertokoan, dan
pusat perdagangan di tanah-tanah wakaf. Biaya
pembangunan yang dilakukan baik di wilayah Tepi Barat
maupun Tepi Timur tersebut diperkirakan menelan biaya
700 ribu dinar. Meskipun demikian, pelaksanaan proyek
ini tetap saja membutuhkan lembaga khusus yang
menangani masalah studi kelayakan terhadap rencana-
rencana pengembangan tanah wakaf dengan tujuan agar
proyek dapat berjalan dengan baik.
Yang menarik adalah bahwa Wizarat al-Auqaf mampu
ikut serta dalam meningkatkan peranan wanita dalam
pembangunan. Kementerian Wakaf mengelola wakaf
dengan mengutamakan perlengkapan administrasi wakaf
yang memadai sesuai saran para ahli. Untuk mencapai
tujuan yang diharapkan Kementerian Wakaf
mempergunakan berbagai cara. Adapun cara-cara
pengembangan wakaf yang dilakukan Kementerian Wakaf
antara lain adalah sebagai berikut:
1. Mengembangkan hasil harta wakaf itu sendiri;
2. Menyewakan tanah-tanah wakaf dalam waktu yang
lama;
3. Kementerian Wakaf meminjam uang kepada
pemerintah untuk membangun proyek-proyek
pembangunan tanah wakaf yang ada di kota Amman,
Aqabah dan lain-lain;
118
4. Menanami tanaman-tanaman di tanah pertanian.67
67 Ibid.
68 Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Jawa Barat, Uce K
Suganda menjelaskan bahwa di Amerika Serikat, negara yang sering
bersitegang dengan negara-negara muslim, wakaf telah dikelola secara
profesional oleh lembaga keuangan yang bonafid. Di sana lembaga yang
mengelola wakaf adalah the Kuwait Awqaf Public Foundation (KAPF) yang
bermarkas di New York, dengan Al Manzil Islamic financial Services
sebagai advisornya. Berkat kerjasama KAPF dengan AL Manzil ini pula
misalnya, telah berhasil dibangun satu apartemen senilai US$85 juta di atas
tanah yang dikuasai the Islamic Cultural Center of New York. Lihat
www.republika.co.id, Jum’at, 14 Mei 2004.
119
hanya melalui bentuk-bentuk yang kaku. Dengan
pengertian lain, bagi siapapun yang ingin mewakafkan
hartanya tidak lagi terpaku pada ketentuan yang
menitikberatkan pada wakaf berupa tanah dan bangunan
karena dengan cara tunai (cash), pembelanjaan harta pun
bisa dilakukan. Selain lebih memudahkan, secara
Syari’ahpun wakaf tunai ternyata sangat dianjurkan dan
memperoleh legitimasi dari ajaran Islam. Dengan
demikian, hadits yang diriwayatkan Ibnu Umar, yang
merupakan dialog antara Umar bin Khattab dengan Nabi
Muhammad SAW di saat Umar ingin mewakafkan
tanahnya di Khaibar, antara lain Nabi SAW bersabda “Jika
engkau suka tahanlah pangkalnya dan sedekahkan
hasilnya,” merupakan praktik ibadah yang bisa dilakukan
sepanjang ruang dan waktu
Daftar Pustaka
Abu Zahra, M, Muhadharah fi al-Waqfi, tpn: 1959
120
Al-Baijuri, Hasyiyah al-Baijuri, Beirut: Dar al-Fikr, Juz II,
tt.
121
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan
Penyelenggaraan Haji, Pedoman Pengelolaan dan
Pengembangan Wakaf, 2003, hal. 97.
122
Nasution, Mustafa E., Wakaf Tunai: Strategi untuk
Menyejahterakan dan Melepaskan Ketergantungan
Ekonomi, (Makalah Workshop Internasional,
“Pemberdayaan Ekonomi Umat Melalui Wakaf
Produkstif”, di Wisma Haji Batam, 7-8 Januari 2002),
Tidak Diterbitkan.
123
Tulus, H, Manajemen Kelembagaan Wakaf, makalah
dipresentasikan pada Workshop Internasional tentang
“Pemberdayaan Ekonomi Umat Melalui Pengelolaan
Wakaf Produktif “, yang dilaksanakan oleh The
International Institute of Islamic Thought (IIIT),
Batam, 7 Januari 2002.
124
Keputusan Fatwa
KOMISI FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA
Tentang
WAKAF UANG
MENIMBANG :
A. Bahwa bagi mayoritas umat Islam Indonesia, pengertian
wakaf yang umum diketahul, antara lain, adalah
125
bergerak atau tidak bergerak, yang memiliki daya tahan
yang tidak hanya sekali pakai dan bernilai menurut
ajaran Islam (Kompilasi Hukum Islam di Indonesia,
Bukuk III, Bab I, Pasal 215, (1) dan (4)).
sehingga atas dasar pengertian tersebut, bagi mereka
hukum wakaf uang (waqf a1-nuqua cash wakaf) adalah
tidak sah
B. Bahwa wakaf uang memiliki fleksibilitas (keluwesan)
dan kemaslahatan besar yang tidak dimiliki oleh benda
lain
C. bahwa oleh karena itu, Komisi Fatwa Majelis Ulama
Indonesia memandang perlu menetapkan fatwa tentang
hukum wakaf uang untuk dijadikan pedoman oleh
masyarakat
MENGINGAT
1. Firman Allah swt:
.
"Kamu sekalian tidak sampai kepada kebajikan (yang
sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta
yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan,
maka sesungguhnya Allah mengetahuinya” (QS. All Imran
[3]: 92).
126
2. Firman Allah swt
4803
4924 4923
9323
127
"Diriwayatkan dari Abu Huralrah r.a. bahwa Rasulullah
s.a.w. bersabda; “Apabila manusia meninggal dunia,
terputuslah (pahala) amal perbuatannya kecuali tiga hal,
yaitu shadaqah jariyah (wakaf), ilmu yang dimanfaatkan,
atau anak shaleh yang mendoakannya” (H.R. Muslim, al-
Tirmidzi, al-Nasa`i, dan Abu Daud.)
4809 9949
4934 4921
128
Ibnu Umar berkata “Maka, Umar menyedekahkan tanah
tersebut, (dengan mensyaratkan) bahwa tanah itu tidak
dijual, tidak di hibahkan dan tidak diwariskan. Ia
menyedekahkan (hasilnya kepada fuqara, kerabat, riqab
(hamba sahaya, orang tertindas), sabilillah, ibnu sabil,
dan tamu. Tidak berdosa atas orang yang mengelolanya
untuk memakan dari (basil) tanah itu secara ma ‘ruf
(wajar) dan memberi makan (kepada orang lain) tanpa
menjadikannya sebagai harta hak milik
Rawi berkata “Saya menceritakan hadis tersebut kepada
Ibnu Sirin, lalu Ia berkata ‘ghaira mutaatstsilin malan'
(tanpa menyimpannya sebagai harta hak milik). (H.R. al-
Bukhari, Muslim, al-Tirmidzi dan al-Nasa’).
5. Hadis Nabi saw:
4931
129
6. Jabir r.a. berkata
497 0 471 9
MEMPERHATIKAN :
1. Pendapat imam al-Zuhri (w. 124 H.) bahwa mewakafkan
dinar hukumnya boleh, dengan cara menjadikan dinar
tersebut sebagai modal usaha kemudian keuntungannya
disalurkan pada mauquf ‘alaih (Abu Su’ud Muhammad,
Risalah fi Jawazi Waqf al-Nuqud, [Beirut: Dar Ibn-
Hazm, 1997], h. 20-21).
2. Mutaqaddimin dari ulama mazhab Hanafi (lihat Wahbah
al Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, [Damsyik:
Dar al-Fikr, 1985], juz VIII, h. 162). Membolehkan
wakaf uang dinar dan dirham sebagai pengecualian, atas
dasar Istihsan bi al-‘Urfi, berdasarkan atsar Abdullah
bin Mas’ud r.a
130
4340
berikut
131
yakni “menahan harta yang dapat dimanfaatkan tanpa
lenyap bendanya atau pokoknya, dengan cara tidak
melakukan tindakan hukum terhadap benda tersebut
(menjual, memberikan, atau mewariskannya), untuk
disalurkan (hasilnya) pada sesuatu yang mubah (tidak
haram) yang ada"
6. Surat Direktur Pengembangan Zakat dan Wakaf Depag,
(terakhir) nomor Dt.1. III/5/BA.03.2/2772/2002, tanggal
26 April 2002
MEMUTUSKAN
Menetapkan : FATWA TENTANG WAKAF UANG
Pertama : 1. Wakaf Uang (Cash WakaflWaqf
alNuqud) adalah wakaf yang
dilakukan seseorang, kelompok
orang, lembaga atau badan hukum
dalam bentuk uang tunai
2. Termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-
surat berharga
3. Wakaf Uang hukumnya jawaz
(boleh).
4. Wakaf Uang hanya boleh disalurkan
dan digunakan untuk hal- hal yang
dibolehkan secara syar’iy.
5. Nilai pokok Wakaf Uang harus dijamin
kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan,
dan atau diwariskan.
132
Kedua : Fatwa ini berlaku sejak ditetapkan dengan
ketentuan jika di kemudian hari
ternyata terdapat kekeliruan, akan
diperbaiki dan disempurnakan
sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di Jakarta
Tanggal :28 Shafar 1423 H
11 Mei 2002 M
TENTANG
PEMBENTUKAN TIM PENYUSUN BUKU
“PEDOMAN PENGELOLAAN WAKAF TUNAI”
133
3. Thobieb Al-Asyhar, S. Ag.
4. HM. Cholil Nafis, Lc, MA
5. H. Achmad Mu’thi Shofieq, S. Ag.
6. Ahmad Muda Lubis, S.Ag.
7. H. Damiri, BA.
Ditetapkan di Jakarta
Pada
Tanggal………….9883 an.
DIREKTUR JENDERAL
BIMBINGAN MASYARAKAT ISLAM
DAN PENYELENGGARAAN HAJI
SEKRETARIS,
H. Fauzie Amnur, Lc
NIP. 150 103 420
134