Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sesuai dengan falsafah pancasila serta cita-cita untuk pembinaan hukum

nasional perlu adanya undang-undang tentang perkawinan yang berlaku bagi

semua warga negara. Dalam hal ini undang–undang dasar republik indonesia

nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Menjelaskan bahwa perkawinan ialah

ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri

dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal

berdasarkan ketuhanan yang maha esa.1

Banyak hal yang dapat berpengaruh dalam rumah tangga, misal karena factor

ekonomi, social, perbedaan visi dan misi antara suami dan isteri atau masalah

yang timbul dari masing-masing pasangan. Karena Tidak sedikit orang yang gagal

dalam menyelesaikan problematika dalam rumah tangga, atau bahkan berujung

pada perceraian. Ada hukum yang harus di perhatikan bagi seorang istri yang

putus perkawinanya sebab di cerai ( talaq ) dan di tinggal mati suaminya, yaitu

iddah.

Iddah berasal dari kata ‫ عد‬artinya menghitung. Sedangkan menurut istilah

syara’ adalah lamanya perempuan (istri) menunggu dan tidak boleh menikah

setelah kematian suaminya atau setelah bercerai dari suaminya. 2 Menurut Ulama

Hanafiyah iddah adalah ketentuan masa penantian bagi seorang perempuan untuk
1
Tim Redaksi Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: Nuansa Aulia, 2020), hlm.
74.
2
Slamet Abidin, Aminuddin, Fiqih Munakahat Untuk Fakultas Syari’ah Komponen MKDK
(Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999), hlm 121.

1
2

mengukuhkan status memorial pernikahan yang bersifat material, seperti

memastikan kehamilan. Menurut Ulama Asy Syafi’iyah iddah adalah masa

menunggu bagi seorang wanita guna mengetahui apakah di dalam rahimnya ada

benih janin dari sang suami atau tidak.

Iddah juga disimbolkan sebagai kesedihan seorang wanita atas kematian

suami. Atau iddah merupakan konstruksi agama yang lebih menggambarkan

nuansa ibadah (ta’abbudi).3 Iddah secara etimologi diambil dari kata adad yang

dalam 2 Kamus A-Munawwir, berarti hitungan, bilangan. 4 Secara terminologi,

menurut Al-San'âny yaitu nama bagi suatu masa yang seorang perempuan

menunggu dalam masa itu kesempatan untuk menikah lagi karena wafatnya

suaminya atau bercerai dengan suaminya 5. Ada dua keadaan yang menyebabkan

terjadinya kewajiban Iddah bagi wanita yang dicerai. Yaitu:

1. Matinya suami. Maka wajib bagi seorang wanita baik sudah atau belum

sempat digauli menjalankan iddah. Sebagaimana firman Allah (Qs. Al-

Baqoroh: 234)

      


         
         

Artinya: Orang-orang yang meninggal diantaramu dan meninggalkan istri
hendaknya dia (istri) menjalani masa iddah selama empat bulan
sepuluh hari. Apabila telah sampai waktu yang ditentukan boleh dia
berbuat terhadap dirinya dengan cara yang baik. Allah maha tahu
apa yang mereka lakukan.6

3
Abu Yasid, Fiqh Today, Fatwa Tradisional untuk Orang Modern (Jakarta: Erlangga, 2007),
hlm. 26.
4
Ahmad Warson Al-Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap,
(Yogyakarta: Pustaka Progressif, 1997), hlm 904.
5
Al-San'âny, Subul al-Salâm, Juz III, (Cairo: Syirkah Maktabah Mustafa Al-Babi Al-Halabi,
1960), hlm. 196.
6
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Terjemah, ( Jakarta: Almahira, 2018 ), hlm. 38.
3

Ayat ini secara tegas dan umum mengatakan keharusan istri yang ditinggal

mati suami wajib menjalani masa Iddah selama empat bulan sepuluh hari.

Meskipun dia belum digauli, tidak berlaku baginya ketentuan tidak beriddah.

2. Istri dicerai dan digauli suaminya. Apabila suami belum bergaul dengan

istrinya, maka istri tersebut tidak memenuhi syarat untuk dikenai

kewajiban beriddah. Ketentuan ini berdasarkan surat Al-Ahzab ayat 49 :

       


          
    
Artinya: Hai orang-orang yang beriman apabila kamu menikahi perempuan-
perempuan yang beriman kemudian kamu menceraikannya
sebelum kamu menggaulinya, maka tidak ada kewajiban baginya
untuk beriddah terhadapmu. (Qs. Al-Ahzab: 49)7

Selain beriddah ada juga istilah yang berkaitan erat dengannya yakni ihdad.

wanita yang di tinggal suaminya wajib melakukan ihdad (menahan diri) sampai

dengan selesai masa iddah. Makna Ihdad secara etimologi adalah: mencegah, dan

di antara pencegahan itu adalah mencegah perempuan dari berhias. Hal yang

termasuk dalam pengertian Ihdad adalah menampakkan kesedihan.

Adapun Ihdad secara terminologi adalah antisipasi seorang perempuan dari

berhias dan termasuk di dalam pengertian tersebut adalah masa tertentu atau

khusus dalam kondisi tertentu, dan yang demikian adalah Ihdad atau tercegahnya

seorang perempuan untuk tinggal pada suatu tempat kecuali tempat tinggalnya

sendiri.8 Ihdad merupakan suatu kondisi seorang isteri harus menahan diri atau

berkabung selama empat bulan sepuluh hari. Selama masa itu, isteri hendaknya

7
Ibid, hlm. 424.
8
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqh Munakahat dan
Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2007), hlm 320,
4

menyatakan dukanya dengan tidak berhias, dengan tidak memakai parfum, tidak

bercelak mata dan tidak boleh keluar rumah.

Menurut jumhur ulama fiqih selain madzhab Syafi’i, apabila tidak ada

keperluan mendesak, seperti untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.9 Ia

di perbolehkan keluar dari rumah nya dengan alasan mendesak seperti membeli

kebutuhan pokok, obat-obatan, serta wajib melakukan ihdad.Menurut Imam

Syafi’i mengatakan, bahwa ihdad adalah meninggalkan pemakaian perhiasan.

Wanita yang menjalani iddah dengan ihdad tidak boleh memakai perhiasan,

memakai wangi-wangian, memakai inai, menyisir rambutnya, dan tidak boleh

pula memakai celak, kalau ia membutuhkannya juga maka dia boleh bercelak di

waktu malam dan mencucinya di waktu siang.

Selain itu, diapun tidak boleh memakai pakaian yang berwarna merah

menyala atau biru cerah. Juga bagi wanita yang diceraikan dengan talak tiga atau

wanita yang ditinggal mati suaminya, tidak boleh keluar tanpa suatu keperluan.10

Cara ini ditentukan untuk menghormati kematian suami. Apabila masa iddah telah

habis, maka tidak ada larangan untuk berhias diri, melakukan pinangan, bahkan

melangsungkan akad nikah.

B. Penegasan Istilah

1. Pengertian Iddah

9
Muhammad Zaenul Arifin, Buku Pintar Fiqih Wanita: Segala Hal Yang Ingin Anda Ketahui
Tentang Perempuan Dalam Hukum Islam, (Jakarta: zaman, 2012), hlm. 126
10
Abu Ishaq Ibrahim bin Ali bin Yusuf, Al Tanbih Fii Fiqhi Asy Syafi’i, Diterjemahkan
Hafid Abdullah, Kunci Fiqih Syafi’i, (Semarang: Asy Syifa’, 1992), hlm. 273-274.
5

adalah lamanya perempuan atau istri menunggu dan tidak boleh menikah

setelah kematian suaminya atau setelah bercerai dari suaminya.11

2. Pengertian Ihdad

Kata “ihdad” berarti tidak memakai perhiasan, wewangian, pakaian

bermotif, pacar (kutek atau cat kuku), menyisir rambut, memakai inai, dan

celak mata.12

3. Pengertian Wanita yang Di Tinggal Mati

Wanita yang di tinggal mati yaitu wanita yang memiliki masa iddah

(menunggu) atau masa penantian sebelum menikah lagi, setelah ia di

tinggal mati suaminya.

4. Pengertian Hukum Islam

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti hukum islam adalah

peraturan dan ketentuan yang berkenaan dengan kehidupan berdasarkan

Al-Quran dan hadis. Arti lainnya dari hukum islam adalah hukum syara’

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Ketentuan Iddah dan Ihdad Wanita Yang Di Tinggal Mati

Suaminya Di Desa Dayo ?

2. Bagaiman Ketentuan Iddah dan Ihdad Wanita Yang Di Tinggal Mati

Suaminya Di Desa Dayo Kecamatan Tandun Menurut Perspektif Hukum

Islam ?

D. Batasan Masalah

11
Slamet abidin, Loc. cit
12
Haid Abdullah, Kunci Fiqih Syafi’i (Semarang: Asy-Syifa, 1993), hlm. 273.
6

Sehubungan dengan banyaknya permasalahan di atas maka penulis

membatasi penelitian ini pada ‘’Ketentuan Iddah dan Ihdad Wanita Yang di

Tiunggal Mati oleh Suaminya di Desa Dayo Kecamatan Tandun Menurut

Perspektif Hukum Islam’’.

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dan manfaat dari

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaiman Ketentuan Iddah Dan Ihdad Wanita Yang

Di Tinggal Mati Suami Di Desa Dayo.

2. Untuk mengetahui bagaimana Praktik Ihdad Dalam Masa Iddah Wanita

Yang Di Tinggal Mati Suami Di Desa Dayo.

3. Untuk menambah Ilmu Pengetahuan terkait masalah Iddah Dan Ihdad

Wanita Yang Di Tinggal Mati.

F. Penelitian Relevan

Penelitian ini adalah penelitian terdahulu yang ,mana penelitian ini sudah

membahas tentang iddah dan ihdad wanita yang di tinggal mati

suaminya.beberapa penelitian relevan antara lain sebagai berikut:

1. Penelitian yang di lakukan oleh Dita Nuraini dengan judul Ihdad Bagi

Wanita Karier Menurut Pengelola (PSGA) Pusat Studi Gender dan Anak

Iain Raden Lampung, pada tahun 2018.

Dalam pandangan hukum Islam seorang wanita memiliki kewajiban

berihdad mengikuti masa ‘Iddah wanita yang diceraikan oleh suaminya

atau karena cerai mati, tidak boleh keluar rumah dan menahan diri tidak
7

boleh menikah lagi selama masa iddahnya belum selesai, wajib pula bagi

wanita tersebut berihdad, meninggalkan bersolek dan lain-lain yang dapat

menarik perhatian laki-laki yang bukan suaminya. Seorang wanita karir

yang ditinggal mati suaminya boleh saja melakukan aktifitas diluar

rumah seperti bekerja, asalkan dia tahu batasan-batasan yang tidak boleh

dilakukan.

2. Penelitian yang di lakukan oleh MR. Sulhakee Burraheng dengan judul

Ketentuan Iddah Dan Ihdad Wanita Yang Di Tinggal Mati Suaminya

Dalam Keadaan Hamil (Menurut Pendapat Imam Malik Dan Imam

Syafi’i) pada tahun 2017.

Menurut pendapat imam malik bahwa iddah bagi isteri yang di tinggal

mati suamin ya dalam keadaan hamil ialah harus menempuh dua massa

iddah yang paling lama,yaitu iddah kematian suami empat bulan sepuluh

hari dan iddah wanita hamil sampai ia melahirkan kandunganya.

Sedangkan menurut Imam Syafi’i bahwa iddah bagi isteri yang di tinggal

mati suaminya dalam keadaan suaminya dalam keadaan hamil ialah

sampai melahirkan kandunganya.

G. Sistematika Penelitian

BAB I PENDAHULUAN

Pada bagian ini di paparkan Latar Belakang Penegasan Istilah,

Rumusan Masalah, Batasan Masalah, Tujuan Dan Kegunaan

Penelitian.

BAB II KAJIAN PUSTAKA


8

Pada bagian ini di paparkan landasan teori tentang Pengertian

Iddah Dan Ihdad, Landasan Hukum Iddah Dan Ihdad, Hikmah

Iddah Dan Ihdad, Wanita Yang Di Tinggal Mati Oleh Suami,

Gambaran Umum Desa Dayo.

BAB III METODE PENELITIAN

Bagian ini menjelaskan tentang jenis penelitian,sifat penelitian,

sumber data, lokasi penelitian, populasi dan sampel, Teknik

pengumpulan data, Teknik analisis data

BAB IV ANALISIS DATA

Pada bagian ini di paparkan hasil dan Analisis Penelitian Yang

Memaparkan Tentang “Ketentuan Iddah Dan Ihdad Wanita

Yang Di Tinggal Mati Suami Di Desa Dayo Kecamatan Tandun

Menurut Perspektif Hukum Islam“.

BAB V PENUTUP

Merupakan bagian yang dipaparkan kesimpulan terhadap masalah

yang terdapat didalam penelitian dan saran yang diharapkan dapat

berguna bagi Penulis, Masyarakat dan Civitas Akademik.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Iddah Dan Ihdad

1. Iddah

Seiring dengan berkembangnya zaman, kebanyakan dari masyarakat

belum begitu faham mengenai massa iddah seorang wanita, baik massa iddah

bagi wanita yang di cerai oleh suaminya, ataupun massa iddah bagi wanita

yang di tinggal mati suaminya. Hal ini dapat di lihat dari kebiasaan wanita

yang dalam massa iddah namun kurang memperhatikan konsekuensi ataupun

penerapannya.

Fiqh madzhab syafi’i dalam kitab fathul qorib. Iddah secara terminologi

syariat adalah menunggunya perempuan untuk mengetahui kosongnya rahim

dengan tiga kali sucian, beberapa bulan atau melahirkan. Iddah seorang

wanita ada dua macam. Iddah ditinggal mati suaminya dan yang tidak, jika

iddah karena suaminya meninggal, maka jika ia dalam posisi mengandung,

iddahnya sampai melahirkan.

Jika yang meninggal adalah suami yang masih kecil yang tidak mungkin

menyebabkan kehamilan, maka iddahnya dengan bulan. jika tidak

mengandung, maka iddah nya adalah 4 bulan 10 hari, dan untuk bulan yang

pecah maka disempurnakan 30 hari. Iddah nya wanita yang suaminya masih

ada, kalau ia dalam keadaan mengandung maka sampai melahirkan. Jika tidak

dan dia termasuk wanita yang haid, maka iddahnya tiga kali sucian. Jika

9
10

wanita ditalaq ketika dalam keadaan suci maka selesainya ketika menginjak

haid ketiga atau ditalaq dalam keadaan haid dan nifas, maka iddah nya selesai

ketika menginjak haid ke empat.13

Menurut KBBI dalam bahasa syari'at, istilah iddah bermakna masa

menunggu bagi seorang istri untuk mengetahui kekosongan rahimnya dari air

sperma suaminya sebelum kemudian menikah lagi dengan laki-laki lain.

Hukum melaksanakan iddah bagi istri yang ditinggal mati oleh suaminya atau

yang telah dicerai adalah wajib. Dan tidak sah menikahnya seorang wanita

yang sedang melaksanakan iddah hingga tuntas masa iddahnya. Mengenai

seorang istri yang ditinggal mati oleh suaminya, berikut keterangan seputar

masa 'iddahnya tersebut:

Pertama, iddah anak yang masih kecil, perempuan yang telah menopuose,

dan yang tengah hamil adalah sebagaimana yang difirmankan Allah SWT

(Qs. At-thalaq: 4):

        


         
           
Artinya: Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) antara
perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa
iddahnya), Maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu
(pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. dan perempuan-
perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka
melahirkan kandungannya. Serta ayat-ayat yang lainya. (Qs. At-talaq:
4).14
Masa iddah seorang istri yang tengah mengandung itu adalah sejak dari

mulai meninggal suaminya sampai ia melahirkan, baik selama sembilan bulan

13
Tim Pembukuan Anfa’, Irsyadul Masail Fathul Qorib, (Lirboyo Kediri: Lirboyo Press,
Oktober 2019), hlm.553-554
14
Wahbah azzuhaili. fiqih islam wa adillatuhu jilid IX (Jakarta: gema insani, 1985 ) hlm.
535
11

lamanya (sesuai masa kandungan anak) maupun kurang dari itu. Bahkan jika

ada seorang istri ditinggal mati suaminya lalu satu jam kemudian dia

melahirkan, selesailah masa iddahnya.

Jika seorang istri yang ditinggal mati suaminya mengalami keguguran,

hukumnya adalah sebagai berikut:

a. Jika ia keguguran berupa segumpal darah, maka tidak selesai 'iddahnya

dengan keguguran tersebut.

b. Jika ia keguguran dan janin bayi yang keluar itu sudah berupa segumpal

daging, maka selesai iddahnya dengan keguguran tersebut, asalkan sudah

dipastikan oleh empat orang bidan bahwa segumpal daging tersebut adalah

janin manusia yang masih berbentuk segumpal daging. Apalagi jika

kegugurannya sudah berbentuk lebih dari segumpal daging, misalnya

sudah berbentuk manusia yang memiliki kepala dan kaki, masa 'iddahnya

sudah selesai dengan keguguran tersebut.

Kedua, jika seorang istri yang ditinggal mati suaminya tidak sedang

mengandung, baik ia tergolong seorang wanita yang masih mengalami haid,

maupun belum mengalaminya, ataupun yang sudah menopause (berhenti

kebiasaan haidhnya), dan juga baik ia sudah pernah disetubuhi suaminya

(yang wafat) tersebut maupun belum, masa 'iddahnya adalah empat bulan

sepuluh hari, terhitung dari mulai wafatnya sang suami.

b. Ihdad
12

Definisi dari kata’’ihdad’’menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI)

adalah menahan diri selama masa iddah dari berhias dan memakai wangi-

wangian bagi isteri yang kematian suaminya.

Wahbah al-Zuhaili memberikan definisi tentang makna ihdad adalah

meninggalkan harum-haruman, perhiasan, celak mata dan minyak, baik minyak

yang mengharumkan maupun yang tidak15. Para fuqaha’ berbeda pendapat

bahwa wanita yang sedang berihdad dilarang memakai semua perhiasan yang

dapat menarik perhatian laki-laki kepadanya, seperti perhiasan, intan dan celak,

kecuali hal-hal yang dianggap bukan sebagai perhiasan. Dan dilarang pula

memakai pakaian yang celup dengan warna, kecuali warna hitam. Dari ummu

athiyah RA. Bahwa rasulullah SAW bersabda :

ٌ‫رَأة‬T
َ T‫ َّد اِ ْم‬T‫ (الَتُ ِح‬: ‫لَّ ْم قَا َ َل‬T‫ ِه َو َس‬T‫ص َّل هللَا ُ َعلَ ْي‬
َ ِ‫ض َي هللَا ُ َع ْنهَا اَن َرسُوْ ُل هللا‬ ِ ‫َطيَّةَ َر‬ِ ‫َوع َْن اُ ُم ع‬
ّ‫ ِإال‬,‫بُوْ ًغا‬T‫ث ثَوْ بً َم ْس‬ ُ َ‫ َوالَ ت َْلب‬,ً‫ر‬T‫َش‬ ْ ‫ه ٍُر َوع‬T‫أش‬ ْ َ‫ج أرْ بَعَ ة‬ ‫ق ثَالَ ٍ َّآل‬ َ ْ‫ت فَو‬
ٍ ْ‫ث إ عَلى َزو‬ ٍ ِّ‫عَل َى َمي‬
ً‫ َذة‬T‫ت نُ ْب‬ ‫َأ‬
ْ ‫ َر‬Tُ‫ ٍط وْ طَه‬T‫ َذةً ِم ْن قُ ْس‬T‫ت نُ ْب‬ ْ ‫ ِإاَّل ِإ َذا طَه َُر‬,‫ َواَل تَ ْكتَ ِح ُل َواَل تَ َمسُّ ِط ْيبًا‬,‫ب‬ ٍ ْ‫ب َعص‬ ٍ ْ‫ثَو‬
َ‫ َوال‬:‫الزيَا َد ِة‬ ‫َأِل‬ ٌ ْ
ِّ َ‫ا ِء ِمن‬T‫ َو بِى دَا ُو َد َوالن ََس‬.‫لِ ٍم‬T‫ َوهَ َذا لَفظ ُم ْس‬.‫ق َعلَ ْي ِه‬ ْ ‫َأ‬
ٌ َ‫ْط وْ ظفَاٍر) ُمتَّف‬ ‫َأ‬ ٍ ‫ِم ْن قُس‬
ُ.‫ضبُ ) َولِلنِّ َساِئ َواَل تَ ْمتَ ِشط‬ ِ َ‫تُ ْخت‬
Artinya: Jangan lah seorang perempuan berkabung atas kematian lebih dari
tiga hari, kecuali atas kematian suaminya ia boleh berkabung empat
bulan sepuluh hari dan iya tidak boleh berpakaian warna warni
kecuali kain ashob, tidak boleh mencelak matanya, tidak
menggunakan wangi-wangian, kecuali jika telah suci dia boleh
menggunakan sedikit sund dan adhfar (dua macam wangian yang
biasa di gunakan perempuan untuk membersihkan bekas
haidnya).’’muttafaq ‘alaihi dan lafadznya menurut muslim. Menurut
riwayat abu daud dan nasa’i ada tambahan: tidak boleh
menggunakan pacar.” Menurut riwayat nasai dan tidak menyisir16

Syekh Sayyid Sabiq memberikan definisi tentang ihdad. Menurutnya,

ihdad adalah meninggalkan bersolek seperti memakai perhiasan, pakaian


15
Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adilatuhu Jilid VII, Diterjemahkan oleh Abdul Hayyie
al-Katani, (Jakarta: Gema Insani, 1985), hlm. 659.
16
Ibnu Hajar Al-Asqolani, Terjemah Bulughul Marom, Terjemah. Achmad Sunarto, (Jakarta:
Pustaka Amani, 2000). hlm. 537.
13

sutera, wangi-wangian, dan celak mata. Hal tersebut, menurut sayyid sabiq di

wajibkan atas seorang isteri yang di tinggal mati suaminya selama masa iddah

dengan maksud untuk menunjukan kesetiaan dan menjaga hak-hak suami.

berikut perkataan beliau:

ِ َ‫ب َو ْالخَ ظ‬
َ ‫ َوإنِّمَا ُو ِج‬. ‫ب‬
‫ب‬ ِ ِّ‫ر َوالطَّي‬TْTِ ‫ك َما تُتَزَ يَّنُ بِ ِه ْال َمرْ َأةُ ِمنَ ْال َحلِّ َو ْالكَحْ ِل َو ْال َح ِري‬ ٌ ْ‫د تَر‬Tُ ‫َوااْل ِ حْ دَا‬
ِ ْ‫ ِم ْن اَجْ ِل ْال َوفَا ِء لِل َّزو‬,‫َعلَى ال َّزوْ َج ِة َذلِكَ ُم َّدةً ْال ِع َّد ِة‬
17 ِّ
.‫ َو ُم َراعَاةُ لِ َحق ِه‬,‫ج‬
Artinya: Ihdad adalah ,meninggalkan bersolek seperti memakai perhiasan, celak
mata, pakaian sutera, dan wangi-wangian, dan memakai inai. Hanya
saja hal ini di wajibkan atas seorang isteri yang di tinggal mati
suaminya selama masa iddah dengan maksud untuk menunjukan
kesetiaan dan menjaga hak-hak suami.
Dari beberapa pendapat di atas yang mendefinisikan mengenai ihdad dapat

di ambil inti pokoknya yaitu ketiadaan pemakaian perhiasan, bersolek, dan hal-

hal lain yang dapat menimbulkan syahwat dan gairah dari kaum laki-laki, bagi

wanita yang di tinggal mati oleh suaminya.

B. Landasan Hukum Iddah dan Ihdad

Para ulama sepakat bahwa perempuan yang telah diceraikan oleh suaminya,

baik cerai hidup maupun cerai mati, diwajibkan menjalani ‘iddah. Konsensus ini

didasarkan kepada Al-Qur`an, Al-Hadits, dan al-Ijma’. Pertama, dasar al-Qur`an

menyebutkan; “Perempuan-perempuan yang ditalak hendaklah menahan diri

(menunggu) tiga kali quru`” (Al-Baqarah: 228); “Orang-orang yang meninggal

dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri, hendaklah perempuan itu

ber’iddah empat bulan sepuluh hari” (Al-Baqarah: 234); “Dan perempuan-

perempuan yang putus dari haid (menopause) di antara isteri-isterimu, jika kamu

17
Sayyid sabiq, Fiqh al-sunnah, jilid I, (Dar al Fikr, Beirut, cet.IV, 1988), hlm. 427.
14

ragu-ragu (tentang masa ‘iddahnya), maka ‘iddah mereka adalah tiga bulan, dan

begitu pula perempuan-perempuan yang sudah haid.

Sedangkan perempuan-perempuan yang hamil waktu ‘iddah mereka itu

adalah sampai mereka melahirkan kandungannya” (At-Thalaq: 4), dan beberapa

ayat lain yang berkaitan dengan ‘iddah ini. Kedua, dasar hukum ‘iddah dalam al-

Hadits. Rasulullah SAW bersabda “Tidak dihalalkan bagi seorang perempuan

yang beriman kepada Allah dan hari kiamat melakukan ihdâd, kecuali bagi

suaminya (yang wafat), yaitu selama empat bulan sepuluh hari (HR. al-Bukhari

dan Muslim); Rasulullah kepada Fatimah ibn Qays “Ber’iddahlah (jalanilah

‘iddah) kamu di rumah Ummi Maktum (HR. Muslim, Ahmad ibn Hanbal, al-

Nasa’i dan Abu Dawud).

Ketiga, dalil ‘iddah yang dilandaskan kepada ijma’. Berdasarkan ayat dan

hadits di atas, ulama fikih sepakat (ijmâ’) bahwa perempuan muslimah yang telah

bercerai dengan suaminya wajib menjalani masa ‘iddah18.

C. Hikmah Iddah Dan Ihdad

Menurut KBBI Pertama, untuk mengetahui bersihnya rahim perempuan

tersebut dari bibit yang ditinggalkan mantan suaminya. Kedua, untuk

ta’abbud, artinya semata untuk memenuhi kehendak dari Allah meskipun secara

rasio kita mengira tidak perlu lagi. Ketiga, bela sungkawa atas kematian suaminya

(tafajju’)

D. Wanita Yang Di Tinggal Mati Oleh Suami

18
Wahbah azzuhaili, op, cit, hlm. 76.
15

Wanita yang di tinggal mati suami adalah wanita yang dulunya mempunyai

suami namun suaminya meninggal dunia dengan sebab tertentu, misal disebebkan

karena kecelakaan, sakit, atau karena gugur dalam peperangan, dan lain

sebagainya. dengan demikian wanita yang di tinggal mati suaminya, di wajibkan

baginya melakukan iddah serta ihdad.

E. Gambaran Umum Desa Dayo

1. Sejarah desa dayo

Pada tahun 1984 Pemerintah Republik Indonesia mengadakan program

transmigrasi yang bertujuan untuk pemerataan penduduk dan peningkatan

ekonomi masyarakat. Program tersebut merupakan program rencana

pembangunan lima tahun yang merupakan perencanaan pada saat era orde

baru. Program transigrasi tersebut dilakukan pemerintah dari penduduk yang

padat dilakukan pengiriman kedaerah yang mempunyai penduduk yang

rendah, pada waktu itu penduduk pulau jawa dan Bali banyak yang dikirim

kedaerah Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya.

Pada tahun 1984 Program di wilayah Pir-sus Sei Tapung yang difasilitasi

oleh Departemen Transmigrasi Republik Indonesia telah berhasil

mengirimkan penduduk lokal maupun penduduk dari pulau Jawa kewilayah

tersebut. Hal tersebut ditandai dengan dilaksanakannya pembentukan dan

pengesahan pembukaan wilayah perkebunan baru di daerah Sei Tapung. Pada

mulanya proses pemerintahan diaksanakan oleh badan yang ditunjuk

Departemen Transmigrasi yang disebut KUPT. Segala proses pemerintahan,

budaya dan sosial masyarakat di bawah pengawasan lembaga tersebut.19


19
Kantor Kepala Desa Dayo,2022
16

Pada tahun 1992 setelah dilaksanakan konverensi atau penyerahan tanah

kepada masyarakat juga dibarengi dengan ususlan-usulan pembentukan desa

definitive kepemerintahan daerah Kabupaten Kampar. Dan pada saat itu

sebagai Kepala Desa ditunjuk sebagai pejabat sementara. Setelah masa

jabatan pejabat sementara selesai dilakukan proses Demokrasi yang pertama

kali yitu pada tahun 1995 dan Desa Dayo telah menjadi Desa yang definitive

yang ditetapkan dalam peraturan daerah Kabupaten Kampar.20

Pada tahun 1999 Karena adanya undang-undang otonomi daerah wilayah

Desa Dayo yang pada mulanya termasuk dalam wilayah pemekaran dari

Kabupaten Kampar diputuskan masuk wilayah Kabupaten Rokan Hulu

hingga saat sekarang ini. Kemudian Desa Dayo terus berkembang dengan

Kepala Desa :

a. Tahun (1984-1994) Amril, S.Sos sebagai KUPT Desa Tenera dan

Subiyantoro Edi sebagai Sekretaris Desa.

b. Tahun (1995-2003) Kastar sebagai Kepala Desa dan Rudi Atmo

Nowiyanto sebagai Sekretaris Desa.

c. tahun (1999-2001) Zaimar, AMP sebagai Pj. Kepala Desa dan Rudi Atmo

Nowiyanto sebagai Sekretaris Desa.

d. Tahun (2001-2007) Kirsam sebagai Kepala Desa dan M. Sudjono sebagai

Sekretaris Desa.

e. Tahun (2003-2004) M. Sudjono sebagai Pj. Kepala Desa dan M. sudjono

sebagai Sekretaris Desa.

20
Ibid
17

f. Tahun (2004-2009) Marjono sebagai Kepala Desa dan H. Maryono

sebagai Sekretaris Desa.

g. Tahun (2009) H. Maryono sebagai Pj. Kepala Desa dan Kuraisin sebagai

Sekretaris Desa.

h. Tahun (2009-2015) Fitria Ruliana, ST sebagai Kepala Desa dan Kuraisin

sebagai Sekretaris Desa.

i. Tahun (2015-2916) Tengku Habrial sebagai Pj. Kepala Desa dan Kuraisin

sebagai Sekretaris Desa.

j. Tahun (2016-2017) Tengku Habrizal sebagai Pj. Kepala Desa dan

Kuraisin sebagai Sekretaris Desa.

k. Tahun (2017-2023) Marjono, S.AP sebagai Kepala Desa dan Kuraisin

sebagai Sekretaris Desa.

l. Tahun (2017-2023) Marjono, S.AP sebagai Kepala Desa dan Sriadi,S.Pd

sebagai Sekrearis Desa.

2. Demografi

a. Batas Wilayah Desa

Letak geografi Desa Dayo, terletak diantara :

Sebelah Utara : Desa Tandun Barat

Sebelah Selatan : Desa Sungai Kuning

Sebelah Barat : Desa Tapung Jaya

Sebelah Timur : Desa Bono Tapung

b. Luas Wilayah Desa

NO JENIS LUAS
18

1 Pemukiman 200 ha

2 Pertanian/Perkebunan 1.000 ha

3 Ladang/Lahan Pangan 375 ha

4 Kebun Kas Desa 3 ha

5 Perkantoran 2,4 ha

6 Sekolah 5,4 ha

7 Jalan 69,125 ha

8 Lapangan Bola Kaki dan Bola Volly 1,35 ha

9 Puskesmas 0,3 ha

10 Koperasi Unit Desa 2,1 ha

11 Lahan Persiapan Sarana Lainnya 1,3 ha

c. Jumlah Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin

NO Jenis Banyak

1 Kepala Keluarga 1089 KK

2 Laki-laki 1700 Jiwa

3 Perempuan 1564 Jiwa

Jumlah 3264 a

3. Kondisi Pemerintahan Desa

a. Stuktur Organisasi Pemerintahan Desa


19

NAMA JABATAN

Marjono, S.Ap Kepala Desa

Sriadi, S.Pd Sekretaris Desa

M. Rafi, S.Ip Kaur Pemerintahan

Adnan Arifin, S.Kom Kaur Kesejahteraan

Mustofa Suyuti, S.Kom Kaur Pelayanan

Nila Sari Andini, Amd Kaur Tata Usaha dan Umum

Sri Ines Anggraini F,Amd Kaur Keuangan

Siti Khodijah, S.Pd Kaur Perencanaan

Kepala Dusun
Arif Kusnandar
Ds. Tanjung Harapan

Kepala Dusun
Ali Sodikin
Ds. Sungai Bungo

Kepala Dusun
Dadang Sunarya
Ds. Rimba Sari

4. Visi Dan Misi Desa

a. Visi Desa

‘’ Kebersamaan Dalam Membangun Desa Dayo Yang Lebih Maju ‘’

b. Misi Desa

Untuk mencapai tujuan dari visi diatas maka disusunlah Misi sebagai

langkah-langkah penjabaran dari Visi tersebut di atas sebagai berikut :

1. Bersama masyarakat memperkuat kelembagaan Desa yang ada.


20

2. Bersama masyarakat dan kelembagaan Desa menyelenggarakan

pemerintahan dan melaksanakan pembangunan yang partisipatif.

3. Bersama maysarakat dan kelembagaan masyarakat dalam

mewujudkan Desa Dayo yang aman, tentram dan damai.

4. Bersama masyarakat dan kelembagaan memberdayakan masyarakat

untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.21

5. Kondisi Ekonomi

a). Pertanian

JenisTanaman :

1. Kakao/ Coklat : 2 ha

2. Sawit : 1.375 ha

3. Kelapa : 2 ha

4. Singkong : 2 ha

b). Peternakan

Jenis Ternak :

1. Kambing : 214 ekor

2. Sapi : 357 ekor

3. Ayam : 1.142 ekor

4. Itik : 53 ekor

5. Burung : 47 ekor

6. Domba : 18 ekor

c). Perikanan

1. Kolam Ikan : 0,2 ha


21
Ibid
21

d). Struktur Mata Pencaharian

JenisPekerjaan :

1. Petani : 760 orang

2. Pedagang : 124 orang

3. PNS : 52 orang

4. Tukang : 84 orang

5. Guru : 122 orang

6. Bidan/ Perawat : 21 orang

7. Polri/TNI : 2 orang

8. Sopir/ Angkutan : 52 orang

9. Buruh : 252 orang

10. Jasa persewaan : 10 orang

11. Swasta : 20 orang

12. Wiraswasta : 380 orang

13. Pengangguran : 291 orang

5. Peta Desa Dayo


22
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Sifat dan Jenis Penelitian

Didasari dengan adanya keinginan untuk mengkaji secara mendalam terhadap

keganjalan suatu hukum iddah dan ihdad wanita dalam masyarakat yang kurang

difahami, dengan didukung oleh konseptualisasi yang kuat atas fenomena yang

terjadi disuatu daerah dan dengan berlandasan teori-teori hukum dan Kompilasi

Hukum Islam (KHI). Maka penelitian ini menggunakan metode jenis penelitian

pendekatan yurudis empiris. Metode penelitian merupakan suatu cara yang

digunakan dalam mengumpulkan data penelitian dan membandingkan dengan

standar ukuran yang telah ditentukan.22

Jenis penelitian yang menggunakan metode yuridis empiris yang dengan kata

lain adalah jenis penelitian hukum sosiologis dan dapat disebut pula dengan

penelitian lapangan, yaitu mengkaji ketentuan hukum yang berlaku serta apa yang

terjadi dalam kenyataan di masyarakat23.dengan tujuan yang diharapkan dalam

penelitian ini, dimana studi kasus merupakan jenis penelitian yang penelaahannya

kepada suatu kasus secara mendetail, komprensif dengan menggunakan data

kualitatif dengan maksud tidak menggeneralisir.

Sehingga peneliti langsung meneliti di lapangan dan berusaha mengumpulkan

data yang lengkap yang diperoleh dari sample penelitian dengan melibatkan

22
Suharsini Arikunto. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, ( Jakarta, Rineka
Cipta, 2002 ), hlm. 126
23
Bambang Waluyo. Penelitian Hukum Dalam Praktek, ( Jakarta: Sinar Grafika, 2002 ), hlm.
15

23
24

beberapa informan yang terdiri tokoh masyarakat,tokoh agama, dan beberapa

masyarakat di Desa Dayo Kecamatan Tandun. Tipe penelitian yang digunakan

dalam penelitian deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan keadaan obyek

yang akan diteliti dalam hal ini adalah bagaimana pandangan masyarakat terhadap

Iddah dan Ihdad Wanita yang di Tinggal Mati Suaminya di Desa Dayo,

Kecamatan Tandun, Rokan Hulu.

B. Sumber Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini ialah informasi-informasi atau

keterangan tentang kenyataan atau realitas, Data yang dikumpulkan dapat diambil

dari data primer dan data sekunder. Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian

ini merupakan jawaban atas pertanyaan penelitian dan dari berbagai sumber-

sumber buku.

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumber

pertama yang terkait dengan permasalah yang akan dibahas.24 Hal ini tentu

saja digambarkan sebagai data mentah atau informasi tangan pertama.

Sebagian besar data dikumpulkan melalui observasi, wawancara terikat,

survei, wawancara telepon, studi kasus, dan lain-lain. sehingga di butuh kan

alat berupa perekam, kamera,dan buku catatan.

Data ini diperoleh langsung dari subjek penelitian yakni anggota

masyarakat yang ada di Desa Dayo, kecamatan Tandun. untuk memperoleh

24
Amiruddin, Pengantar Metode Penelitian Hukum. ( Jakarta: PT Grafindo Persada, 2006 ).
hlm.3
25

informasi tentang masyarakat yg melakukan iddah serta ihdad pada wanita

yang di tinggal mati suaminya.

2. Data Sekunder

Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) Data sekunder adalah

sumber data penelitian yang diperoleh seorang peneliti secara tidak langsung

dari objeknya, tetapi melalui sumber lain baik lisan maupun tulis. dapat

berupa buku, catatan, bukti yang telah ada, atau arsip baik yang

dipublikasikan maupun yang tidak dipublikasikan secara umum. Data

sekunder dibutuhkan untuk melengkapi data primer,

C. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah sasaran yang dijadikan analisis dan fokus masalah

pada penelitian ini. Sesuai dengan judul diatas yang mejadi objek penelitian ini

yaitu Wanita Yang Di Tinggal Mati Suaminya Di Desa Dayo Kecamatan Tandun

Menurut Perspektif Hukum Islam.

D. Populasi dan Sampel

1. Pengertian populasi Menurut Sugiyono (1997), populasi adalah wilayah

generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang memiliki kuantitas dan

karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

kemudian ditarik kesimpulannya.

Jadi pada penelitian ini populasinya adalah sebanyak 15 orang Wanita

yang di Tinggal Mati Suaminya

2. Pengertian sample

Beberapa definisi sample menurut para ahli diantaranya sebagai berikut:


26

a. Sugiyono (2005:91)

Sample adalah bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut. Pengambilan sample ini dilakukan jika penelitian

terdapat jumlah populasi yang besar dan memiliki keterbatasan dalam

pelaksanaan penelitian. Adapun kriteria pengambilan sampel ini haruslah

benar-benar representatif, sehingga data yang diambil dapat mewakili

keseluruhan populasi yang ada.

b. Ari Kunto (Akdon dan Hadi, 2005:96)

Sample adalah bagian dari populasi (sebagian atau wakil populasi

yang diteliti). Sample penelitian adalah sebagian dari populasi yang

diambil sebagi sumber data dan dapat mewakili seluruh populasi.

Jadi pada penelitian ini sampelnya berjumlah 10 orang wanita yang di

tinggal mati suaminya dengan menggunakan teknik purposive sampling.

Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data

dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini, misalnya orang

tersebut yang dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau

mungkin dia sebagai penguasa sehingga memudahkan peneliti menjelajahi

objek/situasi sosial yang diteliti. (Sugiyono, 2012:54).

E. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan bagian penting dalam penelitian. Dari data

yang diperoleh akan digunakan sebagai bahan analisis dan penelitian suatu

masalah yang telah dirumuskan. Pengumpulan data harus dilakukan dengan

sistematis, terarah, sesuai dengan masalah penelitian dan realita.25


25
Marzuki. Metodologi Riset.( Yogyakarta: PT. Hanindita Offset, 1983 ). hlm. 86
27

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan metode:

1. Observasi

Observasi adalah suatu teknik yang dilakukan dengan cara pemusatan

perhatian secara teliti terhadap suatu obyek dengan menggunakan seluruh

alat indera (pengamatan langsung). Syaodin N (Djam’an Satori dan Aan

Komariah, 2009:105) menyatakan bahwa, obserasi atau pengamatan

merupakan suatu teknik atau cara mengumpulkan data dengan jalan

mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung.

Dalam penelitian ini peneliti akan melakukan teknik observasi terus

terang dan tersamar sebagai pendukung teknik wawancara sebagai teknik

pengumpulan data. Ini didasarkan karena observasi yang dilakukan

peneliti telah melalui perizinan terlebih terlebih dahulu serta terencana

sehingga sumber data mengetahui pengamatan yang dilakukan oleh

peneliti, namun peneliti juga akan memastikan atau mengecek apakah hasil

wawancara itu benar adanya.

2. Wawancara

Wawancara adalah tanya jawab yang dilakukan oleh peneliti dan

responden peneliti. Tanya jawab yang dilakukan bertujuan untuk

mengambil keterangan, informasi yang berkaitan dngan masalah yang

diteliti. Wawancara merupakan suatu merupakan suatu teknik

pengumpulan data melalui proses komunkasi secara langsung dengan

sumber-sumber data. Komunikasi yang dilakukan dalam bentuk dialog


28

secara lisan atau sering disebut metode tanya jawab dengan sember data

penelitian.

Menurut Esterberg (Sugiyono, 2013:231) wawancara adalah

merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui

tanya jawab, sehingga dapat di konstruksikan makna dalam suatu topik

tertentu. Adapun teknik wawancara yang di gunakan peneliti adalah teknik

wawancara terstruktur dan mendalam yakni di lakukan melalui

pertanyaan-pertanyaan yang telah di siapkan sesuai dengan permasalahan

yang di teliti. Peneliti mengadakan wawancara langsung dengan informan

yang telah di ambil yaitu masyarakat yang melakukan iddah serta ihdad

bagi wanita yang di tinggal mati suaminya.

3. Dokumentasi

Dokumentasi berasal dari kata dokumen yang artinya barang-barang

tertulis. Dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki

benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-

peraturan, notulen rapat dan sebagainya. Dokementasi digunakan untuk

melengkapi data penelitian dari sumber aslinya, dengan cara

mengumpulkan dokumen

F. Teknik Analilis Data

Penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, maka analisis tersebut berlangsung

sejak pertama kali terjun ke lapangan sampai pengumpulan data dan menjawab
29

sejumlah permasalahan yang ada, selanjutnya fakta yang di peroleh di lapangan

dengan menuliskan, mengedit, mengklasifiksikan dan kemudian di anjutkan

kepenyajian. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan yang

di kemukakan oleh Miles dan Huberman (Sugiyono, 2013:246) yaitu:

1. Reduksi data, data yang diperoleh dari lapangan dicatat secara rinci dan

diteliti kemudian dipilih data yang penting, membuat kategori sehingga

data yang diperoleh di lapangan akan mudah dipahami. Reduksi data yang

dilakukan dalam penelitian ini adalah hasil wawancara yang diperoleh

dilapangan. Kemudian memperbaiki hasil wawancara dalam bentuk tabel

dan kutipan hasil wawancara dengan informan.

2. Penyajian data, setelah data di reduksi, maka langkah selanjutnya adalah

menampilkan data yang telah di reduksi. Penyajian data dalam penelitian

ini menyangkut identitas informan, dan hal–hal yang menyangkut rumusan

masalah dalam penelitian.

3. Penarikan kesimpulan, berarti data yang sudah melalui penyajian akan

ditarik kesimpulan berdasarkan apa yang diperoleh dilapangan secara

keseluruhan.
DAFTAR PUSTAKA

Abidin Slamet, Aminudin. 1999, Fiqih Munakahat Untuk Fakultas syari’ah


Komponen MKDK, bandung: cv. Pustaka Setia.

Abdullah Haid. 1993, Kunci Fiqih Syafi’I, Semarang: Asy-Syifa.

Al-San’any. 1960, Subul Al-salam juz III, Cairo: Syirkah Maktabah Musthofa Al-
Babi Al-Halabi.

Amiruddin. 2006, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT Grafindo


Persada.

Ari Kunto Suharsini. 2022, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,


Jakarta: Rineka Cipta

Az-Zuhaili Wahbah. 1985, Fiqih islam Wa adillatuhu Jilid VII, Jakarta: Gema
Insani

Az-Zuhaili Wahbah. 1985, Fiqih islam Wa adillatuhu Jilid IX, Jakarta: Gema
Insani

Hajar Al-Asqolani Ibnu. 2000, Terjemah Bulughul Marom, Jakarta: Pustaka


Amani

Kantor Kepala Desa Dayo, 2022

Ishaq Ibrahim abu bin Ali bin Yusuf. 1992, Al Tanbih Fii Fiqhi Asy Syafi’i,
Diterjemahkan Hafid Abdullah, Kunci Fiqih Syafi’i, Semarang: Asy
Syifa’.

Marzuki. 1983, Metodologi Riset, Yogyakarta: PT. Hanindita off set

Sabiq Sayyid. 1988, Fiqih Al-Sunnah Jilid 1, Dark Al-Fikr, Beirut cet IV

Syarifudin Amir. 2007, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia Antara Fiqih


Munakahat Dan Undang-Undang Perkawinan, Jakarta: Kencana

Tim Pembukuan Anfa’, 2019, Irsyadul Masail Fthul Qorib, lirboyo Kediri”
Lirboyo Press.

Tim Redaksi Nuansa Aulia, 2000, Kompilasi Hukum Islam, Bandung: Nuansa
Aulia.
Waluyo Bambang. 2022, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta: Sinar
Grafika

Warson Ahmad Al-Munawwir. 1997, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia


Terlengkap, Yogyakarta: Pustaka Progressif

Yasid Abu. 2007, Fiqih Today, Fatwa Tradisional untuk orang Modern, Jakarta:
Erlangga

Zaenul Arifin Muhammad. 2012, Buku Pintar Fiqih Wanita, segala hal yang ingin
anda ketahui tentsng perempuan dalam Hukum Islam, Jakarta: Zaman

Anda mungkin juga menyukai