Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

IDDAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tafsir Ahkam
Dosen Pengampu :
Arianto,LC M.H

Di susun oleh :
Nur azaiefah januwar jahria (202148030068)

FAKULTAS SYARI’AH
HUKUM KELUARGA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM HASANUDDIN PARE
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamiin.

Puji syukur kami ucapkan Kehadirat Allah SWT., dengan limpahan rahmatnya Untuk kita
semua Sehingga kami dapat menyusun, menyelesaikan, Tugas Makalah Tafsir Ahkam.

Sholawat Serta Salam Kami Haturkan kepada Junjungan Nabi Besar Muhammad
Shalallahu Alaihi Wassalam “shallallaahu ‘alaih”., Semoga Kami semua Mendapatkan
Syafaat-Nya di Yaumil Akhir Nanti (Aamiin).

Tak Lupa pula kami Ucapan Terima Kasih Untuk Dosen Pengampu Mata Kuliah, Bapak
Arianto LC, M. H. Yang telah mempercayai kami dalam menyusun tugas mata kuliah
dengan Judul Makalah “Iddah”.

Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dari dosen pengampu dan masukan dari teman-teman
sekalian yang sifatnya membangun, guna perbaikan makalah selanjutnya.

Penyusun

Jombangan, 13 oktober 2022

ii
DAFTAR ISI

Kata pengantar ii

Daftar Isi iii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 3
B. Rumusan Masalah 3
C. Tujuan Masalah 3

BAB II PEMBAHASAN 4

A. Pengertian Iddah 4
B. Hukum iddah . 5
C. Macam-macam iddah 6
D. Tujuan dan Hikmah iddah 10

BAB III PENUTUP . 12

A. Kesimpulan 12

DAFTAR PUSTAKA 13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
iddah bermakna perhitungan atau sesuatu yang di hitung. Secara bahasa mengandung
pengertian hari – hari haidh atau hari – hari suci pada wanita. sedangkan ssecara istilah,
‘’ iddah mengandung arti masa menunggu arti masa menunggu bagi wanita untuk
melakukan perkawinan setelah terjadinya perceaian dengan suaminya, baik cerai hidup
maupun cerai mati, dengan tujuan untuk mengetahui keadaan rahimnya atau untuk
berfikir bagi suami.
Para ulama mendefinisikan ‘iddah sebagai nama waktu untuk menanti kesuciaan
seorang istri yang ditinggal mati atau diceraikan oleh suami, yang sebelum habis masa itu
dilarang untuk di nikahka
Penting di catat, masa ‘iddah ini hanya berlaku bagi yang telah di dukhul. Sedangkan
bagi isrti yang belum yang di dukhul (qabla al-dukhul) dan putusnya
bukan karena kematian suami maka tidak berlaku baginya masa ‘iddah. Menyankut ayat-
ayat tentang ‘iddah ini dapat dilihat firman Allah SWT. Yang artinya :
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan-perempuan yang
beriman, kemudian kamu ceraikan mereka ebelum kamu mencamprinya, maka sekali-kali
tidak wjib atas mereka “iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya. Maka
berilah mereka mut’ah dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik-baiknya.(QS.
Al-ahzab/33:49).
Wanita-wanita yang talak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali (quru’) (QS.
Al-baqarah/2:228).
Berkenaan masalah quru’ terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama fikih.
Wanita yang tidak yang mengandung dan masih termasuk dalam kategori orang-orang
maih haid, masa ‘iddahnya di atur menurut aqra’. Dalam hal ini terdapat perbedaan di
kalangan ulama malikiyah dan ulama Syafi’iyyah. Bagi ulama Malikiyah makna salasata
quru’ adalah tiga kali haid, sedangkan Syafi’i memahaminya tiga kali suci. Kendati
demikian jika di konvesi ke dalam hitungan hari sebenarnya hampir sama yaitu lebih
kurang 3 bulan. Bagi wanita yang belum atau tidak haid lagi, masa ‘iddahnya selama tiga
bulan.
Selanjutnya mengenai ‘iddah putusnya pekawinan dengan sebab kematian terdapat
pada ayat berikut ini:

1
Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan istri-istri
(hendaklah para istri tesebut) menagguhkan dirinya (ber’iddah) empat bulan sepuluh hari.
(QS. Al-Baqarah/2:234).
Berangkat dari ayat-ayat di atas, menurut kalangan Fuqaha ‘iddah itu terbagi ke dalam
dua kategori utama. Pertama, ‘iddah yang terjadi karena wanita tersebut ditinggal mati
oleh suaminya. Kedua, ‘iddah yang terjadi bukan karena ditinggal mati suami. Kondisi
orang yang ditinggal mati ini adakalanya wanita tersebut dalam keandaan mengandung
dan adakalanya sedang kosong (bara’aturahmina). Apabila dalam keadaan mengandung,
masa ‘iddahnya adalah a menungu sampai kandungannya lahir.Apabila dalam keadaan
tidak mengandung, dalam pengertian tidak ada benih di dalamnya, masa ‘iddahnya 4
bulan sepuluh hari.
Agaknya yang menjadi perdebatan di kalangan ahli fikih adalah menyangkut ‘iddah
wanita yang hamil yang di tinggal mati oleh suaminya. Baginya berlaku dua masa ‘iddah;
‘iddah melahirkan dan ‘iddah wafat. Jumhur ulama fikih menyatakan masa ‘iddahnya
adalah sampai ia melahirka, sekalian kelahiran itu belum mencapai waktu empat bulan
sepuluh hari. Bahkan menurut mereka, sekalipun wanita tersebut melahirkan beberapa
saat kematian suami. Alasan-nya adalah firman Allah surah ath- talaq ayat 4 di atas.
Akan tetapi menurut Ali Ibn Abi Thalib dan Ibn Abbas, ‘iddah yang pakai adalah
yang terlama. Jika wanita tersebut melahirkan sebelum masa empat bulan sepuluh hari,
maka ‘iddahnya tetap empat bulan sepuluh hari, jika setelah lewat empat bulan sepuluh
hari, tetapi wanita tersebut belum juga melahirkan maka ‘iddahnya sampai ia
melahirkan.Dalil yang mereka gunakan adalah surah al-baqarah/2:234.
Dengan asumsi bahwa dewasa ini khususnya masyarakat awam terkadang yang
menyangkut urusan syariat dalam hal ini mengenai bagaimana hak dan kewajiban seorang
suami terhadap istrinya dan begitupun sebaliknya pada saat telah jatuhnya talak (masa
iddah) mereka hanya berlandaskan pada kebiasaan-kebiasaan yang kemudian berkembang
di lingkungan domisili mereka. Padahal sama kita pahami bahwa dalam hal semacam ini
ajaran (islam) kita telah menguraikannya secara jelas dan bahkan dalam UU No. 1 1974
tentang perkawinan juga telah dijelaskan tentang hal tersebut. Memang tidak ada salahnya
ketika kita juga mempergunakan adat (kebiasaan) yang selama ini berkembang di dalam
masyarakat akan tetapi alangkah sempurnanya pemahaman kita ketika kita mampu
mensingkrongkan antara hukum islam, hukum perdata dan hukum adat. Berangkat dari
dasar tersebut sehingga kami berinisiatif untuk menyuguhkan makalah ini yang memuat

2
penjelasan “Iddah dalam Perspektif Islam” (Hak dan kewajiban Suami Istri dalam Masa
Iddah).

B.Rumusan Masalah

1. Apa pengertian iddah


2. Apa hukum iddah
3. Apa macam-macam iddah
4. Apa tujuan dan hikmah iddah

C.Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian iddah
2. Untuk mengetahui hukum iddah
3. Untuk mengetahui macam-macam iddah
4. Untuk mengetahui tujuan dan hikmah iddah

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian iddah

Iddah berasal dari kata"addad, menurut bahasa artinya menghitng. Sedangkan


menurut istilah syara' ialah masa menunggu seorang istri selama waktu tertentu
setelah terjadi talaq atau ditinggal mati oleh suami. Seorang istri mendapatkan talaq
atau perceraian dengan suaminya tidak bleh dengan segera menikah dengan laki2 lain,
ia harus menunggu dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan syariat Islam.
Tujuannya iddah ini adalah untuk mengetahui secara lebih nyata tentang kesucian
kandungan perempuan yang ditalaq. Masa suci atau menunggu sampai anak dalam
kandungannya dilahirkan.

1.Bahasa
Al-‘Iddah berasal dari bahasa arab yang artinya sama dengan al-hisab, dan al-
ihsha yaitu bilangan dan hitungan. Dinamakan ‘iddah karena dia mencakup bilangan
hari yang pada umumnya dihitung oleh istri dengan quru’( suci dari haidh atau haidh )
atau dengan bilangan beberapa bulan.

2.Istilah
Dikalangan para ulama fiqh dan berbagai kitab klasik didapati sedikit perbedaan
pendapat dalam memberikan pengertian ‘iddah. Diantaranya:
 . Kitab Al-Wajiz
‘Iddah ialah masa menunggu bagi seorang perempuan untuk mengetahui
adanya kehamilan atau tidak, setelah cerai atau kematian suami, baik dengan
lahirnya anak, dengan quru’ atau dengan hitungan bilangan beberapa bulan.
 Kitab Mausu’ah Fiqhiyyah
‘Iddah berarti saat menunggu bagi perempuan (istri) untuk mengetahui
kekosongan rahimnya untuk memastikan bahwa dia tidak hamil atau karena
ta’abbud atau untuk menghilangkan rasa sedih atas kepergian sang suami.
 Kitab Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu

4
’Iddah adalah sebuah nama bagi suatu masa yang telah ditetapkan oleh agama
sebagai masa tunggu bagi seorang perempuan setelah perpisahan baik berpisah
lantaran ditinggal mati atau diceraikan suaminya, dan di saat itu ia tidak
diperbolehkan menerima pinangan, menikah, atau menawarkan diri kepada
laki-laki lain untuk menikahinya hingga masa ‘iddahnya selesai

B.Hukum iddah

Bagi seorang istri yang mengalami talaq atau cerai, baik hidup atau pun mati maka wajib
menjalani masa iddah. Sebagaimana telah dijelaskan dalam Al-qur'an :

‫َو اْلُم َطَّلَقاُت َيَتَر َّبْص َن ِبَأْنُفِس ِهَّن َثاَل َث َة ُق ُر وٍء ۚ َو اَل َيِح ُّل َلُهَّن َأْن َيْكُتْم َن َم ا َخ َل َق ُهَّللا ِفي َأْر َح اِم ِهَّن ِإْن ُك َّن ُي ْؤ ِم َّن ِباِهَّلل َو اْلَي ْو ِم‬
‫َٰذ‬
‫اآْل ِخ ِر ۚ َو ُبُعوَلُتُهَّن َأَح ُّق ِبَر ِّد ِهَّن ِفي ِلَك ِإْن َأَر اُدوا ِإْص اَل ًح ا ۚ َو َلُهَّن ِم ْثُل اَّلِذ ي َع َلْيِهَّن ِباْلَم ْعُر وِف ۚ َوِللِّر َج اِل َع َلْيِهَّن َد َر َج ٌة ۗ َوُهَّللا‬
‫َع ِز يٌز َح ِك يٌم‬

Artinya "Perempuan-perempuan yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali
quru' tidak boleh menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka
beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suami berhak merujuknya dalam masa
menanti itu , jika mereka para suami nenghendaki ishlah. Dan para mempunyai hak yang
seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami
mempunyai satu tingkatan kelebihan dari pada istrinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana". (Q.S.Al-baqarah ayat 228)

Tafsir ayat

Menurut ibnu kastir Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga
kali quru'. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam
rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suaminya lebih berhak
merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) itu menghendaki islah. Dan
para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang makruf.
Akan tetapi, para suami mempunyai suatu tingkatan kelebihan daripada istrinya. Dan Allah
Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. Allah memerintahkan kepada wanita-wanita yang
diceraikan dan telah dicampuri, sedangkan mereka mempunyai masa quru', hendaklah mereka
menunggu selama tiga kali quru'. Yakni salah seorang dari mereka yang dicerai oleh
suaminya melakukan idahnya selama tiga kali quru', kemudian kawin jika menghendaki.

5
Para imam yang empat orang mengecualikan keumuman makna ayat ini, yaitu berkenaan
dengan budak wanita apabila diceraikan. Maka sesungguhnya dia melakukan idahnya hanya
selama dua kali quru', mengingat segala sesuatunya adalah separuh dari wanita yang
merdeka; sedangkan quru' tidak dapat dipecahkan, maka digenapkanlah baginya dua kali
quru'. Seperti apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari Muzahir ibnu Aslam Al-Makhzumi
Al-Madani, dari Al-Qasim, dari Siti Aisyah, bahwa Rasulullah ‫ ﷺ‬pernah bersabda:
Bilangan talak budak perempuan adalah dua kali talak, dan idahnya adalah dua kali haid.

C.Macam-macam iddah

1. Iddah Talak

Iddah talak artinya iddah yang terjadi karna perceraian perempuan perempuan yang
berada dalam iddah talak antara lain sebagai berikut.
a. perempuan yang telah di campuri dan ia belum putus dalam haid.

b. perempuan yang di campuri, dan tidak haid baik perempuan tua yang tidak haid
maupun yang belum balig.

2. Iddah hamil
Iddah yang terjadi apabila perempuan perempuan yang di ceraikan itu sedang hamil.
Iddah mereka adalah sampai melahirkan anak.
Sebagaimana Firman Allah SWT:
“ Dan perempuan perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai
mereka melahirkan kandungannya. Dan barang siapa yang bertakwah kepada Allah
niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya”.
3. Iddah wafat
Iddah wafat yaitu iddah terjadi apabila seorang perempuan di tinggal mati suaminya.
dan iddah nya selama empat bulan sepuluh hari.
Menurut jumhur salaf, iddah nya habis setelah anaknya lahir, walaupun belum cukup 4
bulan 10 hari,namun ada juga pendapat lain j yang mengatakan iddah nya harus
mengambil waktu yang panjang Artinya walaupun anaknya belum lahir dan iddahnya
sudah sampai 4 bulan 10 hari maka harus menunggu anak itu lahir begitu juga
sebaliknya.

6
4. Iddah Wanita yang kehilagan suaminya
Bila ada seorang perempuan yang kehilangan suaminya dan tidak di ketahui
keberadaannya, apakah ia telah mati atau msih hidup, maka wajib atau ia harus menunggu
selama 4 tahun lamanya. kemudian hendaklah ia beriddah selama 4 bulan 10 hari.

“ Dari umar r.a “ Bagi perempuan yang kehilangan suaminya dan ia tidak mengetahui di
mana dia berada, sesungguhnya perempuan itu wajib menunggu empat tahun, kemudian
hendaklah ia beriddah empat bulan sepuluh hari, barulah ia boleh menikah.”
(H.R .Malik )

Berdasarkan kisah tersebut, maka dapat di tarik kesimpulan bahwa, menurut fatwa
Umar bin Khathab, perempuan perempuan yang kehilangan suami harus menunggu
selama empat tahun, dan beriddah empat bulan sepuluh hari, terhitung dari ia mengajukan
pengaduan kepada hakim.

5. Iddah perempuan yang di – illa’

Jumhur fugaha mengatakan bahwa istri yang di illa’ adalah istri yang di cerai juga.
oleh karna itu, ia harus di iddah seperti perempuan yang di cerai. Dan Zabir bin Zaid
berpendapat bahwa ia tidak wajib iddah, jika ia telah mengalami haid tiga kali selam
empat bulan. dan pendapt ini di jadikan pegangan oleh segolongan fuqaha dan di
riwayatkan pula oleh ibnu abbas r.a. dengan alasan bahwa di adakanya iddah adalah untuk
mengetahiu kosongnya rahim, sedang kekosongan ini sudah dapat di ketahui dari masa
tersebut
Istri yang telah bercerai dengan suaminya tetapi belum sempat berhubungan suami
istri, maka tidak akan dikenai iddah. Akan tetapi bila pernah bergaul sebagaimana
layaknya suami istri, maka wajib melakukan iddah dengan ketentuan sebagai berikut :

 Bagi perempuan yang masi haid, maka iddahnya adalah tiga kali suci, sebagaimana
yang dijelaskan pada firman Allah tersebut diatas
 Bagi perempuan yang sudah tidak haid lagi karena usia maupun penyakit, maka
iddahnya adalah selama tiga bulan. Sebagaimana firman Allah :

7
ۚ ‫َو الاَّل ِئي َيِئْسَن ِم َن اْلَم ِح يِض ِم ْن ِنَس اِئُك ْم ِإِن اْر َتْبُتْم َفِع َّد ُتُهَّن َثاَل َثُة َأْش ُهٍر َو الاَّل ِئي َلْم َيِح ْض َن‬

Artinya " Perempuan-perempuan yang tidak haid lagi, baik karena usia maupun penyakit,
maka iddahnya tiga bulan. Demikian pula perempuan-perempuan yang belum mengalami
haid".(Q.S.at-Talaq ayat 4).
Adapun perempuan-perempuan yang tidak haid itu misalnya :

1. Masih kecil (belum baligh)


2. Sudah sampai umur tetapi belum haid
3. Sudah berusia lanjud sehinggah tidak bisa haid lagi.

 Bagi wanita yang sedang mengandung, maka iddahnya sampai melahirkan. Firman
Allah :

‫َو ُأواَل ُت اَأْلْح َم اِل َأَج ُلُهَّن َأْن َيَض ْعَن َح ْم َلُهَّن ۚ َو َم ْن َيَّتِق َهَّللا َيْج َعْل َلُه ِم ْن َأْمِر ِه ُيْسًر ا‬

Artinya :"Perempuan-perempuan yang sedang mengandung iddahnya sampai melahirkan


anaknya (Q.S.at-Talaq ayat 4)

 Bagi wanita yang ditinggalkan mati suaminya dalam keadaan tidak mengandung,
maka iddahnya adalah 4 bulan 10 hari. Sebagaimana firman Allah :

Artinya :"Orang yang meninggal diantara kamu, sedang mereka meninggalkan istri, iddahnya
empat bulan sepuluh hari".(Q.S.Al-Baqarah ayat 234)

 Wanita yang terkena darah Istihadhah

Istihadhah adalah darah yang berasal dari urat yang pecah / putus dan keluarnya bukan pada
waktu haid/nifas tetapi terkadang juga keluar pada masa haid dan saat nifas, karena dia
adalah darah berupa penyakit, maka tidak akan berhenti mengalir sampai wanita itu sembuh
darinya.
Berbeda dengan darah haidh, darah istihadhah mempunyai ciri warnanya merah, baunya
seperti bau darah biasa dan ketika keluar darah tersebut mengental. Wanita yang terkena
istihadhah tersebut dia memiliki masa iddah sama dengan wanita haid. Apabila telah berlalu
selama tiga kali haid maka selesailah iddahnya.

8
 Wanita yang ditalak tiga (talak baa'in).

Wanita yang telah ditalak tiga maka dia hanya menunggu masa iddah sekali haid saja untuk
memastikan bahwasanya dia tidak hamil. Olenya itu Ibnu Taimiyyah mengatakan bahwa
wanita yang dicerai atau ditalak tiga maka masa iddahnya sekali haid. Dengan sekali haid
maka sudah membuktikan bahwasanya rahimnya kosong dari janin dan setelah itu dia boleh
menikah kembali dengan laki-laki lain.

 Wanita Yang Melakukan Gugat Cerai (Khulu’).

Wanita yang berpisah dengan sebab gugat cerai, masa ‘iddahnya sekali haidh, sebagaimana
ditunjukkan oleh beberapa hadits dibawah ini:

‫َعْن اْبِن َعَّباٍس َأَّن اْم َر َأَة َثاِبِت ْبِن َقْيٍس اْخ َتَلَعْت ِم ْن َز ْو ِج َها َع َلى َع ْهِد الَّنِبِّي َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َفَأَم َر َها الَّنِبُّي َص َّلى ُهَّللا َع َل‬
‫ْيِه َو َس َّلَم َأْن َتْع َتَّد ِبَح ْيَضٍة‬

Dari Ibnu Abbâs ra. bahwa istri Tsabit bin Qais menggugat cerai dari suaminya pada zaman
Nabi saw. memerintahkannya untuk menunggu sekali haidh. (HR Abu Dâud dan at-
Tirmidzi).
Juga hadits lain yang artinya :
Dari ar-Rubayyi’ bintu Mu’awwidz bin ‘Afra’ bahwa beliau mengajukan gugat cerai di
zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
memerintahkannya untuk menunggu iddahnya satu kali haidh. (HR at-Tirmidzi )
Larangan-larangan masa Iddah
ada beberapa yang harus dihindari seorang dalam masa iddah bahkan dilarang dilaksanakan
diantaranya :

1. Dilarang khitbah (melamar) dan menikah pada wanita cerai hidup. Sebagaimana
Firman Allah dalam surah AlBaqarah ayat 235 : "Dan janganlah kamu ber'azam
(bertetap hati) sebelum habis iddah".
2. Larangan khitbah secara terang-terangan (tasrih) namun boleh dengan sendirian untuk
wanita yang dicerai mati. Hal ini dijelaskan dari lanjutan ayat 235 dalam surah Al-

9
Baqarah yang artinya :"Dan tidak ada dosa kamu meminang wanita-wanita itu (yang
ditinggal mati suaminya dalam masa iddahnya) dengan sendirian".
3. Larangan untuk keluar rumah saat masih dalam masa iddah belum habis, dengan
bukan tanpa sebab. Hal tersebut untuk menjaga dan melindungi wanita yang tengah
rapuh dari gangguan-gangguan fitnah ketika keluar tanpa dengan suami. Namun
ulama Makkiyah berpendapat bahwa mereka boleh keluar ketika benar-benar dalam
keadaan darurat atau ada kepentingan, termasuk apabila perempuan tersebut yang
menjadi tulang punggung untuk menafkahi keluarganya, seperti seorang, guru,
pegawai atau yang lainnya.
4. Larangan bagi wanita yang dalam masa iddah, pakai wangi-wangian atau yang berbau
wangi dengan segala jenis. Hal tersebut di jelaskan dalam hadit Nabi :"Janganlah
perempuan itu menyentuh wangi-wangian".(H.R Muslim). Termasuk mewarnai
rambut, menggunakan celak dan lainnya, kecuali perawatan tersebut diperlukan untuk
pengobatan. termasuk memakai baju cantik yang warna warni dengan maksud
mempercantik diri.
5. Tidak boleh menggunakan perhiasan atau sejenisnya, baik berupa emas maupun yang
lainnya, termasuk cincin, kalung, dan gelang.

D.Tujuan dan Hikmah iddah

Dalam Islam masa Iddah diberlakukan bagi setiap muslimah dengan tujuan untuk
melindungi wanita dan keturunannya.

Berikut beberapa tujuan adanya masa Iddah yang perlu Anda ketahui:

Pertama, untuk mengetahui bersihnya rahim perempuan tersebut dari bibit yang ditinggalkan
mantan suaminya.

Pendapat ini telah disepakati oleh para ulama, yang waktu itu didasari oleh dua alur pikir,
yaitu:

1. Bibit yang ditinggal oleh mantan suami dapat berbaur dengan bibit orang yang akan
mengawininya untuk menciptakan satu janin dalam perut perempuan
tersebut.Dengan pembauran itu diragukan anak siapa sebenarnya yang dikandung

10
oleh perempuan tersebut.Untuk menghindarkan pembauran bibit itu, maka perlu
diketahui atau diyakini bahwa sebelum perempuan itu kawin lagi rahimnya bersih
dari peninggalan mantan suaminya.
2. Tidak ada cara untuk mengetahui apakah perempuan yang baru berpisah dengan
suaminya mengandung bibit dari mantan suaminya atau tidak kecuali dengan
datangnya beberapa kali haid dalam masa itu.Untuk itu diperlukan masa tunggu.
Alur pikir pertama tersebut di atas tampaknya saat ini tidak relevan lagi karena sudah
diketahui bahwa bibit yang akan menjadi janin hanya dari satu bibit.
dan berbaurnya beberapa bibit dalam rahim tidak akan mempengaruhi bibit yang
sudah memproses menjadi janin itu.
Demikian pula alur pikir kedua tidak relevan lagi karena waktu ini sudah ada alat yang
canggih untuk mengetahui bersih atau tidaknya rahim perempuan dari mantan suaminya.
Meskipun demikian, iddah tetap diwajibkan dengan alasan dibawah ini.

Kedua, untuk ta’abbud, artinya semata untuk memenuhi kehendak dari Allah meskipun
secara rasio kita mengira tidak perlu lagi.

Contoh dalam hal ini, umpamanya perempuan yang kematian suami dan belum digauli oleh
suaminya itu, masih tetap wajib menjalani waktu Iddah, meskipun dapat dipastikan bahwa
mantan suaminya tidak meninggalkan bibit dalam rahim isterinya itu.

Adapun hikmah yang dapat diambil dari ketentuan iddah itu adalah agar suami yang telah
menceraikan isterinya itu berpikir kembali dan menyadari tindakan itu tidak baik dan
menyesal atas tindakannya itu.

Dengan adanya Iddah, dia dapat menjalin kembali hidup perkawinan tanpa harus
mengadakan akad baru

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
 Iddah berasal dari kata"addad, menurut bahasa artinya menghitng. Sedangkan
menurut istilah syara' ialah masa menunggu seorang istri selama waktu tertentu
setelah terjadi talaq atau ditinggal mati oleh suami. Seorang istri mendapatkan
talaq atau perceraian dengan suaminya tidak bleh dengan segera menikah
dengan laki2 lain, ia harus menunggu dalam jangka waktu tertentu sesuai
dengan syariat Islam. Tujuannya iddah ini adalah untuk mengetahui secara
lebih nyata tentang kesucian kandungan perempuan yang ditalaq. Masa suci
atau menunggu sampai anak dalam kandungannya dilahirkan.
 Tafsir surah al-baqarah ayat 228 : Maksudnya, wanita-wanita yang ditalak oleh
suami-suami mereka. { ‫" } َيَتَر َّبْص َن ِبَأْنُفِس ِهَّن‬hendaklah menahan diri (menunggu)",
artinya, hendaklah mereka menunggu dan menjalani iddah selama, { ‫َثَالَثَة ُقُروٍء‬
} "tiga kali quru'”, yaitu haidh atau suci menurut perbedaan pendapat para
ulama tentang maksud dari quru' tersebut, walaupun yang benar bahwa quru' itu
adalah haidh.
 Macam-macam iddah
1. Iddah talak
2. Iddah hamil
3. Iddah wafat
4. Iddah Wanita yang kehilangan suami
5. Iddah perempuan yang di-illah.
 Tujuan dan hikmah iddah

12
1. Bibit yang ditinggal oleh mantan suami dapat berbaur dengan bibit
orang yang akan mengawininya untuk menciptakan satu janin dalam
perut perempuan tersebut.
2. Tidak ada cara untuk mengetahui apakah perempuan yang baru berpisah
dengan suaminya mengandung bibit dari mantan suaminya atau tidak
kecuali dengan datangnya beberapa kali haid dalam masa itu.Untuk itu
diperlukan masa tunggu.

DAFTAR PUSTAKA

Pengertian Iddah, Hukum & Larangan Masa Iddah serta Tujuan dan Hikmahnya
(ilmusaudara.com)

Macam-macam Masa Iddah: Penjelasan dan Contoh Kasus (ahdabina.com)

13
14

Anda mungkin juga menyukai