Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Hukum Perkawinan Islam
Dosen pengampu : Muhammad Ulil Absor, M.H.
Disusun oleh :
Dinda Nurul Fadhilah (33010223002)
Rizal Ahmad Muzaki (33010230021)
Kelompok 09
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Masa iddah atau masa penantian adalah masa ketika seorang perempuan
yang telah menikah kemudian ditalak dan harus menanti. Ia tidak diperbolehkan
untuk menikah lagi. Hukum dari masa iddah ialah wajib bagi setiap perempuan
yang bercerai dengan suaminya, baik karena ditalak ataupun ditinggal wafat.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah di temukan diatas, maka adapun
masalah-masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan masa Iddah
2. Apa saja sebab-sebab terjadinya masa Iddah
3. Apa saja dasa hukum yang melandasi masa Iddah
4. Bagaimana hikmah dalam suatu masa Iddah
C. TUJUAN MASALAH
Adapun tujuan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian dari masa Iddah
2. Untuk memahami sebab -sebab adanya masa Iddah
3. Untuk mengetahui dasar hukum yang melandasi masa Iddah
4. Untuk mengetahui hikmah adanya masa Iddah
BAB II
PEMBAHASAN
Iddah secara etimologi diambil dari kata adad yang dalam Kamus Al
Munawwir, adalah hitungan, bilangan1.
1. Matinya suami. Apabila istri ditinggal mati suaminya, maka perempuan itu
wajib menjalani masa Iddah, baik dia telah bergaul dengan suaminya atau
belum. Dalam hal ini tidak ada beda pendapat di kalangan ulama. Yang
menjadi dasar hukumnya adalah firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat
234:
Ayat ini secara tegas dan umum mengatakan keharusan istri yang ditinggal
mati suami wajib menjalani masa Iddah selama empat bulan sepuluh hari.
Meskipun dia belum digauli, tidak berlaku baginya ketentuan tidak ber-
Iddah sebagaimana yang disebut dalam surat Al-Ahzab ayat 49. Ketentuan
ini merupakan kesepakatan ulama6.
2. Istri dicerai dan digauli suaminya. Apabila suami belum bergaul dengan
istrinya, maka istri tersebut tidak memenuhi syarat untuk dikenai kewajiban
ber-Iddah. Ketentuan ini berdasarkan kepada surat al-Ahzab ayat 49 :
5
Sayyid Sabiq, op. cit, hlm. 341.S
6 Departemen Agama Republik Indonesia, op.cit, h.57.
sebelum kamu menggaulinya, maka tidak ada kewajiban baginya untuk
beriddah terhadapmu7.
3. Kondisi di atas berlaku juga untuk wanita hamil. Dimana seorang wanita
hamil Iddahnya adalah sampai bayi yang ada di dalam kandungannya
tersebut dilahirkan. Firman Allah dalam surat Ath-Thalaq ayat 4:
7
Ibid., hlm. 675.
Menurut kitab Mughni al-Muhtaj. Kondisi keguguran ini terbagi menjadi
dua bagian :
1. Jika wanita mengalami keguguran dan masih dalam tahap gumpalan
darah (alaqoh) maka Iddah wanita tersebut belum hilang karena belum
memasuki tahap pembentukan manusia sempurna.
2. Jika wanita mengalami keguguran dan bayi sudah masuk tahap mudghoh
(segumpal daging) dan bisa dibuktikan bahwa yang keluar dari rahim adalah
manusia, maka Iddah wanita tersebut sudah hilang karena sudah dianggap
sebagai melahirkan.
8https://badilag.mahkamahagung.go.id/artikel/publikasi/artikel/masa-iddah-bagi-suami-pasca-
perceraian-oleh-a-syafiul-anam-lc-23-3
6. Qiyas: Qiyas atau analogi juga digunakan untuk menentukan hukum
dalam kasus-kasus yang belum diatur secara eksplisit dalam Al-Qur'an
atau hadis.9
7. Hadis: Hadis riwayat Abu Hurairah yang menyatakan bahwa Nabi
Muhammad bersabda, "Apabila kamu menceraikan istri-istrimu, maka
hendaklah kamu menceraikan mereka pada waktu mereka dapat
(menghadapi) idahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu idah itu serta
bertakwalah kepada Allah, Tuhanmu".10
8. Ijma': Kesepakatan para ulama bahwa masa iddah hanya berlaku bagi
perempuan dan tidak berlaku bagi laki-laki.
Dengan dasar hukum tersebut, masa iddah bagi perempuan dalam hukum
Islam menjadi suatu kewajiban yang harus dilaksanakan.
9
https://pa-kualakapuas.go.id/masa-pembayaran-beban-idah-dan-mutah-dalam-perkara-cerai-
talak/
10
https://eprints.walisongo.ac.id/5686/3/11.%20BAB%20II.pdf
a. Untuk meyakinkan bersihnya kandungan istri dari akibat
hubungannya dengan suami, baik dengan menunggu beberapa kali
suci atau haid, beberapa bulan atau melahirkan kandungannya.
Sehingga terpelihara kemurnian keturunan dan nasab anak yang
dilahirkan.
b. Memberi kesempatan untuk bekas suami untuk nikah kembali
dengan akad nikah yang baru dengan bekas istrinya selama dalam
masa iddah tersebut jika itu dipandang maslahat.
3. Iddah bagi istri yang ditinggal mati suaminya
a. Dalam rangka ber-belasungkawa dan sebagai tanda setia kepada
suami yang dicintai.
b. Menormalisir keguncangan jiwa istri akibat ditinggalkan oleh
suaminya.Menurut Zaenuddin Abd. Al Aziz Al Maribari, iddah
adalah masa penantian perempuan untuk mengetahui apakah
kandungan istri bebas dari kehamilan atau untuk tujuan ibadah atau
untuk masa penyesuaian karena baru ditinggal mati suaminya.
Sedangkan tujuan iddah menurut syariat digunakan untuk menjaga
keturunan dari percampuran benih lain atau untuk mengetahui
kebersihan rahim (li ma‟rifatul baroatur rohim, litta‟abbudi,
littahayyiah) yaitu mempersiapkan diri dan memberikan kesempatan
terjadinya proses rujuk.
BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
B.SARAN
Berikut adalah dan saran tentang masa iddah yang dapat diambil :
1. Pelaku iddah seharusnya tidak mesti menikah lagi terlebih menikah di bawah
tangan, pelaku tentunya bisa meminta nafkah ‘iddah kepada mantan suami dan itu
pun seharusnya sudah ada dalam putusan hakim, jadi tanpa meminta pun, nafkah
‘iddah sudah otomatis didapatkan oleh narasumber ketika menjalani ‘iddah.
2. Setiap manusia yang mampu hendaknya bisa menjadi orang yang berjiwa sosial
terhadap siapapun, terlebih kepada keluarganya dan kerabat.