Anda di halaman 1dari 11

Waktu tunggu (masa Iddah)

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Hukum Perkawinan Islam
Dosen pengampu : Muhammad Ulil Absor, M.H.

Disusun oleh :
Dinda Nurul Fadhilah (33010223002)
Rizal Ahmad Muzaki (33010230021)

HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SALATIGA
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat, taufiq serta karunia-Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan
makalah ini yang berjudul pengertian pernikahan, tujuan dan hukum pernikahan
dengan lancar dan tanpa kendala suatu apapun.

Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad


SAW. yang telah menuntun umatnya ke jalan yang benar dan di ridhoi-Nya. Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum
Perkawinan Islam yang diampu oleh Bapak Muhammad Ulil Absor, M.H.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak


kesalahan dan kekurangnya yang harus diperbaiki. Oleh karena itu, saran dan kritik
yang membangun kami harapkan demi kesempurnaan pembuatan makalah
selanjutnya. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi para pembaca.

Salatiga,29 September 2023

Kelompok 09
BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Masa iddah atau masa penantian adalah masa ketika seorang perempuan
yang telah menikah kemudian ditalak dan harus menanti. Ia tidak diperbolehkan
untuk menikah lagi. Hukum dari masa iddah ialah wajib bagi setiap perempuan
yang bercerai dengan suaminya, baik karena ditalak ataupun ditinggal wafat.

Dari pengertian diatas kami dapat mengambil kesimpulan bahwa Iddah


ialah masa menanti atau menunggu yang diwajibkan atas seorang perempuan
yang diceraikan oleh suaminya (cerai hidup atau cerai mati), tujuannya, guna
atau untuk mengetahui kandungan perempuan itu berisi (hamil) atau tidak.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah di temukan diatas, maka adapun
masalah-masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan masa Iddah
2. Apa saja sebab-sebab terjadinya masa Iddah
3. Apa saja dasa hukum yang melandasi masa Iddah
4. Bagaimana hikmah dalam suatu masa Iddah

C. TUJUAN MASALAH
Adapun tujuan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian dari masa Iddah
2. Untuk memahami sebab -sebab adanya masa Iddah
3. Untuk mengetahui dasar hukum yang melandasi masa Iddah
4. Untuk mengetahui hikmah adanya masa Iddah
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN MASA IDDAH

Iddah secara etimologi diambil dari kata adad yang dalam Kamus Al
Munawwir, adalah hitungan, bilangan1.

Secara terminologi, menurut Al-San'âny yaitu masa seorang perempuan


yang menanti dalam kesempatan itu untuk menikah lagi. Ia tidak diperbolehkan
untuk menikah lagi atau diminta menikah baik karena ditinggal wafat suaminya
ataupun bercerai dengan suaminya2.

Dalam Kitab al-Fiqh ‘alâ al-Mazâhib al-Arba’ah, para ulama


mendefinisikan Iddah sebagai waktu untuk menunggu kesucian seorang istri
yang ditinggal mati ataupun diceraikan oleh suaminya, yang sebelum habis
masa penantian itu dilarang untuk dinikahkan 3.

Menurut Imam Taqi al-Din dalam kitabnya Kifâyah Al Akhyâr


merumuskan kata Iddah sebagai masa menanti yang berkewajiban atas
perempuan agar diketahui kandungannya berisi atau tidak 4.

1 Ahmad Warson Al-Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, Yogyakarta:


Pustaka Progressif, 1997,hlm. 904.
2
Al-San'âny, Subul al-Salâm, Juz III,Cairo: Syirkah Maktabah Mustafa al-Babi al-Halabi,1960,
hlm.196
3
Abdurrrahmân al-Jazirî, Kitab al-Fiqh ‘alâ al-Mazâhib al-Arba’ah, Juz IV, Beirut: Dâr al-Fikr,
1972, hlm. 395.
4
Imam Taqi al-Din, Kifâyah Al Akhyâr, Juz 2, Beirut: Dâr al-Kutub al-Ilmiah, 1973, hlm.124.
Dalam redaksi yang berbeda, Sayyid Sabiq dalam kitabnya Fiqh al-
Sunnah mengemukakan bahwa Iddah dalam istilah agama menjadi nama bagi
masa lamanya perempuan (istri) menunggu dan tidak boleh nikah setelah wafat
suaminya, atau setelah pisah dari suaminya 5.

B. SEBAB-SEBAB MASA IDDAH

Ada dua keadaan yang menyebabkan terjadinya kewajiban Iddah bagi


wanita yang dicerai. Yaitu:

1. Matinya suami. Apabila istri ditinggal mati suaminya, maka perempuan itu
wajib menjalani masa Iddah, baik dia telah bergaul dengan suaminya atau
belum. Dalam hal ini tidak ada beda pendapat di kalangan ulama. Yang
menjadi dasar hukumnya adalah firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat
234:

Artinya : Orang-orang yang meninggal di antaramu dan meninggalkan istri


hendaknya dia (istri) menjalani masa Iddah selama empat bulan sepuluh
hari. Apabila telah sampai waktu yang ditentukan boleh dia berbuat
terhadap dirinya dengan cara yang baik. Allah Maha Tahu terhadap apa yang
mereka lakukan.

Ayat ini secara tegas dan umum mengatakan keharusan istri yang ditinggal
mati suami wajib menjalani masa Iddah selama empat bulan sepuluh hari.
Meskipun dia belum digauli, tidak berlaku baginya ketentuan tidak ber-
Iddah sebagaimana yang disebut dalam surat Al-Ahzab ayat 49. Ketentuan
ini merupakan kesepakatan ulama6.

2. Istri dicerai dan digauli suaminya. Apabila suami belum bergaul dengan
istrinya, maka istri tersebut tidak memenuhi syarat untuk dikenai kewajiban
ber-Iddah. Ketentuan ini berdasarkan kepada surat al-Ahzab ayat 49 :

Artinya : Hai orang-orang yang beriman apabila kamu menikahi


perempuan-perempuan yang beriman kemudian kamu menceraikannya

5
Sayyid Sabiq, op. cit, hlm. 341.S
6 Departemen Agama Republik Indonesia, op.cit, h.57.
sebelum kamu menggaulinya, maka tidak ada kewajiban baginya untuk
beriddah terhadapmu7.

3. Kondisi di atas berlaku juga untuk wanita hamil. Dimana seorang wanita
hamil Iddahnya adalah sampai bayi yang ada di dalam kandungannya
tersebut dilahirkan. Firman Allah dalam surat Ath-Thalaq ayat 4:

Artinya : Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu Iddah mereka itu


ialah sampai mereka melahirkan Kandungannya.

7
Ibid., hlm. 675.
Menurut kitab Mughni al-Muhtaj. Kondisi keguguran ini terbagi menjadi
dua bagian :
1. Jika wanita mengalami keguguran dan masih dalam tahap gumpalan
darah (alaqoh) maka Iddah wanita tersebut belum hilang karena belum
memasuki tahap pembentukan manusia sempurna.
2. Jika wanita mengalami keguguran dan bayi sudah masuk tahap mudghoh
(segumpal daging) dan bisa dibuktikan bahwa yang keluar dari rahim adalah
manusia, maka Iddah wanita tersebut sudah hilang karena sudah dianggap
sebagai melahirkan.

C. HUKUM MASA IDDAH

Berikut adalah contoh dasar hukum yang melandasi masa iddah:


1. Al-Qur'an: Dalam Al-Qur'an terdapat ayat-ayat yang mengatur tentang
masa iddah, seperti surat Al-Baqarah ayat 228 dan ayat 234, Surat At-
Thalaq ayat 4 dan Surat Al-Ahzab ayat 49.8
2. Fiqih: Dalam kitab fiqih, iddah didefinisikan sebagai masa tunggu yang
dilalui oleh seorang perempuan untuk mengetahui bersihnya rahim atau
untuk ibadah.
3. Putusan pengadilan agama: Dalam putusan pengadilan agama, suami
diberikan beban iddah dan mutah yang harus dipenuhi setelah perceraian
talak.
4. Fatwa: Terdapat fatwa dari Ali bin Abi Tholib dan Abdullah bin Mas'ud
yang mengatur tentang masa iddah bagi wanita hamil yang ditinggal
wafat suaminya.
5. Kompilasi Hukum Islam: Kompilasi Hukum Islam juga mengatur
tentang masa iddah, seperti dalam hal penghitungan masa iddah bagi
perempuan yang diceraikan oleh suaminya.

8https://badilag.mahkamahagung.go.id/artikel/publikasi/artikel/masa-iddah-bagi-suami-pasca-
perceraian-oleh-a-syafiul-anam-lc-23-3
6. Qiyas: Qiyas atau analogi juga digunakan untuk menentukan hukum
dalam kasus-kasus yang belum diatur secara eksplisit dalam Al-Qur'an
atau hadis.9
7. Hadis: Hadis riwayat Abu Hurairah yang menyatakan bahwa Nabi
Muhammad bersabda, "Apabila kamu menceraikan istri-istrimu, maka
hendaklah kamu menceraikan mereka pada waktu mereka dapat
(menghadapi) idahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu idah itu serta
bertakwalah kepada Allah, Tuhanmu".10
8. Ijma': Kesepakatan para ulama bahwa masa iddah hanya berlaku bagi
perempuan dan tidak berlaku bagi laki-laki.
Dengan dasar hukum tersebut, masa iddah bagi perempuan dalam hukum
Islam menjadi suatu kewajiban yang harus dilaksanakan.

D. HIKMAH MASA IDDAH


Ditetapkannya iddah bagi istri setelah putus perkawinannya,
mengandung beberapa hikmah, antara lain sebagai berikut:

1. Iddah bagi istri yang di talaq raj‟i


Bagi wanita yang ditalaq raj‟i oleh suaminya mengandung arti memberi
kesempatan bagi mereka untuk saling memikirkan, memperbaiki diri,
mengetahui dan memahami kekurangan serta mempertimbangkan
kemaslahatan bersama.Kemudian mengambil langkah dan
kebijaksanaan untuk bersepakat rujuk kembali antara suami dan istri.

2. Iddah bagi istri yang di talaq ba‟in


Iddah bagi istri yang ditalaq baik oleh suaminya atau perceraian
dengan keputusan pengadilan berfungsi:

9
https://pa-kualakapuas.go.id/masa-pembayaran-beban-idah-dan-mutah-dalam-perkara-cerai-
talak/
10
https://eprints.walisongo.ac.id/5686/3/11.%20BAB%20II.pdf
a. Untuk meyakinkan bersihnya kandungan istri dari akibat
hubungannya dengan suami, baik dengan menunggu beberapa kali
suci atau haid, beberapa bulan atau melahirkan kandungannya.
Sehingga terpelihara kemurnian keturunan dan nasab anak yang
dilahirkan.
b. Memberi kesempatan untuk bekas suami untuk nikah kembali
dengan akad nikah yang baru dengan bekas istrinya selama dalam
masa iddah tersebut jika itu dipandang maslahat.
3. Iddah bagi istri yang ditinggal mati suaminya
a. Dalam rangka ber-belasungkawa dan sebagai tanda setia kepada
suami yang dicintai.
b. Menormalisir keguncangan jiwa istri akibat ditinggalkan oleh
suaminya.Menurut Zaenuddin Abd. Al Aziz Al Maribari, iddah
adalah masa penantian perempuan untuk mengetahui apakah
kandungan istri bebas dari kehamilan atau untuk tujuan ibadah atau
untuk masa penyesuaian karena baru ditinggal mati suaminya.
Sedangkan tujuan iddah menurut syariat digunakan untuk menjaga
keturunan dari percampuran benih lain atau untuk mengetahui
kebersihan rahim (li ma‟rifatul baroatur rohim, litta‟abbudi,
littahayyiah) yaitu mempersiapkan diri dan memberikan kesempatan
terjadinya proses rujuk.
BAB III
PENUTUP

A.KESIMPULAN

Dari kesimpulan-kesimpulan tersebut, dapat disimpulkan bahwa masa iddah


adalah masa menunggu bagi wanita setelah bercerai atau ditalak, dan memiliki
peran penting dalam mencegah terjadinya mafsadat serta memberikan waktu bagi
pasangan untuk merenungkan kembali hubungan mereka. Selain itu, masa iddah
juga memiliki perhitungan yang telah diatur dalam fiqh dan KHI.

B.SARAN

Berikut adalah dan saran tentang masa iddah yang dapat diambil :

1. Pelaku iddah seharusnya tidak mesti menikah lagi terlebih menikah di bawah
tangan, pelaku tentunya bisa meminta nafkah ‘iddah kepada mantan suami dan itu
pun seharusnya sudah ada dalam putusan hakim, jadi tanpa meminta pun, nafkah
‘iddah sudah otomatis didapatkan oleh narasumber ketika menjalani ‘iddah.

2. Setiap manusia yang mampu hendaknya bisa menjadi orang yang berjiwa sosial
terhadap siapapun, terlebih kepada keluarganya dan kerabat.

3. Dalam kehidupan sehari-hari hendaknya lebih ditingkatkan suasana


kebersamaan, cinta kasih dan sehingga tercipta kesan yang mendalam dalam
keluarga.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Warson Al-Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap,


(Yogyakarta: Pustaka Progressif, 1997)
Al-San'âny, Subul al-Salâm, ,Cairo Juz III: (Syirkah Maktabah Mustafa al-Babi
al-Halabi,1960)
Abdurrrahmân al-Jazirî, Kitab al-Fiqh ‘alâ al-Mazâhib al-Arba’ah, Juz IV, Beirut:
(Dâr al-Fikr, 1972)
Imam Taqi al-Din, Kifâyah Al Akhyâr, Juz 2, Beirut: (Dâr al-Kutub al-Ilmiah
1973)
Sayyid Sabiq, op.
Departemen Agama Republik Indonesia, op.cit.
Ibid., hlm. 675.

Anda mungkin juga menyukai