Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

“IDDAH DAN RUJUK”


Tujuan makalah ini untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Fiqhi Munakahat yang diampuh
oleh Dr. Hj. Rusdaya Basri, Lc. M.Ag

Oleh Kelompok 12:

1. Winny Angraeni (2120203874231007)


2. Muchlas Andriano (2120203874231003)
3. Muh. Aksa Mansyur (19.2500.036)

PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH DAN ILMU HUKUM ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PAREPARE

TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim, segala puji syukur penulis Panjatkan kepada Allah


Subhanahu’ waa ta’ala, atas berkat rahmat dan karunianya sehingga makalah ini dapat
terselesaikan dengan mudah dan tepat waktu. Tak lupa pula penulis mengirimkan
shalawat serta salam kepada nabi junjungan kita, yakni Nabi Muhammad Shallallahu
alaihi’ waa sallam. Yang telah membawa kita dari zaman kegelapan yang minim
akan ilmu pengetahuan (jahiliyah) sehingga kita sampai pada zaman saat ini yang
penuh dengan ilmu pengetahuan.

Penulisan makalah ini dengan tema “Iddah dan Rujuk” bertujuan untuk
memenuhi mata kuliah Fiqhi Munakahat. Pada makalah ini berisi tentang definisi
iddah dan dan rujuk

Tak lupa pula penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya


kepada team yang telah terlibat dalam penulisan makalah ini. Tak ada gading yang tak
retak, sama seperti Makalah ini tentunya jauh dari kata sempurna. Maka dari itu,
penulis berharap kepada teman-teman atau para pembaca berkenan memberikan
masukan berupa saran atau kritikan agar karya ini menjadi lebih baik lagi sekaligus
dapat bermanfaat satu sama lain terlebih lagi kepada penulis itu sendiri.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..........................................................................................................i

DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................1

A. Latar Belakang ......................................................................................................1

B. Rumusan Masalah ................................................................................................2

C.Tujuan Masalah .....................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................3

A. Pengertian dan Dasar Hukum Iddah........................................................................


B. Hikmah dan Macam-Macam Iddah.........................................................................
C. Hak Istri Dalam Masa Iddah ..................................................................................
D. Pengertian dan Dasar Hukum Rujuk ......................................................................
E. Hukum dan Hikmah Rujuk .....................................................................................
F. Tata Cara Pelaksanaan Rujuk .................................................................................
G. Mengkomparasikan Iddah dan Rujuk Antara Hukum Fiqhi dan UU Perkawinan .

BAB III KESIMPULAN...................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................14
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Iddah adalah penantian selama masa tertentu yang dijalani oleh seorang
perempuan agar bisa diketahui apakah ia mengandung atau tidak. Menurut
kesepakatan ulama, iddah hukumnya wajib menurut syara’, sehingga wanita muslim
yang berusaha taat terhadap islam, ketika mengalami cerai, wajib baginya untuk
melakukan iddah. Sayyid sabiq memberikan definisi iddah yaitu “ Nama bagi suatu
masa seorang wanita menunggu dalam masa itu kesempatan untuk kawin lagi karena
wafatnya suaminya atau bercerai dengan suaminya.
Rujuk dapat diartikan sebagai perihal mengembalikan status hukum
perkawinan setelah terjadinya talak raj’i yang dilakukan oleh bekas suami terhadap
bekas istrinya dalam masa iddah. Kata rujuk secara bahasa yaitu kembali, artinya
adalah kembali hidup bersama suami istri antara laki-laki dan perempuan yang
melakukan perceraian dengan jalan talak raj’i selama masih dalam masa iddah.
Upaya untuk berkumpul lagi setelah perceraian, dalam rujuk para
ulamasepakat rujuk itu dibolehkan dalam islam, upaya rujuk ini diberikan sebagai
alternatif terakhir untuk menyambung kembali hubungan lahir btin yang telah
terputus. Selanjutnya masalah saksi dalam rujuk, dimana menurut ulama saksi tidak
diperlukan bagi suami yang akan kembali kepada istrinya. Akan tetapi, ulama sepakat
mengatakan bahwa adanya saksi itu dianjurkan untuk berhati-hati belaka.
Dalam konteks di Indonesia, dalam pasal 163 sampai dengan pasal 169 KHI
bagi suami yang ingin merujuk mantan istrinya yang telah ia talak dan dicatatkan
pada Pegawai Pencatat Nikah (PPN), tidak boleh seenaknya langsung mencampurinya
tanpa menghiraukan prosedur yang harus dipenuhi. Apabila prosedur tersebut tidak
terpenuhi, maka rujuknya dianggap tidak sah atau catat hukum dan tidak mengikat.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian dan dasar hukum iddah?
2. Bagaimana hikmah dan macam-macam iddah?
3. Bagaimana hak istri dalam masa iddah?
4. Bagaimana pengertian dan dasar hukum rujuk?
5. Bagaimana hikmah dan macam-macam rujuk?
6. Bagaimana tata cara pelaksanaan rujuk?
7. Bagaimana mengkomparasikan iddah dan rujuk antara hukum fiqhi dan UU
Perkawinan?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dan dasar hukum iddah?
2. Untuk mengetahui hikmah dan macam-macam iddah?
3. Untuk mengetahui hak istri dalam masa iddah?
4. Untuk mengetahui pengertian dan dasar hukum rujuk?
5. Untuk mengetahui hikmah dan macam-macam rujuk?
6. Untuk mengetahui tata cara pelaksanaan rujuk?
7. Untuk mengetahui mengkomparasikan iddah dan rujuk antara hukum fiqhi dan
UU Perkawinan?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Dasar Hukum Iddah


1. Pengertian Iddah
Kata iddah diambil dari kata al ‘adad atau bilangan, karena maknanya
mengandung definisi bilangan (quru’) dan bulan. Menurut Istilah, kata iddah
adalah sebutan atau nama bagi suatu masa dimana seorang wanita menanti atau
menangguhkan perkawinan setelah ia ditinggal mati oleh suaminya atau setelah
dicereikan baik dengan menunggu kelahiran bayinya atau berakhirnya beberapa
quru’ atau beberapa bulan yang telah ditentukan.1 Iddah adalah penantian selama
masa tertentu yang dijalani oleh seorang perempuan agar bisa diketahui apakah ia
mengandung atau tidak.
Imam hanafi mendefinisikan iddah merupakan suatu batas yang ditetapkan
bagi wanita untuk mengetahui sisa-sisa dari pengaruh atau persetubuhan. Menurut
kesepakatan ulama, iddah hukumnya wajib menurut syara’, sehingga wanita
muslim yang berusaha taat terhadap islam, ketika mengalami cerai, wajib baginya
untuk melakukan iddah. Sayyid sabiq memberikan definisi iddah yaitu “ Nama
bagi suatu masa seorang wanita menunggu dalam masa itu kesempatan untuk
kawin lagi karena wafatnya suaminya atau bercerai dengan suaminya. Definisi
lain dari iddah adalah masa yang ditentukan oleh Allah dalam syariat islam untuk
menghilangkan tanda-tanda dari mantan suaminya setelah terjadi perceraian, baik
itu karena cerai talak mauoun cerai mati.2
2. Dasar Hukum Iddah
Iddah diwajibkan atas wanita ketika pisah dengan suaminya setelah terjadinya
persetubuhan, karena talak, li’an serta kematian yang terjadi sebelum
persetubuhan dan setelah akad perkawinan yang sah. Kewajiban menjalani masa
iddah ini dapat dilihat dari beberapa ayat Al-Qur’an, diantaranya adalah
‫ّٰۤل‬
‫َو ا ِٔـْي َي ِٕىْس َن ِمَن اْل َمِح ْي ِض ِم ْن ِّن َس ۤا ِٕىُك ْم ِاِن اْر َت ْب ُتْم َف ِع َّد ُتُهَّن َث ٰل َثُة َاْش ُهٍۙر‬
‫َّو اّٰۤل ِٔـْي َلْم َيِح ْض َۗن َو ُاواَل ُت اَاْلْح َم اِل َاَج ُلُهَّن َاْن َّي َض ْع َن َح ْم َلُهَّۗن‬
1
Amir Syarifuddin, ‘Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat Dan Undang-Undang
Perkawinan’, 2011.
2
Rusdaya Basri, ‘Fikih Munakahat 2’ (IAIN Parepare Nusantara Press, 2020).
Terjemahnya:
“dan wanita-wanita yang tidak haid lagi (menopause) diantara wanita-
wanitamu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), maka masa iddah
nereka adalah tiga bulan, dan begitu (pula) wanita-wanita yang tidak haid dan
wanita-wanita yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka
melahirkan kandungannya.” (QS. At-Thalak/65: 4). 3

B. Hikmah dan Macam-Macam Iddah


1. Hikmah Iddah
Ada beberapa hikmah iddah sesuai dengan macam-macam iddah dengan
ditetapkan oleh syarah’ sebagai berikut:
a) Hikmah talak raj’i
Istri yang ditalak dengan talak raj’i mengandung suau hikmah yang tertuju
pada tiga hak, yaitu hak suami yang mentalak, hak, anak, dan hak istri. Suami
mempunyai hak untuk rujuk sampai tiga kali suci, agar suami berpikir kembali
dan diharapkan bisa rujuk. Hak untuk anak bisa dipertemukan ayah dan
keluarganya sehingga nasab tidak kabur sehingga menghilangkan hak warisan.
Sementara hak istri adalah untuk mengetahui dalam masa iddah istri hamil
atau tidak. Iddah istri yang ditalak raj’i ada tiga kali quru’. Hikmahnya adalah
untuk mengetahui bersihnya rahim, karena dengan menunggu selama tiga
bulan bisa diketahui gejala-gejala kehamilan sehingga tidak terjadi
pencampuran nasab.4
b) Hikmah tidak adanya iddah bagi istri yang belum dicampuri
Istri yang belum dicampuri tidak ada iddahnya karena tidak ada keraguan atas
kehamilannya.
c) Hikmah iddah hamil
Masa iddah bagi istri yang hamil adalah sampai ia melahirkan, karena
seadanya istri menikah lagi ketika dalam keadaan hamil, maka terjadi
kekacauan dalam garis keturunan, janin yang dikandung masih hak suami
yang pertama, maka suami baru akan menanamkan benihnya pada tanaman
orang lain. Sebagaimana dalam hadis Nabi, Artinya: Dari Ruwaifi bin Tsabit
3
Nuzulia Febri Hidayati, ‘Konstruksi ‘iddah Dan Ihdad Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI)’, MISYKAT: Jurnal
Ilmu-Ilmu Al-Quran, Hadist, Syari’ah Dan Tarbiyah, 4.1 (2019), 163–89.
4
Muhammad Ali Ash-Shabuni, ‘Terjh: Muammal Hamidy Dan Imron A’, Manan. Terjemahan Tafsir Ayat Ahkam
Ash-Shabuni. Surabaya: Bina Ilmu. Cet-4, 2003.
Al-Anshori dari Rasulullah saw. bersabda: tidak halal bagi seorang yang
beriman kepada Allah dan hari akhir untuk menyiramkan airnya (maninya)
pada tanaman orang lain. (HR. Abu Dawud).
d) Hikmah iddah kematian
Hikmah iddah istri yang ditinggal mati suaminya adalah pernyataan kesedihan
atas menibggalnya suami dan menghilangkan tradisi jahiliyah yang
menetapkan masa berkabung selama satu tahun, serta menetukan istri tersebut
dalam keadaan hamil atau tidak jika istri sudah digauli. Masa iddah kematian
itu merupakan masa untuk menampakkan rasa bersedih karena keilangan
nikmatnya pernikahan bagi seorang istri.
2. Macam-Macam Iddah
Istri yang akan menjalani iddah ditinjau dari segi keadaan waktu berlangsungnya
perceraian, sebagai berikut:
a) Kematian suami. Iddah perempuan yang ditinggal mati suaminya, baik telah
digauli atau belum iddahnya adalah empat bulan sepuluh hari.
b) Sudah dicampuri dalam keadaan hamil. Iddah perempuan yang sedang hamil
adalah melahirkan anak.
c) Sudah dicampuri, tidak dalam keadaan hamil dan masih dalam keadaan haid.
Perempuan yang telah bergaul dengan suaminya dan masih menjalani masa
haid, iddahnya adalah tiga quru’.
d) Sudah dicampuri, tidak dalam keadaan hamil dan sudah terhenti masa haidnya.
Perempuan yang sudah digauli suaminya, tidak dalam keadaan hamil dan
sudah terhenti masa haidnya, iddahnya adalah tiga bulan.
e) Istri yang belum dicampuri syarat diwajibkannya yaitu istri yang sudah
bergaul dengan suami. Bagi seorang wanita muslimah yang belum digauli
suaminya, maka berdasarkan ijma’ fuqoha tidak mempunyai kewajiban
menjalani masa iddah.

C. Hak Istri Dalam Masa Iddah


Dalam kasus perceraian, suami berkewajiban memberikan nafkah iddah
kepada istrinya nafkah iddah merupakan hak istri yang sudah ditalak. Selama
menjalani masa iddah, seorang istri tidak boleh keluar rumah tanpa seizin suaminya
mengingat statusnya sebagai seorang istri belum hilang sepenuhnya. 5 Oleh karena itu,
iddah dalam talak raj’i dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada suami istri
utnuk berpikir 115 lebih dalam dan bertanya dalam hati nurani masing-masing
apakah benar sudah tidak lagi butuh untuk bersatu kembali, walau sebenarnya hati
kecilnya masih mencintai, sedangkan perceraian itu hanya karena gejola emosi
sementara belaka.
Berdasarkan uraian diatas dapat dipahami bahwa wanita dalam iddah talak
raj’i, beberapa hal masih berstatus sebagai seorang istri, meskipun tidak sepenuhnya.
Adanya ketentuan seperti itu, mengisyaratkan bahwa hubungan pernikahan belum
terputus sepenuhnya dengan jatuhnya talak raj’I dan diharapkan pada masa iddah
kedua belah pihak akan menyadari kebutuhannya untuk bersatu.
Nafkah iddah/nafkah cerai adalah tunjangan yang diberikan seorang pria
kepada mantan istrinya selama istri dalam masa iddah. Ukuran kadar masa iddah,
tidak ada ketentuan yang pasti yang mengatur masalah kadar nafkah iddah terait
berapa jumlahnya. Namun, hal itu dapat disamakan dengan kadar nafkah yang harus
diberikan oleh suami yang masih ikatan perkawinan atau sebelm terjadinya
perceraian. Mengenai kadar nafkah, dalam QS Al-Talaq/65:7, hanya memberi
gambaran umum bahwa nafkah diberikan kepada istri menurut kemampuan suami.

‫َو َم ْن ُقِدَر َع َلْي ِه ِر ْز ُقٗه َفْلُيْن ِفْق ِمَّمٓا ٰا ٰت ىُه‬ ‫ِلُيْن ِفْق ُذ ْو َس َع ٍة ِّمْن َس َع ِتٖۗه‬
‫َم ٓا ٰا ٰت ىَه ۗا َس َي ْج َع ُل ُهّٰللا َب ْع َد ُعْس ٍر ُّيْس ًر ا‬ ‫ُهّٰللاۗ اَل ُيَك ِّلُف ُهّٰللا َن ْف ًسا ِااَّل‬
Terjemahnya:
“Hendaklah orang yang mempunyai keluasan memberi nafkah menurut
kemampuannya, dan orang yang terbatas rezekinhya, hendaklah memberi
nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak membebani
kepada seseorang melainkan (sesuai) dengan apa yang diberikan Allah
kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan setelah kesempitan.”

Hal paling urgen dalam memutuskan perkara nafkah iddah adalah


memperhatikan tujuan dan asas hukum tersebut, yaitu asas keadilan, kemanfaatan dan
kepastian hukum. Dari segia asas keadilan, harus dipertimbangkan kedudukan istri
5
Mukhlis Bakri, ‘Analisis Maqashid Syariah Terhadap Pasal 8 PP No 10 Tahun 1983 Jo PP 45 Tahun 1990
Tentang Nafkah ‘Iddah Isteri Setelah Ditalak Suami’, El’Aailah: Jurnal Kajian Hukum Keluarga, 2.1 (2023), 11–
22.
sebagai ibu rumah tangga, meskipun pada dasarnya dia tidak terlibat langsung dalam
hal mencari nafkah akan tetapi segala urusan domestik rumah tanggga sang istrilah
yang bertanggung jawab. Oleh karena itu, suatu ketidakadilan terjadi suatu perceraian
dan perceraian tersebut bukan murni kesalahan dari istri. Istri tidak mendapat nafkah
iddah atau dia mendapatkan akan tetapi tidak sepantasnya yang dia dapatkan. Dalam
hal ini, Al-Qur’an memberikan solusi bahwa nafkah iddah setelah terjadi perceraian
diberikan suami kepada istri selama dalam masa iddah dengan ukuran sesuai dengan
kemampuan dan kesanggupan suami tersebut. Oleh karena itu, yang lebih tepat adalah
pemenuhan kebutuhan (makan, pakaian dan tempat tinggal), bagi istri harus
disesuaikan dengan perkembangan zaman dan kebiasaan setempat.

D. Pengertian dan Dasar Hukum Rujuk


1. Pengertian Rujuk
Rujuk berasal dari bahasa Arab yaitu raja’a – yarji’u – ruju’an yang berarti
kembali atau mengembalikan. Rujuk menurut istilah adalah mengembalikan status
hukum perkawinan secara penuh setelah terjadi talak raj’i yang dilakukan oleh
bekas suami terhadap bekas istrinya dalam masa iddahnya dengan ucapan tertentu.
Rujuk adalah mengembalikan istri yang telah ditalak pada pernikahan yang asal
sebelumnya diceraiakan. Adapun rujuk menurut para ulama adalah sebagai
berikut:
a) Imam Hanafi, rujuk adalah tetapnya hak milik suami dengan tanpa adanya
penggantian dalam masa iddah, akan tetapi tetapnya hak milik tersebut akan
hilang bila masa iddah.
b) Imam Malik, rujuk adalah kembalinya istri yamg telah ditalak, karena takut
berbuat dosa tanpa akad yang baru, kecuali bila kembalinya tersebut dari talak
raj’i, maka harus dengan akad baru, akan tetapi hal tersebut tidak bisa
dikatakan rujuk.
c) Imam Syafi’I, rujuk adalah kemnalinya istri ke falam ikatan pernikahan
setelah dijatuhi talah satu atau dua dalam masa iddah. Menurut golongan ini
bahwa istri diharamkan berhubungan dengan suaminya seagaimana
berhubungan dengan orang lain, meskipun suami berhak merujuknya dengan
tanpa kerelaan. Oleh karena itu, rujuk menurut imam syafi’I adalah
mengembalikan hubungan suami istri ke dalam ikatan pernikahan yang
sempurna.
d) Imam Hanbal, rujuk adalah keblainya istri yang dijatuhi talak selain talak
ba’in kepada suaminya dengan tanpa akad, baik dengan perkataan atau
perbuatan (bersetubuh) dengan niat maupun tidak.

2. Dasar Hukum Rujuk


Dasar hukum rujuk terdapat dalam QS. Al-Baqarah/2: 228

‫َو اْلُم َط َّلٰق ُت َي َت َر َّبْص َن ِبَاْنُفِس ِه َّن َث ٰل َث َة ُقُر ْۤو ٍۗء َو اَل َي ِحُّل َلُهَّن َاْن َّي ْك ُتْم َن َم ا‬
‫َخ َلَق ُهّٰللا ِفْٓي َاْر َح اِم ِه َّن ِاْن ُك َّن ُيْؤ ِمَّن ِباِهّٰلل َو اْلَي ْو ِم اٰاْل ِخ ِۗر َو ُبُعْو َلُتُهَّن‬
‫َاَح ُّق ِبَر ِّد ِهَّن ِفْي ٰذ ِلَك ِاْن َاَر اُد ْٓو ا ِاْص اَل ًح اۗ َو َلُهَّن ِم ْث ُل اَّلِذ ْي َع َلْي ِه َّن‬
‫ِباْلَم ْع ُرْو ِۖف َو ِللِّر َج اِل َع َلْي ِه َّن َد َر َج ٌة ۗ َو ُهّٰللا َع ِز ْي ٌز َح ِك ْي ٌم‬

Terjemahnya:
“Dan para istri yang diceraikan (wajib) menahan diri mereka
(menungggu) tiga kali quru’. Tidak boleh bagi mereka menyembunyikan apa
yang diciptakan Allah dalam rahim mereka, jika mereka beriman kepada Allah
dan hari akhir. Dan para suami mereka lebih berhak kembali kepada mereka
dalam (masa) itu, jika mereka menghendaki perbaikan. Dan mereka (para
perempuan) mempunyai hak seimbang dengan kewajibannya menurut cara
yang patut. Tetapi para suami mempunyai kelebihan di atas mereka. Allah
Mahaperkasa, Mahabijaksana.”

E. Hukum dan Hikmah Rujuk


1. Macam-Macam Rujuk dan Hukumnya
a) Hukum rujuk pada talak raj’i
Kaum muslimin telah sependapat bahwa suami mempunyai hak rujuk istri
pada talak raj’i selama masih berada dalam masa iddah tanpa
mempertimbangkan persetujuan istri, fuqoha juga sependapat bahwa syariat
talak raj’i ini harus terjadi setelah dukhul (pergaulan) dan rujuk dapat terjadi
dengan kata-kata dan saksi. Adapun batas-batas tunuh bekas istri yang boleh
dilihat oleh suami, fuqoha berselisih pendapat mengenai batas-batas yang
boleh dilihat oleh suami dari istrinya yang dijatuhi talak raj’i selama ia berada
dalam masa iddah.6
b) Hukum rujuk pada talak bain
Talak bain bisa terjadi karena bilangan talak yang kurang dari tiga.
Talak bain bisa juga terjadi pada istri yang menerima khulu’, dengan silang
pendapat. Hukum rujuk sesudah talak sama dengan nikah baru, yaitu tentang
persyaratan adanya mahar, wali, dan persetujuan. Fuqoha berpendapat bahwa
untuk [perkawinan ini tidak dipertimbangkan berakhirnya masa iddah.
Mazhab sepakat tentang orang telah menalak istrinya dengan talak tiga,
ia tidak boleh menikahinya lagi hingga istrinya yang telah ditalaknya dinikahi
oleh orang lain dan disetubuhi dalam pernikahan yang sah. Adapun yang
dimaksud pernikahan dalam masalah ini adalah termasuk persetubuhannya.
Hal ini merupakan syarat diperbolehkannya menikahi lagi bagi suami pertama
mantan istrinya tersebut dengan suami yang baru.7
Dari berbagai hukum rujuk yang telah dikemukakan diatas, yang
paling utama ada lima macam, antara lain: wajib, haram, makruh, mubah, dan
sunah.
a) Suami wajib merujuk istrinya apabila saat ditalak dia belum
menyempurnakan pembagian waktunya (apabila istrinya lebih dari satu).
b) Suami haram merujuk istrinya apabila dengan rujuk itu justru menyakiti
hati istrrinya.
c) Suami makruh merujuk istrinya apabila rujuk justu lebih buruk dari cerai
(cerai lebih baik dari rujuk).
d) Suami mubah merujuk istrinya.
e) Suami sunah merujuk istrinya apabila rujuk itu ternyata lebih
menguntungkan bagi semua pihak (termasuk anak).
2. Hikmah Rujuk
a) Menghindarkan murka Allah, karena perceraian itu sesuatu yang sangat
dibenci.

6
Ibnu Rusyd, ‘Bidayatul Mujtahid (Analisa Fikih Para Mujtahid), Terj’, Imam Ghazali Said Dan Achmad Zaidun.
Jakarta: Pustaka Amani, 2007.
7
Syaikh al-Allamah Muhammad bin‘Abdurrahman, ‘Ad-Dimasyqi, Fiqih Empat Mazhab, Hasyimi, Bandung, Cet’
(XVI, 2013)..
b) Bertobat menyesali kesalahan-kesalahan yang lau untuk bertekad
memperbaikinya.
c) Untuk menjaga keutuhan keluarga, dan menghindari perpecahan keluarga.
Terlebih lagi adalah untuk menyalamatkan masa depan anak, bagi pasangan
yang telah mempunyai keturunan. Telah diketahui bahwa perceraian yang
terjadi dengan alasan apapun tetap saja menimbulkan efek negatif pada anak.
d) Mewujudkan islah dan perdamaian. Meski hakikatnya hubungan perkawinan
suami istri bersifat pribadi, namun hal ini sering melibatkan keluarga besar
masing-masing.8

F. Tata Cara Pelakanaan Rujuk


1. Dihadapan PPN (Pegawai Pencatat Nikah), suami mengikrarkan rujuk kepada istri
disaksikan minimal dua orang saksi.
2. PPN mencatatnya dalam buku pendaftaran rujuk, kemudian membacanya
dihadapan suami istri tersebut serta saksi-saksi dan selanjutnya masing-masing
membutuhkan tanda tangan.
3. PPN membuatkan kutipan buku pendaftaran rujuk rangkap dua dengan nomor dan
kode yang sama.
4. Kutipan diberikan kepada suami istri yang rujuk.
5. PPN membuat surat keterangan tentang terjadinya rujuk dan mengirimkan ke
Pengadilan Agama yang akan mengeluarkan akta talak yang bersangkutan.
6. Suami istri dengan membawa kutipan buku pendaftaran buku datang ke
Pengadilan Agama untuk mendapatkan kembali akta nikahnya masing-masing.
7. Pengadilan Agama memberikan akta nikah yang bersangkutan dengan menahan
kutipan buku pendaftaran rujuk.

G. Mengkomparasikan Iddah dan Rujuk Antara Hukum Fiqhi dan UU Perkawinan


Amir Nuruddin menyebutkan bahwa Undang-Undang Perkawinan tidak
mengatur masalah rujuk begitu juga dalam peraturan elaksanaan undang-undang ini.

8
Amir Nuruddin and Azhari Akmal Tarigana, ‘Hukum Perdata Islam Di Indonesia: Studi Kritis Perkembangan
Hukum Islam Dari Fiqih, UU No. 1/1974 Sampai KHI, Jakarta: Kencana 2006, Cet’, Panduan Lengkap Nikah,
2004.
Demikian juga dengan Kompilasi Hukum Islam (KHI) juga tidak menemukan
rumusan yang tegas tentang rujuk.9
Mengenai hukumnya, bahwa ulama sepakat bahwa suami boleh merujuk istri
yang telah diceraikan. Hal ini berdasarkan beberapa ketentuan Al-Qur’an, salah
satunya dalam surah Al-Baqarah ayat 228-229 yang merupakan dasar hukum
dibolehkannya suami merujuk istri dalam masa iddah. Terkait dengan hal ini, ulama
sepakat bahwa iddah wanita yang di talak dapat dirujuk kembali dengan cara yang
ma’ruf artinya ditujuk dengan baik-baik.
Dalam kitab fiqih dinyatakan rujuk dipandang sebagai peristiwa personal yang
hanya melibatkan suami istri. Untuk hukum yang berlaku di negara muslim, ternyata
hak penuh untuk merujuk istri ini telah digeser menjadi wilayah yang sedikit terbuka.
Sehingga persyaratan administrasi menjadi sangat penting, selain itu syarat utamanya
adalah dalam rujuk harus ada izin istri.10
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan berlaku secara efektif
pada tanggal 1 Oktober 1975. Undang-undang ini juga ditunjang dengan perangkat
peraturan pelaksanaannya, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) No. 9 Tahun 1975, karena
hukum Islam tentang perkawinan yang berlaku bagi warga Indonesia yang beragama
Islam diperbolehkan oleh peraturan yang tersusun secara sistematis, terdiri dari
beberapa BAB dan pasal-pasal yang saling berhubungan yaitu Kompilasi Hukum
Islam (KHI).
Diantara pasal-pasal yang telah dicantumkan dalam Kompilasi Hukum Islam, ada
beberapa pasal yang berkaitan dengan pendapat para Imam Mazhab terkait masalah
konsep rujuk, yaitu:
1. Pasal 163 ayat 1
“Seorang suami dapat merujuk istrinya yang dalam masa iddah”.
2. Pasal 163 ayat (a)
“Putusnya perkawinan karena talak, kecuali talak yang telah jatuh tiga kali dan
talak yang dijatuhkan qabla al-dukhul”.
3. Pasal 167 ayat 4
“Setelah itu suami mengucapkan rujuknya dan masing-masing yang bersangkutan
beserta saksi-saksi menendatangani buku pendaftaran rujuk”.
9
Amiur Nuruddin and Azhari Akmal Tarigan, ‘Hukum Perdata Islam Di Indonesia: Studi Kritis Perkembangan
Hukum Islam Dari Fikih, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Sampai Kompilasi Hukum Islam’, 2019.
10
Arifin Abdullah and Delia Ulfa, ‘Kedudukan Izin Rujuk Suami Dalam Masa ‘Iddah (Analisis Perspektif Hukum
Islam)’, SAMARAH: Jurnal Hukum Keluarga Dan Hukum Islam, 2.2 (2019), 417–32.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kata iddah diambil dari kata al ‘adad atau bilangan, karena maknanya
mengandung definisi bilangan (quru’) dan bulan. Menurut Istilah, kata iddah adalah
sebutan atau nama bagi suatu masa dimana seorang wanita menanti atau
menangguhkan perkawinan setelah ia ditinggal mati oleh suaminya atau setelah
dicereikan baik dengan menunggu kelahiran bayinya. Iddah adalah penantian selama
masa tertentu yang dijalani oleh seorang perempuan agar bisa diketahui apakah ia
mengandung atau tidak. Definisi lain dari iddah adalah masa yang ditentukan oleh
Allah dalam syariat islam untuk menghilangkan tanda-tanda dari mantan suaminya
setelah terjadi perceraian, baik itu karena cerai talak mauoun cerai mati.
Ada beberapa hikmah iddah sesuai dengan macam-macam iddah dengan
ditetapkan oleh syarah’, yaitu hikmah talak raj’i, hikmah tidak adanya iddah bagi istri
yang belum dicampuri, hikmah iddah hamil, dan hikmah iddah kematian. Istri yang
akan menjalani iddah ditinjau dari segi keadaan waktu berlangsungnya perceraian,
yaitu kematian suami, sudah dicampuri dalam keadaan hamil, sudah dicampuri tidak
dalam keadaan hamil dan masih dalam keadaan haid, sudah dicampuri tidak dalam
keadaan hamil dan sudah terhenti masa haidnya, dan istri yang belum dicampuri
syarat diwajibkannya yaitu istri yang sudah bergaul dengan suami.
Suami berkewajiban untuk memberikan nafkah iddah kepada istrinya dalam
perceraian talak, karena nafkah iddah merupakan hak seorang istri yang telah ditalak.
Selama menjalani masa iddah, seorang istri tidak boleh keluar rumah tanpa seizin
suaminya mengingat statusnya sebagai seorang istri belum hilang sepenuhnya.
Rujuk menurut istilah adalah mengembalikan status hukum perkawinan secara
penuh setelah terjadi talak raj’i yang dilakukan oleh bekas suami terhadap bekas
istrinya dalam masa iddahnya dengan ucapan tertentu. Dasar hukum rujuk terdapat
dalam QS. Al-Baqarah/2: 228.
Adapun macam-macam rujuk dan hukumnya yaitu hukum rujuk pada talak
raj’i, dan hukum rujuk pada talak bain. Dari berbagai hukum rujuk yang telah
dikemukakan, yang paling utama ada lima macam, antara lain: wajib, haram, makruh,
mubah, dan sunah.
Adapun tata cara pelaksanaan rujuk yaitu dihadapan PPN (Pegawai Pencatat
Nikah), PPN mencatatnya dalam buku pendaftaran rujuk, PPN membuatkan kutipan
buku pendaftaran rujuk rangkap dua dengan nomor dan kode yang sama, kutipan
diberikan kepada suami istri yang rujuk, suami istri dengan membawa kutipan buku
pendaftaran buku datang ke Pengadilan Agama untuk mendapatkan kembali akta
nikahnya masing-masing dan Pengadilan Agama memberikan akta nikah yang
bersangkutan dengan menahan kutipan buku pendaftaran rujuk.
Mengenai hukumnya, bahwa ulama sepakat bahwa suami boleh merujuk istri
yang telah diceraikan. Hal ini berdasarkan beberapa ketentuan Al-Qur’an, salah
satunya dalam surah Al-Baqarah ayat 228-229 yang merupakan dasar hukum
dibolehkannya suami merujuk istri dalam masa iddah. Dalam kitab fiqih dinyatakan
rujuk dipandang sebagai peristiwa personal yang hanya melibatkan suami istri. Untuk
hukum yang berlaku di negara muslim, ternyata hak penuh untuk merujuk istri ini
telah digeser menjadi wilayah yang sedikit terbuka. Sehingga persyaratan administrasi
menjadi sangat penting, selain itu syarat utamanya adalah dalam rujuk harus ada izin
istri.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Arifin, and Delia Ulfa, ‘Kedudukan Izin Rujuk Suami Dalam Masa ‘Iddah
(Analisis Perspektif Hukum Islam)’, SAMARAH: Jurnal Hukum Keluarga Dan Hukum
Islam, 2.2 (2019), 417–32

Ash-Shabuni, Muhammad Ali, ‘Terjh: Muammal Hamidy Dan Imron A’, Manan.
Terjemahan Tafsir Ayat Ahkam Ash-Shabuni. Surabaya: Bina Ilmu. Cet-4, 2003

Bakri, Mukhlis, ‘Analisis Maqashid Syariah Terhadap Pasal 8 PP No 10 Tahun 1983 Jo PP


45 Tahun 1990 Tentang Nafkah ‘Iddah Isteri Setelah Ditalak Suami’, El’Aailah: Jurnal
Kajian Hukum Keluarga, 2.1 (2023), 11–22

Basri, Rusdaya, ‘Fikih Munakahat 2’ (IAIN Parepare Nusantara Press, 2020)

bin‘Abdurrahman, Syaikh al-Allamah Muhammad, ‘Ad-Dimasyqi, Fiqih Empat Mazhab,


Hasyimi, Bandung, Cet’ (XVI, 2013)

Hidayati, Nuzulia Febri, ‘Konstruksi ‘iddah Dan Ihdad Dalam Kompilasi Hukum Islam
(KHI)’, MISYKAT: Jurnal Ilmu-Ilmu Al-Quran, Hadist, Syari’ah Dan Tarbiyah, 4.1
(2019), 163–89

Nuruddin, Amir, and Azhari Akmal Tarigana, ‘Hukum Perdata Islam Di Indonesia: Studi
Kritis Perkembangan Hukum Islam Dari Fiqih, UU No. 1/1974 Sampai KHI, Jakarta:
Kencana 2006, Cet’, Panduan Lengkap Nikah, 2004

Nuruddin, Amiur, and Azhari Akmal Tarigan, ‘Hukum Perdata Islam Di Indonesia: Studi
Kritis Perkembangan Hukum Islam Dari Fikih, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
Sampai Kompilasi Hukum Islam’, 2019

Rusyd, Ibnu, ‘Bidayatul Mujtahid (Analisa Fikih Para Mujtahid), Terj’, Imam Ghazali Said
Dan Achmad Zaidun. Jakarta: Pustaka Amani, 2007

Syarifuddin, Amir, ‘Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat Dan
Undang-Undang Perkawinan’, 2011

Anda mungkin juga menyukai