Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH QAWAIDH FIQHIYYAH FIL MUNAKAHAT

“‫”باب العدة‬

Dosen Pembimbing:

Dr. M. Amar Adly, Lc. MA.

Disusun Oleh:

 Ibnu Sabil ( 0201171022 )

 Dwi Indri Antika ( 0201171031 )

 Rahmat hidayat ( 0201171034 )

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

AKHWAL SYAKHSIYYAH

MEDAN

2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan pertolongannya
sehingga makalah ini dapat terselesaikan sesuai waktu yang ditentukan. Tak lupa pula
sholawat dan salam penulis sanjungkan kepada baginda Rasulullah SAW yang telah
membawa kita ke zaman yang penuh ilmu pengetahuan seperti sekarang ini.
Penulisan makalah ini dibuat adalah sebagai media pembelajaran pada mata kuliah
“Qawaid Fiqhiyyah fil Munakahat” yang di bimbing oleh “Bapak Dr. M. Amar Adly, Lc.
MA.” dalam rangka memenuhi tugas diperguruan tinggi yang berkaitan dengan bahan
pembelajaran.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan kata atau kalimat dan tata letak dalam
makalah ini tentunya banyak sekali kekurangan dan kekhilafan, baik kata atau kalimat dan
tata letak untuk kebaikan dan sempurnanya makalah ini, kritik dan saran yang membangun
sangat diharapkan. Semoga dapat bermanfaat bagi pembaca, penyusun dll.

Wassalamu’alaikum, Wr. Wb

Medan, Mei 2020

Penulis (Kelompok 9)
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.............................................................................................................. i

Daftar Isi ...................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................

A. Latar Belakang........................................................................................................

B. Rumusan Masalah...................................................................................................

C. Tujuan ....................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................

A. Makna Kaedah ............................. .......................................................................

B. Dasar Hukum Kaedah ............................................................................................

C. Contoh kaedah .......................................................................................................

BAB III PENUTUP......................................................................................................

A. Kesimpulan.............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Iddah adalah masa tunggu, atau tanggang waktu sesudah jatuh talak, dalam waktu si
suami boleh merujuk kembali istrinya pada masa ini si istri belum boleh menikah dengan pria
lain bagi wanita yang berpisah dengan suami. Pada masa 'iddah wanita dilarang
meninggalkan rumah, kecuali untuk keperluan yang sangat penting. Iddah ini juga dikenal
pada masa jahiliyah. Setelah datangnya Islam, iddah tetap diakui sebagai salah satu dari
ajaran syari'at karena banyak mengandung manfaat, para ulama' sepakat mewajibkan iddah
ini yang didasarkan pada firman Allah ta'ala. masa 'iddah adalah masa dibolehkan bagi suami
untuk merujuk istrinya. Suami mempunyai hak merujuki istrinya, jika ia menghendaki ishlah

Dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah: 228, Allah SWT berfirman:

‫ق بِ َر ِّد ِه َّن فِي ٰ َذلِكَ ِإ ْن َأ َرادُوا ِإصْ اَل حًا‬


ُّ ‫َوبُعُولَتُه َُّن َأ َح‬

Artinya;

"Dan para suami mereka lebih berhak kembali kepada mereka dalam (masa ) itu, jika mereka
menghendaki perbaikan".

Iddah wajib bagi seorang istri yang dicerai oleh suaminya, baik cerai karena kematian
maupun cerai karena faktor lain. Talaq bagi wanita yang telah dicampuri dan masih
mendapatkan haidh (menstruasi) maka 'iddahnya adalah menuggu selama tiga quru‟ atau tiga
kali siklus haid. Akan tetapi apabila ia ditalak kemudian tidak lagi melihat adanya
pendarahan haid atau terjadi pendarahan tetapi hanya pada siklus pertama atau pada siklus
kedua, sedangkan untuk siklus selanjutnya tidak terjadi pendarahan lagi, maka perempuan
seperti ini harus menunggu masa iddahnya selama Sembilan bulan dan jika iddah beberapa
bulan, hitungannya adalah sejak mulai pisah.

Wanita yang belum dicampuri kemudian di talak istri tersebut tidak perlu menjalani
masa iddah, dan apabila waktu akad nikah belum ditentukan berapa jumlah maskawin maka
akan diberikan kepadanya, maka suami yang mentalak itu wajib memberikan sejumlah harta
kepada istri yang ditalak sebelum dicampuri itu. TujuanTujuan dan kegunaan iddah adalah
untuk memberi kesempatan berpikir kembali dengan pikiran yang jernih, setelah mereka
menghadapi keadaan rumah tangga yang panas dan yang demikian keruhnya sehingga
mengakibatkan perkawinan mereka putus. Sedang dalam perceraian karena ditinggal mati
suami, iddah ini diadakan untuk menunjukkan rasa berkabung atas kematian suami. Dan juga
untuk mengetahui apakah dalam masa iddah yang berkisar antara 3 (tiga) atau empat bulan
itu, istri dalam keadaan mengandung atau tidak. Hal ini penting untuk ketegasan dan
kepastian hukum mengenai bapak si anak yang seandainnya telah ada dalam kandungan
wanita yang bersangkutan.

B. RumusanMasalahh
1. Apa itu makna kaidah ‫تحقق العدةفي السرعة باالصالة انماهو لتعرف فراغ الرحم والظهار‬
‫ خطر النكاح والبضع‬dan ‫الطالق الرجعي اليزيل النكاح‬
2. Apa dasar hukum kaidah ‫تحقق العدةفي السرعة باالصالة انماهو لتعرف فراغ الرحم والظهار‬
‫ خطر النكاح والبضع‬dan ‫الطالق الرجعي اليزيل النكاح‬
3. Contoh kaidah ‫تحقق العدةفي السرعة باالصالة انماهو لتعرف فراغ الرحم والظهار خطر النكاح‬
‫ والبضع‬dan ‫الطالق الرجعي اليزيل النكاح‬
BAB II

PEMBAHASAN

1. Kaidah Pertama
‫تحقق العدةفي السرعة باالصالة انماهو لتعرف فراغ الرحم والظهار خطر النكاح والبضع‬

Artinya : Adanya masa iddah dalam syara' adalah untuk mengetahui kekosongan
rahim dan untuk menerangkan bahaya pernikahan dan kemaluan perempuan.

a. Makna Kaidah

Iddah adalah bahasa Arab yang berasal dari akar kata ‘adda-ya’uddu -‘idatan dan
jamaknya adalah ’idad yang secara arti kata (estimologi) berarti, menghitung atau hitungan.
Kata ini digunakan untuk maksud ‘iddah karena dalam masa itu si perempuan yang ber’iddah
menunggu berlalunya waktu.1 Dalam kamus disebutkan, ‘iddah perempuan berarti hari-hari
kesucian perempuan dan perkabungannya terhadap suami. Menurut istilah Fuqaha’, ‘iddah
berarti masa menunggu perempuan sehingga halal bagi suami lain.

Sedangkan secara terminologi dalam kitab-kitab fikih definisi ‘iddah itu ditemukan
sama, dengan redaksi yang pendek dan sederhana yaitu Masa tunggu yang dilalui oleh
seorang perempuan. Dalam artian perempuan mencegah dirinya dan menunggu untuk bisa
menikah lagi.2 Menurut Sayyid Sabiq, definisi tentang iddah yang lebih lengkap, sebagai
berikut:

Nama bagi suatu masa yang seorang perempuan menunggu dalam masa itu kesempatan
untuk kawin lagi karena wafatnya suaminya atau bercerai dengan suaminya.3

Sedangkan dalam ta’ rif lain disebutkan, ‘iddah adalah masa yang ditentukan oleh
Allah di dalam syariat Islam untuk menghilangkan tanda tanda dari mantan suaminya setelah
terjadinya perceraian, baik itu karena cerai talak maupun karena cerai mati.4

1
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia , (Jakarta: Kencana, 2009),hlm. 303.
2
Ibrahim Al Bajur, Al Bajuri ‘Ala Ibn Qasim, juz 2 (Surabaya : Nurul Huda t.t.),hlm. 168.
3
Sayyid Sabiq, Fiqh al - Sunnah , (Beirut: Dar al fikr t.t.),hlm. 401.
4
Muh}ammad Muhyiddin ‘Abdul Hamid, Al Ahwal Al Syakhsiyyah, (Beirut: Al Maktabah Al ‘Ilmiyah,
2003),hlm. 346.
Adapun maksud dari alasan wanita harus menunggu dalam masa iddah, disebutkan
dalam kitab-kitab fikih setelah definisi yaitu :

Untuk mengetahui bersihnya rahim perempuan dan untuk beribadah.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa ‘iddah ialah masa menanti atau
menunggu yang diwajibkan atas seorang perempuan yang diceraikan oleh suaminya (cerai
hidup atau cerai mati), dengan tujuan untuk mengetahui kandungan perempuan itu berisi
(hamil) atau tidak, serta untuk menunaikan satu perintah dari Allah SWT.5

Dalam kitab Hikmal Al-Tasyri’ Wa Falsafatuhu disebutkan hikmah yang terkandung


dalam perintah ‘iddah cukup banyak, yaitu diantaranya: Pertama, Rahim wanita menjadi
bebas dan bersih sehingga tidak terkumpul didalamnya air mani dari dua laki-laki atau lebih
pada satu Rahim. Kalau seandainya air mani bercampur maka berarti nanti keturunan akan
bercampur. Hal yang demikian itu sangat berbahaya dan tidak diridhoi oleh syariat Islam
yang mudah dan tidak diterima oleh akal sehat. Kedua, menunjukkan penghormatan dan
pengagungan akad nikah. Ketiga, memperpanjang masa kemungkinan ruju’ kembali bagi
laki-laki yang mentalak dengan talak ruju’. Karena barangkali laki-laki itu mendapatkan
petunjuk dan menyesal atas talak yang dijatuhkan, maka ada masa yang cukup untuk
memungkinkan dia ruju’ kembali. Keempat, memperbesar penghormatan terhadap hak suami
jika suami tersebut berpisah karena meninggal dunia, menunjukkan rasa duka cita atas
kematiannya, yang demikian itu ditunjuk dengan adanya ‘iddah

b. Dasar Hukum
Q.S Al-Baqarah : 228

ِ ‫ق هَّللا ُ فِي َأرْ حَ ا ِم ِه َّن ِإ ْن ُك َّن يُ†ْؤ ِم َّن بِاهَّلل‬


َ َ‫َّص†نَ بَِأ ْنفُ ِس† ِه َّن ثَاَل ثَةَ قُ†رُو ٍء ۚ َواَل يَحِ لُّ لَه َُّن َأ ْن يَ ْكتُ ْمنَ مَا خَ ل‬ ُ َ‫َو ْال ُمطَلَّق‬
ْ ‫ات يَتَ َرب‬
‫ُوف ۚ َولِلرِّجَ ا ِل‬ ِ ‫بِال َم ْعر‬ ْ ‫ص†اَل حًا ۚ َولَه َُّن ِم ْث† ُل الَّ ِذي َعلَ ْي ِه َّن‬
ْ ‫ك ِإ ْن َأ َرادُوا ِإ‬ َ ِ‫بِر ِّد ِه َّن فِي ٰ َذل‬
َ ‫ق‬ ُّ َ‫َو ْاليَوْ ِم اآْل ِخ ِر ۚ َوبُعُولَتُه َُّن َأح‬

ِ ‫َعلَ ْي ِه َّن َد َر َجةٌ ۗ َوهَّللا ُ ع‬


‫َزي ٌز َح ِكي ٌم‬

Artinya : Dan para istri yang diceraikan (wajib) menahan diri mereka (menunggu)
tiga kali quru'. Tidak boleh bagi mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam
rahim mereka, jika mereka beriman kepada Allah dan hari Akhir. Dan para suami mereka
lebih berhak kembali kepada mereka dalam (masa) itu jika mereka menghendaki perbaikan.
Dan mereka (para perempuan) mempunyai hak seimbang dengan kewajibannya menurut

5
Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam , (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2011),hlm. 414.
cara yang patut. Tetapi para suami mempunyai kelebihan di atas mereka. Allah
Mahaperkasa, Mahabijaksana.

Berkenaan dengan adanya ayat di atas, maka perlu lebih dicermati filosofi
syari’ahnya (maqasid al-syar’i) dan dilakukan secara proporsional. Jika perempuan yang
ditalak tidak boleh menerima lamaran (khitbah) dari laki-laki lain hanya dengan alasan hanya
untuk mengetahui isi rahimnya, apakah hamil atau tidak, untuk masa sekarang tidak perlu
menunggu sekian lama, misalnya dua atau tiga bulan dengan hitungan tiga kali quru’.
Misalnya, cukup dengan alat tes kehamilan, maka seseorang bisa diketahui setelah seminggu
dari persetubuhan.6

Sebenarnya, pemberlakuan ‘iddah bagi perempuan setelah terjadi perceraian


bukanlah syari’at murni yang ada dalam Islam. Pemberlakuan ‘iddah sudah ada sebelum
datangnya agama Islam, sebagaimana yang terjadi kepada perempuan yang ditinggal mati
suaminya. Tetapi, penerapan ‘iddah yang bersamaan dengan Ihdad sangatlah tidak
manusiawi. Pada masyarakat pra Islam, selain sangat menghargai institusi perkawinan,
mereka juga begitu mengkultuskan suami.7
Ketika suami meninggal, mereka menerapkan aturan yang sangat kejam. Sang isteri
harus menampakkan rasa duka cita yang mendalam atas kematian suaminya. Ini dilakukan
dengan cara mengurung diri dalam kamar kecil yang terasing. Mereka juga dituntut memakai
baju hitam paling jelek. Di samping itu mereka juga dilarang melakukan beberapa hal, seperti
berhias diri, memakai harum-haruman, mandi, memotong kuku, memanjangkan rambut dan
menampakkan diri di hadapan khalayak. itu dilakukan setahun penuh.8
Dilihat dari aspek psikologis, ‘iddah itu untuk mengembalikan kestabilan kondisi
batin setelah menerima sesuatu yang pahit. Jika masa ‘iddah sebentar dikhawatirkan wanita
tersebut mengalami kekagetan, terlebih lagi ketika ia memasuki pernikahan yang kedua. 9
Disamping itu, masa ‘iddah seharusnya digunakan untuk melakukan koreksi bagi kedua belah
pihak agar masing-masing menyadari kesalahan dan ketergesahannya. Biasanya waktu yang
singkat tidak membuat orang bisa cepat sadar atas kekeliruannya.

c. Contoh Kaidah

6
Muhammad Sodik (Ed), op.cit., h. 247
7
Abu Yazid, Fiqh Realitas, Respon Ma‟had Aly terhadap Wacana Hukum Islam Kontemporer, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2005), h. 323-324.
8
Ibid.
9
Ali Ahmad al-Jurjawi, Hikmah al-Tasyri’ wa Falsafatuhu, (Mesir: Dar al-Fikr, 1994), h. 54
Ketika seorang istri diceraikan suaminya sementara istri masih subur atau masih bisa
haid,maka Iddah bagi istri adalah 3 kali quru' dan jika si istri dicerai mati oleh suaminya
maka Iddah bagi istri adalah 4 bulan 10 hari. Jadi kenapa ada masa Iddah? guna Iddah disini
adalah untuk menghilangkan bekas suaminya, melihat kekosongan rahimnya dan juga
merupakan waktu bagi suami jika ia masih hidup untuk bisa kembali kepada istrinya dan juga
untuk menerangkan bahaya pernikahan bagi si istri jika tidak ada masa iddah dlam. Dan
untuk istri yang dicerai mati oleh suaminya guna Iddah disini adalah untuk menghilangkan
bekas suami juga dan mengosongkan rahim dan juga merupakan kesempatan untuk berduka
cita atas kepergian suaminya. Dalam hal ini ketika si istri ingin menikah lagi dan menerima
pinangan ong lain maka ia harus menunggu masa iddahnya selesai, lain halnya dengan talak
raj’i ketika si istri masih dalam masa Iddah maka suami bisa rujuk kembali tanpa akad.

2. Kaidah Kedua
‫الطالق الرجعي اليزيل النكاح‬
Artinya : Talak raj'i tidak menghilangkan status pernikahan
a. Makna Kaidah

Talak raj’i merupakan talak dimana suami boleh rujuk (kembali) kepada bekas
istrinya dengan tidak perlu melakukan perkawinan atau akad nikah baru, asalkan istrinya itu
masih dalam masa iddah seperti halnya talak satu atau talak dua. Untuk wanita yang talak
raj'i atau talak yang masih ada kemungkinan bagi mantan suaminya untuk merujuknya lagi,
berhak mendapatkan:10

i. Tempat tinggal (rumah)


ii. Pakaian dan nafkah untuk kebutuhan hidup

Kedua hal tersebut diatas hanya diberikan kepada istri yang taat, sedangkan istri yang
durhaka tidak berhak mendapatkan apa-apa, Rasulullah bersabda:
)‫ لذا انما النفقة والسكنى للمرأة إذا آان لزوجها عليها (الرجع††ة‬:‫ قال رسول هللا صلى هللا عليو وسلم‬، ‫عن فاطمة بنت قيس‬
‫رواه احمد والنساء‬

Artinya: “Rasulullah Saw bersabda: Sesungguhnya nafkah dan tempat tinggal hak bagi
wanita yang suaminya mempunyai hak merujuknya” (H.R. Ahmad dan Nasa’i)

Karena pernikahan menjadikan persetubuhan dibolehkan, maka penghalalan


persetubuhan ini diharamkan oleh talak karena talak merupakan lawan pernikahan. Jika si

10
Aqis Bil Qitsi, Ibid, h. 74
suami menyetubuhi istri yang dia talah maka dia tidak dikenakan hukuman hadd. Dia juga
tidak dikenakan hukuman ta'zir, kecuali jika dia memiliki keyakinan pengharaman
persetubuhan pada masa ini. Ini adalah pendapat yang benar menurut penulis.

Mazhab Hanafi dan Hambali berpendapat talak rai'i tidak membuat haram
persetubuhan. Oleh sebab itu, oleh melakukan persetubuhan dengan talak raj'i. Jika si suami
menyetubuhi istri yang dia talak, maka dia tidak dikenakan hukuman hadd karena ini adalah
perkara yang mubah dibolehkan). Akan tetapi, makruh tanzih (dibenci) melakukan khalwat
bersamanya. Ungkapan mazhab Hanafi mengenai hal ini adalah, talak raj'i tidak membuat
hilang kepemilikan dan penghalalan, selama masih berada pada masa iddah. Yang dimaksud
dengan kepemilikan adalah, penghalalan persetubuhan dan semua hak perkawinan. Yang
dimaksud dengan penghalalan adalah, tetap halalnya istri yang ditalak untuk suami yang
menalaknya. Si istri tidak diharamkan untuk suaminya dengan salah satu sebab pengharaman.

b. Dasar Hukum

‫ْري ٌح بِِإحْ َسا ٍن ۗ َواَل يَ ِحلُّ لَ ُك ْم َأ ْن تَْأ ُخ ُذوا ِم َّما آتَ ْيتُ ُموه َُّن َش ْيًئا ِإاَّل َأ ْن يَ َخافَا َأاَّل يُقِيمَا ُح† دُو َد‬ ِ ‫ُوف َأوْ تَس‬
ٍ ‫ك بِ َم ْعر‬ ٌ ‫َان ۖ فَِإ ْم َسا‬
ِ ‫ق َم َّرت‬ ُ ‫الطَّاَل‬
َ ‫ك ُح† دُو ُد هَّللا ِ فَاَل تَعْتَدُوهَا ۚ َو َم ْن يَتَعَ َّد ُح† دُو َد هَّللا ِ فَُأو ٰلَِئ‬
‫ك هُ ُم‬ َ ‫َت بِ ِه ۗ تِ ْل‬ْ ‫هَّللا ِ ۖ فَِإ ْن ِخ ْفتُ ْم َأاَّل يُقِي َما حُ دُو َد هَّللا ِ فَاَل ُجنَا َح َعلَ ْي ِه َما فِي َما ا ْفتَد‬
َ‫الظَّالِ ُمون‬

Artinya : Talak (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (Setelah itu suami dapat) menahan
dengan baik atau melepaskan dengan baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali
sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali keduanya (suami dan istri) khawatir
tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu (wali) khawatir bahwa keduanya
tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah, maka keduanya tidak berdosa atas bayaran
yang (harus) diberikan (oleh istri) untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka
janganlah kamu melanggarnya. Barang siapa melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah
orang-orang zalim. (Q.S Al-Baqarah :229)

Makna ayat diatas adalah Talak raj’i adalah seorang suami yang mentalak istrinya
yang sudah dicampuri tanpa menerima pengembalian mahar dari pihak istri dan belum
didahului dengan talak sama sekali atau baru didahulu dengan talak satu kali. Seorang wanita
yang mendapat talak raj’i, maka statusnya masih sebagai istri selama dia masih berada dalam
masa iddah (menunggu) dan suaminya berhak untuk rujuk kepadanya kapan saja suaminya
berkehendak selama dia masih berada dalam masa iddahnya, dan tidak disyaratkan adanya
keridhaan istri atau izin dari walinya.
c. Contoh Kaidah

Ketika seorang istri ditalak satu atau dua oleh suami, maka si istri masih dalam status
pernikahan dengan suaminya sampai masa Iddah si istri habis. Dan pada saat terjadinya talak
tersebut si suami masih berhak untuk rujuk kapan saja kepada istri selama si istri masih
dalam masa Iddah. Putusnya perkawinan dalam hal ini ketika masa Iddah si istri sudah
habis.dan jika ingin rujuk maka nikah dengan melakukan akad.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Iddah ialah masa menanti atau menunggu yang diwajibkan atas seorang perempuan
yang diceraikan oleh suaminya (cerai hidup atau cerai mati), dengan tujuan untuk
mengetahui kandungan perempuan itu berisi (hamil) atau tidak, serta untuk menunaikan satu
perintah dari Allah SWT.

Mazhab Hanafi dan Hambali berpendapat talak rai'i tidak membuat haram
persetubuhan. Oleh sebab itu, oleh melakukan persetubuhan dengan talak raj'i. Jika si suami
menyetubuhi istri yang dia talak, maka dia tidak dikenakan hukuman hadd karena ini adalah
perkara yang mubah dibolehkan). Akan tetapi, makruh tanzih (dibenci) melakukan khalwat
bersamanya. Ungkapan mazhab Hanafi mengenai hal ini adalah, talak raj'i tidak membuat
hilang kepemilikan dan penghalalan, selama masih berada pada masa iddah. Yang dimaksud
dengan kepemilikan adalah, penghalalan persetubuhan dan semua hak perkawinan. Yang
dimaksud dengan penghalalan adalah, tetap halalnya istri yang ditalak untuk suami yang
menalaknya. Si istri tidak diharamkan untuk suaminya dengan salah satu sebab pengharaman.
DAFTAR PUSTAKA

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia , (Jakarta: Kencana, 2009).

Ibrahim Al Bajur, Al Bajuri ‘Ala Ibn Qasim, juz 2 (Surabaya : Nurul Huda t.t.).

Sayyid Sabiq, Fiqh al - Sunnah , (Beirut: Dar al fikr t.t.).

Muh}ammad Muhyiddin ‘Abdul Hamid, Al Ahwal Al Syakhsiyyah, (Beirut: Al Maktabah Al ‘Ilmiyah, 2003).

Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam , (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2011),hlm. 414.

Abubu Yazid, Fiqh Realitas, Respon Ma‟had Aly terhadap Wacana Hukum Islam Kontemporer, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2005).

Ali Ahmad al-Jurjawi, Hikmah al-Tasyri’ wa Falsafatuhu, (Mesir: Dar al-Fikr, 1994).

Anda mungkin juga menyukai