Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

FIQH MUNAKAHAT: IDDAH

DOSEN PEMBIMBING

VIA NURJANNAH S.HI,M.Ag

DI SUSUN OLEH

ROSNI (2022001016)
ALTHAF NAQIYA SYAKURA (2021001016)

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH EKONOMI ISLAM

UNIVERSITAS ISKANDAR MUDA BANDA ACEH

TAHUN AJARAN 2022/2023


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur mari sama-sama kita panjatkan ke hadirat Allah S.W.T. Karena berkat
rahmat dan hidayah-Nya juwalah, makalah ini bisa kami selesaikan sesuai dengan waktu
yang telah ditentukan. Shalawat dan salam tak pula kita haturkan kepada Nabi besar
Muhammad SAW, beserta segenap keluarga dan sahabatnya yang telah mewariskan berbagai
macam hukum sebagai pedoman umatnya.

Selanjutnya dalam penyusunan makalah ini kami menyadari sepenuhnya bahwa masih
banyak terdapat kekurangan-kekurangan jauh dari kesempurnaan.

Kami sebagai penyusun makalah mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu
yang telah memberikan bimbingannya kepada kami semua.

Dan akhirnya kami berharap semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi seluruh
pembaca, terutama bagi kami sebagai penyusun. Semoga apa yang telah kami perbuat
mendapat pahala serta ridha dari Allah SWT. Aamiiin.

Banda Aceh, 10 juni 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1

A. LATAR BELAKANG.............................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH........................................................................................1
C. TUJUAN MASALAH.............................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................2

A. PENGERTIAN IDDAH..........................................................................................2
B. MACAM-MACAM IDDAH...................................................................................3
C. HAK DAN KEWAJIBAN IDDAH ........................................................................5
D. KEDUDUKAN HUKUM IDDAH DAN HIKMAHNYA......................................7

BAB III PENUTUP...........................................................................................................9

A. KESIMPULAN.......................................................................................................9
B. SARAN....................................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................10

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pada dasarnya harapan setiap insan yang telah melakukan pernikahan adalah
terciptanya cita-cita suci rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan warohmah. Dipenuhi
dengan kegembiraan karena telah hidup berdampingan bersama seseorang yang di idam-
idamkan sebelumnya, mempunyai hubungan harmonis di antara keduanya dan mampu saling
menyayangi dan mengasihi selamanya.
Akan tetapi, harapan itu terkadang tidak berjalan dengan yang seharusnya,
permasalahan dalam rumah tangga adalah sebuah keniscayaan dan tidak dapat dielakkan. Dan
ketika permasalah tersebut tidak lagi menemukan titik terang untuk diselesaikan, dan karena
jika terus diupayakan hidup berdampingan satu atap akan membuat salah satu pasangan
terluka baik karena penyelewengan pihak suami atau istri, dan atau adanya saling emosi
sehingga terjadi pertengkaaran dan saling pukul di antara keduanya.
Maka perceraian adalah satusatunya jalan yang dirasa baik untuk pasangan tersebut.
Akibat perceraian dalam pernikahan adalah Iddah. Iddah secara etimologi diambil dari kata
adad yang dalam 2 Kamus Al-Munawwir, berarti hitungan, bilangan.1 Secara terminologi,
menurut Al-San'âny yaitu nama bagi suatu masa yang seorang perempuan menunggu dalam
masa itu kesempatan untuk menikah lagi karena wafatnya suaminya atau bercerai dengan
suaminya.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan iddah?
2. Sebutkan dan jelaskan macam-macam iddah?
3. Jelaskan kedudukan iddah beserta hikmahnya?

C. TUJUAN MASALAH
1. Agar dapat mengetahui dan memahami pengertian iddah.
2. Memberikan pemahaman kepada mahasiswa tentang macam-macam iddah.
3. Agar dapat mengetahui kedudukan beserta hikmahnya iddah.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN IDDAH
Menurut bahasa kata Iddah berasal dari kata al-‘adad. Sedangkan kata al-‘adad
merupakan bentuk masdar dari kata kerja‘adda-yauddu yang berarti menghitung. Kata
al-‘adad memiliki arti ukuran dari sesuatu yang dihitung dan jumlahnya. Adapun
bentuk jama dari kata al-‘adad adalah ala’dad begitu pula bentuk jama dari kata
‘Iddah adalah al-‘idad. Secara (etimologi) berarti:“menghitung” atau “hitungan”. Kata
ini digunakan untuk maksud Iddah karena masa itu si perempuan yang beriddah
menunggu berlakunya waktu.1
Pengertian Iddah secara istilah, para ulama banyak memberikan pengertian
yang beragam, seperti Muhammad al-Jaziri memberikan pengertian bahwa iddah
merupakan masa tunggu seorang perempuan yang tidak hanya didasarkan pada masa
haid atau sucinya tetapi kadang-kadang juga didasarkan pada bilangan bulan atau
dengan melahirkan dan selama masa tersebut seorang perempuan dilarang untuk
2
menikah dengan laki-laki. Sejalan dengan Kompilasi Hukum Islam pasal 163 ayat
(1) yang berbunyi seorang suami dapat merujuk istrinya dalam masa iddah. Iddah
diartikan dengan masa menunggu dari istri setelah ditinggal oleh suami baik karena
kematian atau perceraian.3
Di kalangan para ulama fiqh dan berbagai kitab klasik didapati sedikit
perbedaan pendapat dalam memberikan pengertian ‘iddah. Diantaranya:
a. Kitab Al-Wajiz
‘iddah ialah masa menunggu bagi seorang perempuan untuk
mengetahui Adanya kehamilan atau tidak, setelah cerai atau kematian
suami,baik dengan lahirnya anak,dengan quru’ atau dengan hitungan
bilangan beberapa bulan.
b. Kitab Mausu’ah Fiqhiyyah
‘iddah berarti saat menunggu bagi perempuan (istri)untuk mengetahui
kekosongan rahimnya untuk memastikan bahwa dia tidak hamil atau
karena ta’abbud atau untuk menghilangkan rasa sedih.

1
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal 303
2
Abd ar-Rahman al-Jaziri, Kitab al-Fiqh,(Mesir: Maktabah at-Tijariyah al-Kubra,1969), jilid 4, hal 513
3
Kompilasi Hukum Islam Pasal 165

2
Iddah di dalam agama Islam adalah sebuah di mana seorang perempuan
yang telah diceraikan oleh suaminya, baik diceraikan karena suaminya mati atau
karena dicerai ketika suaminya hidup, untuk menunggu dan menahan diri dari
menikahi laki-laki lain. Tujuannya adalah untuk menjaga hubungan darah suaminya.
Dikhawatirkan, seorang wanita sedang mengandung saat akan menikah lagi sehingga
anaknya menjadi anak pria yang dia nikahi.
Seorang perempuan yang sedang dalam masa iddah disebut mu’taddah. Iddah
sendiri menjadi 2, yaitu perempuan yang ditinggal mati oleh suaminya (mutawaffa
‘anha) dan perempuan yang tidak ditinggal mati oleh suaminya (ghair mutawaffa
‘anha).4
Iddah diwajibkan untuk memastikan apakah perempuan tersebut rahimnya
sedang mengandung atau tidak, hal tersebut adalah penyebab kenapa seorang
perempuan harus menunggu dalam masa yang telah ditentukan. Apabila ia menikah
dalam masa iddah, sedangkan kita tidak mengetahui apakah perempuan tersebut
sedang hamil atau tidak dan ternyata dia hamil maka akan timbul sebuah pertanyaan
“Siapa bapak dari anak ini?” dan ketika anak tersebut lahir maka dinamakan
“anak syubhat”, yakni anak yang tidak jelas siapa bapaknya dan apabila anaknya
adalah perempuan maka ia tidak sah, karena ia tidak dinikahkan oleh walinya.

B. MACAM-MACAM IDDAH
1. Iddah Talak
Sesuai namanya, iddah talak adalah iddah yang disebabkan oleh jatuhnya
talak kepada perempuan (istri). Ketika seorang suami menjatuhkan talak, sejak itu
istri berada dalam masa iddah. Iddah talak terbagi menjadi tiga macam, yaitu:
a. Wanita yang telah dicampuri dan belum putus dalam masa haid, masa
iddahnya tiga kali suci (tiga kali haid atau tiga kali quru’).
b. Wanita yang dicampuri dan tidak haid, masa iddahnya adalah tiga bulan
menurut penanggalan.
c. Wanita yang tertalak dan belum disetubuhi, tidak wajib iddah. Namun, jika
istri ditalak karena suami mati dan belum sempat disetubuhi, tetap wajib
baginya untuk ber-iddah. Iddahnya sama seperti orang yang telah disetubuhi.

4
Muhammad ajib Lc.Ma, kupas habis hukum iddah wanita,jakarta:lentera islam,2019

3
2. Iddah Hamil
Seorang wanita wajib iddah jika sedang hamil saat talak dijatuhkan. Masa
iddah wanita hamil adalah sampai waktu melahirkan kandungannya. Ketentuan ini
sesuai dengan firman Allah yang berbunyi:
“Dan, perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai
mereka melahirkan kandungannya.” (QS. ath-Thalaaq: 4)5
Masa iddah hamil berlaku untuk semua jenis talak, baik talak hidup maupun
talak mati. Imam Syafi’i mengatakan, “Ketika Sabi’ah binti Harits melahirkan
seorang anak beberapa hari setelah kematian suaminya, Rasulullah SAW berkata
padanya, ‘Engkau telah halal, maka menikahlah.’” (HR. Bukhari)

3. Iddah Wafat
Seorang wanita yang ditinggal mati suaminya wajib ber-iddah selama 4
bulan 10 hari. Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan dalam Al Quran. Allah
berfirman:
“Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan istri-istri
(hendaklah para istri itu) menangguhkan dirinya (ber-iddah) empat bulan sepuluh
hari. Kemudian, apabila telah habis masa iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para
wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah
mengetahui apa yang kamu perbuat.” (QS. Al Baqarah: 234)

4. Iddah Wanita yang Kehilangan Suami


Kehilangan suami maksudnya keberadaan suami tidak jelas diketahui.
Misalnya, suami pergi bekerja ke luar negeri dan tidak pernah memberi kabar
sehingga tidak jelas masih hidup atau sudah meninggal. Dalam kondisi ini, sang
istri termasuk wanita yang kehilangan suami.
Masa iddah bagi istri yang kehilangan suaminya adalah empat tahun. Ini
merupakan masa penantian, karena bisa jadi sang suami kan kembali. Namun, jika
selama waktu tersebut tidak ada kabar sama sekali, istri harus ber-iddah lagi
selama 4 bulan 10 hari sebelum benar-benar keluar dari masa iddah.

5
Muhammad isna wahyudi, fiqh iddah:klasik dan kontemporer,yogyakarta:pustaka pesantren,2009

4
5. Iddah Wanita yang Di-ila’
Ila’ adalah sumpah yang dilakukan seorang suami atas nama Allah, atau
salah satu nama-Nya atau sifat-Nya, untuk tidak menyetubuhi istri selamanya atau
lebih dari empat bulan.
Jika mengacu pada segi ibadah, wanita yang di-ila’ wajib ber-iddah.
Sedangkan, jika dilihat dari segi maslahat, para ulama tidak mewajibkan seorang
wanita ber-iddah.

C. HAK DAN KEWAJIBAN ‘IDDAH


Selama menjalani masa ‘iddah, berlaku ketentuan sebagai berikut:
1) Tidak boleh di pinang.
Wanita yang sedang menjalani masa ‘iddah tidak boleh dipinang oleh
laki-laki lain, jika pinangan itu disampaikan secara jelas dan tegas, baik wanita itu
menjalani ‘iddah karena bercerai atau karena ditinggal mati, baik bercerai dengan
talak raj’i maupun ba’in. Bagi wanita yang sedang ‘iddah karena talak raj’i, maka
pada hakikatnya ia masih dalam status isteri, sementara bagi yang talak ba’in atau
ditinggal mati karena masih ada bekas suami dalam dirinya. Jika pinangan
disampaikan dengan sindiran, boleh dilakukan bagi wanita yang menjalani ‘iddah
karena ditinggal mati suaminya.
Salah satu riwayat dari Imam Aḥmad mengatakan bahwa dalam
pandangan beliau, wanita yang sedang menjalani ‘iddah talak bā’in ṣughrā tidak
dapat dipinang dengan sindiran, karena sang ‘mantan suami’ berhak merujuknya
dalam masa ‘iddah dengan akad baru, sehingga menyerupai talak raj’ī. Adapun
wanita yang menjalani ‘iddah talak bā’in kubrā, maka boleh dilakukan pinangan
sekalipun secara sindiran.6
2) Tidak boleh menikah
Seluruh ulama sepakat bahwa wanita yang sedang menjalani masa
‘iddah tidak boleh menikah dengan laki-laki lain Jika pernikahan tetap dilakukan
pada masa ‘iddah, maka secara otomatis pernikahan itu batal dan harus
dipisahkan. Pernikahan pada masa ‘iddah hanya bisa dilakukan dengan (mantan)

6
Awaisyah, Husain bin Audah. Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, (Beirut: Dar al-Kotob al-
Ilmiyyah, 2002), hal. 276 Vol. IV

5
suami, karena pada dasarnya, syariat ‘iddah ditujukan untuk menjaga hak suami
dalam rangka melindungi air dan nasabnya.7
3) Tidak boleh keluar dari rumah
Hukum Syara' mewajibkan bagi wanita yang menjalani masa iddah
menetap dalam rumah saat terjadinya furqah atau mati suaminya dan tidak
diperbolehkan bagi suami juga selain suami mengeluarkannya dari rumah
tersebut, juga tidak boleh baginya keluar rumah meskipun seizin suaminya karena
dalam masa iddah terdapat Hak Allah, mengeluarkannya atau keluarnya dari
rumah iddahnya berarti menentang apa yang telah menjadi ketetapan syara'
karenanya tidak boleh bagi seseorang menggugurkan hukum tersebut.8
Diperbolehkah wanita dalam masa iddah keluar rumah untuk bekerja
memenuhi kebutuhannya sendiri dan keluarganya dengan beberapa ketentuan :
a. Keluarnya hanya semata-mata mencari nafkah untuk memenuhi
kebutuhannya dan keluarganya yang seandainya tidak keluar akan bisa
menimbulkan masyaqoh.
b. Keluarnya dilakukan pada siang hari dan tetap komitmen dengan aturan
ihdad selain menetap di rumah seperti tidak memakai wewangian, celak
dll.
Diperbolehkan juga baginya keluar untuk mencari nafkah pada malam
hari selama tidak memungkinkan melakukannya pada siang hari.
4) Berhak mendapatkan tempat tinggal.
Selama menjalani masa ‘iddah, seorang wanita berhak mendapatkan
rumah, baik yang dicerai ataupun ditinggal mati. Menurut Ḥanafiyah, dalam kasus
talak raj’i, suami isteri boleh tinggal satu rumah. Jika terjadi hubungan suami
isteri, maka berarti terjadi rujuk secara otomatis. Adapun dalam kasus talak ba’in,
maka suami isteri tidak boleh tinggal bersama. Dalam hal ini, suamilah yang harus
keluar rumah hingga wanita tersebut menyelesaikan masa ‘iddah- nya.9

5) Berhak mendapatkan nafkah


7
Wahbah Zuhaili. al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, (Beirut: Dar al-Kotob al-Ilmiyyah, 2012), hal. 401
Vol. 7
8
Awaisyah, Husain bin Audah. Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, (Beirut: Dar al-Kotob al-
Ilmiyyah, 2002), hal. 248 Vol. IV
9
Wahbah Zuhaili. al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, (Beirut: Dar al-Kotob al-Ilmiyyah, 2012), hal. 401
Vol. 7

6
Selama menjalani masa ‘iddah, wanita yang berhak mendapatkan nafkah
adalah:
a. Wanita yang ditalak raj’ī. Seluruh ulama sepakat bahwa wanita yang ditalak
raj’ī berhak mendapatkan nafkah penuh, yakni sandang, pangan, dan papan,
baik dalam keadaan hamil atau tidak.
b. Wanita yang ditalak bā’in:
1. Jika hamil, ia juga berhak mendapatkan nafkah penuh, yakni sandang,
pangan, dan papan.
2. Jika tidak hamil, menurut Ḥanafiyah tetap mendapatkan nafkah penuh juga
sepanjang wanita tersebut tidak keluar dari rumah yang disediakan
untuknya menjalani ‘iddah. Jika dia keluar dari rumah tersebut tanpa izin
‘suaminya’, maka ia dinilai nushuz sehingga gugur haknya untuk
mendapatkan nafkah.10

D. KEDUDUKAN DAN HIKMAH IDDAH


Yang menjalani Iddah adalah perempuan yang bercerai dari suaminyabukan
laki-laki atau suaminya. Perempuan yang bercerai dari suaminya dalambentuk
apapun, cerai hidup atau mati, sedang hamil atau tidak, masih berhaid atautidak wajib
menjalani masa Iddah. Kewajiban menjalani masa Iddah itu dapatdilihat dari beberapa
ayat al-Qur’an, diantaranya adalah firman Allah dalam suratAl-Baqarah ayat 228:

‫َو اْلُم َط َّلٰق ُت َي َت َر َّبْص َن ِبَاْنُفِس ِه َّن َث ٰل َث َة ُقُر ْۤو ٍۗء َو اَل َي ِحُّل َلُهَّن َاْن َّي ْك ُتْم َن َم ا َخ َلَق ُهّٰللا ِفْٓي َاْر َح اِم ِه َّن ِاْن‬
‫ُك َّن ُيْؤ ِمَّن ِباِهّٰلل َو اْلَي ْو ِم اٰاْل ِخِۗر َو ُبُعْو َلُتُهَّن َاَح ُّق ِب َر ِّد ِهَّن ِفْي ٰذ ِل َك ِاْن َاَر اُد ْٓو ا ِاْص اَل ًح اۗ َو َلُهَّن ِم ْث ُل‬
‫ࣖ اَّلِذ ْي َع َلْي ِه َّن ِباْلَم ْع ُرْو ِۖف َو ِللِّر َج اِل َع َلْي ِه َّن َد َر َج ٌة ۗ َو ُهّٰللا َع ِز ْي ٌز َح ِك ْي ٌم‬

“Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'. tidak boleh
mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya”11

10
Wahbah Zuhaili. al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, (Beirut: Dar al-Kotob al-Ilmiyyah, 2012), hal. 401
Vol. 7
11
Dr.H.sukring M.pd.i, buku ahar hukum islam,jawa barat:media sains indonesia,2021

7
Hikmah
1. Memberikan kesempatan kepada suami istri untuk kembali kepada ke hidupan rumah
tangga, apabila keduanya masih melihat adanya kebaikan di dalam hal itu.
2. Untuk mengetahui adanya kehamilan atau tidak pada istri yang diceraikan. Untuk
selanjutnya memelihara jika terdapat bayi di dalam kandungannya, agar menjadi jelas
siapa ayah dan bayi tersebut.
3. Penghargaan terhadap hubungan suami-isteri, sehingga dia tidak langsung berpindah
kecuali setelah menunggu dan diakhirkan.
.

8
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Definisi Iddah yaitu : Secara etimologis, 'iddah berasal dari bahasa arab yang berarti
"hitungan". Dan menurut syara' ialah masa menunggu bagi perempuan yang dicerai oleh
suaminya, baik karena cerai hidup / cerai mati.

Masa 'iddah hanya berlaku bagi perempuan yang sudah digauli suaminya. Sedangkan
perempuan yang dicerai suaminya sebelum digaulinya tidak mengharuskan 'iddah.

Hukum 'iddah tersebut berlandaskan dalil dalam al-qur'an surah al-ahzab ayat 49 yang bisa
anda lihat sendiri.

* Tujuan Iddah adalah

- sebagai waktu untuk berpikir jernih bagi suami istri yg cerai , apakah thalak atau rujuk
jalan yg terbaik

- bagi iddah krn ditinggal mati , untuk menentukan kebersihan rahim dari benih" suami,
untuk dapat menerima suami yg baru

B. SARAN

Menyadari bahwa penulis makalah masih jauh dari kata sempurna,kedepannya


penulis akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah diatas dengan
sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat dipertanggung jawabkan.

Demikian makalah yang penulis buat semoga dapat bermanfaat bagi pembaca,apabila
ada kesalahan mohon dapat memaafkan dan memakluminya karna kami masih dalam
keadaan belajar yang tak luput dari kesalahan

9
DAFTAR PUSTAKA

Syarifuddin Amir, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006)

ar-Rahman al-Jaziri Abd, Kitab al-Fiqh,(Mesir: Maktabah at-Tijariyah al-


Kubra,1969), jilid 4

Ajib Lc.Ma Muhammad, kupas habis hukum iddah wanita,jakarta:lentera islam, 2019

Isna wahyudi Muhammad, fiqh iddah:klasik dan kontemporer,yogyakarta:pustaka


pesantren, 2009

Awaisyah, Husain bin Audah. Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, (Beirut: Dar


al-Kotob al-Ilmiyyah, 2002), hal. 276 Vol. IV

Wahbah Zuhaili. al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, (Beirut: Dar al-Kotob al-Ilmiyyah,


2012), Vol. 7

Dr.H.sukring M.pd.i, buku ahar hukum islam,jawa barat:media sains indonesia, 2021

10
i
1

Anda mungkin juga menyukai