Anda di halaman 1dari 17

HUKUM TALAQ ATAU PERCERAIAN

Tugas ini disusun dalam rangka memenuhi tugas pada mata kuliah

Hukum Perdata islam Di Indonesia

Dosen Pengampu : Hilmi Yusron Rofi’I, M.H.

Disusun Oleh :

Kelompok 2

Frida salwa parwanti 1921030554

Saras wati putri 1921030546

Semester /Kelas: 3/K

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARI’AH

FAKULTAS SYARI’AH

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI RADEN INTAN LAMPUNG

TAHUN 2021

i
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami


kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat
waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad
SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan


nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga
penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari
mata kuliah HUKUM PERDATA ISLAM DI INDONESIA dengan judul
Hukum talaaq atau perceraian . Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta
kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran
dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan
pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kepada dosen


pengampu yang telah memberikan tugas ini, dan penulis juga mengucapkan
terimakasih kepada teman –teman yang sudah berpartisipasi membaca
makalah yang telah di buat ini. Demikian, semoga makalah ini dapat
bermanfaat. Terima kasih.

Bandar lampung ,22 September 2021

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................II
DAFTAR ISI...................................................................................................III

BAB I

PENDAHULUAN...........................................................................................1

A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................2
C. Tujuan Penulisan..................................................................................2

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Talaq atau perceraian .........................................................3
B. Dasar hokum talaq................................................................................3
C. Macam-macam talaq.............................................................................4
D. Sebab-sebab putusnya perkawinan.......................................................7
E. Prosedur percceraian.............................................................................8
F. Akibat hokum perceraian......................................................................10
..............................................................................................................
..............................................................................................................
..............................................................................................................
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN...................................................................................12
B. SARAN.................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................13

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan


seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan dalam Islam dimaknai
sebagai akad yang sangat kuat atau mitssaqan ghalidzan untuk
mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.
Dalam pengertian yang lain, perkawinan adalah menyatukan ikatan
antara keluarga isteri dengan keluarga suami. Melalui perkawinan,
keduanya terikat dalam ikatan suci untuk saling bertanggung jawab
antara diri keduanya, rumah tangganya, maupun terhadap
keluarganya.

Perkawinan menurut undang-undang telah mensyaratkan


bahwa antara suami dan isteri wajib saling saling cinta mencintai,
hormat menghormati, setia dan memberi bantuan lahir bathin yang
satu kepada yang lain dalam kehidupan berumahtangga. Bantuan
lahir bathin yang dimaksud dalam ketentuan undang-undang
perkawinan juga mencakup bantuan dalam mendidik dan mengasuk
anak.

Namun, dalam menjalankan roda kehidupan berumahtangga,


ikatan perkawinan antara suami dan isteri tidak selamanya berjalan
mulus. Ada kalanya terjadi perselisihan dan pertengkaran. Sebagian
orang menyikapinya sebagai bumbu-bumbu kehidupan, namun tidak
sedikit pula yang mengartikannya sebagai sebuah akhir perjalanan
cinta antara keduanya sehingga berujung pada perceraian.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian talaq dan dasar hokumnya ?
2. Apa saja macam-macam talaq ?
3. Apa penyebab putusnya perkawinan ?
4. Bagaimana prosedur perceraian ?
5. Bagaimana akibat dari perceraian ?

C. Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian talaq dan dasar hokumnya.
2. Untuk mengetahui macam-macam talaq.
3. Untuk mengetahui penyebab putusnya perkawinan.
4. Untuk mengetahui prosedur perceraian.
5. Untuk mengetahui akibat dari perceraian.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Talak
Menurut bahasa, talak berarti melepas tali dan membebaskan.
Misalnya, naqah thaliq (unta yang terlepas tanpa ikat). Menurut
syara’, melepas tali nikah dengan lafal talak atau sesamanya. 1 Kata
talak berasal dari bahasa Arab itlaq, artinya melepaskan atau
meninggalkan. Dalam istilah Agama, talak adalah melepaskan ikatan
perkawinan atau rusaknya hubungan perkawinan.2 Ulama juga
mengemukakan talak, talak yakni melepaskan hubungan pernikahan
dengan menggunakan lafaz talak dan sejenisnya.3
Dengan demikian inilah jelas bahwa yang dimaksud dengan
talaq ialah lepas atau putusnaya hubungan suami isteri dalam ikatan
perkawinan.

B. Dasar Hukum Talak


Adapun yang menjadi dasar hukum talak adalah menuju pada Al-
Quran dan Hadits, yaitu :
1. Surat At-Thalaq ayat 1 Artinya : Hai Nabi, apabila kamu
menceraikan isteri-isterimu Maka hendaklah kamu ceraikan
mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya
(yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah
kepada Allah Tuhanmu. janganlah kamu keluarkan mereka
dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar

1
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed
Hawas, Fiqh Munakahat, Amzah, Jakarta, 2011, hlm. 225
2
Slamet Abidin dan Aminuddin, Fiqh Munakahat 2, CV Pustaka
Setia, Bandung, 1999, hlm. 198
3
Abdul Ghofur Anshori, Hukum Perkawinan Islam (Perspektif Fiqh
dan Hukum Positif), UII Press, Yogyakarta, 2011, hlm. 106

3
kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang.
Itulah hukum-hukum Allah, Maka Sesungguhnya Dia telah
berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. kamu tidak
mengetahui barangkali Allah Mengadakan sesudah itu
sesuatu hal yang baru..
2. Surat Al-Baqarah ayat 231 Artinya: Apabila kamu mentalak
isteri-isterimu, lalu mereka mendekati akhir iddahnya, Maka
rujukilah mereka dengan cara yang ma'ruf, atau ceraikanlah
mereka dengan cara yang ma'ruf.
3. Hadits Nabi Muhammad SAW Dari Ibnu Umar. Iaberkata:
telah bersabda Rasulullah SAW: “perkara halal yang sangat
dibenci Allah ialah Thalaq”. (diriwatyatkan–dia oleh Abu
Dawud dan Ibnu Majah, dan di shahkan-dia oleh Hakim dan
rajihkan oleh Abu Hatim kemursalahnya.4

C. Macam-Macam Talak
Macam-macam talak dapat dilihat dari beberapa segi diantaranya :
1. Talak ditinjau dari segi hak bekas suami atau bekas istrinya
setelah suami menjatuhkan talak atau boleh dan tidaknya
rujuk
a. Talak Raj’i
Talak raj’i ialah talak yang dijatuhkan suami
kepada isteri yang telah dikumpuli, bukan karena
tebusan, bukan pula talak yang ketiga kalinya. Suami
secara langsung dapat kembali kepada istrinya yang
dalam masa iddah tanpa harus melakukan akad nikah
yang baru.5 Talak ditetapkan Allah berlangsung tahap
demi tahap dan boleh menahan isterinya sesudah

4
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram, Alih Bahasa A. Hassan,
Bulughul Maram, Diponegoro, Bandung, 1999, hlm. 476
5
Beni Ahmad Saebani, Fiqih Munakahat 2, Pustaka Setia, Bandung,
2001, hlm. 75

4
talak yang pertama dangan cara yang ma’ruf
sebagaimana diperbolehkannya sesudah talak yang
kedua. Yang dimaksud dengan menahan ialah
merujuknya dan mengembalikan nikahnya serta
mempergauli dengan cara yang baik.
b. Talak Ba’in
Talak ba’in secara etimologi adalah nyata,
jelas pisah atau jatuh, yaitu karena isteri belum
digauli oleh suaminya, atau karena adanya bilangan
talak tertentu (tiga kali) dan atau karena adanya
penerimaan talak tebus (khulu‟).6
1) Talak Ba’in Sugra Adalah talak yang
menghilangkan hak-hak rujuk dari bekas
suaminya, tetapi tidak menghilangkan hak
nikah baru kepada bekas isterinya. Yang
dimaksud dengan menghilangkan hak-hak
rujuk seperti suami tidak diperkenankan rujuk
kepada isterinya yang di talak namun hingga
masa iddah habis suaminya tidak merujuk
isterinya. Suami diperbolehkan kembali pada
isterinya namun diharuskan nikah baru (tajdid
An Nikah) dan juga mahar baru (tajdid al
mahr).
2) Talak Ba’in Kubra Adalah talak yang
menghilangkan hak suami untuk nikah
kembali kepada istrinya, kecuali kalau bekas
isterinya telah kawin dengan laki-laki lain dan
telah berkumpul sebagaimana suami isteri
secara nyata dan sah, dan juga isteri tersebut

6
Khoirul Abror, Op. Cit, hlm 85 15 Ibid, hlm. 86

5
telah menjalani masa iddahnya serta iddahnya
telah habis pula.
2. Talak ditinjau dari segi sesuai atau tidak sesuai dengan
sunnah Nabi maka talak dibagi menjadi dua yaitu:
a. Talak sunni
yaitu talak yang dijatuhkan ketika isteri telah suci dari
haidnya dan belum dicampuri. Sejak saat berhentinya
dari haid ini, menjatuhkan talak jika ia hendak
menceraikannya. Fuqaha sepakat membolehkan
seorang suami menjatuhkan talak sunni terhadap
isterinya, yaitu apabila ia menjatuhkan talak kepada
isterinya ketika dalam keadaan suci dan belum
digauli.7
b. Talak bid’i,
yaitu talak yang dijatuhkan ketika isteri sedang dalam
keadaan haid atau nifas, atau dalam keadaan suci tapi
sudah dicampuri kembali.
3. Talak ditinjau dari segi sighat (ucapan) Sighat talak adalah
bentuk kalimat yang diucapkan orang lelaki untuk
menunjukan pelepasan ikatan suami isteri dan mewujudkan
perkataan dengan perbuatan.
a. Talak dengan terang-terangan (sarih)
Yaitu kalimat kalimat yang tidak ragu-ragu lagi
bahwa yang dimaksud adalah memutuskan ikatan
perkawinan, seperti kata suami, “Engkau tertalak”
atau “Saya ceraikan engkau”. Kalimat yang sarih
(terang) ini tidak perlu niat. Apabila dikatakan oleh
suami, berniat atau tidak berniat, keduanya terus
bercerai asal perkataannya itu bukan berupa hikayat.
b. Talak dengan sindiran (kinayah)

7
Slamet Abidin dan Aminuddin, Op. Cit, hlm. 41

6
Yaitu kalimat yang masih ragu-ragu, boleh diartikan
untuk perceraian, seperti kata suami, “Pulanglah
engkau kerumah keluargamu”, atau “Pergilah dari
sini” dan sebagainya. Kalimat sindiran ini bergantung
pada niat, artinya kalau tidak diniatkan untuk
perceraian, tidaklah jatuh talak. Kalau diniatkan
untuk menjatuhkan talak, barulah menjadi talak. 8
Akan tetapi, jika niatnya untuk menyuruh pulang
karena ada keperluan kepada kedua orang tuanya,
bukan berarti talak, dan tentu tidak akan jatuh talak

D. Sebab - sebab putusnya perkawinan


Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dalam Bab VIII tentang
Putusnya Perkawinan serta Akibatnya, dijelaskan oleh pasal 38 yang
menegaskan bahwa perkawinan dapat putus karena:
1. Kematian
2. Perceraian
3. Atas Keputusan Pengadilan. Pasal 39 menegaskan bahwa:
a. Perceraiaan hanya dapat dilakukan di depan Sidang
Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan
berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua
belah pihak.
b. Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan,
bahwa antara suami-istri itu tidak akan dapat hidup
rukun sebagai suami istri.
c. Tata cara perceraian di depan sidang pengadilan
diatur dalam peraturan perundang-undangan
tersendiri. Dalam perspektif Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1974 di atas, perceraian dilakukan oleh

8
Beni Ahmad Saebani, Op. Cit, hlm. 81

7
suami-istri karena sesuatu yang dibenarkan oleh
pengadilan melalui persidangan.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun
1975 Pasal 19 tentang Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974, dikatakan bahwa salah satu
alasan perceraian adalah jika antara suami dan istri itu
terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran
dan tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi dalam
rumah tangganya.9

E. Prosedur perceraian
1. Menyiapkan Dokumen yang Dibutuhkan
 Surat nikah asli
 Fotokopi surat nikah
 Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) dari
penggugat
 Surat keterangan dari kelurahan
 Fotokopi Kartu Keluarga (KK)
 Fotokopi akte kelahiran anak (jika memiliki anak)
 Meterai

jika ingin menggugat harta gono gini atau harta milik


bersama, siapkan sertifikat tanah, surat-surat kepemilikan
kendaraan bermotor (BPKB dan STNK), dan dokumen
harta lainnya.

2. Mendaftarkan Gugatan Cerai ke Pengadilan


Mendaftarkan gugatan cerai harus ke pengadilan di
wilayah kediaman pihak tergugat. Jika istri akan menggugat

9
Anomimous, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pradnya
Paramita, Jakarta, 2000, hlm.48

8
cerai suami, maka istri harus mengajukan gugatan tersebut di
pengadilan tempat suami.
3. Membuat Surat Gugatan
Surat gugatan cerai ini harus mencantumkan alasan
menggugat cerai. Alasan gugatan cerai harus dapat diterima
pengadilan, seperti ada unsur penganiayaan, penelantaran,
kekerasan, pertengkaran terus menerus, dan alasan lainnya.  
4. Menyiapkan Biaya Perceraian
Biaya selama masa sidang cerai wajib dibayar pihak
yang mengajukan gugatan cerai. Biaya-biaya tersebut, antara
lain biaya pendaftaran, biaya meterai, biaya proses (ATK),
biaya redaksi, dan biaya panggilan sidang. Biaya yang
dikeluarkan selama proses sidang perceraian tergantung dari
kedua belah pihak yang bercerai. Kalau salah satu pihak
tidak pernah menanggapi surat panggilan persidangan, maka
pihak pengadilan berhak membebankan biaya yang lebih
besar. Tapi, hal ini kembali lagi tergantung pada jumlah
ketidakhadiran pihak yang bercerai.
5. Mengetahui Tata Cara dan Proses Persidangan
Saat proses persidangan berjalan, kedua belah pihak
harus menghadiri persidangan untuk mengikuti mediasi.
Dengan adanya mediasi, diharapkan kedua belah pihak bisa
berdamai dan menarik gugatannya. Akan tetapi, kalau
keputusan untuk bercerai sudah bulat, maka akan dilanjutkan
dengan pembacaan surat gugat perceraian.
Jika pihak tergugat tidak pernah memenuhi panggilan
dari pihak pengadilan untuk mengikuti sidang, maka pihak
pengadilan dapat membuat amar putusan yang berisi
pemutusan sah antara suami dan istri.

9
6. Menyiapkan Saksi
Gugatan perceraian dapat berjalan lancar jika pihak
penggugat memberikan alasan yang jelas terkait pengajuan
gugatan cerai. Alasan ini juga akan disampaikan di
pengadilan, termasuk menghadirkan saksi-saksi yang dapat
memperkuat alasan perceraian. Saksi-saksi tersebut bakal
dihadirkan saat sidang perceraian.
7. Ikuti Seluruh Instruksi dari Pengadilan
Selengkap apapun dokumen perceraian yang Anda
serahkan ke pengadilan, tetap tidak akan berguna jika Anda
tidak mengikuti seluruh instruksi dari pengadilan dengan
baik dan benar. Oleh karena itu, ikuti seluruh instruksi
pengadilan dan selalu memenuhi panggilan sidang, apalagi
jika Anda sebagai penggugat. 

F. Akibat hukum perceraian

1. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya


pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu,
bilamana bapak dalam kenyataannya tidak dapat memberi
kewajiban tersebut pengadilan dapat menentukan bahwa Ibu
ikut memikul biaya tersebut
2. Harta bersama dibagi menurut ketentuan, dimana menurut
Kompilasi Hukum Islam, Janda atau duda cerai masing-
masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak
ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan.
3. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk
memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan
sesuatu kewajiban bagi bekas isteri, seperti bilamana
perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib:

10
 memberikan mut`ah yang layak kepada bekas
isterinya, baik berupa uang atau benda, kecuali bekas
isteri tersebut qobla al dukhul;
 memberi nafkah, maskan dan kiswah kepada bekas
isteri selama dalam iddah, kecuali bekas isteri telah
dijatuhi talak  ba'in atau nusyuz dan dalam keadaan
tidak hamil;
 melunasi mahar yang masih terhutang seluruhnya,
dan separoh apabila qobla al dukhul;
 memberikan biaya hadhanah untuk anak-anaknya
yang belum mencapai umur 21 tahun.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kata talak berasal dari bahasa Arab itlaq, artinya


melepaskan atau meninggalkan. Dalam istilah
Agama, talak adalah melepaskan ikatan perkawinan
atau rusaknya hubungan perkawinan. Perbedaan
perceraian atau jatuhnya talak dalam ajaran Islam
secara materil dengan perceraian yang legal dengan
formal terletak pada tata cara pelaksanaan perceraian
itu sendiri. Suami yang sengaja atau tidak sengaja
melontarkan kata-kata yang mengandung unsur talak,
dapat dikatakan telah menjatuhkan talak.

Talaq di bedakan menjadi beberapa macam yaitu :


Talak Raj’i ,Talak Ba’in,Talak sunni, Talak bid’i,
Talak dengan terang-terangan (sarih), Talak dengan
sindiran (kinayah)

B. Saran
Talaq dalam islam halal tetapi sangat dibenci Allah.
Maka dari itu kita sebagai umat yang dicintai Allah,
di anjurkkan untuk menghindari hal-hal tersebut.
Supaya tidak ada yang menjadi korban akibat
perceraian yaitu anak.

12
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawas, Fiqh
Munakahat, Amzah, Jakarta, 2011, hlm. 225

Abdul Ghofur Anshori, Hukum Perkawinan Islam (Perspektif Fiqh dan


Hukum Positif), UII Press, Yogyakarta, 2011, hlm. 106

Anomimous, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita,


Jakarta, 2000, hlm.48

Beni Ahmad Saebani, Fiqih Munakahat 2, Pustaka Setia, Bandung, 2001,


hlm. 75

Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram, Alih Bahasa A. Hassan,


Bulughul Maram, Diponegoro, Bandung, 1999, hlm. 476

Slamet Abidin dan Aminuddin, Fiqh Munakahat 2, CV Pustaka Setia,


Bandung, 1999, hlm. 198

13

Anda mungkin juga menyukai