Makalah
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Acara Perdata dan Peradilan
Agama
Disusun Oleh :
M Syafi’i (1921030369)
Kelas K – Semester 5
FAKULTAS SYARIAH
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat allah swt. karena dengan rahmat,karunia serta taufik dan
hidayahNya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Mekanisme dan sistematika
persidangan peradilan perdata” ini dengan baik meskipun banyak kekurangan di dalamnya
dan kami juga berterimakasih kepada bapak Ahmad Burhanuddin,S.H.I.,M.H.I selaku
dosen mata kuliah hukum acara perdata dan peradilan agama universitas islam negeri raden
intan lampung yang telah memebrikan tugas ini kepada penulis.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka memenuhi tugas dari
matakuliah hukum acara perdata dan peradilan agama dan menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai mekanisme dan sistematika persidangan peradilan perdata.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan. Oleh sebab
itu, kami berharap adanya kritik,saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami
buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran
yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami oleh siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang
yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata yang
kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaiakn di
masa depan.
penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan..........................................................................................................2
BAB II................................................................................................................................3
PEMBAHASAN................................................................................................................3
BAB III..............................................................................................................................14
PENUTUP.........................................................................................................................14
Kesimpulan.........................................................................................................................14
Daftar Pustaka..................................................................................................................15
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sengketa perdata adalah perkara perdata dimana paling sedikit ada dua pihak, yaitu
penggugat dan tergugat. Jika di dalam masyarakat terjadi sengketa yang tidak dapat
diselesaikan dengan jalan musyawarah, maka pihak yang dirugikan haknya dapat
mengajukan gugatan. Pihak ini disebut penggugat. Gugatan diajukan ke pengadilan yang
berwenang menyelesaikan sengketa tersebut.
Berdasarkan ketentuan di atas upaya penyelesaian suatu kasus hukum dapat dilakukan
di luar pengadilan meskipun kasus tersebut telah disidangkan di pengadilan. Karena pada
dasarnya dalam suatu proses persidangan perkara perdata, hal pertama yang dilakukan oleh
majelis hakim adalah mendamaikan kedua belah pihak yang berperkara.
1
B. Rumusan Masalah
1. Apakah Yang Di Maksud Dengan Hukum Acara Perdata?
2. Bagaimana Mekanisme Peradilan Perdata?
3. Bagaimana Sistematika Hukum Perdata?
4. Bagaimana Proses Persidangan Perdata Pada Tingkat Pertama Di Pengadilan
Negeri?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Hukum Acara Perdata
2. Untuk Mengetahui Mekanisme Peradilan Perdata
3. Untuk Mengetahui Sistematika Hukum Perdata
4. Untuk Mengetahui Proses Persidangan Pada Tingkat Pertama Di Pengadilan
Negeri
2
BAB II
PEMBAHASAN
Dengan adanya peraturan Hukum Acara Perdata ini orang dapat memulihkan
kembali haknya yang telah dirugikan atau terganggu melalui suatu mekanisme resmi
3
(pengadilan) dan menghindarkan tindakan main hakim sendiri. Untuk tercapainya
tujuan ini, maka pada umumnya peraturan-peraturan hukum acara perdata ini bersifat
memaksa (dwingendrecht), karena dianggap menyelenggarakan kepentingan umum,
meskipun ada juga bagian dari peraturan Hukum Acara Perdata yang bersifat
pelengkap (aanvullendrecht)
Hukum Acara Perdata merupakan salah satu bagian dari hukum privat yang
mengatur kepentingan perseorangan (bijzondere belangen). Konsekuensi yuridis yang
ditimbulkan adalah hakim harus adil dalam memeriksa perkara. Dengan kata lain,
hakim harus memperlakukan kedua belah pihak yang berpekara dalam kapasitas yang
sama, tidak memihak, dan mendengar keterangan dari kedua belah pihak tersebut.
Konkritnya pengadilan mengadili menurut hukum dengan tanpa membeda-bedakan
orang (Pasal 4 ayat (1) Undang Undang No. 48 Tahun 2009).Mendengar kedua belah
pihak juga disebut “prinsip kesetaraan” atau ”audi et alteram partem”. Prinsip kedua
pihak berhak atas proses atas proses pemeriksaan di pengadilan (audi et alteram
partem) bila prinsip tersebut tidak ditunjang oleh proses pemeriksaan yang memadai,
dapat menimbulkan keputusan yang tidak fair. Dengan aturan yang mengatur hak
kedua belah pihak untuk didengar oleh Hakim, harus ada keseimbangan kepentingan
tergugat dan penggugat dan hak diadili tidak boleh dirusak dengan fakta tergugat
tidak dapat menghadap pengadilan.1
Hal ini berarti bahwa hakim tidak boleh menerima keterangan dari salah satu
pihak saja sebagai keterangan yang benar, bila pihak lawan tidak diberi kesempatan
untuk didengar keterangan atau pendapatnya. Hal ini juga bermakna bahwa pengajuan
alat bukti harus dilakukan di muka siding yang dihadiri oleh kedua belah pihak (Pasal
132a, 121 ayat (2) HIR, 145 ayat (2), 157 RBg. 47 Rv).
1
Lilik Mulyadi,Hukum acara perdata,cet.3 jakarta:2005 hlm 21
4
d. Apabila kedua belah pihak lengkap maka diberi kesempatan untuk
menyelesaikan dengan perkara secara damai
e. Ditawarkan apakah akan menggunakan mediator dari lingkungan PN atau dari
luar (lihat PERMA RI No.1 Tahun 2008)
f. Apabila tidak tercapai kesepakatan damai maka sidang dilanjutkan dengan
pembacaan surat gugat oleh penggugat/kuasanya
g. Apabila perdamaian berhasil maka dibacakan dalam persidangan dalam
bentuk akta perdamaian yang bertitel Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan
Yme
h. Apabila tidak ada perubahan acara selanjutnya jawaban dari tergugat;
(jawaban berisi eksepsi, bantahan, permohonan putusan provisionil, gugatan
rekonvensi)
i. Apabila ada gugatan rekonvensi tergugat juga berposisi sebagai penggugat
rekonvensi
j. Replik dari penggugat, apabila digugat rekonvensi maka ia berkedudukan
sebagai tergugat rekonvensi
k. Pada saat surat menyurat (jawab jinawab) ada kemungkinan ada gugatan
intervensi (voeging, vrijwaring, toesenkomst)
l. Sebelum pembuktian ada kemungkinan muncul putusan sela (putusan
provisionil, putusan tentang dikabulkannya eksepsi absolut, atau ada gugat
intervensi)
m. Pembuktian
n. Dimulai dari penggugat berupa surat bukti dan saksi
o. Dilanjutkan dari tergugat berupa surat bukti dan saksi
p. Apabila menyangkut tanah dilakukan pemeriksaan setempat
q. Kesimpulan
r. Musyawarah oleh Majlis Hakim (bersifat rahasia)
s. Pembacaan Pputusan
t. Isi putusan:
1) Gugatan dikabulkan
2) Gugatan ditolak
3) Gugatan tidak dapat diterima
5
u. Atas putusan ini para pihak diberitahu hak-haknya apakah akan menerima,
pikir-pikir atau akan banding. Apabila pikir-pikir maka diberi waktu selama
14 hari
v. Dalam hal ini ada pihak yang tidak hadir maka diberitahu terlebih dahulu dan
dalam waktu 14 hari setelah pemberitahuan diberi hak untuk menentukan
sikap. Apabila waktu 14 hari tidak menentukan sikap maka dianggap
menerima putusan.2
3. Sistematika Hukum Perdata
Sistematika atau isi Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang ada dan
berlaku di Indonesia, ternyata bila dibandingkan dengan Kitab Undang-Undang
hukum Perdata yang ada dan berlaku di negara lain tidaklah terlalu jauh berbeda. Hal
ini dimungkinkan karena mengacu atau paling tidak mendapatkan pengaruh yang
sama, yaitu dari hukum Romawi ( Code Civil ).
2
Https://Www.Surialaw.Com/News/Proses Dan Tahapan Persidangan Perkara Perdata (Di Akses Pada
Tanggal 21 N0vember 2021)
6
a. Seharusnya KUH Perdata hanya memuat ketentuan-ketentuan mengenai Hukum
Privat Materiil. Dalam KUH Perdata terdapat tiga aturan mengenai Hukum Perdata
Formil, yaitu :
Berdasarkan materi yang termuat dalam KUH Perdata tersebut, maka agar tidak
membingungkan berikut hal-hal pokok dari setiap Buku yang ada dalam KUH Perdata,
yaitu :
7
e. Hipotek
f. Gadai
3. Buku III tentang perikatan yang memuat:
a. Istilah perikatan pada umumnya
b. Timbulnya perikatan
c. Persetujuan-persetujuan tertentu, seperti :
1) Jual beli
2) Tukar menukar
3) Sewa menyewa
4) Perjanjian perburuhan
5) Badan Usaha
6) Borgtocht
7) Perbuatan melanggar hukum
Sedangkan para ilmu hukum sebagaimana dikemukakan oleh Kansil ( 1994 : 16-17 )
mengemukakan sistematika Hukum Perdata sebagai berikut:
8
lapangan hukum kekayaan antara suami isteri, hubungan antara orang tua dan
anak,perwalian dan curatele.
3) Hukum Kekayaan
Hukum kekayaan adalah hukum yang mengatur perihal hubungan hukum yang dapat
dinilai dengan uang, yaitu segala kewajiban-kewajiban yang dapat dinilai dengan
uang. Hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang demikian itu biasanya dapat
dipindahkan kepada orang lain.
4) Hukum Warisaan
5) Hukum warisan adalah hukum yang mengatur tentang benad atau kekayaan seorang
jikalau ia meninggal dunia.Hukum warisan ini juga mengatur akibat-akibat hukum
keluarga terhadap harta peninggalan seseorang.3
3
Sarwono,hukum acara perdata,teori dan praktik, jakarta: sinar grafika 2012. Hlm 21
9
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Perancis dan Jerman sebagaiman
dikemukakan oleh Subekti ( 1990 : 9-10 ), yaitu :
a. Perancis yang termuat dalam Code Civil, yang juga sebagai sumber dari BW
menganut sistematika sebagai berikut :
a) Buku I : Hukum Perseorangan ( perkawinan, keluarga dan sebagainya )
b) Buku II : Tentang barang dan macam-macam kekayaan
desbiensetdesdifferentesmodificationsdelapropiete )
c) Buku III : Tentang berbagai cara untuk memperoleh kekayaan
(desdifferentesmanieresdontonacquiertlapropiete ), yaitu : pewarisan, perjanjian
(termasuk perjanjian perkawinan atau yang dalam bahasa Belanda dinamakan
huwelijkesevoorwaarden ),perbuatan melanggar hukum dan sebagainya, dan juga
tentang gadai dan hipotik dan akhirnya tentang pembuktian
10
c. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Swis “ SchwizerichesZivilgesetzbuch” yang
terdiri atas 5 bagian ( Kansil, 1993 :135 ), yaitu :
a) Bagian I : Hukum Orang pribadi
b) Bagian II : Hukum Kekeluargaan
c) Bagian III : Hukum Waris
d) Bagian IV : Hukum Kebendaan
e) Bagian V : Hukum Perikatan
1) Sebagai Manaiones
Yaitu memuat segala sesuatu tentang pengertian (lembaga-lembaga) dalam
Hukum Romawi dan dianggap sebagai himpunan segala macam undang-undang.
2) Pandecta
Yaitu kumpulan pendapat-pendapat para ahli hukum bangsa Romawi yang
termasyhur.
3) Codex
Yaitu Himpunan undang-undang yang telah dibukukan oleh para ahli hukum atas
perintah kaisar Romawi.
4) Novelles
11
Yaitu himpunan tambahan-tambahan pada codex itu dengan pemberian penjelasan-
penjelasan atau komentar.4
Pada garis besar, proses persidangan perdata pada tingkat pertama di Pengadilan
Negeri terdiri dari 4 (empat) tahap sebagai berikut:
a. Tahap Mediasi
Pada hari sidang yang telah dilakukan oleh Majelis Hakim, Penggugat dan
Tergugat (Para Pihak) telah hadir, maka Majelis Hakim sebelum melanjutkan
pemeriksaan, wajib untuk upaya perdamaian dengan Mediasi, yaitu suatu cara
penyelesaian melalui proses kesepakatan untuk mencapai kesepakatan Para Pihak
dengan dibantu oleh Mediator. Mediator adalah pihak netral yang membantu Para
pihak yang berperkara dalam perundingan untuk menyelesaikan penyelesaian secara
mufakat. Mediator dapat merupakan seorang Hakim Pengadilan (yang bukan
memeriksa perkara) dan dapat juga merupakan seseorang dari pihak lain yang sudah
memiliki sertifikat sebagai Mediator.
Kewajiban Mediasi ini diatur secara umum dalam Pasal 130 HIR dan secara
khusus diatur secara lengkap dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Republik
Indonesia No. 01 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Kesempatan
Mediasi diberikan oleh Majelis Hakim selama 40 hari, dan apabila masih belum
cukup dapat diperpanjang selama 14 hari. Pada kesempatan tersebut Para Pihak akan
mengajukan apa yang menjadi pertimbangannya secara berimbang untuk
mendapatkan titik temu dalam penyelesaian sengketa secara win-win solution. Jika
dalam proses ini telah tercapai kesepakatan, maka dapat ditandatangani dalam suatu
akta perdamaian yang oleh Para Pihak dan diketahui oleh Mediator. Akta kesepakatan
ini disampaikan kepada Majelis Hakim untuk mendapatkan Putusan Perdamaian.
Akan tetapi sebaliknya, jika dalam jangka waktu tersebut tidak tercapai perdamaian
dan kesepakatan, maka Mediator akan membuat laporan kepada Majelis Hakim yang
menyatakan Mediasi telah gagal dilakukan.
4
Accer,pengkajian hukm perdata belanda,jakarta:dian rakyat hlm 7
12
b. Tahap Pembacaan Gugatan (termasuk Penjelasan, Replik, dan Duplik)
Acara jawab-menjawab ini akan berlanjut sampai dengan Replik dari pihak
Penggugat dan Duplik dari pihak Tergugat. Replik merupakan penegasan dari dalil-
dalil Penggugat setelah adanya Jawaban dari Tergugat, sedangkan Duplik penegasan
dari bantahan atau Jawaban Tergugat setelah adanya Replik dari Penggugat. Dengan
berlangsungnya acara jawab-menjawab ini sampai kepada duplik, akan menjadi jelas
apa sebenarnya yang menjadi pokok perkara antara pihak Penggugat dan Tergugat.
Jika Jawaban Tergugat terdapat Eksepsi mengenai pengadilan, yaitu pengadilan yang
mengadili perkara tersebut tidak memeriksa perkara yang bersangkutan, maka sesuai
dengan ketentuan Pasal 136 HIR atau Pasal 162 Rbg Majelis Hakim akan
menjatuhkan Putusan Sela terhadap Eksepsi tersebut. Putusan Sela dapat berupa
permohonan Eksepsi dengan konsekuensi yang memulai pemeriksaannya, dan dapat
pula menolak Eksepsi tersebut dengan konsekuensi pemeriksaan perkara yang akan
dilanjutkan dengan tahap berikutnya.
Dalam tahap ke-2 ini sudah dapat kita lihat, bahwa semua pihak diberi
kesempatan yang sama dalam mengemukakan sesuatu untuk mempertahankan dan
membantah suatu Gugatan terhadapnya. Peluang yang sama juga akan kita lihat ketika
nanti dalam tahap Pembuktian.
13
c. Tahap Pembuktian
Tahap Pembuktian merupakan tahap yang cukup penting dalam semua proses
pemeriksaan perkara, karena dari tahap ini nanti yang akan menentukan apakah dalil
Penggugat atau bantahan yang akan terbukti. Dari alat-alat bukti yang diajukan Para
Pihak, Majelis Hakim dapat menilai peristiwa hukum apa yang terjadi antara
Penggugat dengan Tergugat sehingga terjadi perkara. Dari peristiwa hukum yang
terbukti nantinya Majelis Hakim akan mempertimbangkan hukum apa yang akan
diterapkan dalam perkara dan memutuskan siapa yang menang dan kalah dalam
perkara tersebut.
a) Surat
b) Saksi
c) Persangkaan
d) Pengakuan dan
e) Sumpah.
d. Tahap Kesimpulan
Pengajuan Kesimpulan oleh Para Pihak setelah selesai acara Pembuktian tidak
diatur dalam HIR maupun dalam Rbg, tetapi akan mengajukan kesimpulan ini timbul
dalam praktek persidangan. Dengan demikian, sebenarnya jika ada pihak yang tidak
mengajukan Kesimpulan, merupakan hal yang diperbolehkan. Bahkan beberapa pihak
menyatakan secara tegas untuk tidak menyimpulkan, tetapi memohon kepada Hakim
untuk memutus dengan seadil-adilnya. Sebenarnya, proposal pengajuan Kesimpulan
sangat perlu dilaksanakan oleh kuasa hukum Para Pihak, karena melalui kesimpulan
inilah seorang kuasa hukum akan menganalisis dalil-dalil Gugatannya atau dalil-dalil
Jawabannya melalui Pembuktian yang diperoleh selama persidangan. Dari analisis
yang dilakukan itu akan mendapatkan suatu kesimpulan apakah dalil Gugatan atau
tidak, dan kuasa Penggugat memohon kepada Majelis Hakim agar gugatan
14
dikabulkan. Sebaliknya kuasa Tergugat memohon kepada Majes Hakim agar gugatan
Penggugat ditolak.
Bagi Majelis Hakim yang akan memutuskan perkara, Kesimpulan sangat membantu
dalam merumuskan pertimbangan hukumnya. Majelis Hakim akan menilai analisis
hukum Kesimpulan yang dibuat oleh kuasa hukum Para Pihak, dan akan dijadikan
bahan pertimbangan dalam Putusan, apabila analisis tersebut cukup rasional dan
beralasan hukum.
e. Tahap Putusan
a) Kepala Putusan
b) Identitas Para Pihak
c) pertimbangan
Setiap Putusan pengadilan harus memiliki kepala pada bagian atas Putusan
yang berbunyi: “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” . Kepala
Putusan ini memberi kekuatan eksekutorial pada Putusan.
15
hukum suatu putusan perkara perdata adalah pekerjaan ilmiah dari seorang Hakim,
karena melalui Pertimbangan hukum inilah Hakim akan menerapkan hukum ke dalam
peristiwa konkrit dengan menggunakan logika hukum. Biasanya pertimbangan hukum
ini diuraikan secara sistematis, dimulai dengan mempertimbangkan dalil-dalil
Gugatan yang sudah terbukti kebenarannya karena sudah diakui oleh Tergugat atau
tidak-tidaknya tidak dibantah oleh Tergugat. Setelah merumuskan hal yang telah
terbukti tersebut, maka akan dirumuskan pokok perkara berdasarkan bantahan
Tergugat.
Pokok perkara akan dianalisis melalui bukti-bukti yang diajukan oleh Para
pihak. Pertama akan diuji dengan bukti surat atau akta autentik/dibawah tangan yang
diakui kebenarannya. Bukti Surat tersebut juga akan dikonfrontir dengan saksi-saksi
yang sudah didengar keterangannya. Dengan cara demikian, maka Hakim akan
mendapatkan Kesimpulan dalam pokok perkara, mana yang benar di antara dalil
Penggugat atau dalilnya Tergugat. Bila yang benar menurut Pertimbangan hukum
adalah dalil Penggugat, maka Gugatan akan dikabulkan, dan pihak Penggugat adalah
pihak yang menang perkara. Sebaliknya berdasarkan pertimbangan hukum putusan
putusan-dalil Gugatan Pengugat tidak terbukti, dan justru dalil Jawaban Tergugat
yang terbukti, maka Gugatan akan ditolak, sehingga pihak Tergugat yang menang
dalam perkara tersebut.
Jadi, bila ditinjau dari menang-kalahnya Para Pihak, maka Putusan perkara
perdata dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu Gugatan dikabulkan dan Gugatan ditolak,
selain kedua Putusan tersebut, terdapat 1 (satu) jenis Putusan lain, yaitu Putusan
Gugatan tidak dapat diterima. Setelah diucapkan oleh Hakim, maka kepada Para
Pihak akan diberitahukan haknya untuk mengajukan upaya hukum jika tidak
menerima Putusan tersebut.5
5
https://doktor hukum,com /jangka waktu penyelesaian gugatan perdata di pengadilan negeri (di
akses tanggal 21 November 2021)
16
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
17
Daftar Pustaka
Sarwono, 2012. hukum acara perdata,teori dan praktik, jakarta: sinar grafika. Hlm 21
18