Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

MATA KULIAH PENDIDIKAN AGAMA DAN PERADABAN ISLAM

“TALAK DAN RUJUK”

Dosen Pengampu : Chosinawarotin, M.Ag.

Disusun oleh:

Akram Arsyahudin (21101120019)


Oktavian Fajar N. (21101120013)

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ISLAM BALITAR
Jl. Majapahit No. 2-4 Sananwetan, Kota Blitar, Jawa Timur
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah ini tepat
pada waktunya.
Dalam penyusunan makalah mata kuliah pendidikan agama dan peradaban Islam yang
membahas tentang “Talak dan Rujuk”, banyak hambatan yang kami hadapi, akan tetapi
dengan kerja sama tim kami bisa mengatasi hambatan tersebut. Kami mengucapkan terima
kasih kepada teman-teman satu kelompok karena telah saling membantu dalam penyusunan
makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk
penyusunan maupun materinya. Kami terbuka atas segala kritik dan saran yang disampaikan.
Jika ada kebaikan dan kelebihan, itu datangnya dari Allah semata. Kami berharap, makalah
ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

Blitar, 10 April 2022

Kelompok 6
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pernikahan merupakan suatu ikatan yang begitu sakral dalam agama Islam, karena
dengan pernikahanlah ikatan yang sebelumnya dilarang dalam agama berubah menjadi
ladang pahala bagi yang menjalankannya. Serta dengan pernikahan inilah hasrat seseorang
akan tersalurkan dalam bingkai ibadah yang indah. Dengan pernikahan ini juga seseorang
dapat memperoleh keturunan yang dilegitimasi oleh agama. Tetapi jangan mengira
pernikahan hanyalah sebuah ikatan yang hanya dipenuhi canda dan tawa. Banyak sekali
problematika dalam sebuah hubungan pernikahan dari perbedaan pendapat, saling curiga, dan
masih banyak lagi.

Banyak sekali kendala-kendala yang akan terjadi dalam hubungan pernikahan, faktor-
faktor itu bisa terjadi dikarenakan faktor ekonomi, orang tua maupun lingkungan. Memang
semua kendala yang terjadi baik rumit maupun yang sangat rumit dalam rumah tangga harus
dapat diselesaikan bagi setiap pasangan suami istri. Agar hubungan pernikahan yang sudah
dimulai dengan indah bisa terus bertahan sampai akhir hayat. Dengan diselesaikannya setiap
masalah yang ada dalam lika-liku hubungan rumah tangga akan menjauhkan adannya
cerai(talak) dalam rumah tangga. Tetapi apabila sudah sangat terpaksa dan kebersamaan
didalam hubungan semakin lama semakin merasa tidak tenang, menyiksa dan masalah yang
ada semakin lama tidak kunjung membaik, maka dengan sangat terpaksa melakukan
talak/perceraian diperbolehkan meskipun hal ini tidak disukai oleh Allah SWT.

Pada dasarnya perceraian itu adalah hal yang dibolehkan tetapi hal tersebut
merupakan perkara yang sangat dibenci oleh Allah SWT. Maka dari itu, sebisa mungkin
manusia menghindari perceraian tersebut. Talak sendiri secara singkat dapat diartiakan
melepaskan ikatan nikah dari pihak suami dengan mengucapkan lafazh yang tertentu. Salah
satu jalan untuk kembali bila pasangan sudah bercerai adalah dengan cara rujuk. Kesempatan
ini diberikan kepada setiap manusia oleh Allah untuk memperbaiki perkawinannya yang
sebelumnya kurang baik. Rujuk sendiri secara singkat dapat diartikan kembalinya suami
kepada istri yang telah ditalak raj’i bukan talak ba’in selama masih dalam masa Iddah.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari talak?
2. Apa saja macam-macam talak?
3. Bagaimana hukum talak?
4. Apa definisi rujuk?
5. Apa saja macam-macam rujuk?
6. Bagaimana hukum rujuk?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui defini dari talak.
2. Mengetahui macam-macam talak.
3. Mengetahui hukum dari talak.
4. Mengetahui definisi dari rujuk
5. Mengetahui macam-macam rujuk.
6. Mengetahui hukum dari rujuk
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Talak

Secara etimologi, talak berarti melepas suatu ikatan. Talak berasal dari bahasa Arab
yaitu itlaq yang berarti melepaskan atau meninggalkan. Di Indonesia sendiri talak lebih
dikenal dengan istilah perceraian. Pada dasarnya perceraian itu adalah hal yang dibolehkan
tetapi hal tersebut merupakan perkara yang dibenci oleh Allah. Menurut Al jaziry
mendefinisikan talak sebagai berikut

“Menghilangkan ikatan perkawinan atau mengurangi pelepasan ikatannya dengan


menggunakan kata-kata tertentu.”

Dari berbagai definisi diatas dapat disimpulkan bahwa talak dapat diartikan sebagai
suatu perbuatan suami kepada istri untuk melepas suatu ikatan perkawinan dengan
menggunakan kata-kata tertentu.Yang didasari dengan hukum-hukum yang telah ditetapkan
dalam syariat Islam

B. Dasar Hukum Talak

Syariat Islam menjadikan pertalian suami istri dalam ikatan perkawinan sebagai
pertalian yang suci dan sakral. Sebagaimana dalam firman Allah surat An-nisa ayat 21 :

“Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah


bergaul(bercampur) dengan yang lain sebagai suami-istri. Dan mereka (istri-istrimu) telah
mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.“(Q.S. An-nisa :21)

Dalam ajaran Islam talak memang diperbolehkan jika itu sudah menjadi jalan terakhir
ketika kehidupan rumah tangga mengalami jalan buntu, talak hanya dilakukan bila hubungan
rumah tangga tidak dapat dipertahankan lagi. Rasullullah pun bersabda mengenai talak ini
“Perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah adalah Talak “ (HR. Abu Dawud dan Ibnu
Majah)

Berdasarkan Hadist tersebut menurut jumhur ulama hukum talak itu mubah tetapi
lebih baik dijauhi. Ulama Syafi’iyah dan hanabilah berpendapat bahwa hukum talak
terkadang wajib, terkadang sunah dan haram. Apabila dilihat latar belakang terjadinya talak,
maka hukum talak bisa berubah kepada :

1. Wajib
Talak menjadi wajib hukumnya apabila hakim tidak menemukan jalan lain,
kecuali talak, yang bisa ditempuh untuk meredakan pertikaian yang terjadi diantara
suami dan istri. Dan juga apabila suami bersumpah ila’(tidak akan mencampuri istri)
sampai masa tertentu, sedangkan ia tidak mau membayar kafarah sumpah agar dia
dapat bergaul dengan istrinya.
2. Haram
Talak yang diharamkan adalah Talak yang dilakukan bukan karena adanya
tuntutan yang dapat dibenarkan karena hal itu akan membawa mudhorot bagi diri sang
suami dan juga istrinya serta tidak memberikan kebaikan bagi keduanya. Diharamkan
bagi suami menceraikan istrinya pada saat haid, atau pada saat suci dan dimasa suci
itu sang suami telah berjimak dengan istrinya. Sebaliknya bagi istri tidak boleh
meminta suami untuk menceraikannya tanpa ada sebab syar’i.
3. Mubah
Talak yang hukumnya mubah yaitu ketika suami mempunyai alasan untuk
menalak istrinya. Seperti karena suami tidak mencintai istrinya, atau karena perangai
dan kelakuan yang buruk yang ada pada istri sementara suami tidak sanggup bersabar.
4. Sunah
Talak yang hukumnya sunah ketika dijatuhkan oleh suami demi kemaslahatan
istrinya serta mencegah kemudharatan jika tetap bersama dengan dirinya, meskipun
sesungguhnya suaminya masih mencintainya. Seperti sang istri tidak mencintai
suaminya. Talak yang dilakukan suami pada keadaan seperti ini dihitung sebagi
kebaikan terhadap istri
5. Makruh
Talak yang hukumnya makruh yaitu ketika suami menjatuhkan talak tanpa ada
hajat(kebutuhan) yang menuntut terjadinya perceraian. Padahal keadaan rumah
tangganya baik-baik saja

C. Macam-macam Talak

Adapun talak ditinjau dari segi boleh tidaknya suami rujuk kembali dibagi menjadi dua
macam yaitu :

a) Talak Raj’i
Talak Raj’i yaitu talak satu atau talak dua tanpa iwad (penebus talak) yang dibayar
istri kepada suami yang dalam masa Iddah suami dapat merujuk kembali (tanpa akad)
kepada istrinya. Salah satu diantara syaratnya adalah bahwa si istri sudah dicampuri.
Sebab istri yang dicerai sebelum dicampuri, tidak mempunyai masa Iddah. Adapun
yang termasuk dalam kategori talak Raj’i adalah sebagi berikut :
1. Talak satu atau talak dua tanpa iwad dan telah kumpul.
2. Talak karena ila’ yang dilakukan hakim.
3. Talak hakamain artinya talak yang diputuskan oleh juru damai (Hakam) dari
pihak suami maupun dari pihak istri
b) Talak Ba’in
Talak Ba’in ialah talak yang tidak memberi hak rujuk bagi seorang suami terhadap
bekas istrinya. Talak Ba’in dua macam, yaitu :
1. Talak Ba’in Sughra (Ba’in Kecil)
Ialah talak yang tidak boleh dirujuk tapi boleh akad nikah baru dengan bekas
suaminya meskipun dalam masa Iddah.
2. Talak Ba’in Kubra (Ba’in Besar)
Ialah talak tiga (dilakukan sekaligus atau berturut-turut) suami tidak dapat
memperistri kan lagi bekas istrinya, kecuali bekas istrinya tersebut telah kawin
lagi dengan laki-laki lain yang kemudian bercerai setelah mengadakan
hubungan kelamin dan habis masa Iddahnya.
Seorang suami yang mengalami Ba’in kubro istrinya boleh mengawini istrinya
kembali apabila memenuhi syarat-syarat berikut:
 Istri telah kawin dengan laki-laki lain
 Istri telah dicampuri oleh suaminya yang baru
 Istri telah dicerai oleh suami yang baru
 Telah habis masa Iddahnya

Sedang talak ditinjau dari dari segi waktu menjatuhkan dibagi menjadi dua macam,
yaitu:

a) Talak Sunni
Talak Sunni yaitu talak yang dijatuhkan sesuai dengan tuntunan sunah. Dikatakan
talak Sunni jika memenuhi empat syarat.
 Istri yang ditalak sudah pernah digauli
 Istri dapat segera melakukan Iddah suci setelah ditalak yaitu dalam keadaan
suci dari haid
 Suami tidak pernah menggauli istri selama masa suci dimana talak itu
dijatuhkan
 Menalak istri harus secara bertahap (dimulai dengan talak satu, dua, dan tiga)
dan diselingi rujuk
b) Talak Bid’i
Talak Bid’i yaitu talak yang dijatuhkan tidak sesuai atau bertentangan dengan
tuntunan sunah, tidak memenuhi syarat-syarat Sunni. Yang termasuk kategori talak
Bid’i yaitu:
 Talak yang dijatuhkan pada istri disaat dalam keadaan suci dan telah
dicampuri, sedang masalah hamil atau tidaknya belum diketahui
 Talak yang dijatuhkan kepada istri disaat haid atau nifas.

Sedang talak ditinjau dari segi pengungkapannya bentuk talak ada beberapa macam,
yaitu:

a. Talak Sarih
Yaitu talak dimana suami tidak lagi membutuhkan adanya niat, akan tetapi cukup
dengan mengucapkan kata talak secara Sarih (tegas). Seperti dengan mengucapkan
“aku cerai” atau “kamu telah aku cerai”. Apabila suami menjatuhkan talak terhadap
istrinya dengan talak Sarih maka jatuhlah talak itu dengan sendirinya sepanjang
ucapannya itu dinyatakan dalam keadaan sadar dan atas kemauan nya sendiri.
b. Talak Kinayah
Yaitu lafadh yang maknanya bisa diartikan talak atau selainnya. Misalkan perkataan
suami “saya melepas kamu, atau kamu saya lepas, atau saya meninggalkan kami, atau
kamu saya tinggalkan”. Apabila lafazh-lafazh ini keluar dari mulut seorang suami
disertai niat talak maka jatuhlah talak bagi sang istri. Namun jika tidak disertai dengan
niat maka tidak jatuh talak
c. Talak Dengan Ucapan
Yaitu talak yang disampaikan oleh suami dengan ucapan dihadapan istrinya dan istri
mendengar secara langsung ucapan suaminya itu.
d. Talak Dengan Tulisan
Yaitu talak yang disampaikan oleh suami secara tertulis lalu disampaikan kepada
istrinya kemudian istri membacanya dan memahami isi dan maksudnya. Talak secara
tertulis dapat dipandang jatuh (sah) meski yang bersangkutan dapat mengucapkannya.
e. Talak Dengan Isyarat
Yaitu talak yang dilakukan dalam bentuk isyarat oleh suami yang tuna wicara. Isyarat
bagi suami yang tuna wicara dapat dipandang sebagai alat komunikasi untuk
memberikan pengertian dan menyampaikan maksud dan isi hati. Oleh karena itu
baginya isyarat sama dengan ucapan bagi yang dapat berbicara dalam menjatuhkan
talak sepanjang isyarat itu jelas dan meyakinkan bermaksud talak atau mengakhiri
perkawinan dan isyarat itulah satu-satunya jalan untuk menyampaikan maksud yang
terkandung dalam hatinya
f. Talak Munjaz
Adalah Talak yang diberlakukan terhadap istri tanpa adanya penangguhan. Misalnya
seorang suami mengatakan kepada istrinya “kamu telah dicerai” maka istri telah
ditalak dengan apa yang diucapkan oleh suaminya.

D. Rukun dan Syarat Sah Talak

Beberapa hal menjadi rukun Talak dengan syarat-syaratnya antara lain sebagai berikut :

1. Kata-kata talak
Ulama sepakat bahwa suatu talak dapat terjadi, apabila disertai dengan niat
dan menggunakan kata-kata yang tegas. Kata-kata talak itu ada 2 yaitu:
 Kata-kata tegas (sharih)
Misalnya : sukai berkata kepada istrinya “engkau telah aku
ceraikan” atau “aku telah menjatuhkan talak untukmu.
 Kata-kata talak tidak tegas (Kinayah)
Misalnya : “engkau terpisah” kata ini bisa berarti pisah dari suami,
atau bisa juga pisah dari kejahatan atau kata-kata lain.
2. Orang yang menjatuhkan talak (Suami)
Orang yang boleh menjatuhkan talak adalah:
 Berakal sehat
 Dewasa dan merdeka
 Tidak dipaksa
 Tidak sedang mabuk
 Tidak main-main atau bergurau
 Tidak pelupa
 Tidak dalam keadaan bingung
 Masih ada hak untuk mentalak
3. Istri yang dapat dijatuhi talak
Mengenai istri-istri yang dapat dijatuhi talak, fuqaha sepakat bahwa
mereka harus:
 Perempuan yang dinikahi sah
 Belum diceraikan dengan talak tiga oleh suaminya

Masalah perkawinan di Indonesia diatur didalam UU Nomor 1 tahun 1974 dan peraturan
pemerintah Nomor 9 tahun 1975 tentang perkawinan, UU Nomor 7 tahun 1989 tentang
peradilan agama dan Inpres Nomor 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam.

Materi-materi tersebut merupakan materi hukum yang menjadi dasar penetapan hukum di
pengadilan agama. Dalam pasal 38 UU perkawinan disebutkan bahwa suatu pernikahan itu
dapat putus karena kematian, perceraian dan keputusan pengadilan. Kemudian juga
disebutkan dalam pasal 39 UU perkawinan bahwasannya :

 Perceraian hanya dapat dilakukan didepan sidang pengadilan setelah pengadilan yang
bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak
 Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami-istri itu
tidak akan dapat hidup rukun sebagai layaknya suami istri
 Tata cara perceraian didepan sidang pengadilan diatur dalam peraturan perundangan-
undangan tersendiri

Dengan demikian, talak menurut hukum negara adalah ikrar suami yang diucapkan didepan
sidang pengadilan agama. Sedangkan apabila talak dilakukan dibawah tangan atau diucapkan
diluar pengadilan, maka perceraian sah secara hukum agama saja, tetapi belum sah secara
hukum negara karena belum dilakukan didepan sidang pengadilan agama.

E. Pengertia Rujuk

Rujuk berasal dari bahasa arab yaitu raja‟a - yarji‟u - ruju‟anyang berarti kembali atau
mengembalikan. Rujuk menurut istilah adalah mengembalikan status hukum perkawinan
secara penuh setelah terjadi talak raj'i yang dilakukan oleh bekas suami terhadap bekas
istrinya dalam masa iddahnya dengan ucapan tertentu. Rujuk adalah mengembalikan istri
yang telah ditalak pada pernikahan yang asal sebelum diceraikan.

Rujuk menurut para ulama madzhab adalah sebagai berikut:

1. Hanafiyah, rujuk adalah tetapnya hak milik suami dengan tanpa adanya pergantian
dalam masa iddah, akan tetapi tetapnya hak milik tersebut akan hilang bila masa
iddah.
2. Malikiyah, rujuk adalah kembalinya istri yang dijatuhi talak, karena takut berbuat
dosa tanpa akad yang baru, kecuali bila kembalinya tersebut dari talak ba'in, maka
harus dengan akad baru, akan tetapi hal tersebut tidak bisa dikatakan rujuk.
3. Syafi‟iyah, rujuk adalah kembalinya istri ke dalam ikatan pernikahan setelah dijatuhi
talak satu atau dua dalam masa iddah. Menurut golongan ini bahwa istri diharamkan
berhubungan dengan suaminya sebagaimana berhubungan dengan orang lain,
meskipun suami berhak merujuknya dengan tanpa kerelaan. Oleh karena itu rujuk
menurut golongan syafi'iyah adalah mengembalikan hubungan suami istri kedalam
ikatan pernikahan yang sempurna.
4. Hanabilah, rujuk adalah kembalinya istri yang dijatuhi talak selain talak ba'in kepada
suaminya dengan tanpa akad. Baik dengan perkataan atau perbuatan (bersetubuh)
dengan niat ataupun tidak.

Pada dasarnya para ulama madzhab sepakat, walaupun dengan redaksi yang berbeda
bahwa rujuk adalah kembalinya suami kepada istri yang dijatuhi talak satu dan atau dua,
dalam masa iddah dengan tanpa akad nikah yang baru, tanpa melihat apakah istri mengetahui
rujuk suaminya atau tidak, apakah ia senang atau tidak, dengan alasan bahwa istri selama
masa iddah tetapi menjadi milik suami yang telah menjatuhkan talak tersebut kepadanya
F. Macam- Macam dan Dasar Hukum Rujuk

1. Hukum rujuk pada talak 1 dan 2 ( Raj'i)


Kaum muslimin telah sependapat bahwa suami mempunyai hak rujuk istri pada talak raj'i
selama masih berada dalam masa iddah tanpa mempertimbangkan persetujuan istri, Fuqoha
juga sependapat bahwa syariat talak raj'i ini harus terjadi setelah dukhul (pergaulan) dan
rujuk dapat terjadi dengan kata-kata dan saksi.
Adapun batas-batas tubuh bekas istri yang boleh dilihat oleh suami, fuqoha berselisih
pendapat mengenai batas-batas yang boleh dilihat oleh suami dari istrinya yang dijatuhi talak
raj'i selama ia berada dalam masa iddah.
Malik berpendapat bahwa suami tidak boleh bersepi-sepi dengan istri tersebut, tidak
boleh masuk ke kamarnya kecuali atas persetujuan istri, dan tidak boleh melihat rambutnya.

Abu Hanifah berpendapat bahwasanya tidak mengapa (tidak berdosa) istri tersebut
berhias diri untuk suaminya, memakai wangiwangian, serta menampakan jari-jemari dan
celak. Pendapat ini dikemukakan pula oleh Tsauri, Abu Yusuf, dan Auza'i.

2. Hukum rujuk pada talak 3 (Bain)


Talak bain bisa terjadi karena bilangan talak yang kurang dari tiga. Ini terjadi pada yang
belum digauli tanpa diperselisihkan. Talak bain bisa terjadi pada istri yang menerima khulu‟,
dengan silang pendapat.
Hukum rujuk sesudah talak tersebut sama dengan nikah baru, yakni tentang persyaratan
adanya mahar, wali, dan persetujuan. Hanya saja, jumhur fuqaha berpendapat bahwa untuk
perkawinan ini tidak dipertimbangkan berakhirnya masa iddah.
Mazhab sepakat tentang orang yang telah mentalak istrinya dengan talak tiga. Ia tidak
boleh menikahinya lagi hingga istrinya yang telah ditalaknya dinikahi oleh orang lain dan
disetubuhi dalam pernikahan yang sah. Adapun, yang dimaksud pernikahan dalam masalah
ini adalah termasuk persetubuhannya. Hal ini merupakan syarat diperbolehkannya menikahi
lagi bagi suami pertama mantan istrinya tersebut bercerai dengan suami yang baru.33
Dari berbagai hukum rujuk yang telah dikemukakan di atas, yang paling utama ada lima
(5) macam yang tergantung kepada kondisi, antara lain: wajib, haram, makruh, jaiz, dan
sunnah
1. Suami wajib merujuk istrinya apabila saat ditalak dia belum menyempurnakan
pembagian waktunya (apabila istrinya lebih dari satu).
2. Suami haram merujuk istrinya apabila dengan rujuk itu justru menyakiti hati istrinya.
3. Suami makruh merujuk istrinya apabila rujuk justru lebih buruk dari cerai (cerai
lebih baik dari rujuk).
4. Suami jaiz atau mubah (bebas) merujuk istrinya.
5. Suami sunah merujuk istrinya apabila rujuk itu ternyata lebih menguntungkan bagi
semua pihak (termasuk anak).

Adapun dasar hukum rujuk terdapat dalam Al-Qur‟an dan AsSunnah, yaitu :
1. Al-Qur‟an
a. Q.S. (2) Al-Baqoroh ayat 228:

Artinya: “Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali
quru‟ tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika
mereka beriman merujuknya dalam masa menanti itu. Jika mereka (para suami) menghendaki
ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara
yang ma'ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan dari pada istrinya
dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.

b. Q.S. (2) Al-Baqoroh ayat 229:

Artinya: “Talak (yang dapat dirujuk) dua kali. Setelah itu oleh rujuk lagi dengan cara
yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil
kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya
khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa
keduanya (suami-istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa
atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah
hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya barangsiapa yang melanggar
hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim”.

2. Rujuk Berdasarkan As-Sunnah


a. Nabi Saw. Dalam kisah umar, hadits riwayat Bukhari dan muslim

Artinya: “Diriwayatkan dari ibnu umar r.a berkata.


“sesungguhnya dia telah menceraikan istrinya dalam keadaan haid. Khusus itu terjadi pada
jaman Rasulullah SAW. Kemudian masalah itu ditanyakan oleh Umar bin Al-khattab kepada
Rasulullah Saw,. Ia,. Lalu beliau bersabda, “perintahkan supaya dia rujuk (kembali) kepada
istrinya, kemudian menahannya sampai istrinya suci, kemudian haid lagi, kemudian suci lagi
kemudian apabila mau, dia dapat menahannya ataupun menceraikannya, asalkan dia belum
mencampurinya, itulah tempo iddah yang diperintahkan oleh Allah yang maha mulia lagi
maha agung bagi yang diceraikan.

b. Dalam hadits riwayat An-Nasa‟i Muslim Ibnu Majah dan Abu Daud, Nabi
Saw. Bersabda:

Artinya: “Dalam riwayat lain dikatakan: Bahwa Ibnu Umar mentalak salah seorang
istrinya haid dengan sekali talak. Lalu umar menyampaikan hal itu kepada Nabi Saw. Maka
beliau bersabda: “suruhlah dia untuk merujuknya, kemudian bolehlah ia mentalaknya jika
suci atau ketika ia hamil.Asal hukum rujuk adalah mubah atau jaiz, yang berarti dibolehkan.
Namun, hukum rujuk dapat berkembang tergantung pada situasi suami-istri tersebut.

Hukum rujuk menjadi wajib, khusus untuk laki-laki yang memiliki istri lebih dari satu
dan jika pernyataan talaknya jatuh sebelum dirinya menyelesaikan hak-hak istrinya. Kalau
belum selesai, suami wajib mengajak istri rujuk kembali. Rujuk menjadi sunnah hukumnya
jika bersatu kembali lebih bermanfaat daripada meneruskan proses perceraian. Namun akan
menjadi makruh jika berpisah lebih baik daripada bersama kembali. Hukum rujuk dapat
menjadi haram jika bersama kembali dalam pernikahan justru membuat istri semakin
menderita.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Pernikahan adalah hal pokok dalam kehidupan manusia. Dengan pernikahanlah


hubungan yang sebelumnya dilarang oleh agama menjadi ladang pahala dengan ikatan yang
sesuai syariat Islam. Dengan pernikahan pula seseorang akan terpelihara dari kebinasaan
hawa nafsu. Setiap hubungan rumah tangga pasti ada lima liku kehidupan. Alangkah baiknya
setiap masalah dalam rumah tangga dapat diselesaikan dengan baik-baik. Tetapi bila sudah
tidak ada jalan lain yang bisa ditempuh maka dibolehkan untuk melakukan talak.

Talak menurut bahasa adalah melepaskan, dan secara istilah talak dapat diartikan
melepaskan atau membatalkan ikatan pernikahan dengan lafadz tertentu yang mengandung
menceraikan. Tapi bila suami telah mentalak istri dibolehkan untuk rujuk. Rujuk sendiri
memeiliki arti kembali. Hukum rujuk adalah mubah.
Daftar Pustaka

Nasution, R. H. (2018). Talak Menurut Hukum Islam. Jurnal Ilmiah Al-Hadi, 3(2),
707-716.

Dzulfikar, A. (2022). Penggunaan Kinayah dalam Nikah, Talak dan Rujuk Menurut
Imam Syafi’i (Doctoral dissertation, UIN SMH BANTEN).

Ghazaly, H. A. R. (2019). Fiqh munakahat. Prenada Media.

Makmun, M., & Rohman, K. (2017). Pemikiran Imam Malik dan Imam Syafi’i
tentang Saksi dalam Rujuk. Jurnal Hukum Keluarga Islam, 2(1), 21-38.

Syaifuddin, M. I. (2020). Keabsahan Talak Melalui Media Sosial Perspektif Hukum


Islam. Jurnal Hukum Keluarga Islam, 5(2), 134-153.

Anda mungkin juga menyukai