Anda di halaman 1dari 10

HUKUM PERNIKAHAN

FIQIH MUNAKAHAT

Kelompok: 01
Nama: 1. Annisa istiqomah (2120104037)
2. Oktareni (2120104038)
3. M. dimas satriawan (2120104039)

Dosen pengampuh: Dra. Zuraidah M.HI

PRODI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
TAHUN AJARAN 2022/2023
KARA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


berkenan melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya dengan baik dan
lancar. Makalah ini kami susun untuk menyelesaikan tugas.Makalah ini
mengenalkan tentang apa hukum-hukum pernikahan/perkawinan
Makalah ini dapat kami selesaikan dengan baik dan lancar berkat
bantuan dan bimbingan berbagai pihak.Oleh karena itu, kami sangat
berterima kasih khususnya kepada Allah SWT yang memperlancar
tugas makalah kami, selain itu kami juga berterima kasih kepada semua
pihak yang ikut membantu.Untuk teman-teman senasib seperjuangan
yang telah bersama-sama melaksanakan tugas mulia ini, kami ucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya.
Semoga segala bantuan yang telah diberikan kepada kami
diterima oleh Allah SWT sebagai amal sholeh dan mendapatkan pahala
berlimpah dari-Nya.
Kami sadar, makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, saran dan masukan perbaikan sangat kami harapkan untuk
menyempurnakan tugas-tugas serupa pada masa yang akan datang.
Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.Aamiin.

Palembang, 04 Maret 2022

Kelompok 01
DAFTAR ISI
Cover
Kata penantar
Daftat isi
Bab I Pendahuluan
Latar belakang
Rumusan masalah
Bab II Pembahasan
A. Pengertian prnikahan/perkawinan
B. Syarat perkawinan
C. Hukum pernikahan/perkawinan
Bab III Penutup
Kesimpulan
Daftar Pustaka
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Pada dasarnya hukum islam sudah mengatur tentang pernikahan
sesuai dengan ketentuan syari’at islam. secara garis besar hukum
islam terbagi menjadi dua yitu fiqih ibadah dan fiqih muamalat. dalam
fiqih ibadah meliputi aturan tentang shalat,puasa,zakat,haji,nazar dan
sebagainya yang bertujuan untuk mengatur hubungan antara manusia
dengan tuhannya. sedangkan fiqih muamalah ini mengatur hubungan
antara manusia dengan sesamanya seperti perikatan,sanksi hukum dan
aturan lain agar terwujud ketertiban dan keadilan baik secara
perorangan maupun kemasyarakatan.
Dalam ilmu fiqih membahas tentang pernikahan. yang dimaksud
dengan nikah menurut bahasa berasal dari bahasa arab yaitu nakaha
yankihu nikahan yang berarti kawin. dalam istilah nikah adalah ikatan
suami istri yang sah menimbulkan akibat hukum dan hak serta
kewajiban bagi suami istri. dalam hukum kekeluargaan harus disertai
dengan kuat agama yang disyariatkan islam. beberapa hukum tersebut
dapat dipelajari dalam al-qur’an dan as-sunnah. Selanjutnya akan di
bahas di bab pembahasan.
B. Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah yang ada dari latar belakang:
1. Apa dasar hukum islam yang telah di atur tentang pernikahan?
2. Apa yang di maksud dengan nikah ?
3. Apa kewajiban suami terhadap istri?
BAB II PEMBAHASAN

1. Pengertian pernikahan/perkawinan
Istilah nikah berasal dari bahsa arab, yaitu (alnikah) ada pula yang
mengatakan perkawinan menurut istilah fiqh dipakai perkataan nikah
dan perkataan zawaj1. Dewasa ini kerap kali dibedakan antara
pernikahan dan perkawinan, akan tetapi prinsipnya pernikahan dan
perkawinan hanya berbeda dalam menarik akar katanya saja.2
Perkawonan adalah;

Sebuah ungkaoan tentang akad yang sangat jelas dan


terangkum atas rukun-rukun dan syrat-syarat.3

para ulama fiqh pengikut mazhab yang empat (syafi’i, Hanafi,


maliki, dan hambali) pada umumnya mereka mendefinisikn bahwa
perkawinan pada;

akad yang membawa kebolehan (bagi seorang laki-laki untuk


berhubungan badan dengan seorang perempuan) dengan (diawali
dalam akad) lafazh nikah atau kawin, atau makna yang serupa
dengan kedua kata tersebut.4
2. Syarat pernikahan
Syarat merupakan dasar yang harus dipenuhi untuk menentukan
sah atau tidaknya. Seperti halnya syarat dalam perkawinan juga harus
dipenuhi karena akan menimbulkan kewajiban dan hak suami istri
untuk menjalin kehidupan rumah tangga kedepannya. Syarat ini harus
1
.kamal mukhtar,asas-asas hukum islam tentang perkawinan, Jakarta: bulan bintang, 1974, hlm, 79.
2
Sudarsono, hukum keluarga nasional, Jakarta: Rineka cipta, 1997, hlm, 62.
3
Al-imam taqi al-din abi bakr bin Muhammad al-husaini al-damsyiqi al-syafi’I, kifayah al-akhyar fi halli
ghayat al-ikhtishar,semarang: usaha keluarga, t.th., juz 2, hlm. 36.
4
Abdurrahman al-jazari, al-fiqh ‘ala madzahib al-arba’ah, Beirut: dar al-fikr,1986,jilid IV, hlm. 212.
dipatuhi oleh kedua mempelai dan keluarga mempelai. Apabila ada
syarat yang tidak ada maka akad akan rusak. Syarat nikah ada tiga
yaitu : adanya persaksian, bukan mahrom dan adanya akad nikah.
Akat nikah merupakan hal pokok yang mengharuskan adanya saksi
yang hukumnya sah menurut syariat. Saksi dalam pernikan bertujuan
untuk mengingat agar tidak lupa pada kemudian hari.
Selanjutnya, syarat keharusan nikah maksudnya syarat-syarat
berlangsungnya pernikahan dan tidak ada pilihan bagi salah satunya
untuk menghindarinya. Jika dari salah satu syarat itu cacat maka
rusaklah akad tersebut. Para fuqaha’mengharuskan persyaratan akad
nikah sebagai berikut;
A. Orang yang menjadi wali adalah orang yang tidak ada atau
kurang keahlian salah satu dari pihak orang tua atau anak.
B. Wanita baligh dan berakal, menikahkan dirinya sendiri tanpa
adanya wali, Adapun hak wali dalam aka dada dua syarat yaitu,
suami harus sekufu atau tidak lebih rendah kondisinya dari
Wanita, mahar akad sebesar mahar mistil atau kurang dari
mahar mistil apabila wali ridho.
C. Tidak ada penipuan dari masing-masing pihak.
D. Tidak ada cacat sehingga pihak suami yang memperolehkan
faskh seperti penyakit kritis berbahaya.5

3. Hukum prtnikahan dalam islam


Hukum pernikahan memiliki 2 makna yaitu sifat syara’ pada
sesuatu seperti( wajib, sunnah, makruh, mubah, dan haram), dan
akibat yang di timbulkan sesuatu menurut syara’. Dalam hukum
pernikahan ini, suami memiliki kewajiban terhadap mahar dan nafkah
terhadap istri, sedangkan istri memiliki kewajiban untuk taat terhadap
suami dan menjaga pergaulan dengan baik.
Sedangkan secara rinci hukum pernikahan yaitu:

5
Oyoh bariah, rekonstruksi pencatatan perkawian dalam hukum islam, solusi, vol 1,no 04, 2015 hlm 20-29
a. Wajib
Wajib apabila seseorang telah mampu baik fisik maupun
finansial, apabila tidak segera menikah maka dikwatirkan
membuat zina.
Keadaan seseorang seperti diatas wajib untuk menikah
tetapi tidak sama dengan kewajiban pada fardhu nikah di atas.
Karena dalam fardu, dalilnya pasti yakni (qath’i)sebab sebabnya
pun pasti. Sedangkan wajib nikah, dalil dan sebang sebabnya
adalah atas dugaan kuat (zhanni), maka produk hukumnya pun
tidak qath’I tetapi zhanni.6
b. Sunnah
Apabila nafsunya telah mendesak dan mempunyai
kemampuan menikah tetapi hasih bisa menahan diri.
Alasan menetapkan hukum sunnah itu adalah dari anjuran
al-qur’an seperti tersebut dalam surat an-nur ayat 32 dan hadits
nabi yang di riwayatkan Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin
mas’ud yang di kemukakan dalam menerangkan sikap agama
islam dalam perkawinan. Baik ayat al-qur’an maupun as-sunnah
tersebut berbentuk perintah, tetapi berdasarkan qorinah-qorinah
yang ada, perintah nabi tidak mengfaedahkan hukum wajib,
tetapi hukum sunnah saja.7
c. Haram
Bagi orang yang tidak mempunyai keinginan dan tidak mempunyai
kemapuan serta tanggung jawab untuk melaksanakan kewajiban-
kewajiban dalam rumah tangga sehingga apabila melangsungkan
pernikahan akan terlantarlah dirinya dan istrinya, maka hukumnya
melakukan perkawinan tersebut adalah haram. Al -Qur’an surah al
Baqarah ayat 195 melarang orang melakukan hal yang aka n
mendatangkan kerusakan:

6
Abi Zahrah, al ahwal asy-syakhshiyah,Qismu Az-Zawaj, Hlm. 21
7
Perkawinan yang hukumnya sunnah berarti perkawinan itu lebih baik di lakukan dari pada di tinggalkan,
ditinggalkan tidak mrdapatkan dosa, dikerjakan mendapat pahala
Artinya: “Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke
dalam kebinasaan.”8

d. Makruh
Bagi orang yang lemah syahwat dan tidak mampu menafkahi
istrinya.
Tidak ada asumsi bahwa di perbolehkan berzina bagi
seseorang dalam kondisi seperti di atas hal ini tidak mungkin
pernah terlintas dalam hati seorang ahli syariah. Hal tersebut
dimaksudkan mencegah kejahatan terhadap istri dan
melemahkannya agar memeliharanya dengan cara berpuasa
sebagaimana sabda nabi saw bahwa berpuasa itu Sebagian
perisai baginya dan lain-lain.9
e. Mubah
Orang yang hendak menikah tetapi madih mampu menahan
nafsunya dari zina dan dia belum berniat untuk segera menikah
dan mempunyai anak.
Seorang dalam keadaan normal ataupun tidak akan
melakukan perbuatan zina. Akan tetapi yang menjadi wajib
adalah berhati-hati terhadap dirinya yang memeliharanya
dengan menikah. Nikah ini di tuntun dengan tuntutan yang kuat
seperti melihat aurat Wanita lain hukumnya haram, karena
pertanda mendatangkan perbuatan zina dan mendorong nafsu
dan mencarinya. Dalam hal ini hukumnya sama yaitu fardu atau
wajib.10

8
Perkawinan yang hukumnya haram dilarang keras dilakukan ,jika dilakukan berdosa, jan dika di tinggalkan
mendapat pahala.
9
Nail Al-Authar,juz 6, hlm. 7
10
Abi Zahrah, al-ahwalasy-syakhshiyah,Qism az-zawaj, hlm. 23.
BAB III PENUTUP

Kesimpulan
Perkawinan adalah suatu perjanjian suci antara seorang laki-laki
dan seorang perempuan untuk membangun rumah tangga yang
sakinah, tenteram, dipenuhi rasa cinta dan kasih sayang, dengan
menaati perintah Allah dan melakukannya merupakan ibadah.
Perkawinan itu sah apabila telah memenuhi rukun dan
syaratnya. Hukum dalam melakukan perkawinan itu ada 5 yaitu
wajib, sunnah, makruh, mubah, haram, hukum perkawinan tersebut
tergantung pada manusia atau seseorang dalam kemampuan fisik,
finansial maupun menahan nafsunya.
Dan perkawinan yang baik itu sebaiknya dicatatkan yang
disertai pembuktikaannya dengan akta nikah sehingga akan
mendatangkan maslahat (kebaikan dan manfaat) untuk pihak istri dan
keturunannya. Apabila perkawinan itu tidak dicatat sesuai dengan
ketentuan yang berlaku akan membawa kemudaratan kepada pihak-
pihak yang melakukannya dan juga kepada keturunannya.
DAFTAR PUSTAKA
Kamal mukhtar,asas-asas hukum islam tentang perkawinan, Jakarta:
bulan bintang, 1974, hlm, 79.
Sudarsono, hukum keluarga nasional, Jakarta: Rineka cipta, 1997,
hlm, 62.
Al-imam taqi al-din abi bakr bin Muhammad al-husaini al-damsyiqi
al-syafi’I, kifayah al-akhyar fi halli ghayat al-ikhtishar,semarang:
usaha keluarga, t.th., juz 2, hlm. 36.
Abdurrahman al-jazari, al-fiqh ‘ala madzahib al-arba’ah, Beirut: dar
al-fikr,1986,jilid IV, hlm. 212.

Oyoh bariah, rekonstruksi pencatatan perkawian dalam hukum islam,


solusi, vol 1,no 04, 2015 hlm 20-29
Abi Zahrah, al ahwal asy-syakhshiyah,Qismu Az-Zawaj, Hlm. 21

Perkawinan yang hukumnya sunnah berarti perkawinan itu lebih baik


di lakukan dari pada di tinggalkan, ditinggalkan tidak mrdapatkan
dosa, dikerjakan mendapat pahala.
Perkawinan yang hukumnya haram dilarang keras dilakukan ,jika
dilakukan berdosa, jan dika di tinggalkan mendapat pahala.

Nail Al-Authar,juz 6, hlm. 7

Abi Zahrah, al-ahwalasy-syakhshiyah,Qism az-zawaj, hlm. 23.

Anda mungkin juga menyukai