Anda di halaman 1dari 11

PUTUSNYA PERNIKAHAN DAN AKIBATNYA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqh Munakahat

Dosen Pengampu: Siti Sariroh, M.,H.

Disusun Oleh Kelompok 7:

Amelia Farah Utari Sanjaya: 222102040030

Muhammad Ghufron: 222102040017

PRODI HUKUM PIDANA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

KIAI HAJI ACHMAD SIDDIQ JEMBER

OKTOBER 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kita rahmat dan hidayahnya
kepada kita sehingga kita bisa menyelesaikan makalah dengan judul “Putusnya Pernikahan dan
Akibatnya” dengan tepat waktu.

Dengan adanya makalah ini kami selaku pemateri berharap supaya makalah ini bisa
menambah ilmu pengetahuan, wawasan bagi pemateri maupun pembaca. Kami ucapkan terima
kasih kepada ibu Siti Sariroh, M.,H. Atas bimbingannya dan tak lupa kami ucapkan juga terima
kasih kepada teman teman atas dukungan dan bantuannya sehinga kami dapat menyelesaikan
makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, segala saran yang diberikan agar makalah ini
menjadi lebih baik sangat kami butuhkan.

Jember, 25 Oktober 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan

BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian dan Macam-macam Talak.


2. Rukun dan Syarat Talak
3. Hukum dan Hikmah Talak

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkawinan merupakan ikatan sakral yang tidak hanya mengikatkan orang yang menikah
tetapi juga mengikatkan keluarga mempelai yang menikah. Pernikahan dalam segala agama
diwajibkan bagi mereka yang sudah siap lahir dan batin mereka. Dalam pernikahan, diharapkan
akan menciptakan pergaulan laki-laki dan perempuan menjadi terhormat, interaksi hidup
berumah tangga dalam suasana damai, tenteram, dan rasa kasih sayang antara anggota keluarga,
yang semuanya bermuara pada harmonisasi keluarga. Namun, putusnya perkawinan dapat terjadi
karena beberapa faktor, seperti kematian, perceraian, atau putusan hakim. Putusnya perkawinan
yang disebabkan karena perceraian dapat terjadi karena berbagai alasan, seperti perselingkuhan,
ketidakcocokan, atau perbedaan pandangan hidup. Akibat dari putusnya perkawinan dapat
berdampak pada pasangan suami istri, anak-anak, dan keluarga besar.

Putusnya pernikahan karena talak adalah salah satu sebab terjadinya perceraian dalam
perkawinan. Talak adalah ikrar suami di hadapan Pengadilan Agama yang merupakan sebab
putusnya perkawinan. Islam membenarkan putusnya perkawinan sebagai langkah terakhir dari
usaha melanjutkan rumah tangga. Putusnya perkawinan tersebut merupakan jalan keluar yang
terbaik. Namun, putusnya perkawinan tidak hanya adanya perubahan hak dan kewajiban
terhadap suami istri, tetapi juga tanggung jawab orang tua terhadap anakB. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari talak dan apa saja macam macam talak.
2. Apa saja syarat dan rukun talak
3. Apa hukum dan hikmah talak

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui talak dan juga macamnya


2. Untuk mengetahui syarat dan rukun talak
3. Untuk mengetahui Hukum dan hikmah talak
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Macam Talak

Secara etimologis, talak berarti melepas ikatan talak berasal dari kata iṭlaq yang berarti
melepaskan atau meninggalkan.1 Talak adalah lepasnya ikatan pernikahan dengan adanya lafal
talak atau perceraian yang diucapkan antara suami dan istri. Namun, ada juga yang menyebutkan
jika pengertian talak yaitu melepaskan ikatan atau tali pernikahan dan mengakhiri hubungan
antara suami dan istri. Putusnya perkawinan karena talak adalah salah satu bentuk putusnya
hubungan suami istri dalam hukum Islam.

Para ahli Fiqh sepakat bahwa sahnya seorang suami menjatuhkan talak ialah telah
dewasa/baliqh dan atas kehendak sendiri bukan karena terpaksa atau ada paksaan. Selain talak,
ada beberapa sebab putusnya hubungan perkawinan, yaitu khulu’, syiqaq, fasakh, ta’lik talak,
ila’, zhihar, li’aan, dan kematian. Dalam hukum Islam, akibat putusnya perkawinan karena talak,
mantan suami wajib memberikan mut'ah (mut'ah adalah pemberian uang atau harta oleh suami
kepada mantan istrinya setelah perceraian). Talak dapat dijatuhkan oleh suami di hadapan
Pengadilan Agama.

Adapun macam macam talak antara lain:

a. Talak Sunni, yaitu talak yang dijatuhkan sesuai dengan tuntunan sunnah 2. Dikatakan talak
sunni jika memenuhi empat syarat yaitu sebagai berikut:
 Istri yang ditalak sudah pernah digauli. Bila talak yang dijatuhkan terhadap istri
yang belum pernah digauli, tidak termasuk talak sunni.
 Istri dapat segera melakukan iddah suci setelah ditalak yaitu dalam keadaan suci
dari haid. Menurut ulama’ Syafi’iyah, perhitungan iddah bagi wanita berhaid ialah
tiga kali suci, bukan tiga kali haid.

1
Abu Malik kamal, Fikih Sunnah Wanita (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2007), Hal 230
2
ABD Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat (Jakarta: Kencan,2003), Hal 193
 Suami tidak pernah menggauli istri selama masa suci dimana talak itu dijatuhkan.
Talak yang dijatuhkan oleh suami ketika istri dalam keadaan suci dari haid tetapi
pernah digauli, tidak termasuk talak sunni.
 Suami tidak pernah menggauli istri selama masa suci dimana talak itu dijatuhkan.
Talak yang dijatuhkan oleh suami ketika istri dalam keadaan suci dari haid tetapi
pernah digauli, tidak termasuk talak sunni.
 Mentalak istri harus secara bertahap (mulai dari talak satu, dua dan tiga) dan
diselingi rujuk.
b. Talak Bid’i, yaitu talak yang dijatuhkan tidak sesuai atau bertentangan dengan tuntunan
sunnah, tidak memenuhi syarat-syarat talak sunni. Jumhur ulama’ berpendapat bahwa
talak ini tidak berlaku. Talak bid’i ini jelas bertentangan dengan syari’at yang bentuknya
ada beberapa macam yaitu
 Apabila seorang suami menceraikan istrinya ketika sedang dalam keadaan haid
atau nifas.
 Ketika dalam keadaan suci sedang ia telah menyetubuhinya pada masa suci
tersebut, padahal kehamilannya belum jelas.
 Seorang suami mentalak tiga istrinya dengan satu kalimat dengan tiga kalimat
dalam satu waktu (mentalak tiga sekaligus). Seperti dengan mengatakan “ia telah
aku talak, lalu aku talak dan selanjutnya aku talak”.
c. Talak la sunni wala bid’i yaitu talak yang tidak termasuk kategori talak sunni dan tidak
pula termasuk talak bid’i yaitu:3
 Talak yang dijatuhkan terhadap istri yang belum pernah digauli.
 Talak yang dijatuhkan terhadap istri yang belum pernah haid atau istri yang telah
lepas haid.
 Talak yang dijatuhkan terhadap istri yang sedang hamil.
d. Talak Sarih, yaitu talak dimana suami tidak lagi membutuhkan adanya niat, akan tetapi
cukup dengan mengucapkan kata talak secara sarih (tegas). Contohnya dengan
mengucapkan “kamu telah aku cerai”
e. Talak Kinayah, yaitu kata kata yang bisa diartikan talak seperti “ saya melepas kamu atau
kamu pula saja ke rumah orang tuamu”. Apabila kata kata ini keluar dari mulut seorang

3
ABD Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat (Jakarta: Kencan,2003), Hal 194
suami disertai niat talak maka jatuhlah talak bagi sang istri. Tapi, jika tidak disertai
dengan niat maka tidak jatuh talak.
f. Talak Raj’i yaitu talak satu atau dua yang dijatuhkan suami pada istri yang telah digauli
tanpa ganti rugi. Dalam keadaan ini suami berhak rujuk dengan istrinya tanpa akad dan
mahar baru selama rujuk itu dilakukan dalam masa iddah.
g. Talak Ba’in yaitu talak yang dijatuhkan suami pada istrinya dimana suami berhak
kembali pada istrinya melalui akad dan mahar baru.
h. Talak dengan ucapan yaitu talak yang disampaikan oleh suami dengan ucapan dihadapan
istrinya dan istri mendengar secara langsung ucapan suaminya itu.
i. Talak dengan tulisan yaitu talak yang disampaikan oleh suami secara tertulis lalu
disampaikan kepada istrinya kemudian istri membacanya dan memahami isi dan
maksudnya. Talak yang dinyatakan secara tertulis dapat dipandang jatuh (sah) meski
yang bersangkutan dapat mengucapkannya.
j. Talak dengan isyarat yaitu talak yang dilakukan dalam bentuk isyarat oleh suami yang
tuna wicara. Isyarat bagi suami yang tuna wicara (bisu) dapat dipandang sebagai alat
komunikasi untuk memberikan pengertian dan menyampaikan maksud dan isi hati.
k. Talak dengan utusan yaitu talak yang disampaikan oleh suami kepada istrinya melalui
perantaraan orang lain sebagai utusan untuk menyampaikan maksud suami itu kepada
istrinya yang tidak berada dihadapan suami bahwa suami mentalak istrinya.
l. Talak Munjaz dan muallaq, Talak Munjaz adalah talak yang diberlakukan terhadap istri
tanpa adanya penagguhan. Misalnya seorang suami mengatakan kepada istrinya‚kamu
telah dicerai‛ maka istri telah ditalak dengan apa yang diucapkan oleh suaminya.
Sedangkan talak mu’allaq yaitu talak yang digantungkan oleh suami dengan suatu
perbuatan yang akan dilakukan oleh istrinya pada masa mendatang. Seperti suami
mengatakan kepada istrinya ‚jika kamu berangkat kerja berarti kamu telah ditalak‛ maka
talak tersebut berlaku sah dengan keberangkatan istrinya untuk kerja.
m. Talak Takhyir dan Tamlik, Talak Takhyir adalah dua pilihan yang diajukan oleh suami
kepada istrinya yaitu melanjutkan rumah tangga atau bercerai, jika si istri memilih
bercerai maka berarti ia telah ditalak. Sedangkan talak tamlik adalah talak dimana
seorang suami mengatakan kepada istrinya “aku serahkan urusanmu kepadamu” atau
“urusanmu berada ditanganmu sendiri”. Jika dengan ucapan itu si istri mengatakan
“berarti aku telah ditalak” maka berarti ia telah ditalak satu raj’i. imam malik dan
sebagian ulama’ lainnya berpendapat bahwa apabila istri yang telah diserahi tersebut
menjawab “aku memilih talak tiga” maka ia telah ditalak ba’in oleh suaminya, dengan
talak tiga ini maka si suami tidak boleh rujuk kepadanya kecuali setelah mantan istrinya
itu dinikahi oleh laki-laki lain.
n. Khulu’ yaitu seorang laki-laki menceraikan istrinya dengan bayaran sebagai ganti dari
pihak istri yang disebabkan karena buruknya pergaulan antara keduanya, baik karena
akhlaq atau adanya cacat pada jasmani, sedangkan sang istri takut pada dirinya sendiri
tidak mampu melaksanakan kewajibannya mentaati suaminya.
o. Dhihar yaitu perkataan seorang suami kepada istrinya yang menyerupakan istrinya
dengan ibunya, sehingga istrinya itu haram atasnya, seperti “engkau tampak seperti
punggug ibuku”. Apabila seorang laki-laki mengatakan demikian dan tidak diteruskan
pada talak maka ia wajib membayar kafarat dan haram bercampur dengan istrinya
sebelum membayar kafarat itu.

B. Syarat dan Rukun Talak

Adapun syarat talak yaitu:

a. Orang yang menjatuhkan talaknya adalah suami. Sang suami ini harus memenuhi syarat
untuk dapat menjatuhkan talak. Syaratnya adalah berakal, baligh, dan melakukan atas
kehendak sendiri.
b. Orang yang dijatuhi talak adalah seorang istri.
c. Cara yang dapat dilakukan untuk menjatuhkan talak ada dua cara, yakni dengan cara
tegas atau langsung (sharih) dan cara tidak langsung atau sindiran (kinayah).4

Selain Syarat Talak, adapun rukun rukun Talak yaitu:

a. Yang menjatuhkan talak adalah suami. Syaratnya baligh, berakal, dan kehendak
sendiri.
b. Yang dijatuhi talak adalah istrinya.
c. Ada dua macam cara menjatuhkan talak, yaitu dengan cara sharih maupun dengan
cara kinayah.5
4
Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, (Jakarta : Granit, 2004), Cet 1, hlm. 57
5
Abdul Azis Dahlan, (ed.) Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta : Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1996), Cet. 1, hlm. 1509.
C. Hukum dan Hikmah Talak

Asal hukum talak adalah makruh karena talak merupakan perbuatan halal tetapi sangat
dibenci oleh Allah Swt. Nabi Muhammad Saw, bersabda:

”Perbuatan halal, tetapi paling dibenci oleh Allah adalah talak”. (HR. Abu Daud).

Para ulama sepakat membolehkan talak. Hukum talak menjadi wajib ketika terjadi
perselisihan antara suami istri, sedangkan dua hakim yang mengurus perkara keduanya sudah
memandang perlu supaya keduanya bercerai. Talak berhukum sunah jika suami sudah tidak
sanggup lagi membayar dan mencukupi kewajibannya (nafkahnya) atau perempuan tidak
menjaga kehormatan dirinya.

Lalu ada keadaan yang menyebabkan talak menjadi haram hukumnya, yaitu menjatuhkan
talak saat istri dalam keadaan haid dan menjatuhkan talak sewaktu suci yang telah dicampurinya
dalam waktu suci itu.6

Adapun hikmah disyariatkan talak sangat jelas sekali, karena boleh jadi dalam kehidupan
rumah tangga tidak ada kecocokan antara suami-istri sehingga muncul sikap saling membenci
yang disebabkan oleh tingkat keilmuan yang rendah, pemahaman terhadap nilai agama yang
minim atau tidak memiliki akhlak mulia atau semisalnya. Sehingga talak merupakan jalan keluar
yang paling tepat sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dalam surat An Nisa’: 130
yang artinya “Jika keduanya bercerai, maka Allah akan memberi kecukupan kepada masing-
masing dari limpahan karunian-Nya”.7

6
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, diterjemahkan oleh Li Sufyana M. Bakri, (Bandung : Sinar Baru Algesindo, 1998), Cet.
32, hlm. 403.
7
Syafa`at, fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang, 2007, Studi Analisis
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Talak adalah lepasnya ikatan pernikahan dengan adanya lafal talak atau perceraian yang
diucapkan antara suami dan istri. Namun, ada juga yang menyebutkan jika pengertian talak yaitu
melepaskan ikatan atau tali pernikahan dan mengakhiri hubungan antara suami dan istri.
Putusnya perkawinan karena talak adalah salah satu bentuk putusnya hubungan suami istri dalam
hukum Islam.

. Hukum talak menjadi wajib ketika terjadi perselisihan antara suami istri, . Talak
berhukum sunah jika suami sudah tidak sanggup lagi membayar dan mencukupi kewajibannya
(nafkahnya) atau perempuan tidak menjaga kehormatan dirinya.

Adapun hikmah disyariatkan talak sangat jelas sekali, karena boleh jadi dalam kehidupan
rumah tangga tidak ada kecocokan antara suami-istri sehingga muncul sikap saling membenci
yang disebabkan oleh tingkat keilmuan yang rendah, pemahaman terhadap nilai agama yang
minim atau tidak memiliki akhlak mulia
DAFTAR PUSTAKA

Abu Malik kamal, Fikih Sunnah Wanita (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2007)

ABD Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat (Jakarta: Kencan,2003)

Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, (Jakarta : Granit, 2004), Cet 1

Abdul Azis Dahlan, (ed.) Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta : Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1996),
Cet. 1

Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, diterjemahkan oleh Li Sufyana M. Bakri, (Bandung : Sinar Baru
Algesindo, 1998), Cet. 32,

Syafa`at, fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang, 2007, Studi Analisis

Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah, Fiqih Wanita Edisi lengkap. (Cet. 1; Jakarta: Pustaka Al
Kautsar, 1998)

Anda mungkin juga menyukai