Anda di halaman 1dari 25

METODOLOGI PENAFSIRAN TENTANG TALA', NUSYUZ,

DAN RELEVANSINYA TERHADAP ISTINBATH HUKUM

Disusun Guna Memenuhi Tugas


Mata Kuliah: Tafsir Ahkam
Dosen Pengampu : Dr. Fauzan Adim, MA.

Disusun Oleh :
Nama : Haryanto, S.H
Nim : 2360300001

PASCASARJA
PROGRAM STUDI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
TAHUN 2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada umumnya setiap orang yang melakukan perkawinan pasti mengharapkan
terciptanya sebuah keluarga yang harmonis dan penuh dengan kebahagiaan.
Namun dalam membangun sebuah rumah tangga itu pasti tidak akan berjalan
mulus sesuai dengan apa yang dicita-citakan semula. Masalah-masalah sering kali
datang dan membuat sebuah perkawinan itu goyah bahkan hancur. Faktor
penyebabnya bisa saja datang dari pihak istri atau pihak suami atau bahkan dari
keduanya. Semua itu semestinya dapat diselesaikan dengan jalan damai atau
bermusyawarah antara suami dan istri. Akan tetapi pada kenyataannya banyak
masalah-masalah yang tidak dapat diselesaikan hanya dengan keduanya. Bahkan
masalah sepele pun dapat membuat hubungan suami istri itu menjadi berantakan
dan berkahir dengan perceraian. Oleh karena itu dalam perkawinan dapat
memunculkan hal-hal yang biasa kita kenal denga kedurhakaan (Nusyuz). Akan
tetapi, Masalah yang ditimbulkan oleh suami terkadang membuat istri muak dan
ingin menggugat cerai suaminya dengan jalan tala’.
Oleh karena itu dalam makalah ini kami akan membahas mengenai tala’ dan
Nusyuz denganistinbathhukumyang terjadi dalam pernikahan. Perkara cerai talak
yang diajukan seorang suami terhadap isterinya, sementara suaminya sebenarnya
telah menceraikan isterinya secara liar (di bawah tangan) sebanyak tiga kali yang
dijatuhkan terpisah dalam tiga kali kejadian.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian talak?
2. Apa saja macam-macam talak?
3. Bagaimana hukum talak dan dalil hukumnya?
4. Apa saja rukun dan syarat talak?
5. Bagaimana lafadtala’(sighat thalaq)?
6. Bagaimana cara perhitungan talak?
7. Apa pengertian Nusyuz ?
8. Apa saja macam-macam Nusyuz?
9. Bagimana akibat dari Nusyuz?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Talak
Talak dalam bahasa Indonesia diartikan perceraian yang artinya
terputusnya tali perkawinaan yang sah akibat ucapan cerai suami terhadap
istrinya. Maksudnya adalah perceraian karena talak adalah seorang suami yang
menceraikan isterinya dengan menggunakan kata-kata cerai atau talak atau
kalimat lain yang mengandung arti dan maksud menceraikan isterinya, apakah
talak yang diucapkan itu talak satu, dua atau tiga dan apakah ucapan talak itu
diucapkan talak dua atau tiga sekaligus pada satu kejadian atau peristiwa, waktu
dan tempat yang berbeda.Para ahli hukum Islam (fukaha) berpendapat bahwa
bila seseorang mengucapkan kata-kata talak atau semisalnya terhadap isterinya
maka talaknya dianggap sah dan haram hukumnya bagi keduanya melakukan
hubungan biologis sebelum melakukan rujuk atau ketentuan hukum lain yang
membolehkan mereka bersatu sebagai suami isteri.Para fukaha berbeda pendapat
tentang kata-kata talak atau semisalnya yang diucapkan oleh suami kepada isteri
dalam kondisi sadar atau tidak misalnya suami dalam kondisi mabuk, atau
karena suami dalam kondisi tidak tenang atau ketika dalam kondisi marah yang
dipicu adanya pertengkaran yang dapat menghilangkan keseimbangan jiwa
suami atau karena dalam kondisi dipaksa.
Melepaskan ikatan pernikahan,artinya membubarkan hubungan suami
istri sehingga berakhirlah perkawinan atau terjadi perceraaian. Menurut sayyid
sabiq (1987:7),apabila telah terjadi perkawinan,yang harus dihindari adalah
perceraain,meskipun perceraaian bagian dari hukum adanya persatuan atau
perkawinan itu sendiri. Perceraain mendatangkan kemudharatan, sedangkan
sesuatu yang memudharatkan harus di tinggalkan, meskipun cara
meninggalkanya senantiasa berdampak buruk bagi yang lainnya.
Dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan (UU
No.1/1974) dan Peraturan Pemerintah Nomor. 9 Tahun 1975( PP.No 9/1975 )
tentang Pelaksanaan UU No.1/1975 dalam pengertian umum tidak terdapat

2
definisi talak, kecuali definisi talak dapat dilihat pada pasal 117 Kompilasi
Hukum Islam ( KHI ) yang berbunyi sebagai berikut :
“Talak adalah ikrar suami di hadapan sidang Pengadilan Agama yang
menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan, dengan cara sebagaimana
dimaksud dalam pasal 129,130 dan 131”
Bunyi pasal 129 KHI berbunyi sebagai berikut :
“Seorang suami yang akan menjatuhkan talak kepada isterinya
mengajukan permohonan baik lisan maupun tertulis kepada Pengadilan
Agama yang mewilayahi tempat tinggal isteri dengan alasan serta
meminta agar diadakan sidang untuk keperluan itu “
Melepaskan ikatan pernikahan,artinya membubarkan hubungan suami
istri sehingga berakhirlah perkawinan atau terjadi perceraaian. Menurut sayyid
sabiq (1987:7),apabila telah terjadi perkawinan,yang harus dihindari adalah
perceraain,meskipun perceraaian bagian dari hukum adanya persatuan atau
perkawinan itu sendiri. Perceraain mendatangkan kemudharatan, sedangkan
sesuatu yang memudharatkan harus di tinggalkan, meskipun cara
meninggalkanya senantiasa berdampak buruk bagi yang lainnya.

B. Macam-Macam Talak
1. Talak ditinjau dari waktu melakukan talak dibagi menjadi dua macam, yaitu:
a. Talak Sunni yaitu talak yang dijatuhkan sesuai dengan tuntutan sunnah.
Dikatakan talak sunni jika memenuhi 4 (empat) syarat yaitu :
1) Isteri yang ditalak sudah pernah digauli, bila belum pernah digauli
maka bukan termasuk talak sunni.
2) Isteri dapat segera melakukan menunggu ‘iddah’ suci setelah ditalak
yaitu dalam keadaan suci dari haid
3) Talak itu dijatuhkan ketika isteri dalam keadaan suci, baik dipermulaan,
dipertengahan maupun diakhir suci, kendati beberapa saat lalu datang
haid.
4) Suami tidak pernah menggauli isteri selama masa suci di mana talak itu
dijatuhkan. Talak yang dijatuhkan oleh suami ketika isteri dalam
keadaan suci dari haid tetapi pernah digauli, tidak termasuk talak sunni.

3
b. Talak Bid’i yaitu talak yang dijatuhkan tidak sesuai atau bertentangan
dengan tuntutan sunnah dan tidak memenuhi ketentuan syarat-syarat talak
sunni. Termasuk dalam talak bid’i adalah :
1) Talak yang dijatuhkan terhadap isteri pada waktu haid (menstruasi) baik
dipermulaan haid maupun dipertengahannya.
2) Talak yang dijatuhkan terhadap isteri dalam keadaan suci tetapi pernah
digauli oleh suaminya dalam keadaan suci dimaksud.
2. Talak ditinjau dari jelas tidaknya ucapan talak dibagi menjadi dua macam,
yaitu:
a. Talak Sharih yaitu talak dengan mempergunakan kata-kata yang jelas dan
tegas, dapat dipahami sebagai pernyataan talak atau cerai seketika
diucapkan, tidak mungkin ada pemahaman lagi. Contoh Talak Sharih
yaitu:
1) Engkau saya talak sekarang juga.
2) Engkau saya firaq sekarang juga.
Apabila suami menjatuhkan talak terhadap isterinya dengan talak sharih
maka menjadi jatuhlah talak itu dengan sendirinya sepanjang ucapan itu
dinyatakan dalam keadaan sadar dan atas kemauannya sendiri.
b. Talak Kinayah yaitu talak dengan menggunakan kata-kata sindiran, samar-
samar seperti contoh :
1) Engkau sekarang telah jauh dariku.
2) Pulanglah kerumah ibumu.
Ucapan-ucapan tersebut mengandung sebuah kemungkinan cerai dan
mengandung kemungkinan lain. Tentang kedudukan talak dengan kata-
kata kinayah atau sindiran sebagaimana dikemukakan oleh Taqiyuddin Al
Husaini, tergantung kepada niatnya seseorang artinya jika suami dengan
kata-kata tersebut berniat untuk menjatuhkan talak maka talak jatuh, akan
tetapi jika tidak berniat untuk menjatuhkan talak, maka talak tidak jatuh.
3. Talak ditinjau dari kemungkinan ruju’ atau tidak dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Talak Raj’i yaitu talak yang dijatuhkan suami terhadap isterinya yang
telah digauli, talak yang pertama kali dijatuhkan atau yang kedua kalinya.
Setelah terjadi talak raj’i, maka isteri wajib ber iddah, bila kemudian suami

4
hendak kembali kepada isteri sebelum berakhir masa iddah, maka hal itu
dapat dilakukan dengan jalan rujuk, tetapi jika dalam masa iddah tersebut
suami tidak menyatakan rujuknya, maka talak tersebut berubah menjadi
talak bain dengan berakhir iddahnya.: kemudian jika sesudah berakhir
iddahnya itu suami ingin kembali kepada bekas isterinya, maka wajib
dilakukan dengan akad nikah baru dan dengan mahar yang baru pula.
Talak raj’i hanya terjadi dengan talak yang pertama dan kedua saja.
b. Talak Ba’in yaitu talak yang tidak memberi hak merujuk bagi bekas suami
terhadap bekas isterinya. Untuk mengembalikan bekas isteri ke dalam
ikatan perkawinan harus melalui akad nikah baru lengkap dengan rukun
dan syarat-syaratnya. Adapun talak ba’in dibagu menjadi dua:
1) Talak Ba’in Sughra yaitu talak bain yang menghilangkan kepemilikan
bekas suami terhadap isteri tetapi tidak menghilangkan kehalalan bekas
suami untuk menikahkan kembali dengan bekas isterinya tersebut.
Termasuk talak bain sughra adalah:
a) Talak sebelum berkumpul.
b) Talak dengan pergantian harta dari isteri atau disebut talak khulu’.
c) Talak karena adanya aib (cacat), karena salah seorang dipenjara,
talak karena penganiayaan atau semacamnya dan lain-lain.
2) Talak Bain Kubra yaitu talak yang menghilangkan pemilikan bekas
suami terhadap bekas isteri serta menghilangkan kehalalan bekas suami
untuk kawin kembali dengan bekas isterinya, kecuali setelah bekas
isteri itu kawin lagi dengan lelaki lain, telah berkumpul dengan suami
kedua serta telah bercerai secara wajar dan telah selesai menjalankan
iddahnya. Talak ba’in kubra terjadi pada talak yang ketiga.
4. Talak ditinjau dari cara menyampaikan talak ada empat, yaitu:
a. Talak dengan ucapan yaitu talak yang disampaikan oleh suami dengan
ucapan dihadapan isterinya dan isteri mendengar secara langsung ucapan
tersebut.
b. Talak dengan tulisan yaitu talak yang disampaikan oleh suami secara
tertulis lalu disampaikan kepada isterinya, kemudian isteri membacanya
dan memahami isi dan maksudnya. Talak yang dinyatakan secara tertulis

5
dapat dianggap sah, meski yang bersangkutan dapat mengucapkannnya,
sebagaimana talak dengan ucapan ada talak sharih dan kinayah, maka talak
dengan tulisan pun demikian pula.
c. Talak dengan isyarat yaitu talak yang dilakukan dalam bentuk isyarat oleh
suami yang tuna wicara. Isyarat bagi suami yang tuna wicara dapat
dipandang sebagai alat komunikasi untuk memberikan pengertian dan
menyampaikan maksud dan isi hati. Oleh karena itu, isyarat baginya sama
dengan ucapan bagi yang dapat berbicara dalam menjatuhkan talak,
sepanjang isyarat itu jelas dan meyakinkan bermaksud talak atau
mengakhiri perkawinan.
d. Talak dengan utusan yaitu talak yang disampaikan oleh suami kepada
isteri melalui perantaraan orang lain

C. Hukum TalakdanDalilHukumnya
Syari’at Islam menjadikan pertalian suami istri dalam ikatan perkawinan
sebagai pertaian yang suci dan kokoh, sebagaimana Al-Qur’an memberikan
istilah pertalian itu dengan mitsaq ghalizh (janji kukuh). Firman Allah dalam
surat An-Nisa’ ayat 21 menyatakan:

‫ض ُك ْم اِ ٰل بَ ْعض َّواَ َخ ْذ َن ِمْن ُك ْم ِمْي ثَاقًا َغلِْيظًا‬


ُ ‫ف ََتْ ُخ ُذ ْونَهٗ َوقَ ْد اَفْضٰى بَ ْع‬
َ ‫َوَكْي‬
Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu janji yang kuat.
Oleh karena itu suami-istri wajib memelihara hubungannya tali pengikat
itu, dan tidak sepantasnya mereka berusaha merusak dan memutuskan tali
pengikat tersebut. Meskipun dalam hukum Islam suami diberi kewenangan
menjatuhkan talak, namun tidak dibenarkan suami menggunakan hak nya itu
dengan gegabah dan sesuka hati, apalagi hanya menurutkan hawa nafsunya.
Menjatuhkan talak tanpa alasan dan sebab yang dibenarkan adalah termasuk
perbuatan tercela, terkutuk dan dibenci oleh Allah.
“Perkara halal yang paling dibenci Allah adalah menjatuhkan talak”.
Hadits ini menjadi dalil bahwa diantara jalan halal itu ada yang dimurkai
Allah jika tidak dipergunakan sebagaimana mestinya. Maka menjatuhkan talak
itu sama sekali tidak ada pahalanya dan tidak dapat dipandang sebagai perbuatan

6
ibadah. Hadits ini juga menjadi dalil bahwa suami wajib selalu menjauhkan diri
dari menjatuhkan talak selagi masih ada jalan untuk menghindarkannya. Suami
hanya dibenarkan menjatuhkan talak jika terpaksa, tidak ada jalan lain untuk
menghindarinya, dan talak itulah salah satunya jalan terciptanya kemaslahatan.
Istri yang meminta talak kepada suaminya tanpa sebab dan alasan yang
dibenarkan adalah perbuatan tercela, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
“Manakalaistrimenuntutceraidarisuaminyatanpaadanyasuatualasan,
maka haram baginyabausurge”.1
Tentang hukum talak ini para ahli fiqih berbeda pendapat. Pendapat yang
paling benar diantara semua itu adalah yang mengatakan “terlarang”, kecuali
karena alasan yang benar. Mereka yang berpendapat begini adalah golongan
Hanafi dan Hambali. Alasannya yaitu:
“Rasulullah SAW bersabda: “Allah melaknattiap-tiap orang yang
sukamerasaidanbercerai.” (Maksudnya: sukakawindanbercerai)”.
Inidisebabkankarenacaraiitukufurterhadapnikmat
Allah.Sedangkankawinadalahsatunikmatdankufurterhadapnikmatadalah
haram.Jaditidak halal bercerai, kecualikarenaadadarurat.Darurat yang
membolehkanceraiyaitubilasuamimeragukankebersihantingkahlakuistrinya,
atautidakpunyacintadengannya. Sebabsoalhatihanyaterletakdalamgenggaman
Allah.Tetapijikatidakadaalasanapapun, makabercerai yang
demikianberartikufurterhadapnikmat Allah,
berlakujahatkepadaistri.Makaitudibencidanterlarang.2
Syara’ menjadikan talak sebagai jalan yang sah untuk bercerainya suami-
istri, namun syara’ membenci terjadinya perbuatan ini dan tidak merestui
dijatuhkannya talak tanpa adanya sebab atau alasan. Adapun sebab-sebab dan
alasan-alasan untuk jatuhnya talak itu adakalanya menyebabkan kedudukan
hukum talak menjadi wajib, adakalanya menjadi haram, adakalanya menjadi
mubah, dan adakalanya menjadi sunnah. Asy-Syekh Muhammad bin Qasim Al-

1
H. Abd. Rahman Ghazaly,., Fiqih Munakahat,(Jakarta: Kencana, 2006), cet. Ke-2,211-213.
2
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 8, Penerjemah: Drs. Mohammad Thalib, (Bandung: PT Al-Ma’arif,
1980), cet. Ke-14.

7
Ghaziy dalam kitabnya fat-hul Qorib mengemukakan hukum talak dapat dibagi
menjadi: Talak wajib, talak sunnah, talak makruh, dan talak haram.
Talak wajib, yaitu talak yang dalam hal terjadi kasus syiqaq yakni talak
yang dijatuhkan oleh pihak hakam (penengah), apabila kedua hakam
berpendapat bahwa talak itulah satu-satunya jalan untuk mengakhiri
persengketaan suami-istri. Demikian pula dalam kasus ila’, yakni suami
bersumpah tidak akan mencampuri istrinya dan telah berlalu masa empat bulan
setelah sumpah tersebut si suami tidak mencabut sumpahnya itu, berdasarkan
firman Allah dalam QS. Al-baqarah 226-227:
٢٢٦ ‫غفُ ۡو ٌر َّرحِّ ۡي ٌم‬ َ ‫ُّص ا َ ۡربَعَ ِّة ا َ ۡش ُهرٗ فَا ِّۡن فَا ُء ۡو فَا َِّّن ه‬
َ ‫ّٰللا‬ ُ ‫ساٮ ِّه ۡم ت ََرب‬َ ِّ‫لِّـلَّذ ِّۡينَ ي ُۡؤلُ ۡونَ مِّ ۡن ن‬
٢٢٧ ‫عل ِّۡي ٌم‬ َ ‫سمِّ ۡي ٌع‬ َ ‫ط ََلقَ فَا َِّّن ه‬
َ ‫ّٰللا‬ َّ ‫عزَ ُموا ال‬ َ ‫َوا ِّۡن‬
kepada orang-orang yang meng-ila’ istrinya diberi tangguh empat bulan
(lamanya). Kemudian jika mereka kembali (kepada istrinya) maka
sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha penyayang. Dan jika mereka
berazam (bertetap hati untuk) talak, maka sungguh Allah maha mendengar lagi
maha tahu.
Dengan sumpah ini seorang istri menderita karena tidak disetubuhi dan
tidak pula diceraikan. Setelah empat bulan berselang sumpah suami dan tidak
hendak kembali kepada istrinya, maka wajiblah ia menjatuhkan talak-nya, agar
dengan demikian istri tidak terkatung-katung seperti orang digantung, sedangkan
jika suami berkehendak untuk kembali lagi, maka ia wajib membayar kafarat
sumpah.Talak juga menjadi wajib bagi suami atas permintaan istri dalam hal
suami tidak mampu menunaikan hak-hak istri serta menunaikan kewajibannya
sebagai suami, seperti suami tidak mampu lagi mendatangi istri. Dalam hal ini
istri berhak menuntut talakdari suaminya, dan suaminya wajib menuruti tuntutan
istri.3
Talak sunnah, yaitu dikarenakan istri mengabaikan kewajibannya kepada
Allah dan tidak normal keadaannya, seperti istri yang meninggalkan shalat dan
rusak moralnya, padahal suami tidak mampu memaksakannya agar istri
menjalankan kewajibannya tersebut, atau istri kurang rasa malunya.

3
Lihat Abd. RahmanGhazaly,.Fiqih Munakahat214-216.

8
Imam Ahmad berkata: Tidak patut memegang istri seperti ini. Karena hal
itu dapat mengurangi keimanan suami, tidak membuat aman ranjangnya dari
perbuatan rusaknya. Dalam hal ini suami tidak salah untuk bertindak keras
kepada istrinya, agar ia mau menebus dirinya dengan mengembalikan maharnya
untuk bercerai. Allah SWT berfirman dalam QS. An-Nisa’ ayat 19:
….◆➔❑➔→➔⬧❑⧫
➔⧫⧫➔❑☺⬧◆
⧫✓⧫⧫⬧⧫
…
Dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil
kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya,
terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata.4
Maksud dari ayat tersebut adalah, bahwasannya seorang suami tidak
boleh menyusahkan istrinya dengan menghalanginya untuk mengawini laki-laki
lain dengan menahan mereka, padahal suami tersebut sudah tidak ada keinginan
lain terhadap mereka selain menyusahkan belaka karena hendak mengambil
kembali sebagian apa yang telah ia berikannya kepada istrinya berupa mahar,
kecuali jika istri tersebut melakukan pekerjaan keji yang nyata, dalam artian zina
atau nusyuz, maka ketika itu bolehlah seorang suami menyusahkan mereka
hingga mereka melakukan khulu’ atau menebus diri mereka.5
Talak makruh, menurut yaitu talak perempuan yang normal keadaannya.
Dalam riwayat lain dikatakan bahwa talak makruh adalah talak yang tanpa
sebab, berdasarkan hadits yang menetapkan bahwa talak merupakan jalan halal
yang paling dibenci Allah, yakni dibenci jika tidak ada sebab yang dibenarkan,
sedangkan Nabi menamakannya halal, juga karena talak itu menghilangkan
perkawinan yang di dalamnya terkandung kemaslahatan-kemaslahatan yang
disunahkan, sehingga talak itu hukumnya makruh.6
Talak haram, sebagaimana dikemukakan oleh Asy-Syekh Muhammad
bin Qasim Al-Ghazy yaitu talak bid’ah, yaitu suami menjatuhkan talak kepada
istrinya yang sedang haid atau suci tetapi suami telah melakukan jimak

4
Lihat Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 8.11.
5
Jalaluddin Asy-Syuyuthi dan Jalaluddin Muhammad Ibn Ahmad Al-Mahally, Tafsir Jalalain,
Penerjemah: Dani Hidayat, (Tasikmalaya: Pesantren Persatuan Islam 91, 2009)
6
Lihat Abd. RahmanGhazaly, ,. Fiqih Munakahat. 216.

9
dengannya. Abd. Rahman Ghazaly menyatakan bahwa talak itu diharamkan jika
dengan talak itu kemudian suami berlaku serong, baik dengan bekas istrinya
ataupun dengan wanita lain, suami diharamkan menjatuhkan talak jika hal itu
mengakibatkan terjatuhnya suami kedalam perbuatan haram.
Sayyid Sabiq mengemukakan bahwa talak diharamkan jika dengan talak
itu akan merugikan bagi suami dan istri, dan tidak adanya kemaslahatan yang
mau dicapai dengan perbuatan talaknya itu. Maka diharamkannya talak itu
seperti haramnya merusak harta benda, karena demikian itu bertentangan dengan
sabda Rasulullah SAW:
“Tidak boleh timbul madharat dan tidak boleh saling menimbulkan
madharat”.7
Dalam riwayat lain talak serupa hal yang dibenci sebagaimana sabda
Nabi SAW:
Tidak ada sesuatu yang dihalalkan Allah, tetapi dibenci-Nya selain
daripada talak.
Talak itu dibenci bila tidak ada suatu alasan yang benar, sekalipun Nabi
SAW mengatakannya halal. Karena ia merusak perkawinan yang mengandung
kebaikan-kebaikan yang dianjurkan oleh agama. Karena itu talak seperti ini
dibenci.8
Talak itu mubah hukumnya ketika ada keperluan untuk itu, yakni karena
jeleknya perilaku istri, bukanya sikap istri terhadap suami, atau suami menderita
madharat lantaran tingkah laku istri, atau suami tidak mencapai tujuan
perkawinan dari istri.9 Imam Haramain memberikan isyarat pada talak yang
mubah, yaitu talak yang dijatuhkan oleh suami kepada istrinya yang tidak dia
sukai dan tidak mau menjual murah terhadap dirinya dengan memberikan
pembiayaan kepada istrinya tanpa menikmati kesenangan.10

D. LAFADZ TALAK

7
Abd.RahmanGhazaly, ,. Fiqih Munakahat
8
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah. 11.
9
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah. 217.
10
Asy-Syekh Muhammad bin Qosim Al-Ghazy, Fat-hul Qorib jilid 2, Penerjemah: Achmad
Sunarto, (Surabaya: Al-Hidayah, 1992), 67.

10
Kalimat yang dipakai atau yang disahkan Ulama’ ada 2 macam yaitu
1. Sarih ( Terang ) yaitu kalimat yang tidak ragu-ragu lagi bahwa yang
dimaksud adalah memutuskan tali perkawinan seperti kata sis suami “Kamu
Tertalak” atau “Saya Ceraikan Kamu” Kalimat tersebut tidak perlu dengan
Niat. Jadi apabila contoh kalimat tersebut dilafazkan oleh suami terhadap
istrinya Niat atau tidak berniat maka keduanya harus bercerari kecuali kalimat
tersebut berupa HIKAYAT
2. Kinayah (sindiran) yaitu kalimat yang masih ragu-ragu seperti kata suami
“pulanglah engkau kerumah keluargamu” atau “pergi dari sini” dsb. Kalimat
sindiran ini tergantung Niat si suami, kalu kalimat tersebut diniatkan utuk
talak maka kuduanya harus bercerai.
Seorang suami apabila sudah mengumpuli istrinya maka ia berhak tiga
kali talak. Para ulama’ sepakat suami dilarang mentalak istrinya tiga kali
berturut-turut dalam masa satu kali suci. Alasan mereka ialah jika suami
menjatuhkan talak tiga kali berarti menutup pintu untuk kembali dan bertemu
lagi disaat ia menyesali perbuatannya, dan juga menyalahi ketentuan agama,
karena dijadikannya talak berkali-kali adalah untuk memberikan kesempatan
kembali diwaktu menyesali perbuatannya, karena orang yang menjatuhkan cerai
tiga kali berarti telah merugikan wanita dikarenakan telah menjadikan wanita
dengan talaknya itu sebagai orang yang tidak sah untuk diri (laki-laki)nya.
Sebagaimana hadits Rasulullah SAW:‫؟‬
Nasa’i meriwayatkan hadits Mahmud bin Lubaid, katanya: Rasulullah
mengkhabarkan kepada kami tentang seorang laki-laki yang
menceraikan istrinya tiga kali sekaligus. Maka beliau berdiri dengan
marah lalu bersabda: “Apakah akan dipermainkan kitab Allah padahal
saya ada ditengah-tengah kamu?” sehingga bangunlah seseorang, lalu
berkata: “Wahai Rasulullah adakah saya boleh membunuh dia?”
Ibnu Qayyim dalam kitab Ighatsatul-lahfaan berkata: “Ia dikatakan
mempermainkan kitab Allah, dikarenakan menyalahi ketentuan talak yang benar
dan menginginkan apa yang tidak dikehendaki oleh Allah. Allah menghendaki
seseorang mentalak satu kali saja, kemudian jika ia mau, dapat kembali kepada

11
istrinya. Lalu mentalaknya lagi jika ia menghendaki, kemudian jika ia
menghendaki, kemudian ia tidak boleh kembali merujuknya lagi setelah itu.
Jika para ulama’bersepakat tentang haramnya mengucapkan tiga kali
talak sekaligus, namun mereka berselisih pendapat jika suami mentalak istrinya
tiga kali dengan sekali ucap. Apakah sah atau tidak? Jumhur ulama’berpendapat
sah. Tetapi sebagian yang lain berpendapat tidak sah. Tetapi yang berpendapat
sah juga masih berselisih. Sebagian ada yang berpendapat bahwa tiga kali
ucapan talak berarti tiga kali talak. Dan sebagian yang lain berpendapat dihitung
sekali talak saja. Sebagian lain lagi membeda-bedakan antara perempuan yang
ditalak itu sudah dikumuli atau belum dikumpuli. Yang sudah dikumpuli
dihitung tiga kali, sedangkan yang belum dikumpuli hanya dihitung sekali talak
saja.
Alasan golongan yang berpendapat seperti diatas ialah dalil-dalil sebagai
berikut:
1. Ayat yang menerangkan bolehnya menjatuhkan sekali talak, dua kali, dan tiga
kali adalah:
⬧⬧⬧⬧⧫⬧➔⧫
⬧◼◆….
Dan jika ia mentalak istri, maka tidak halal baginya sesudah itu sehingga
(bekas istri) kawin dengan laki-laki lain.
◆◼⧫⬧◆
….
Tidak apa bagi kamu jika mentalak istri-istri
◆➔❑☺⬧⬧➔❑
☺⬧⬧◆⧫⬧⚫⬧….
Dan jika kamu menceraikan istri-istrimu sebelum mencampuri mereka,
padahal kamu sudah menetapkan mahar
Dzahir daripada ayat diatas menerangkan bolehnya menjatuhkan sekali
talak, dua kali dan tiga kali. Karena dalam ayat ini tidak membedakan antara
menjatuhkan talak sekali atau dua kali atau tiga kali.
2. Ayat yang membolehkan talak dua kali atau tiga kali dengan sekaligus atau
secara terpisah
“Talak itu dua kali. Karena itu peganglah baik-baik atau ceraikanlah
dengan baik-baik.”

12
Selain ayat-ayat diatas diterangkan pula dalam beberapa riwayat hadits
dibawah ini:
“Dari Sahl bin Sa’id berkata: Tatkala saudara Bani Ajlaan mengutuk
istrinya, ia berkata:”Wahai Rasulullah! Jika saya tetap memegang dia
saya berbuat zalim kepadanya, yaitu (saya) menjatuhkan talak,
menjatuhkan talak, menjatuhkan talak.” (HR. Ahmad)”

“Dari Al-Hasan, berkata: Abdullah bin Umar bercerita kepada kami,


bahwa ia mentalak istrinya diwaktu haid dengan sekali talak. Kemudian
ia ingin menyusulnya dengan dua kali talak lain ketika dua masa haid
kemudiannya. Maka sampailah kejadian itu kepada Rasulullah,
kemudian beliau bersabda:Wahai Ibnu Umar! Tidaklah begitu Allah
memerintahkan. Engkau sesungguhnya telah menyalahi sunnah. Karena
sunnah menetapkan pada waktu suci tetapi engkau menjatuhkan talak
setiap waktu haid”. Dan ia Ibnu Umar berkata:” Maka Rasulullah
memerintahkan saya (untuk merujuk). Lalu sayapun merujuk.
“Kemudian ia berkata:”Apabila ia dalam keadaan suci bolehlah kamu
talak atau kamu pegang terus. “Lalu saya (Ibnu Umar) berkata: “Wahai
Rasulullah! Bagaimana pendapat tuan kalau saya talak tiga kali?
Adakah halal bagiku merujuknya lagi?” Lalu Nabi bersabda:” Tidak.
Karena kau telah mentalak ba’in kepadanya (dan berarti berbuat
terlarang)”.”
Demikianlah pendapat Jumhur Tabi’in dan sebagian besar sahabat serta
para imam empat madzhab.
3. Adapun yang berpendapat hanya dihitung sekali talak, mereka beralasan
dengan dalil-dalil dibawah ini:
Hadits yang diriwayatkan Muslim, bahwasanya Abu ash-Shahba’
berkata kepada Ibn ‘Abbas, “Tahukah kamu bahwa yang tiga itu dulu
dijadikan satu talak saja pada masa Rasulullah SAW, Abu Bakar dan
permulaan masa ‘Umar.? Ia menjawab, “Ya.” Di dalam lafazh yang
lain“dikembalikan kepada satu talak.?”,ia mejawab, “Ya.”

13
Ini merupakan nash yang shahih dan sangat jelas sekali, tidak bisa
ditakwil-takwil atau pun dirubah.

Ringkasan Dari Perselisihan Dan Perdebatan Panjang Itu Adalah:


1. Jumhur Ulama, di antaranya empat imam madzhab, jumhur shahabat dan
tabi’in berpendapat bahwa tiga talak dengan satu kata (lafazh) adalah berlaku
bila seorang suami berkata, “Kamu saya talak (tiga kali)!” dan semisalnya
atau dengan beberapa kata (kamu saya talak, kemudian mengatakan lagi,
kamu saya talak, kemudian mengatakan lagi, kamu saya talak) sekali pun
sebelumnya belum terjadi rujuk dan nikah.
Dalil
a. Hadits Rukanah bin ‘Abdullah bahwasanya ia telah menalak isterinya
secara pasti (talak tiga sekaligus), lalu ia memberitahukan hal itu kepada
Nabi SAW, lantas beliau berkata, “Demi Allah, kamu tidak menginginkan
kecuali hanya satu kali saja.?”
Hadits ini dikeluarkan oleh asy-Syafi’i, Abu Daud, at-Turmudzy, Ibn
Hibban (dia menilainya shahih) dan al-Hakim.
Dari Sisi Pendalilan di dalam hadits tersebut, Rasulullah meminta
kepada suami yang menceraikan itu agar bersumpah bahwa ia tidak
menginginkan dari ucapannya “putus” (talak tiga) tersebut kecuali hanya
satu kali saja. Ini menandakan bahwa seandainya ia (suami) menghendaki
lebih banyak dari itu (lebih dari satu kali) niscaya terjadilah apa yang
diinginkannya.
b. Amalan para shahabat, di antaranya ‘Umar bin al-Khaththab RA yang
menilai talak tiga dalam satu kata (lafazh) berlaku tiga seperti yang
diucapkan suami yang menalak. Tentunya, mereka cukup sebagai panutan.
Selain dalil di atas, masih banyak lagi dalil yang dikemukakan
pendapat ini namun apa yang kami sebutkan tersebut merupakan dalil yang
lebih jelas dan secara terang-terangan.
2. Sekelompok ulama berpendapat tiga talak dalam satu kata (lafazh), atau tiga
talak dalam beberapa kata yang tidak diiringi rujuk dan nikah, tidak jatuh
kecuali hanya satu kali saja (satu talak). Pendapat ini didukung oleh riwayat

14
dari beberapa shahabat, tabi’in dan para tokoh madzhab. Dari kalangan
shahabat terdapat Abu Musa al-Asy’ari, Ibnu ‘Abbas, Ibn Mas’ud, ‘Ali,
‘Abdurrahman bin ‘Auf dan az-Zubair bin al-‘Awwam. Dari kalangan tabi’in
terdapat Thawus, ‘Atha’, Jabir bin Zaid dan mayoritas pengikut Ibn ‘Abbas,
Abdullah bin Musa dan Muhammad bin Ishaq. Dan dari kalangan para tokoh
madzhab terdapat Daud azh-Zhahiri dan kebanyakan sahabatnya, sebagian
sahabat Abu Hanifah, sebagian sahabat Imam Malik, sebagian sahabat Imam
Ahmad seperti al-Majd bin ‘Abdussalam bin Taimiyyah yang memfatwakan
hal itu secara sembunyi-sembunyi dan cucunya, Syaikhul Islam, Ibn
Taimiyyah yang memfatwakannya secara terang-terangan dengan
memfatwakannya di majlis-majlisnya serta kebanyakan pengikutnya, di
antaranya Ibn al-Qayyim yang membela mati-matian pendapat ini di dalam
kitabnya al-Hadyu dan Ighaatsah al-Lahafaan. Di dalam kedua kitabnya
tersebut, beliau memaparkannya secara panjang lebar, menukil berbagai
nash-nash dan membantah pendapat para penentangnya dengan bantahan
yang cukup dan memuaskan.
Dalil
Dalil pendapat ini terdiri dari nash-nash dan qiyas.
Dari nash, di antaranya:Hadits yang diriwayatkan Muslim, bahwasanya Abu
ash-Shahba’ berkata kepada Ibn ‘Abbas, “Tahukah kamu bahwa yang tiga itu
dulu dijadikan satu talak saja pada masa Rasulullah SAW, Abu Bakar dan
permulaan masa ‘Umar.? Ia menjawab, “Ya.” Di dalam lafazh yang lain,
“dikembalikan kepada satu talak.?”, ia mejawab, “Ya.”
Ini merupakan nash yang shahih dan sangat jelas sekali, tidak bisa ditakwil-
takwil atau pun dirubah.
Sedangkan dari Qiyas:
Mengumpulkan tiga sekaligus adalah diharamkan dan merupakan bid’ah
sebab Nabi SAW bersabda, “Barangsiapa yang melakukan suatu amalan
(dalam agama) yang bukan berasal dari kami, maka ia tertolak.” Jadi,
menjatuhkan (talak) tiga sekaligus bukan termasuk perkara yang berasal dari
Rasulullah SAW sehingga ia tertolak.
Bantahan Terhadap Pendapat Pertama

15
Pendapat ke-dua ini membantah dalil-dalil pendapat pertama sbb:
Mengenai hadits Rukanah; di dalam sebagian lafazhnya terdapat, “Ia
menalaknya tiga kali.” Dan di dalam lafazh yang lain, “Satu kali.” Sementara
di dalam riwayat lain lagi terdapat lafazh, “al-Battah.” (putus). Oleh karena
itu, al-Bukhari berkata mengenainya, “Ia hadits Muththarib.” (merupakan
jenis hadits Dla’if/lemah-red)
Imam Ahmad mengatakan, “semua jalur periwayatannya lemah.
Sebagian mereka (ulama) mengatakan, di dalam sanadnya terdapat periwayat
yang tidak dikenal (majhul), di dalamnya terdapat orang yang lemah dan
ditinggalkan (periwayatannya tidak digubris).”
Syaikhul Islam, Ibn Taimiyyah berkata, “Kualitas hadits Rukanah
menurut para imam hadits, lemah. Dinilai lemah oleh Ahmad, al-Bukhari,
Abu ‘Ubaid dan Ibn Hazm sebab para periwayatnya bukanlah orang-orang
yang dikenal sebagai orang-orang yang adil dan kuat hafalannya (Dhabith).”
Sedangkan hadits ‘Aisyah RHA tidak tepat untuk dijadikan dasar berdalil
sebab bisa jadi yang dimaksud dengan tiga tersebut adalah urutan terakhir
bagi seorang suami yang manalak, dari tiga talak yang dimilikinya. Manakala
ada kemungkinan seperti itu, maka berdalil dengannya pun menjadi batal.
Hadits itu masih bersifat global (mujmal) sehingga dapat diarahkan kepada
hadits Ibn ‘Abbas yang sudah dijelaskan (mubayyan) sebagaimana yang
berlaku dalam ilmu ushul fiqih.
Adapun berdalil dengan amalan para shahabat, maka perlu
dipertanyakan; siapa di antara mereka yang patut dan lebih utama untuk
diikuti?
Kami katakan: bahwa jumlah mereka itu (para shahabat) lebih dari
ratusan ribu. Bilangan orang yang banyak ini di mana orang nomor satu
mereka adalah nabi mereka sendiri, yakni Rasulullah SAW menilai tiga talak
tersebut sebagai jatuh satu kali. Hingga akhir hayat Rasulullah, kondisinya
tetap seperti itu; khalifah beliau, Abu Bakar ash-Shiddiq RA memberlakukan
hal itu hingga wafat, lalu ia digantikan khalifah ‘Umar RA. Di awal
pemerintahannya, kondisi tersebut pun masih berlaku sebagai yang berlaku
pada masa Rasulullah SAW. Setelah itu lah baru tiga talak itu dijadikan tiga

16
seperti angkanya sebagaimana telah kami jelaskan sebabnya.Jadi, mayoritas
shahabat yang wafat sebelum kekhalifahan ‘Umar tetap menjalankan dan
memberlakukan tiga talak itu dianggap satu kali saja.
Dengan begitu, kita ketahui bahwa berdalil dengan amalan para shahabat
RA telah dibatalkan dengan semi ijma’ mereka (para shahabat) pada masa
Abu Bakar ash-Shiddiq RA.
Tentunya, ‘Umar bin al-Khaththab amat jauh dari melakukan suatu
amalan yang bertentangan dengan amalan yang pernah dilakukan pada masa
Rasulullah SAW. Yang ia lakukan, bahwa ia melihat banyak orang yang
terburu-buru dan sering sekali melakukan talak tiga padahal ini merupakan
perbuatan bid’ah yang diharamkan. Karena itu, ia melihat perlunya
memberikan pelajaran atas ucapan mereka tersebut sekaligus sebagai sanksi
atas dosa yang mereka lakukan. Demikian pula, atas tindakan mereka yang
sengaja ingin menyulitkan diri sendiri padahal sudah mendapat kelapangan
dan toleransi yang tinggi. Apa yang dilakukan ‘Umar ini semata adalah
sebuah ijtihad layaknya ijtihad yang dilakukan para ulama tokoh di mana bisa
berbeda seiring dengan perbedaan zaman dan tidak akan tetap sebagai sebuah
produk syari’at yang mengikat, yang tidak dapat berubah. Yang tetap dan
mengikat itu hanya syari’at pokok dari masalah ini (masalah talak-red).
Syaikhul Islam, Ibn Taimiyyah RAH berkata, “Jika ia (suami)
menalaknya (isterinya) dengan talak tiga dalam masa suci baik satu kata atau
beberapa kata seperti ‘Kamu ditalak, kamu ditalak, kamu ditalak’ atau ‘kamu
ditalak’ kemudian berkata lagi, ‘kamu ditalak’, kemudian berkata lagi, ‘kamu
ditalak’, menurut para ulama baik Salaf mau pun khalaf terdapat tiga
pendapat dalam hal ini, baik wanita yang ditalak itu sudah disetubuhi mau
pun belum:Pertama, Bahwa hal itu merupakan talak yang dibolehkan dan
mengikat; ini adalah pendapat asy-Syafi’i dan Ahmad dalam satu riwayat
lamanya (dipilih oleh al-Kharqy)Ke-dua, Bahwa hal itu merupakan talak
yang diharamkan dan mengikat; ini adalah pendapat Malik, Abu Hanifah dan
Ahmad (yang dipilih oleh kebanyakan sahabatnya). Pendapat ini juga dinukil
dari kebanyakan ulama Salaf dan Khalaf dari kalangan para shahabat dan
Tabi’in.Ke-tiga, Bahwa ia merupakan talak yang diharamkan dan hanya

17
berlaku satu kali talak saja; ini pendapat yang dinukil dari sekelompok ulama
Salaf dan Khalaf dari kalangan para shahabat. Pendapat ini juga diambil
kebanyakan Tabi’in dan generasi setelah mereka. Juga, merupakan pendapat
sebagian sahabat Abu Hanifah, Malik dan Ahmad.

E. PengertianNusyuz
Kata nusyuz dalam bahasa arab merupakan bentuk mashdar (akar
kata) yang berarti duduk kemudian berdiri, berdiri dari, menonjol, menentang
atau durhaka.11 Dalam kontek pernikahan, makna nusyuz yang tepat untuk
digunakan adalah menentang atau durhaka. Sebab makna inilah yang paling
mendekati dengan persoalan rumah tangga. Menurut Al-Qurtubi nusyuz adalah
mengetahui dan menyakini bahwa istri itu melanggar apa yang sudah menjadi
ketentuan Allah dari pada taat kepada suami. Sedangkan menurut istilah, dalam
kitab al-bajuri dikatakan bahwa nusyuz adalah keluara dari ketaatan (secara
umum) dari istri atau suami atau keduanya.
Dari beberapa definisi diatas bisa ditarik kesimpulan bahwa yang
dimaksud dengan nusyuz adalah pelanggaran komitmen bersama terhadap apa
yang menjadi kewajiban dalam rumah tangga. Adanya tindakan nusyuz ini
adalah merupakan pintu pertama dalam kehancuran rumah tangga. Untuk itu
demi kelanggengan rumah tangga sebagaimana yang menjadi tujuan setiap
pernikahan, maka suami maupun istri mempunyai hak yang sama untuk menegur
masing-masing pihak yang ada tanda-tanda melakukan nusyuz.

F. Macam-Macam Nusyuz
1. Nusyuz perempuan atau istri
Dilihat dari sifat istri pada suaminya dapat dipilah menjadi dua,
pertama istri yang solihah yaitu istri yang tunduk dan taat kepada perintah
Allah dan perintah suami dan lain-lain. Kedua istri yang berusaha keluar dari
kewajibannya sebagai istri, meninggalkan suaminya sebagai pucuk pimpinan

11
Ahmad Warsan Munawir, Al-Munawir Kamus Arab Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka
Progresif, 1994). 15-17

18
rumah tangga dan menghendaki agar kehidupan rumah tangga menjadi
berantakan. Istri yang demikian itu disebut istri yang nusyuz. 12
Dalil al-quran mengenai nusyuz perempuan ada dalam surat An-Nisa’
ayat 34 yang artinya:
“Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya maka nasehatilah
mereka dan pisahkan diri dari tempat tidur mereka dan pukulah mereka,
kemudian jika mereka mentaatimu maka janganlah mencari-cari jalan
untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah maha tinggi lagi maha
besar”.
a. Tanda-tanda nusyuz perempuan (istri) itu antara lain:
Para imam mazhab yang empat juga mengumumkan beberapa tanda
nusyuz istri lainya :
1) Nusyuz dengan ucapan adalah
a) Tidak cepat menjawab suaminya berdasarkan bukan kebiasaan
b) Tidak nyata atau tidak jelas penghormatan kepada suaminy
c) Tidak mendatangi kecuali dengan bosan, jamu atau dengan muka
yang cemberut.
2) Nusyuz dengan perbuatan
a) Apabila biasanya kalau diajak tidur maka ia menyambut dengan
senyum dan wajah berseri tetapi kemudian ia berubah menjadi
enggan dan menolak dengan wajah yang tidak menyenangkan.
b) Kemudian yang biasanya sang suami pulang kerja disambut dengan
hangat dan menyiapkan segala keperluannya, kemudian ia berubah
dengan sikap tidak perduli lagi.
b. Cara penyelesaian.
Jika istri melakukan nusyuz ada beberapa cara yang bisa ditempuh
suami untuk meredakan nusyuz sang istri, diantaranya:
1) Menasehati dengan tegas agar ia dapat kembali menjalankan
kwajibannya dengan baik sebagai istri. Disini suami dituntut bijaksana
dalam perkataan dan perbuatan, tegas buakn berarti kasar.

12
Supriyatna dkk, Fiqh Munakahat II, (Yogyakarta: Bidang Akademik UIN, 2008),5.

19
2) Berpisah tempat tidur. Cara ini baru dilakukan jika cara yang pertama
tidak mempan.
3) Jika cara pertama dan kedua tidak bisa membuat istri berubah menjadi
taat kepada komitmen bersama dalam membangun rumah tangga, maka
jalan terakhirnya adalah dengan memukulnya. Akan tetapi pemukulan
disini tidak bisa diartikan sebagai memukul dengan tangan atau dengan
alat secara kasar, apalagi melukai.13
2. Nusyuz laki-laki atau suami.
Suami nusyuz mengandung arti pendurhakaan suami kepada Allah
karena meninggalkan kewajibanya kepada istri, hal ini terjadi bila ia tidak
melaksanakan kewajiban kepada istrinya baik meninggalkan kewajiban yang
bersifat materi maupun non materi.14Allah SWT berfirman dalam Al-Quran
suart An-Nisa’ ayat 128 yang berarti :
“Dan jika wanita khawatir tentang nusyuz atau sikap tidak acuh dari
suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian
yang sebenar-benarnya dan perdamian itu lebih baik bagi mereka
walaupun manusia itu menurut thabiatnya adalah kikir. Dan jika kamu
bergaul dengan istrimu dengan baik, dan mereka memlihara dirimu (dari
nusyuz dan sikap acuh) maka sesungguhnya Allah adalah maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
a. Tanda tanda Nusyuz Suami
Nusyuz suami pada dasarnya adalah jika suami tidak memenuhi
kewajibannya, antara lain:
1) Memberikan mahar sesuai dengan permintaan istri
2) Memberikan nafkah lahir sesuai dengan pendapatan suami
3) Menyiapkan peralatan rumah tangga, perlengkapan dapur, perlengkapan
kamar utama seperti alat rias dan perlengkapan mandi sesuai keadaan
dirumah istri.
4) Menyiapkan pembantu bagi istri yang rumahnya memiliki pembantu

13
Ali Yusuf As Subki, Fiqh Keluarga, (Jakarta: Amzah, 2010), 312
14
Supriyatna dkk, Fiqh Munakahat II, (Yogyakarta: Bidang Akademik UIN, 2008), 9.

20
5) Menyiapkan bahan makanan minuman setiap hari untuk istri dan anak-
anak dan pembantu kalau ada
6) Memasak, mencuci, menyetrika dan pekerjaan rumah
7) Memberikan rasa aman dan nyaman dalam rumah tangga
8) Membayar upah kepada istri jika istri meminta bayaran atas semua
pekerjaannya
9) Bebruat adil, apabila memiliki istri lebih dari satu
10) Berbuat adil diantara anak-anaknya
b. Cara penyelesaian
Dalam nusyuz suami ini yang ditekankan cara penyelesainnya adalah
dengan cara sebagai berikut:
1) Dengan melakukan Ishlah (perdamaian)
2) Jika cara tersebut tidak berhasil maka suami dan istri harus menunjuk
hakam dari kedua belah pihak. Hakam ini juga bisa datang dari pihak
keluarga, tokoh masyarakat atau pemuka agama, atau bisa juga melalui
KUA. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Al Quran surat An
Nisa’ ayat 35 yang artinya
“Dan jika kamu khawatir ada persengketaan antara keduanya, maka
angkatlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam
dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam tersebut bermaksud
mengadakan perbaikan, niscaya Allah member taufiq kepada suami
istri itu, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.
3) Apabila kedua cara itu masih belum berhasil maka hakim boleh
menjatuhkan Ta’zir. Adapun bentuk ta’zir nya antara lain pemukulan
yang tidak melukai, tempelengan yaitu pemukulan dengan keseluruhan
telapak tangan, penahanan (penjara), mencela dengan perkataan,
mengasingkan dari daerah asal sapai pada jarak tempuh yang boleh
melakukan qasar, dan memecat dari kedudukannya. Bentuk dan jenis
ta’zir ini diserahkan kepada pemerintah atau pejabat yang berwenang.
4) Apabila dengan jalan ta’zir ini suami masih melakukan nusyuz, maka
istri bisa menempuh jalur hukum juga berupa fasakh. Hal ini bisa
dilakukan apabila suami tidak memberikan nafkah selama 6 bulan.

21
G. AKIBAT NUSYUZ
Sebagai akibat hukum dari perbuatan nusyuz ini menurut jumhur ulama,
mereka sepakat bahwa istri yang tidak taat kepada suaminya tanpa adanya suatu
alasan yang dibenarkan menurut syar’i atau secara ‘aqli maka istri itu dianggap
nusyuz dan tidak berhak mendapatkan nafkah, dan jika suami itu memiliki istri
lebih dari satu (poligami) maka terhadap istri yang nusyuz selain tidak diberikan
nafkah juga tidak wajib memberikan gilirannya tetapi masih wajib memberikan
tempat tinggal.
Sedangkan nusyuz suami, menurut Imam Malik menjelaskan bahwa jika
suami melakukan nusyuz maka istri boleh melaporkannya kepada hakim
pengadilan untuk membrikan nasehat kepada suami tersebut apabila si suami
belum bisa diajak damai dengan cara musyawarah.

22
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari tulisan tersebut di atas maka dapat diambil suatu kesimpulan
(konklusi ) bahwa:
1. Talak adalah perceraian yang dilakukan dan diucapkan oleh suami terhadap
isterinya di depan persidangan Pengadilan setelah Pengadilan memberi izin
kepada suami (Pemohon)
2. Talak yang diucapkan di luar persidangan Pengadilan merupakan talak liar,
keabsahannya secara hukum tidak sah karena dianggap tidak pernah terjadi
perceraian.
3. Perceraian/talak yang dijatuhkan atau diucapkan melalui putusan atau dalam
sidang Pengadilan dimaksudkan untuk membela hak kewajiban, status suami
isteri secara hukum, sekaligus memberi pendidikan hukum agar
perceraian/talak tidak sewenang-wenang dilakukan tanpa adanya proses,
pembuktian-pembuktian.
4. Sebagai hakim muslim perlu memberi pengertian kepada pihak-pihak yang
telah menjatuhkan talak liar ditinjau secara hukum serta memberi solusi
terhadap perkara yang diajukan.
Talak sunni, adalah talak yang dijatuhkan suami sesuai dengan petunjuk
yang disyariatkan Islam, yaitu :
a. Menalak isteri harus secara bertahap (dimulai dengan talak satu, dua dan tiga)
dan diselingi rujuk.
b. Isteri yang ditalak itu dalam keadaan suci dan belum digauli dan c. Isteri
tersebut telah nyata-nyata dalam keadaan hamil.

B. Saran
Makalah ini masih memiliki berbagai jenis kekurangan olehnya itu kritik
yang sifatnya membangung sangat kami harapkan.

23
DAFTAR PUSTAKA
Rasjid H. Sulaiaiman, Fiqih Islam, Sinar Baru Algensido Bandung 42 : 2009
Taqiuddin Muhammad, Kifayatul Akhyar ,2009
Hakim Abdul Hamid, Mu’ainul Mubin, 2007
Ahmad Warsan Munawir, Al-Munawir Kamus Arab Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka
Progresif, 1994).
Ali Yusuf As Subki, Fiqh Keluarga, (Jakarta: Amzah, 2010).
Asy-Syekh Muhammad bin Qosim Al-Ghazy, Fat-hul Qorib jilid 2, Penerjemah:
Achmad Sunarto, (Surabaya: Al-Hidayah, 1992).
Dr. H. Abd. Rahman Ghazaly, M.A., Fiqih Munakahat,(Jakarta: Kencana, 2006), cet.
Ke-2.
Jalaluddin Asy-Syuyuthi dan Jalaluddin Muhammad Ibn Ahmad Al-Mahally, Tafsir
Jalalain,Penerjemah: Dani Hidayat, (Tasikmalaya: Pesantren Persatuan Islam
91, 2009)
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 8, Penerjemah: Drs. Mohammad Thalib, (Bandung: PT
Al-Ma’arif, 1980).
Supriyatna dkk, Fiqh Munakahat II, (Yogyakarta: Bidang Akademik UIN, 2008).

24

Anda mungkin juga menyukai