Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada dasarnya perceraian itu adalah hal yang dibolehkan tetapi hala tersebut adalah
hal yang dibenci Allah SWT. Maka dari itu, sebisa mungkin manusia menghindari
perceraian. Tetapi apabila sudah terlanjur bercerai, maka haruslah berpikir kembali
tentang apa yang sudah diputuskan karena suami mempunyai hak, yaitu hak merujuk
kepada istri yang sudah terlanjur diceraikan. Suatu perkawinan dapat putus dan berakhir
karena beberapa hal, yaitu karena terjadi talah yang dijatuhkan kepada suami kepada
istrinya atau karena perceraian yang terjadi antara keduanya, atau karena sebab-sebab
lain. Hal-hal yang mengakibatkan putusnya perkawinan akan dijelaskan dalam makalah
ini..
Namun disetiap perceraian antara suami dan istri ada kata untuk kembali. Pada
dasarnya rujuk berarti kembali. Kita semua mengetahui bahwa pernikahan ialah ikatan
yang sangat kuat antara laki-laki dan perempuan (mitsaqah ghalidhon) sebagaimana
dalam KHI disebutkan, terlepas dari itu muncul berbagai permasalahan-permasalahan
dalam pernikahan seperti talak, cerai dan rujuk.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang menjadi acuan utama penulisan makalah ini adalah:
1. Apa pengertian talak dan rujuk?
2. Bagaimana pembagian klasifikasi talak?
3. Bagaimana hukum talak dan rujuk dalam pernikahan?
4. Apa yang menjadi syarat sahnya talak dan rujuk?
5. Apa sebab terjadinya rujuk?
6. Bagaimana tata cara rujuk?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian talak dan rujuk.
2. Untuk mengetahui pembagian klasifikasi talak.
3. Untuk mengetahui hukum talak dan ruju dalam pernikahan.
4. Untuk mengetahui syarat syahnya talak dan rujuk.
5. Untuk mengetahui sebab terjadinya rujuk.
6. Untuk mengetahui tata cara rujuk.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Talak (Perceraian)


A. Pengertian Talak
Secara etimologis, talak berarti melepas ikatan. Talak berasal dari kata itlaq yang
berarti melepaskan atau meninggalkan.1 Sedangkan menurut istilah shara’ , talak yaitu
“melepaskan tali perkawinan dan mengakhiri hubungan suami istri.”Abdul Djamali dalam
bukunya, hukum Islam, mengatakan bahwa perceraian merupakan putusnya perkawinan antar
suami istri dalam hubungan keluarga.Dari definisi yang telah penulis kemukakan di atas, maka
dapat penulis simpulkan bahwa yang dimaksud talak adalah melepas adanya tali perkawinan
antara suami-istri dengan menggunakan kata khusus yaitu kata talak atau semacamnya
sehingga istri tidak halal baginya setelah ditalak dalam arti tidak boleh mengadakan hubungan
suami-istri tanpa diadakan rujuk terlebih dahulu dalam masa iddah nya.

B. Hukum Talak

Mengenai hukum talak, terdapat perbedaan pendapat ahli fiqh. Syekh Shalih Al-Fauzan
menulis dalam kitabnya al mulakhos al fiqhiy : “Adapun hukumnya berbeda-beda sesuai
dengan perbedaan keadaan, terkadang hukumnya mubah, terkadang hukumnya makruh,

terkadang hukumnya sunah, terkadang hukumnya wajib, dan terkadang hukumnya haram.
Hukumnya sesuai dengan hukum yang lima”

a.Makruh

Talak yang hukumnya makruh yaitu ketika suami menjatuhkan talak tanpa ada hajat
(kebutuhan) yang menuntut terjadinya perceraian. Padahal keadaan rumah tangganya berjalan
dengan baik.

b. Haram

Talak yang hukumnya haram yaitu ketika dijatuhkan tidak sesuai petunjuk shar’i . Yaitu
suami menjatuhkan talak dalam keadaan yang dilarang dalam agama kita. dan terjadi pada dua
keadaan:

Pertama: Suami menjatuhkan talak ketika istri sedang dalam keadaan

haid.
2
Kedua: Suami menjatuhkan talak kepada istri pada saat suci setelah

digauli tanpa diketahui hamil/tidak.

c. Mubah(Boleh)

Talak yang hukumnya mubah yaitu ketika suami berhajat atau mempunyai alasan untuk
menalak istrinya. Seperti karena suami tidak mencintai istrinya, atau karena perangai dan
kelakuan yang buruk yang ada pada istri sementara suami tidak sanggup bersabar kemudian

menceraikannya, namun bersabar lebih baik.

d. Sunnah

Talak yang hukumnya sunnah ketika dijatuhkan oleh suami demi Kemaslahatan istrinya serta
mencegah kemudaratan jika tetap bersama dengan dirinya, meskipun sesungguhnya suaminya
masih mencintainya. Seperti sang istri tidak mencintai suaminya, tidak bisa hidup dengannya
dan merasa khawatir tidak bisa menjalankan tugasnya sebagai seorang istri. Talak yang
dilakukan suami pada keadaan seperti ini terhitung sebagai kebaikan terhadap istri.

e. Wajib

Talak yang hukumnya wajib yaitu bagi suami yang meng-ila’ istrinya (bersumpah tidak
akan menggauli istrinya) setelah masa penangguhannya selama empat bulan telah habis,
bilamana ia enggan kembali kepada istrinya. Hakim berwenang memaksanya untuk mentalak
istrinya pada keadaan ini atau hakim yang menjatuhkan talak tersebut.

C. Syarat Syahnya Talak

 Suami
Hak talak hanya dimiliki oleh laki – laki karena ia lebih bisa mengendalikan emosi, dan
lebih sanggup memikul beban – beban kehidupan. Sehingga, seorang laki – laki tidak
tergesa – gesa ketika harus menjatuhkan talak kepada istrinya. Ia lebih bisa
mendahulukan akal daripada perasaan. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda : “
Talak itu hanyalah bagi yang mempunyai kekuatan (suami).” (HR. Ibnu Majah dan
Daruquthni)
Suami yang menceraikan istrinya diisyaratkan:
-Telah dewasa
-Berakal sehat
-Atas kesadaran dan kehendak sendiri

3
-Ucapan talak yang dikemukakannya berdasarkan kesadaran dan kesengajaan
 Istri
Istri dikenai hukum talaq bila berada dalam empat keadaan. Pertama, benar – benar ada
hubungan pernikahan diantara keduanya (suami istri). Kedua, seorang istri masih
berada dalam masa iddah talak raj’i atau bainunah sughra. Ketiga, seorang istri berada
dalam masa iddah perceraian yang diakui oleh syari’at. Keempat, seorang istri berada
dalam masa iddah fasakh yang diakui oleh syari’at.
 Sighat Talaq
Sighat talaq adalah lafal yang menyebabkan terputusnya hubungan pernikahan, baik
secara jelas (sharih) maupun sindiran (kinayah) dengan syarat harus disertai dengan
adanya niat. Namun demikian, tidak cukup hanya dengan niat saja, sebagaimana yang
disabdakan Rasulullah SAW : “Sesungguhnya Allah memberikan ampunan bagi
umatku apa – apa yang terdetik di dalam hati mereka, selama mereka ucapkan atau
kerjakan.” ( H.R. Muttafaqun ‘Alaih)

Secara umum, sighat talak terbagi menjadi dua, yaitu :

1. Mutlak

Sighat mutlak adalah lafal yang telah diucapkan tanpa syarat apapun. Sighat Mutlak dibagi
menjadi dua, yatitu sharih (jelas) dan kinayah (sindiran). Mutlak sharih adalah lafal talak yang
dapat dipahami maknanya saat diucapkan, dan tanpa mengandung makna lain. Lafadz sharih
tidak membutuhkan niat. Hanya saja lebih utama jika disertai dengan kata “istri”. Misalnya,
seorang laki – laki mengatakan, “ Istriku saya talak “.

Mutlak kinayah adalah lafal talak yang mengandung banyak makna, sehingga bisa ditakwilkan
dengan makna yang berbeda – beda. Lafadz talak yang tergolong kinayah terbagi menjadi dua,
yaitu kinayah Zhahirah dan Muhtamilah. Kinayah zhahirah adalah sindiran yang jelas.
Misalnya, seorang suami berkata kepada istrinya “ Beriddahlah “. Maka, kata – kata tersebut
termasuk dalam kategori kinayah zhahirah, yaitu sindiran yang hampir bisa dipastikan
maksudnya adalah talak. Sedangkan kinayah muhtamilah adalah sindiran yang mengandung
banyak makna (multi tafsir). Misalnya, seorang laki – laki mengatakan kepada istrinya, “ Saya
melepaskanmu “.

Imam Malik mengatakan bahwa kinayah muhtamilah itu tergantung kepada niat. Jika
seseorang meniatkan talak, maka keduanya harus dipisahkan. Sedangkan jika tidak meniatkan
talak maka keduanya masih sah sebagai suami istri.
4
Jumhur ulama mengatakan bahwa kinayah muhtamilah yang diucapkannya itu sama sekali
tidak menyebabkan talak.

2. Muqayyad

Kadang – kadang seorang laki – laki mengucapkan lafal talak kepada istrinya dengan embel –
embel kata tertentu berupa syarat atau pengecualian. Salah satu syarat atau pengecualian yang
disandingkan dengan lafal talak adalah kehendak, baik kehendak Allah maupun kehendak
Manusia. Misalnya, seorang laki – laki berkata kepada istrinya, “ Engkau saya talak, jika Allah
berkehendak “.

Talak yang tidak sah:

1. Talak karena dipaksa

Pada bagian sebelumnya telah dijelaskan bahwa salah satu syarat sahnya talak adalah harus
berasal dari keinginan suami sendiri. Dalam ketentuan syara’, jika seseorang dipaksa untuk
kufur, dan ia benar – benar tidak bisa menghindari darinya, maka ia boleh melakukannya dan
tidak berdosa. Hal tersebut sesuai dengan firman Allah SWT :

Artinya :

“...kecuali, orang yang dipaksa kafir, padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (ia tidak
berdosa)...” (QS. An-Nahl [16]: 106).

Jumhur ulama mengatakan bahwa hukum talak yang diucapkan oleh seorang suami yang
dipaksa melakukannya adalah tidak sah, dan tidak mengakibatkan terjadinya perceraian.
Madzhab Syafi’i termasuk dalam kelompok ini, hanya saja mereka membedakan antara ada
atau tidaknya niat didalamnya. Talak yang dipaksa dan dilandasi oleh niat maka hukumnya

5
sah. Sebaliknya, jika talak yang dipaksa tersebut tidak mengandung unsur niat maka talaknya
tidak sah.

2. Talak yang diucapkan oleh orang yang mabuk

Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum talak yang diucapkan oleh orang yang mabuk.
Jumhur ulama mengatakan bahwa talak yang diucapkan oleh orang yang mabuk hukumnya
sah. Alasannya, mabuk yang dialaminya adalah perbuatan dan keinginan sendiri.

Imam asy-Syaukani Rahimakumullah mengatakan, “orang yang mabuk dan tidak bisa
menggunakan akalnya maka talaknya tidak sah, karena tidak adanya ‘illat yang menyebabkan
sahnya talak. Syariat telah menentukan hukum talak bagi orang yang mabuk. Sehingga, akal
kita tidak boleh melangkahinya dengan mengatakan bahwa hukum talak orang tersebut adalah
sah.”

3. Talak yang diucapkan oleh orang yang sedang marah

Berdasarkan penelitian yang mendalam, ada tiga jenis atau tingkatan kemarahan :

a. Pertama, orang yang sedang marah sampai akalnya tidak berfungsi, kemudian ia
menjatuhkan talak kepada istrinya, maka talaknya tidak sah dan tidak menyebabkan perceraian
diantara keduanya. Biasanya, orang yang sedang marah besar tidak menyadari apa yang
diucapkan, karena ia sudah dikuasai emosi dan nafsu.

b. Kedua, marah yang terkendali sehingga akal seseorang yang mengalaminya masih
berfungsi dengan baik. Para ulama sepakat bahwa orang yang mengucapkan talak dalam
keadaan marah seperti ini, hukumnya sah dan keduanya harus dipisahkan.

c. Ketiga, marah yang berada di antara keduanya, yaitu antara berlebih-lebihan dan terkendali.
Para ulama sepakat bahwa orang yang menjatuhkan talak dalam keadaan marah seperti ini,
hukumnya sah dan kedua pasangan harus dipisahkan.

4. Talak yang diucapkan tanpa niat (kesengajaan)

Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum talak yang diucapkan oleh seseorang tanpa
sadar atau unsur kesengajaan. Jumhur ulama berpendapat bahwa talak yang diucapkannya
adalah sah, dan keduanya harus dipisahkan. Hal tersebut sesuai dengan sabda Rasulullah SAW
:

6
“Tiga perkara yang seriusnya adalah serius, dan candanya adalah serius, yaitu nikah, talak, dan
rujuk”. (HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan Tirmidzi).

Sedangkan menurut Muhammad Baqir, Ja’far Shadiq, serta salah satu pendapat Imam Ahmad
dan Imam Malik bin Anas menegaskan bahwa talak yang diucapkan tanpa adanya unsur
kesengajaan maka hukumnya tidak sah, dan keduanya tetap berada dalam ikatan tali
pernikahan. Oleh karena itu, talak yang tidak mengandung unsur kesengajaan hanyalah
permainan yang tidak terkena sanksi hukum. Pendapat ini Didasarkan pada Firman Allah SWT
yang menjelaskan tentang pentingnya Azam (keinginan/niat). Berikut :

Artinya :

“Dan, jika mereka berazam (berketetapan hati untuk) talak, maka sesungguhnya Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. Al-Baqarah [2]: 227)

Termasuk dalam kategori ini adalah talak yang dijatuhkan oleh seseorang yang lupa atau lalai.
Rasulullah SAW juga bersabda, “Amalan itu tergantung pada niat”.

5. Talak yang diucapkan oleh orang yang terkejut

Dalam kehidupan sehari – hari kita sering menjumpai orang yang latah. Sehingga, ia mudah
mengatakan ucapan sesuatu tanpa sadar, dan terjadi secara spontan. Dalam keadaan seperti ini,
talak yang diucapkannya adalah tidak sah, dan keduanya tetap berada dalam ikatan pernikahan.

D. Klasifikasi Talak

Adapun talak ditinjau dari segi boleh tidaknya suami rujuk kembali

dibagi menjadi dua macam yaitu:

a. Talak Raj’i

Talak raj’i yaitu talak satu atau talak dua tanpa iwad (penebus talak) yang dibayar istri kepada
suami yang dalam masa iddah suami dapat merujuk kembali (tanpa akad) kepada istrinya.

Firman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 229:

7
Artinya: “Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang
ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik”

Maksud dari ayat tersebut yakni dalam talak raj’i seorang suami berhak merujuk istrinya baik
setelah talak yang pertama, begitu pula ia masih berhak merujuki istrinya setelah talak yang
kedua, sepanjang istrinya masih dalam masa iddah , baik istri tersebut bersedia dirujuk maupun
tidak. Jika suami hendak merujuknya maka cukup baginya mengucapkan “aku telah
merujuknya kembali.” Dan disunahkan pada saat rujuk tersebut menghadirkan dua orang saksi
yang adil. Adapun yang termasuk dalam kategori talak raj’i adalah sebagai berikut:

1) Talak satu atau talak dua tanpa iwad dan telah kumpul.

2) Talak karena ila’ yang dilakukan Hakim.

3) Talak Hakamain artinya talak yang diputuskan oleh juru damai

(hakam) dari pihak suami maupun dari pihak istri.

b. Talak Ba’in

Talak Ba’in ialah talak yang tidak memberi hak rujuk bagi seorang suami terhadap bekas
istrinya. Talak ba’in ada dua macam, yakni:

1) Talak Ba ’in Sughra ( Ba’in Kecil)

Ialah talak talak yang tidak boleh dirujuk tapi boleh akad nikah baru dengan bekas suaminya
meskipun dalam iddah . Sebagaimana

8
Firman Allah dalam surah Al-Ahzab ayat 49:

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan-perempuan yang
beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya maka sekali-kali
tidak wajib atas mereka id d ah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya, Maka berilah
mereka mut'ah dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yangsebaik-baiknya”.

2) Talak Ba’in Kubr a ( Ba’in Besar)

Ialah talak tiga (dilakukan sekaligus atau berturut-turut) suami tidak dapat memperistrikan lagi
bekas istrinya, kecuali bekas istrinya tersebut telah kawin lagi dengan laki-laki lain yang

kemudian bercerai setelah mengadakan hubungan kelamin dan habis masa iddah nya.

Firman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 230:

Artinya: “Kemudian jika si suami menlalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan
itu tidak halal lagi baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain”.

Seorang suami yang mentalak istrinya boleh mengawini istrinya kembali apabila telah
memenuhi syarat syarat sebagai berikut:

a. Istri telah kawin dengan laki-laki lain

b. Istri telah dicampuri oleh suaminya yang baru

c. Istri telah dicerai oleh suami yang baru

d. Telah habis masa iddah nya.

Dengan demikian, pada talak ba’in kubra suami tidak berhak lagi merujuki mantan istrinya,
kecuali sudah memenuhi komponen syarat-syarat di atas.

9
Sedang talak ditinjau dari segi waktu menjatuhkan dibagi menjadi dua macam, yaitu:

a. Talak sunn’i

yaitu talak yang dijatuhkan sesuai dengan tuntunan sunah. Dikatakan talak

sunn’i jika memenuhi empat syarat

1) Istri yang ditalak sudah pernah digauli. Bila talak yang dijatuhkan terhadap istri yang belum
pernah digauli, tidak termasuk talak sunn’i .

2) Istri dapat segera melakukan iddah suci setelah ditalak yaitu dalam keadaan suci dari haid.
Menurut ulama Syafi’iyah, perhitungan iddah bagi wanita berhaid ialah tiga kali suci, bukan
tiga kali haid.

3) Suami tidak pernah menggauli istri selama masa suci dimana talak itu dijatuhkan. Talak
yang dijatuhkan oleh suami ketika istri dalam keadaan suci dari haid tetapi pernah digauli, tidak

termasuk talak sunn’i .

4) Mentalak istri harus secara bertahap (dimulai dengan talak satu, dua dan tiga) dan diselingi
rujuk.

b. Talak bid’i

yaitu talak yang dijatuhkan tidak sesuai atau bertentangan dengan tuntunan sunah. Yang
termasuk kategori talak bid’i yaitu:

1) Talak yang dijatuhkan pada istri disaat dalam keadaan suci dan telah dicampuri, sedang
masalah hamil atau tidaknya belum diketahui.

2) Talak yang dijatuhkan kepada istri disaat haid atau nifas.

Sedangkan talak ditinjau dari segi pengungkapannya bentuk talak ada beberapa macam,
yakni:

a. Talak Sarih

Talak sarih yaitu talak dimana suami tidak lagi membutuhkan adanya niat, akan tetapi cukup
dengan mengucapkan kata talak secara sarih (tegas). Seperti dengan mengucapkan “aku cerai”
atau “kamu telah aku cerai”. Apabila suami menjatuhkan talak terhadap istrinya dengan talak

10
sarih maka jatuhlah talak itu dengan sendirinya sepanjang ucapannya itu dinyatakan dalam
keadaan sadar dan atas kemauannya sendiri.

b. Talak Kinayah

Talak kinayah yaitu lafadh yang maknanya bisa diartikan talak atau selainnya. Misalnya
perkataan suami‚ “saya melepas kamu, atau kamu saya lepas, atau saya meninggalkan kamu,

atau kamu saya tinggalkan atau kamu pulang saja kerumah orang tuamu” (menurut sebagian
ulama). Apabila lafaz - lafaz ini keluar dari mulut seorang suami disertai niat talak maka

jatuhlah talak bagi sang istri. Namun jika tidak disertai dengan niat maka tidak jatuh talak.

c. Talak Dengan Ucapan

Talak dengan ucapan yaitu talak yang disampaikan oleh suami dengan ucapan dihadapan
istrinya dan istri mendengar secara langsung ucapan suaminya itu.

d. Talak Dengan Tulisan

Talak dengan tulisan yaitu talak yang disampaikan oleh suami secara tertulis lalu disampaikan
kepada istrinya kemudian istri membacanya dan memahami isi dan maksudnya. Talak yang
dinyatakan secara tertulis dapat dipandang jatuh (sah) meski yang bersangkutan dapat
mengucapkannya.

Sebagaimana talak dengan ucapan ada talak sarih dan talak kinayah, maka talak dengan
tulisanpun demikian pula. Talak sarih jatuh dengan semata-mata pernyataan talak sedangkan

talak kinayah bergantung pada niat suami.

e. Talak dengan isyarat

Talak dengan isyarat yaitu talak yang dilakukan dalam bentuk isyarat oleh suami yang tuna
wicara. Isyarat bagi suami yang tuna wicara (bisu) dapat dipandang sebagai alat komunikasi
untuk memberikan pengertian dan menyampaikan maksud dan isi hati. Oleh karena itu baginya
isyarat sama dengan ucapan talak sepanjang isyarat itu jelas dan meyakinkan bermaksud

talak atau mengakhiri perkawinan dan isyarat itulah satusatunya jalan untuk menyampaikan
maksud yang terkandung dalam hatinya.

11
f. Talak Munjaz

Talak munjaz adalah talak yang diberlakukan terhadap istri tanpa adanya penangguhan.
Misalnya seorang suami mengatakan kepada istrinya‚ “kamu telah dicerai” maka istri

telah ditalak dengan apa yang diucapkan oleh suaminya. Sedangkan talak

mu’allaq yaitu talak yang digantungkan oleh suami dengan suatu perbuatan yang akan
dilakukan oleh istrinya pada masa mendatang. Seperti suami mengatakan kepada istrinya “jika
kamu berangkat kerja berarti kamu telah ditalak” maka talak tersebut berlaku sah dengan
keberangkatan istrinya untuk kerja.

2.2 Rujuk

A. Pengertian Rujuk

Rujuk menurut bahasa artinya kembali, Rujuk dalam pengertian fikih menurut al-
Mahalli sebagaimana dikutip oleh Amir Syarifuddin ialah kembali ke dalam hubungan
perkawinan dari cerai yang bukan ba’in , selama dalam masa iddah .Pengertian rujuk ini juga
diisyaratkan dalam pasal 163 KHI yaitu: seorang suami dapat merujuk istrinya yang dalam
masa iddah. Dengan demikian jelas bahwa rujuk hanya dapat dilakukan ketika mantan istri
dalam masa iddah, bukan dari talak ba’in.

B. Hukum Rujuk

Hukum rujuk ada lima, yakni:

1) Wajib, apabila Suami yang menceraikan salah seorang istrinya dan dia belum
menyempurnakan pembagian waktunya terhadap istri yang diceraikan itu.

2) Haram, apabila rujuk itu menjadi sebab mendatangkan kemudaratan kepada istri tersebut.

3) Makruh, apabila perceraian itu lebih baik diteruskan daripada rujuk.

4) Jaiz (boleh), ini adalah hukum rujuk yang asli.

5) Sunah, Sekiranya mendatangkan kebaikan.

12
C. Dasar Hukum Penetapan Sahnya Rujuk

Dasar hukum tentang penetapan sahnya rujuk, firman Allah SWT

dalam QS. Al-Baqarah ayat 228:

Artinya: “wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru>' .
tidak boleh mereka Menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka
beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa
menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki islah. Dan para wanita mempunyai hak
yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ru>f . akan tetapi para suami,
mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya. dan Allah Maha perkasa lagi Maha
bijaksana”.27

Firman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 234:

13
Artinya: “Kemudian apabila telah habis iddah nya, maka tiada dosa bagimu (para wali)
membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa
yang kamu perbuat”.

Dengan demikian, Islam masih memberi jalan bagi suami yang telah menjatuhkan talak

raj’i kepada istrinya untuk merujuk kembali selama dalam masa iddah . Akan tetapi jika masa

iddah nya telah habis maka tidak ada jalan bagi suami atas istrinya kecuali dengan akad
pernikahan baru.

D. Syarat Sahnya Rujuk

Ada beberapa syarat rujuk yang perlu dipenuhi agar menjadi sah di mata agama.

1. Syarat rujuk dari sisi istri adalah istri yang telah ditalak pernah melakukan hubungan
seksual dengan sang suami. Jika suami menalak istri yang belum pernah melakukan
hubungan seksual bersama, ia nggak berhak mengajak rujukan. Hal ini sudah
merupakan kesepakatan para ulama.
2. Syarat rujuk dari sisi suami adalah ia nggak boleh merasa terpaksa kala mengajak rujuk
istrinya, berakal sehat, dan sudah akil baligh atau dewasa.
3. Talak yang jatuh bukanlah talak tiga, melainkan talak raj'i.
4. Talak yang terjadi tanpa tebusan. Jika dengan tebusan, istri menjadi talak bain (talak
yang dijatuhkan suami pada istrinya yang telah habis masa iddah-nya) dan suami nggak
dapat mengajak istrinya untuk rujukan.
5. Rujuk dilakukan pada masa iddah atau masa menunggu istri. Jika sudah lewat masa
iddah, suami nggak dapat mengajak istri untuk rujuk kembali dan ini sudah menjadi
kesepakatan para ulama fikih.
6. Adanya ucapan jelas atau tersirat untuk mengajak rujukan
7. Adanya saksi yang menyaksikan suami dan istri rujuk kembali. Sebagaimana firman
Allah swt yang berbunyi: “Maka bila mereka telah mendekati akhir iddahnya, maka
rujuklah (kembali kepada) mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik
dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil diantara kamu dan hendaklah
kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah.” (Q.S. at-Talaq: 2).

14
E. Tata Cara Pelaksanaan Rujuk

Pada dasarnya, semua ulama sepakat jika cara rujuk adalah dengan ucapan. Baik itu
dengan ucapan kalimat jelas seperti, "Aku rujuk denganmu", atau dengan ucapan dengan
makna tersirat seperti, "Aku kembali padamu".

Ada satu cara rujuk lainnya yang menimbulkan banyak perdebatan, yaitu cara rujuk
dengan perbuatan seperti suami mencium istrinya. Beberapa ulama memiliki pendapat kalau
cara ini nggak sah karena hakekatnya, rujuk adalah mengembalikan ikatan pernikahan. Maka,
seperti akad nikah yang nggak akan sah kecuali dengan ucapan, hal yang sama berlaku pada
rujuk.

Namun ulama lain berpendapat kalau rujuk dapat terjadi dengan perbuatan yang disertai
niat. Jadi ketika seorang suami menyentuh istrinya secara intim atau mengajaknya
berhubungan seksual, dengan disertai niat untuk rujuk, maka keduanya rujukan kembali.
Mayoritas ulama fikih berpendapat seperti ini.

15
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Setelah penulis menguraikan tentang permasalahan talak dan rujuk, ada beberapa
keterangan baik ayat Al-Quran dan Hadist, sudah membuka tabir pikiran wawasan yang
selama ini masih ada hijab yang menutupinya karena kurang meresapi dan menghayati ajaran
tentang permasalahan talak dan rujuk. Talak ialah perbuatan yang dibenci ooleh Allah dan
hukumnya Makruh. Hukum talak dapat berubah menjadi sunnah, wajib, dan haram
tergantung kondisi dan penyebabnya.

16
DAFTAR PUSTAKA

Jokodalank.2016.Kumpulan Tugas Sekolah: Makalah Talak.

http://jokodalank.blogspot.com/2016

Gita,K.2014.Makalah Talak dan Rujuk.

http://agitapratiwi93.blogspot.com/2014

17

Anda mungkin juga menyukai