Anda di halaman 1dari 3

B.

Hal-hal yg Berkaitan dengan Pernikahan


1. Talaq (Perceraian)
a. Pengertian Talaq dan Hukumnya.

Dalam Islam pernikahan adalah sesuatu hal yang sangat sakral dan apabila
hubungan tidak dapat dilanjutkan maka harus diselesaikan secara baik-baik. Perceraian
memang tidak dilarang dalam agama Islam, namun Allah membenci sebuah perceraian.
Bercerai adalah jalan terakhir ketika terjadi permasalahan dan saat semua cara telah
dilakukan untuk mempertahankan rumah tangga, namun tetap tidak ada perubahan.
Sebelum perceraian kita mengenal istilah talak. Talak ialah terurainya ikatan nikah
dengan perkataan yang jelas. Misal, suami berkata kepada istrinya, “Engkau aku
ceraikan.” Atau dengan bahasa sindirian dan suami meniatkan perceraian. Misalnya,
suami berkata kepada istrinya, “Pergilah kepada keluargamu.”
Talak tidak diperbolehkan jika bertujuan untuk menghilangkan madzarat dari salah
satu, entah itu dari suami atau istri. Sebagaimana Allah SWT berfirman, “Talak (yang
dapat dirujuki) dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau
menceraikan dengan cara yang baik,” (QS. Al-Baqarah: 229).
Allah SWT juga berfirman, “Hai Nabi, apabila kamu menceraikan istri-istrimu
maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi)
iddahnya (yang wajar),” (QS. Ath-Thalaq: 1).
Bisa jadi talak itu hukumnya wajib jika madzarat yang menimpa salah satu dari
suami-istri tidak bisa dihilangkan kecuali dengan talak. Karena itu Rasulullah bersabda
kepada orang yang mengeluh kepada beliau tentang kejahatan istrinya, “Ceraikan dia,”
(Diriwayatkan Abu Daud. Hadis ini shahih).
Bisa jadi talak itu diharamkan karena menimbulkan madzarat pada salah seorang
dari suami-istri dan tidak menghasilkan manfaat yang lebih baik dari madzaratnya, atau
manfaatnya sama dengan madzaratnya.
Rasulullah bersabda, “Istri mana pun yang meminta cerai kepada suaminya tanpa
alasan, maka aroma surga diharamkan baginya,” (Diriwayatkan seluruh penulis Sunan.
Hadis ini shahih)Hasanah menyatakan ada empat bentuk perceraian, yaitu sebagai
berikut:
a. Perceraian atas kehendak Tuhan yaitu kematian. Kematian dari salah satu pasangan
(suami atau istri) menyebabkan putusnya hubungan pernikahan.
b. Perceraian atas kehendak suami yang diutarakan melalui kalimat, yaitu talak. Hal ini
disebabkan oleh alasan tertentu sehingga suami menyataka talak pada istri.
c. Perceraian atas kehendak istri, yang disebut dengan khulu. Hal ini dikarena sang istri
melihat sesuatu yang menyangkut putusnya pernikahan sedangkan sang suami tidak
berkehendak untuk itu, namun keinginan perceraian dari sang istri kemudian
diterima oleh suami dan suami melanjutkan dengan ucapan untuk bercerai.
d. Perceraian atas kehendak hakim sebagai pihak ketiga. Hukum yang akan
memutuskan adanya perceraian setelah melihat hubungan antara suami danistri yang
sudah tidak dapat dilanjutkan.
Dari pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa perceraian adalah putusnya hubungan
antara suami dan istri yang diakibatkan sudah tidak adanya kecocokan, kepercayaan antara satu
sama lain.

b. Hukum talaq ada 4 yaitu:


1. Wajib, bila terjadi perselisihan antara suami-istri yg tidak bisa berdamai dan hakim
memandang perlu bercerai.
2. Sunah, bila suami tak sanggup lagi menunaikan kewajibannya atau istri tidak bisa
menjaga kehormatan dirinya.
3. Haram, bila istri dalam keadaan haid atau hamil atau keadaan suci yg dicampuri pada
waktu itu.
4. Makruh, yaitu hukum asal talaq.
c. Bentuk-bentuk Talaq
1. Talaq raj`i , yaitu takaq yg memperbolehkan suami kembali kpd mantan istrinya tanapa
melakukan pernikahan yg baru, selama masih dalam masa `iddah, seperti talaq yg
kesatu dan yg kedua.
2. Talaq ba`in, talaq ini dibagi menjadi dua jenis yakni, kesatu: talaq ba`in sugra yg
merupakan talaq yg tak dapat dirujuk kembali kecuali dgn melangsungkan akad nikah
yg baru, dan yg kedua talaq ba`in kubro yaitu talaq tiga. Talaq ini tidak dapat dirujuk
kembali, kecuali mantan istrinya sudah menikah terlebih dahulu dgn laki2 lain, dan
keduanya telah bersenggama kemudian bercerai dan telah habis masa iddahnya.
d. Jumlah atau Batas Talaq
Untuk menghindari sewenang wenangan , maka jumlah talaq yg membolehkan suami
kembali kpd istrinya dibatasi hanya sampai 2 kali. Setelah talaq jatuh tiga kali, suami istri
tidak boleh lagi kembali kecuali istri telah menikah lagi dgn orang lain , atas dasar suka
sama suka sesudah bergaul dan cerai lagi (Q.S Al-Baqarah/2:229-230)
e. Cara Menjatuhkan Talaq
1. Dengan kata2 yg jelas (sharih),misalnya “engkau saya talaq, engkau saya ceraikan
”,maka dgn perkataan tersebut jatuh talaqnya sekalipun tidak disertai dgn niat.
2. Dengan kata2 samar atau sindiran (kinayah), jika melakukan dgn cara ini maka talaq
belum jatuh apabila tidak disertai dgn niat.
f. Penyebab terjadinya Talaq
1. Li`an yaitu suami dan isrti saling melaknat atau tuduh menuduh satu sama lain berbuat
zina.
2. Zihar secara bahasa artinya punggung, secara istilah seorang laki2 menyamakan
istrinya seperti ibu sendiri, maka untuk menghalalkan kembali suami wajib membaya
kafarat.
3. Ila’ yaitu seorang suami marah sampai mengharamkan istrinya bergaul dengannya atau
bersumpah hendak menjauhkan dirinya dari istrinya.
4. Ta’lik Talaq yaitu seorang suami yang melanggar janjinya ketika diucapkan saat akad
nikah , seperti tidak memberi nafkah istri 6 bulan berturut turut , atau menyakiti badan
istri , sejalan dengan itu sang istri tidak ridha kemudian mengadukan ke pengadilan
agama , jatuhlah talaq satu.

e. Dampak Perceraian terhadap Anak

Hetherington (dalam Setyawan, 2007) menyatakan bahwa dampak perceraian adalah


distres emosional atau internalizing disorders dan masalah perilaku atau externalizing
disorders seperti kecemasan, kebencian, kemarahan, dan depresi. Sedangkan hasil
penelitian Untari dkk (2018) mengenai dampak perceraian menyatakan bahwa perceraian
menimbulkan dampak negatif dan juga positif. Dampak negatif dari perceraian seperti
timbulnya rasa malu, sulit berkonsentrasi, mudah marah, kurang memiliki kepekaan
terhadap lingkungan, memiliki etika yang buruk dalam bersosialisasi, dan egois. Selain itu,
dampak positif dari perceraian seperti lebih mandiri, cepat bangkit dalam setiap keadaan,
dan lebih terlatih.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2016) pada mahasiswa di Universitas
Airlangga menyatakan dampak positif dan negatif dari perceraian adalah sebagai berikut :

a. Dampak Positif; ditunjukkan pada sikap mandiri, pekerja keras, dan semangat dalam
berprestasi.
b. Dampak Negatif; ditunjukkan pada sikap kasar, melawan orang tua, penyalahgunaan
obat-obat terlarang, dan mengalami trauma.

Anak sebagai korban perceraian orang tuanya akan memiliki dampak psikologis. Anak
akan bersikap memusuhi dunia luar dan akan membuat reaksi balas dendam (Ramadhani,
2019). Syamsu Yusuf (dalam Ramadhani, 2019) menyatakan dampak perceraian pada
anak adalah kecenderungan mengalami depresi atau stress, kecenderungan dalam
berperilaku nakal, kecenderungan melakukan hubungan seksual secara aktif, dan
kecenderungan pada penggunaan obat terlarang.

Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa dampak perceraian memiliki dampak
positif dan negatif. Hal ini tergantung pada individu korban perceraian tersebut. Dampak
negatif dari perceraian lebih banyak seperti trauma, stress, depresi, kecemasan,
penyalahgunaan obat-obat terlarang, kurang berkonsentrasi, dan lebih emosional.
Sedangkan dampak positif dari perceraian adalah lebih kepada sikap mandiri dan kerja
keras

Anda mungkin juga menyukai