Anda di halaman 1dari 8

Nama : indah ayu sapitri

Kelas : Sltp /a 4 c

Nim : 11910122585

Resume : fiqih

Sebab dan akibat putusnya pernikahan


A. Talak
Talaq dari segi bahasa bererti melepaskan ikatan. Dari segi syara‘ ialah melepaskan
ikatan perkahwinan dengan menggunakan lafaz talaq atau seumpamanya. Dan yang
berhak mengatakan talak adalah seorang suami bukanlah istri, maka meskipun berkali-
kali si istri bilang talak atau mengatakan cerai maka tidak memiliki efek apa-apa terhadap
pernikahan dia dan suaminya.
Talaq : Perceraian yang dilakukan oleh suami dengan lafaz talak satu, dua atau
tiga sama ada secara nyata atau kiasan.Maka sesudah berlaku talak tiga, rujuk atau
kahwin semula tidak boleh dilakukan lagi antara suami isteri tersebut.
Perkahwinan semula antara keduanya hanya dibenarkan jika isteri yang
diceraikan itu telah berkahwin dengan lelaki lain dan telah melakukan persetubuhan
dengan suaminya yang kedua dan selepas suami yang kedua itu dengan kerelaan sendiri
menceraikan isterinya itu.
1. Penyebab Terjadinya Talak
Yang menjadi penyebab terjadinya talak adalah adanya ketidak kecocokan antara
suami istri, masing-masing tidak saling mencintai, jeleknya akhlak istri yang tidak mau
menaati suaminya dalam masalah kebaikan, jeleknya akhlak suami yang suka
menganiaya dan memperlakukan istri secara tidak adil, suami tidak mampu menunaikan
kewajibannya baik itu yang lahir dan batin.
Perceraian juga bisa terjadi karena diantara para suami ada yang pecandu narkoba
atau rokok, begitu juga sebaliknya terkadang seorang istri mempunyai kebiasaan itu, dan
terkadang perceraian terjadi akibat hubungan yang tidak harmonis antara istri dengan
orang tua suami, ataupun kurang bijaksana dalam mengatasi dan mensikapi permasalahan
tersebut dan yang terakhir dari penyebab perceraian adalah penampilan istri yang kurang
menawan, tidak mau berdandan, berhias dan kurang ceria di hadapan suaminya.
2. Hukum talak
Hukum talak adalah sebagai berikut :
a. Haram :
1. talak yang dikatakan haram jika terjadi tanpa adanya alasan yang kuat. Rasulullah
saw. Bahkan tidak menyukai yang suka bercerai.
2. Suami yang menceraikan istri, saat istri masih dalam masa haid

1
3. Suami jatuhkan talak kepada istri setelah ia di setubuhi tanpa diketahui dia hamil
atau tidak.
b. Talak Makruh
Hukum talak yang makruh contohnya adalah talak yang dijatuhkan tanpa sebab apa-
apa padahal masih bisa pernikahan ini diteruskan.
c. Talak wajib
Yaitu talak yang dipicu perpecahan yang tidak mungkin lagi untuk bersatu atau
meneruskan pernikahan maka hukum talak itu adalah wajib.
d. Sunnah
Yaitu yang disebabkan karna si istri tidak memiliki sifat afifah, yaitu yang tidak
mampu menjaga kehormatan dirinya dan istri tidak lagi memperhatikan perkara-
perkara yang wajib dalam agama.

Islam menetapkan hanya suami sahaja yang mempunyai kuasa untuk menjatuhkan
talaq. Walaubagaimanapun, isteri juga diberikan hak untuk memohon cerai dengan
cara fasakh atau khulu‘ (tebus talaq).
3. Macam-macam Talaq
Talaq terbagi menjadi 3 macam yaitu :
Ditinjau dari segi waktu dijatuhkannya talak, maka talak dibagi tiga macam, yaitu sebagai
berikut:
1. Talak sunni, yaitu talak yang dijatuhkan sesuai dengan tuntunan sunah. Talak
dikatakan sunni jika memenuhi empat syarat, yaitu:
a. Istri yang di talak sudah pernah dikumpuli, jika talak dijatuhkan terhadap istri
yang belum pernah dikumpuli, maka tidak termasuk talak sunni.
b. Istri dapat segera melakukan iddah suci setelah di talak, yaitu dalam keadaan suci
dari haid. Menurut ulama Syafi’iyah, perhitungan iddah bagi wanita yang haid
adalah tiga kali suci, bukan tiga kali haid.
c. Talak itu dijatuhkan ketika istri dalam keadaan suci, baik permulaan suci,
dipertengahan maupun diakhir suci kendati beberapa saat lalu datang haid.
d. Suami tidak pernah mengumpuli istri selama masa suci yang mana talak itu
dijatuhkan. Talak yang dijatuhkan oleh suami ketika istri dalam keadaan suci dari
haid tetapi pernah dikumpuli, maka tidak termasuk talak sunni.
2. Talak Bid’i, yaitu talak yang dijatuhkan tidak sesuai atau bertentangan dengan
tuntunan sunah, tidak memenuhi syarat-syarat sunni. Adapun yang termasuk talak
Bid’i adalah sebagai berikut:
a. Talak yang dijatuhkan terhadap istri pada waktu haid (menstruasi), baik
dipermulaan haid maupun dipertengahannya dan juga ketika istri sedang nifas.
b. Talak yang dijatuhkan terhadap istri dalam keadaan suci, tetapi pernah dikumpuli
oleh suamiya dalam suci dimaksud.
3. Talak Lasunni Wala Bid’i, yaitu talak yang tidak termasuk dalam kategori talak sunni
dan tidak pula termasuk dalam kategori Talak Bid’i, yaitu:
2
a. Talak yang dijatuhkan terhadap istri yang belum pernah dikumpuli.
b. Talak yang dijatuhkan terhadap istri yang belum pernah haid, atau istri yang telah
lepas haid.
c. Talak yang dijatuhkan terhadap istri yang sedang hamil.

B. Ila’
Yaitu apabila seorang suami bersumpah dengan nama Allah Swt atau menyebut
sifat Allah Swt untuk tidak bersetubuh dengan istrinya selama empat bulan atau lebih.
sementara hulum Ila’adalah diperbolehkan dengan tujuan memberi pelajaran kepada istri,
jika dilakukan kurang lebih dari empat bulan. Jika dilakukan lebih empat bulan maka
hukum nya haram. Misalnya saja seorang istri yang suka keluar rumah, tidak mau patuh
apa yang di ucapkan oleh suami, seorang istri dikasih uang oleh suami nya dan dipakai
untuk berfoya-foya untuk membeli barang yang tidak berguna dan macam macam
pelanggaran besar yang lainnya.

Firman Allah SWT yang maksudnya: “Kepada orang-orang yang bersumpah tidak
akan mencampuri istri mereka, diberikan tempoh untuk empat bulan. Setelah itu jika
mereka kembali (mencampurinya), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Mengasihani. Dan jika mereka berazam hendak menjatuhkan talaq (menceraikan
isteri), maka sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (al-Baqarah:
226-227)
1. Hukum Ila’
Adapun ketentuan hukum Ila’ sebagai berikut :
a. Jika masa Ila’yang 4 bulan itu telah habis dan suami tetap tidak menggauli istriny,
maka istrinya berhak minta kepada suami nya untuk kembali lagi kepadanya.
Ataupun menalaknya di depan hakim.
b. Jika suami yang mengIla’ istrinya itu menalaknya setelah menghentikan ilanya ,
maka hal tersebut tergantung talaknya, jika talak itu talak 1 maka dihitung talak 1.
Dan jika ia ingin berpisah kepada istrinya maka istrinya dipisahkan darinya, dan
ia tidak berhak kembali lagi kepadanya, kecuali adanya akad nikah yang baru.
c. Istri yang ditalak dengan ila’harus menjalani iddah tolak, dan iddah nya tidak
cukup dengan suci dari haid karena iddahnya tersebut tidak maksudkan untuk
mengosongkan rahimnya saja dan dia harus 3 kali masa haid/ 3 bulan iddahnya .
d. Jika suami tidak melakukan hubungan suami istri terhadap istrinya dalam jangka
waktu ila’ tampa sumpah. Maka ia harus menghentikan tindakannya, sebagaimana
suami yang mengila’ istrinya maka ia harus menggauli istrinya atau menalaknya
jika seorang istri yang memintanya.
e. Jika seorang suami menarik balik sumpahnya dan kembali menyetubuhi isterinya
serta membayar kafarah sumpah, jika dia bersumpah dengan nama Allah atau
bersumpah dengan salah satu sifat Allah. Jika dia bersumpah untuk melakukan
sesuatu atau bersedekah dengan sesuatu, dia hendaklah melakukannya.
3
Memaksa suami menceraikan isterinya jika dia enggan menarik balik sumpahnya
dan tetap berpegang dengan sumpahnya.
Sekiranya suami enggan melakukan salah satu daripada perkara di atas,
maka hakim berhak menjatuhkan talaq satu bagi pihaknya. Itu adalah hak hakim
untuk mengelakkan kemudaratan berlaku kepada orang lain dan tidak ada cara
lain melainkan dengan hakim menjatuhkan menjatuhkan talak bagi pihaknya.
Ketika itu hakim menggantikan tempat suami dalam menjatuhkan talak. Masalah
ini sama dengan masalah membayar hutang dan menjelaskan hak-hak yang
berbentuk harta
Kifarah sumpah
1. Merdekakan seorang hamba yang mukmin
2. Memberi makan kepada 10 orang fakirmiskin sehingga kenyang
3. Memberi pakaian kepada 10 orang fakirmiskin, jika tidak mampu
4. Berpuasa tiga hari.

C. ZIHAR
Zihar menururut bahasa adalah punggung dari segala sesuatu, sedangkan menurut istilah
adalah menyerupakan istrinya atau anggota tubuhhnya dengan wanita yang diharamkan
untuk dinikahi walaupun untuk waktu tertentu.
Sementara pengertian zihar menurut syari’ Yaitu peryataan seorang suami berkata
kepada istrinya “kamu bagiku seperti punggung ibuku” dimana suami memaksudkan
perkataan nya itu dengan mengharamkannya istrinya bagi dirinya. Sehingga apabila
suami mengatakan “ bagiku kamu seperti punggung ibuku “ atau ungkapan penyerupaan
istri dengan anggota tubuh ibunya yang lain, maka istrinya menjadi haram untuknya.
Jika suami diharamkan untuk menggauli istrinya maka suami tersebut harus
membayar kaffarat atas ucapannya tersebut.
Adapun kaffarat zihar sebagai berikut :
1. Memerdekakan hamba sahaya
2. Puasa selama dua bulan berturut-turut
3. Jika kaffarat yang kedua tidak bisa dipenuhi juga , maka kewajibannya adalah
memberi makan enam puluh orang fakir miskin.

Hal ini dijelaskan di dalam al-Quran surah al mujadalah ayat 2 yang artinya :
“Orang-orang yang ziharkan isterinya dari kalangan kamu (adalah orang-orang yang
bersalah, kerana) isteri-isteri mereka bukanlah ibu-ibu mereka. Ibu-ibu mereka tidak lain
hanyalah perempuan-perempuan yang melahirkan mereka. Dan sesungguhnya mereka
(dengan melakukan yang demikian) memperkatakan suatu perkara yang mungkar dan
dusta. Dan (ingatlah) Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.
1. Hukum Zihar
Berikut adalah hukum zihar yang telah memenuhi rukun dan syarat.mempunyai akibat
hukum sebagai berikut :
4
1. Suami yang tidak boleh menggauli istrinya sebelum membayar kaffarat.
Adapun kaffarat zihar sebagai berikut :
1. Memerdekakan hamba sahaya
2. Puasa selama dua bulan berturut-turut
3. Jika kaffarat yang kedua tidak bisa dipenuhi juga , maka kewajibannya
adalah memberi makan enam puluh orang fakir miskin.

2. Istri berhak menuntut untuk digauli dan berhak menolak untuk digauli suaminya
sampai kafarat telah dibayar oleh suaminya. Disamping itu, hakim pun berhak
memaksa suami untuk membayar kaffaratnya atau menceraikan istrinya. Apabila
suami menceraikan istri yang ia zihar. Sedangkan kafarat ziharnya belum dibayar
oleh suaminya, dan kemudian ia ingin merujuk istrinya, maka ia wajib membayar
kafarat zihar sebelum menggauli. Jika dalam waktu tempo tersebut ia tidak
menebus kesalahannya, maka peryataan ziharnya itu bisa mengakibatkan
perceraian yang tak bisa dirujuk.
D. LI’AN
Secara etimologi kata lian berasal dari bahasa arab, “la’ama” bentuk masdar dari susunal
fi’il yang berarti laknat atau kutukan. Dinamakan dengan li ‘an ini karena apa yang
terjadi antara suami istri, sebab masing-masing suami istri saling melaknat dirinya sendiri
pada kali yang kelima jika dia berdusta .
Li ‘ an adalah sumpah yang diucapkan suami ketika nebuduh istrinya telah
berzinah ataupun penolakannya terhadap kehamilan istrinya, sedangkan ia tidak
mempunyai empat orang saksi yang melihat sendiri perbuatan itu dengan empat kali
kesaksian bahwa ia termasuk orang yang benar dalam tuduhannya, kemudian pada
sumpah kesaksian yang ke lima ia meminta kutukan Allah Swt seandainya ia berdusta.
1. Rukun dan Syarat Li’an
Di syariatkannya li’an adalah untuk menjaga hubungan suci antara anak dengan
bapaknya (nasab) sehingga keturunannya menjadi jelas dan tidak kacau serta tidak
ada ke ragu-raguan. Dalam melakukan li’an suami tidak boleh hanya berdasarkan
desas-desus, fitnahan, atau tuduhan dari orang lain. Dalam hukum Islam, terdapat
beberapa rukun dan syarat li’an, antara lain:
1. Rukun Li’an Rukun li’an adalah sebagai berikut:
a. Suami, tidak akan jatuh li’an apabila yang menuduh zina atau yang
mengingkari anak itu laki-laki lain yang tidak mempunyai ikatan pernikahan
(bukan suaminya).
b. Istri, tidak akan jatuh li’an apabila yang dituduh tersebut bukan istrinya.
c. Shighat atau lafadz li’an, yaitu lafadz yang menunjukkan tuduhan zina atau
pengingkaran kandungan kepada istrinya.
2. Syarat Li’an Adapun syarat wajib li’an dibagi dalam empat kelompok, yaitu:
a. Syarat yang kembali kepada suami istri Syarat yang kembali pada kedua belah
pihak yaitu suami istri adalah sebagai berikut:
5
 Perkawinan yang sah (utuh)
 Merdeka, baligh, berakal, Islam, dapat berbicara, dan tidak adanya
hukuman had zina
Sebab dan Akibat Li’ an
Terjadinya li’an disebabkan karena seorang suami menuduh istrinya berbuat zina
dengan laki-laki lain, tanpa mampu mendatangkan empat orang saksi yang dapat
menguatkan kebenaran tuduhannya itu. Bentuk ini menyebabkan adanya li’an setelah
suami melihat sendiri (secara langsung) bahwa istrinya telah berzina dengan laki-laki
lain, ataupun istri mengaku telah berbuat zina dan suami yakin akan kebenaran
pengakuan istrinya tersebut. Sebab yang lain adalah seorang suami mengingkari
(menolak) bayi yang telah di kandung istrinya. Hal ini bisa terjadi apabila suami
mengaku bahwa suami tidak pernah berhubungan badan dengan istrinya semenjak akad
nikah berlangsung. Kemudian sebab yang lainnya adalah bahwa istrinya telah melahirkan
sebelum batas minimal kelahiran (kurang dari kelahiran) setelah bersenggam. Oleh
karena sebab-sebab yang terjadi di atas, maka untuk menguatkan kebenaran tuduhannya
seorang suami mengucapkan sumpah li’an . Sedangkan istri menyangkal tuduhan tersebut
dengan sumpah li’an pula, sehingga terjadi mula’anah di antara kedua suami istri
tersebut. Apabila terjadi hal yang demikian berarti salah satu dari suami istri tersebut ada
yang berdusta.
Adapun akibat hukum dari peristiwa li’an yang dilakukan oleh suami istri adalah
sebagai berikut:
1. Gugurnya hukuman dera bagi suami yang menuduh istrinya berbuat zina
tanpa mendatangkan empat orang saksi.
2. Istri dijatuhi hukuman dera, kecuali jika istri membantah dengan bersedia
mengucapkan sumpah li’an juga
3. Haram (tidak boleh) melakukan hubungan suami istri.
4. Tidak sahnya anak. Artinya nasab anak tidak dihubungkan kepada ayahnya,
melainkan kepada ibunya saja. Akibat lebih lanjut adalah anak yang
dilahirkan itu tidak mendapat nafkah dan tidak saling waris-mewarisi dengan
ayahnya.
5. Secara otomatis terjadi perceraian antara suami istri yang melakukan li’an itu.
Mereka tidak dapat menjadi suami istri kembali dengan cara apapun, baik
dengan cara rujuk maupun dengan akad baru
E. KHULU’
Khulu‘ dari segi bahasa bererti melepas atau menanggalkan. Manakala dari segi syara‘
pula ialah perceraian daripada suami ke atas isteri dengan tebusan yang diterima oleh
suami.
Contohnya suami berkata “Aku talaqkan kamu dengan bayaran sekian banyak”
atau isteri berkata: “Aku menebus talaq ke atas diriku dengan bayaran sekian banyak”.

6
Khulu’ : Ia juga dikenali sebagai ‘Tebus Talaq’ yang bermaksud pembubaran
perkahwinan yang diperolehi oleh seorang isteri dengan membayar kepada suaminya
dengan sesuatu benda yang berharga di mana kadar benda tersebut adalah berdasarkan
persetujuan antara suami dan isteri berkenaan atau berdasarkan kepada keputusan qadhi.
Ini dikira sebagai ganti rugi-kepada suami berkenaan.
Firman Allah SWT yang bermaksud: “Dan tidak halal bagi kamu mengambil
balik sesuatu dari apa yang telah kamu berikan kepada mereka (isteri-isteri yang
diceraikan itu) kecuali jika keduanya (suami dan isteri) takut tidak dapat menegakkan
peraturan hukum Allah, maka tidaklah mereka berdosa mengenai bayaran (tebus talak)
yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya (dan mengenai pengambilan suami
tentang bayaran itu). Itulah peraturanperaturan hukum Allah, maka janganlah kamu
melanggarnya; dan sesiapa yang melanggar peraturan-peraturan hukum Allah maka
mereka itulah orang-orang yang zalim.” (al-Baqarah: 229)
Secara umumnya apa saja yang boleh dijadikan mahar (mas kahwin) boleh
dijadikan bayaran khulu’. yaitu setiap barang yang bernilai atau mempunyai manfaat dan
ditentukan secara pasti tentang benda dan faedah yang hendak digunakan sebagai bayaran
khuluk tersebut.
Nafkah yang wajib ke atas suami kepada isterinya atau nafkah anak kecil yang
berada di bawah jagaan ibu atau bayaran susuan dan jagaan anak dengan ditentukan
jangka waktunya juga boleh dijadikan bayaran khulu’ dari isteri. Dengan ini nafkah yang
wajib dibayar oleh suami tidak perlu lagi dibayar dan ia ditanggung sendiri oleh isteri.
Di antara kesan khulu’ ialah bekas suami tidak boleh rujuk kepada bekas
isterinya, bekas suami tidak boleh menambah talaq ke atas bekas isterinya, bekas suami
tidak boleh menambah talaq ke atas bekas isterinya dalam waktu ‘iddah dan suami juga
tidak boleh berkahwin dengan bekas isterinya kecuali dengan akad dan mas kahwin yang
baru. Iddah bagi isteri yang dikhulu’ adalah sekali haidh dan pembubaran menerusi
khulu’ ini boleh dilakukan pada bila-bila masa iaitu waktu suci atau waktu isteri sedang
haidh. Maka berdasarkan khulu’ ini inisiatif untuk perceraian datang dari pihak isteri
sendiri dan alasan yang boleh diterima oleh syarak. Namun dalam hal ini mana-mana
suami adalah dilarang menggunakan kesempatan untuk bertindak menimbulkan
kesukaran kepada isterinya bagi mendapat khulu’ daripadanya kerana dalam kes begini
ahli feqah berpendapat khulu’ adalah batal dan bayaran tebus talaq dipulangkan kepada si
isteri semula
1. Sebab dan Akibat Khulu’
bahwa penyebab terjadinya Khulu’ antara lain adalah munculnya sikap suami yang
meremehkan isteri dengan enggan melayani isteri hingga senantiasa membawa
pertengkaran. Serta adanya rasa ketidak senangan isteri terhadap suami juga
merupakan alasan yang cukup untuk meminta Khulu’, karena jika ketidak senangan
itu semakin berlarut-larut maka akan menambah masalah yang semakin banyak dala
kehidupan rumah tangganya. Dalam keadaan seperti inilah Islam memberikan solusi
atau jalan keluar bagi rumah tangga tersebut dengan menempuh jalan Khulu’.
7
AKIBAT
Perceraian dengan jalan khulu’ mengurangi jumlah thalak dan tidak dapat dirujuki
kembali dan ini mempunyai akibat yang sama dengan akibat thalak ba’in shughra.
Sehingga suami tidak mempunyai hak untuk merujuki bekas isterinya. Perkawinan
yang baru harus dengan akad yang baru yang berdasarkan persetujuan yang yang baru
pula dari masing-masing pihak.
Menurut ulama piqh, ada beberapa akibat yang ditimbulkan oleh terjadinya khulu’
adalah sebagai berikut:
a. Terjadinya thalak ba’in apabila ganti ruginya terpenuhi. Apabila ganti rugi
tidak ada, maka perceraian ini menjadi thalak biasa.
b. Isteri harus membayar ‘Iwadh (ganti rugi).
c. Seluruh hak dan kewajiban antar suami isteri, termasuk utang piutang antara
mereka menjadi gugur, (menurut Imam Abu Hanifah). Sedang utang piutang
dengan orang lain tidak gugur. Akan tetapi jumhur ulama menyatakan seluruh
hak dan kewajiban tidak gugur, kecuali ada kesepakatan antara kedua belah
pihak sebelumnya.
d. Suami yang mengkhulu’ tidak berhak rujuk kepada isterinya dalam massa
iddahnya. Lama iddah bagi isteri yang di khulu’ oleh suaminya itu meskipun
terjadi perbedaan pendapat yang medasar antara penetapan iddah itu namun
masih ada

SYARAT SAH KHULU’


Suami: Baligh, berakal, mukhtar (bebas) melakukan khulu‘ bukan dipaksa.
Isteri: Hendaklah seorang yang boleh menguruskan harta dan mukallaf.
Lafaz khulu‘: Hendaklah disebut dengan terang.
Bayaran khulu‘: Hendaklah dijelaskan dengan jumlah yang tertentu.

Anda mungkin juga menyukai