Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH PROFESI DAN ETIKA KEGURUAN

“kode etik guru dan implementasinya”

DOSEN PEMBIMBING:

NASRUL HS, Dr., S.Pd.I., M.A

Oleh:

ALDI IRFAN DIKA

11910112482

JURUSAN

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SULTAN SYARIF KASIM RIAU

TP 2020/2021
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmannirrahim

Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh

Alhamdulillah, puji syukur atas kehadirat Alllah SWT yang telah melimpahkan nikmat dan
karunia Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa kami ucapkan terima
kasih atas uluran tangan dan bantua dari pihak yang bersedia membantu kami dalam
menyelesaikan makalah ini.

Kami berharap semoga makalah ini mampu menambah pengalaman dan ilmu bagi para pembaca.
Sehingga kedepannya bisa memperbaiki bentuk dan isi makalah ini menjadi makalah yang
berwawasan luas dan lebih baik lagi.

Karena keterbatasan ilmu dan pengalaman kami, didalam makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan, oleh karena itu kami sangat berharap saran dan kritik yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Pekanbaru, 15 Maret 2020

penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii
BAB I...............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...........................................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................................1
C. Rumusan Masalah...................................................................................................................1
BAB II.............................................................................................................................................3
PEMBAHASAN..............................................................................................................................3
A. Pengertian Profesi...................................................................................................................3
C. Kode Etik Guru.......................................................................................................................4
D. Pengertian Kode Etik..............................................................................................................4
E.  Tujuan Kode Etik...................................................................................................................4
F. Penetapan Kode Etik..............................................................................................................5
G. Sanksi Pelanggaran Kode Etik..............................................................................................5
H. Kode Etik Guru Indonesia.....................................................................................................6
BAB III............................................................................................................................................9
PENUTUP.......................................................................................................................................9
A.  Kesimpulan...........................................................................................................................9
B. Saran......................................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................10

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
            Mendiknas Bambang Sudibyo adalah pencanangan “Guru Sebagai Profesi”. Sebagai
suatu profesi, guru memerlukan kode etik. Draf kode etik guru di indonesiatersebut selain
diambil dari kode etik yang sudah dimiliki PGRI dan memperoleh masukan dari para profesor
doktor bidang pendidikan, juga dengan membandingkan kode etik yang dimiliki oleh profesi
lain. Artinya, secara prosedural penyusunan draf kode etik guru itu sudah sesuai mekanisme
kerja yang benar. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa draf itu dapat dikatakan final dan
layak untuk disahkan menjadi kode etik guru
            Namun, hingga saat ini tampaknya penyusunan draft tersebut belum kelar juga. Padahal
pengesahannya sangat ditunggu banyak pihak, khususnya masyarakat pengguna jasa layanan
pendidikan dan, tentunya, para guru itu sendiri. Bagi masyarakat, dengan adanya kode etik guru,
mereka akan memperoleh pelayanan pendidikan yang lebih professional dari para guru. Karena,
dalam kode etik tersebut akan diatur persyaratan keahlian minimal yang harus dimiliki profesi
tersebut. Selain itu, kode etik merupakan janji dari sebuah profesi untuk memberi pelayanan
yang optimal kepada masyarakat Dengan demikian mereka tidak perlu merasa khawatir lagi
putra-putri mereka dididik guru-guru yang tidak layak dan asal-asalan.
            Selain itu, masyarakat tidak perlu merasa khawatir lagi menjadi bola permainan beberapa
guru seperti sering terjadi selama ini. Meski pemerintah sudah mengeluarkan larangan bagi guru-
guru untuk berjualan buku kepada murid-muridnya, namun dengan berbagai dalih dan cara,
mereka tetap saja memaksa murid-murid membeli buku yang mereka tunjuk, yang merupakan
hasil kerjasamanya dengan penerbit tertentu. Murid tidak diberi kesempatan untuk menggunakan
buku lain, sehingga seolah ilmu dari buku tersebut saja yang paling bermutu. Dan untuk
mempertahankan pangsa pasarnya pada tahun berikutnya, maka buku-buku tersebut sudah tidak
bisa dipakai oleh kelas berikutnya.
            Model ‘pemerasan lainnya’ guru membuka les privat bagi murid-muridnya, meski hal ini
juga sudah ada larangannya. Namun, karena para orang tua takut kalau terjadi apa-apa pada
anaknya jika tidak mengikuti les tersebut, maka dengan terpaksa mengikutkan anaknya les
tersebut

B. Tujuan
1. Dapat mengetahui Penerapan Kode Etik pada Profesi Guru 
2. Mengetahui bagaimana profesionalisme seorang guru mentaati kode etik guru 

C. Rumusan Masalah
1. Apa arti kode etik guru yang sebenarnya? 

1
2. Bagai mana menerapkan kode etik guru? 
3. Bagaimana dampak penerapan kode etik guru bagi keprofesian guru?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Profesi
            Profesi berasal dari bahasa latin "Proffesio" yang mempunyai dua pengertian yaitu
janji/ikrar dan pekerjaan. Bila artinya dibuat dalam pengertian yang lebih luas menjadi: kegiatan
"apa saja" dan "siapa saja" untuk memperoleh nafkah yang dilakukan dengan suatu keah-lian
tertentu. Sedangkan dalam arti sempit profesi berarti kegiatan yang dijalankan berdasarkan
keahlian tertentu dan sekaligus dituntut daripadanya pelaksanaan norma-norma sosial dengan
baik.
            Menurut Dedi Supriadi 1999 profesi guru adalah orang suatu pelayanan atau jabatan yang
menuntut keahlian, tanggung jawab, dan kesetiaan.
            Abin syamsudin 2000. Mengatakan profesi guru yaitu kemampuan yang tidak dimiliki
orang pada umumnya yang tidak pernah mengikuti pendidikan keguruan tingkat tinggi
            Galbreath, J. 1999 profesi guru adalah orang yang Bekerja atas panggilan hati nurani.
Dalam melaksanakan tugas pengabdian pada masyarakat hendaknya didasari atas dorongan atau
panggilan hati nurani. Sehingga guru akan merasa senang dalam melaksanakan tugas berat
mencerdakan anak didik.

B.  Profesional
            Menurut para ahli, profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan
atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Maister (1997) mengemukakan
bahwa profesionalisme bukan sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih
merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya
memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan.
            Arifin (2000) mengemukakan guru Indonesia yang profesional dipersyaratkan
mempunyai; (1) dasar ilmu yang kuat sebagai pengejawantahan terhadap masyarakat teknologi
dan masyarakat ilmu pengetahuan di abad 21; (2) penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset
dan praksis pendidikan yaitu ilmu pendidikan sebagai ilmu praksis bukan hanya merupakan
konsep-konsep belaka. Pendidikan merupakan proses yang terjadi di lapangan dan bersifat
ilmiah, serta riset pendidikan hendaknya diarahkan pada praksis pendidikan masyarakat
Indonesia; (3) pengembangan kemampuan profesional berkesinambungan, profesi guru
merupakan profesi yang berkembang terus menerus dan berkesinambungan antara LPTK dengan
praktek pendidikan. Dengan adanya persyaratan profesionalisme guru ini, perlu adanya
paradigma baru untuk melahirkan profil guru Indonesia yang profesional di abad 21 yaitu;

1. Memiliki kepribadian yang matang dan berkembang;  


2. Penguasaan ilmu yang kuat;  

3
3. Keterampilan untuk membangkitkan peserta didik kepada sains dan teknologi; dan 
4. Pengembangan profesi secara berkesinambungan. Keempat aspek tersebut merupakan
satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan dan ditambah dengan usaha lain yang
ikut mempengaruhi perkembangan profesi guru yang profesional.

C. Kode Etik Guru


            Setiap profesi, seperti yang telah dibicarakan dalam bagian terdahulu, harus mempunyai
kode etik profesi. Dengan demikian jabatan : dokter, notaris, arsitek, guru, dan lain-lain yang
merupakan bidang pekerjaan profesi mempunyai kode etik.

D. Pengertian Kode Etik    


            Kode etik dapat diartikan sebagai pola aturan, tata cara, tanda, atau pedoman etis dalam
melakukan suatu kegiatan, pekerjaan, bahkan berperilaku.
            Kode etik suatu profesi ada norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota
profesi dalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam mengarungi kehidupannya di
masyarakat. Norma-norma tersebut berisi petunjuk-petunjuk bagi para anggota profesi tentang
bagaimana mereka melaksanakan profesinya. Dalam kode etik profesi juga terdapat larangan-
larangan, yaitu ketentuan-ketentuan tentang apa yang tidak boleh diperbuat atau dilaksanakan
oleh mereka yang merupakan anggota profesi. Tidak hanya itu, kode etik profesi pun berisi
tentang tingkah laku anggota profesi pada umumnya dalam pergaulan sehari-hari di dalam
masyarakat. Dengan demikian kode etik profesi berperan sebagai sarana kontrol sosial bagi
masyarakat atas profesi yang bersangkutan.

E.  Tujuan Kode Etik


            Pada dasarnya tujuan merumuskan kode etik dalam suatu profesi adalah untuk
kepentingan anggota dan kepentingan organisasi profesi itu sendiri. Secara umum tujuan
mengadakan kode etik adalah sebagai berikut:

1. Untuk menjunjung tinggi martabat profesi. Dalam hal ini kode etik dapat menjaga
pandangan dan kesan dari pihak luar atau masyarakat, agar pihak luar jangan sampai
memandang rendah suatu profesi. Oleh karena itu, setiap kode etik suatu profesi akan
melarang berbagai bentuk tindakan atau perilaku anggota profesi yang dapat
mencemarkan nama baik profesi tersebut terhadap dunia luar. Dari segi ini, kode etik
juga sering kali disebut kode kehormatan. 
2. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya. Yang dimaksud
kesejahteraan di sini meliputi baik kesejahteraan lahir (atau material) maupun
kesejahteraan batin (spiritual atau mental). Dalam hal kesejahteraan lahir para anggota
profesi, kode etik umumnya memuat larangan-larangan kepada para anggotanya untuk
melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan kesejahteraan para anggotanya.

4
Dalam hal kesejahteraan batin para anggota profesi, kode etik umumnya memberi
petunjuk-petunjuk kepada para anggotanya untuk melaksanakan profesinya dengan
baik. 
3. Untuk meningkatkan pengabadian para anggota profesi. Tujuan lain kode etik dapat
juga berkaitan dengan peningkatan kegiatan pengabdian profesi, sehingga bagi
anggota profesi dapat dengan mudah mengetahui tugas dan tanggung jawab
pengabdian dalam melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu, kode etik merumuskan
ketentuan-ketentuan yang perlu dilakukan para anggota profesi dalam menjalankan
tugasnya. 
4. Untuk meningkatkan mutu profesi. Untuk meningkatkan mutu profesi kode etik juga
memuat norma-norma dan anjuran agar para anggota profesi selalu berusaha untuk
meningkatkan mutu pengabdian para anggotanya. 
5. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi. Untuk meningkatkan mutu organisasi
profesi, setiap anggota profesi diwajibkan untuk aktif berpartispasi dalam membina
organisasi profesi dan kegiatan-kegiatan yang dirancang organisasi. 
6. Meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi.

F. Penetapan Kode Etik


            Kode etik hanya dapat ditetapkan oleh suatu organisasi profesi yang berlaku dan
mengikat para anggotanya. Penetapan kode etik lazim dilakukan pada suatu kongres organisasi
profesi. Dengan demikian, penetapan kode etik tidak boleh dilakukan oleh orang secara
perorangan, melainkan harus dilakukan oleh orang-orang yang diutus untuk dan atas nama
anggota-anggota yang bukan atau tidak menjadi anggota profesi tersebut. Kode etik suatu profesi
hanya akan mempunyai pengaruh yang kuat dalam menegakkan disiplin di kalangan profesi
tersebut, jika semua orang yang menjalankan profesi tersebut tergabung (menjadi anggota) dalam
organisasi profesi yang bersangkutan.
            Apabila setiap orang yang menjalankan suatu profesi secara otomatis tergabung di dalam
suatu organisasi atau ikatan profesional, maka barulah ada jaminan bahwa profesi tersebut dapat
dijalankan secara murni dan baik, karena setiap anggota profesi yang melakukan pelanggaran
yang serius terhadap kode etik dapat dikenakan sanksi.

G. Sanksi Pelanggaran Kode Etik


            Sering kita jumpai bahwa ada kalanya negara mencampuri urusan profesi, sehingga hal-
hal yang semula hanya merupakan kode etik dari suatu profesi tertentu dapat meningkat menjadi
peraturan hukum atau undang-undang. Apabila hanya demikian, maka aturan yang mulanya
sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku meningkat menjadi aturan yang memberikan
sanksi-sanksi hukum yang bersifat memaksa, baik berupa sanksi perdata maupun sanksi pidana.
            Sebagai contoh, jika seseorang anggota profesi bersaing secara tidak jujur atau curang
dengan sesama anggota profesinya, dan jika kecurangan itu dianggap serius maka ia dapat

5
dituntut di pengadilan. Pada umumnya, karena kode etik adalah landasan moral dan merupakan
pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan maka sanksi terhadap pelanggaran kode etik akan
mendapat celaan dari rekan-rekannya, sedangkan sanksi yang dianggap terberat adalah si
pelanggar dikeluarkan dari organisasi profesi tertentu, menandakan bahwa organisasi profesi itu
telah mantap dan tidak main-main.

H. Kode Etik Guru Indonesia


            Kode Etik Guru Indonesia dapat dirumuskan sebagai himpunan nilai-nilai dan norma-
norma profesi guru yang tersusun dengan baik dan sistematik dalam suatu sistem yang utuh dan
bulat. Fungsi Kode Etik Guru Indonesia adalah sebagai landasan moral dan pedoman tingkah
laku setiap guru warga PGRI dalam menunaikan tugas pengabdiannya sebagai guru, baik di
dalam maupun di luar sekolah serta dalam kehidupan sehari-hari di masyarkat. Dengan
demikian, maka Kode Etik Guru Indonesia merupakan alat yang amat penting untuk
pembentukan sikap profesional para anggota profesi keguruan.
            Sebagaimana halnya dengan profesi lainnya, Kode Etik Guru Indonesia ditetapkan dalam
suatu kongres yang dihadiri oleh seluruh utusan Cabang dan Pengurus Daerah PGRI dari seluruh
tanah air, pertama dalam Kongres PGRI XIII tahun 1973, dan kemudian disempurnakan dalam
Kongres PGRI XVI tahun 1989 juga di Jakarta. Adapun teks Kode Etik Guru Indonesia yang
telah disempurnakan tersebut adalah sebagai berikut.
            Guru Indonesia menyadari, bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian terhadap Tuhan
Yang Maha Esa, bangsa dan negara, serta kemanusiaan pada umumnya. Guru Indonesia yang
berjiwa Pancasila dan setia pada Undang-undang Dasar 1945, turut bertanggung jawab atas
terwujudnya cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia terpanggil untuk
menunaikan karyanya dengan memedomani dasar-dasar sebagai berikut:

1. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia


seutuhnya yang berjiwa Pancasila. 
2. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional. 
3. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan
bimbingan dan pembinaan. 
4. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses
belajar-mengajar. 
5. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya
untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan. 
6. Guru secara pribadi dan bersama-sama mengambangkan dan meningkatkan mutu dan
martabat profesinya. 
7. Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan
sosial. 
8. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai
sarana perjuangan dan pengabdian. 
6
9. Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.

            Pengaturan mengenai hubungan guru- peserta didik (murid) dalam kode etik guru adalah
hal yang seharusnya dominan dan utama, karena sebenarnya kode etik itu dibuat
untuk memperjelas relasi guru-murid, sehingga tidak sampai terjadi pelanggaran etika profesi
guru. Ketidakjelasan relasi guru dengan murid dan stakeholder lain itu akan menyulitkan
pelaksanaan UU Guru. Sebab, beberapa pasal RUU Guru, termasuk dasar pemberian sanksi
administratif, mengacu kode etik guru.
            Bila rumusan kode etiknya tidak begitu jelas, bagaimana Dewan Kehormatan Guru (Pasal
30–32 RUU Guru) dapat bekerja dengan baik, padahal salah satu tugas Dewan Kehormatan Guru
memberi saran dan pertimbangan dalam rangka pelaksanaan tugas profesional dan Kode Etik
Guru Indonesia.
Berbeda misalnya kode etik yang menyangkut hubungan guru dengan murid itu berbunyi:

1. Guru tidak boleh memberi les privat kepada muridnya; 


2. Guru tidak boleh menjual buku pelajaran atau benda-benda lain kepada murid; 
3. Guru tidak boleh berpacaran dengan murid; 
4. Guru tidak boleh merokok di depan kelas/murid; 
5. Guru tidak boleh melakukan intimidasi, teror, dan tindak kekerasan kepada murid, 
6. Guru tidak boleh melakukan penistaan terhadap murid; 
7. Guru tidak boleh ber-HP ria di dalam kelas, dan sebagainya

            Yang menjadi masalah bagi kalangan pendidikan bukanlah belum adanya kode etik guru,
melainkan sudah sejauh mana guru-guru di negeri ini mempelajari, memahami, dan
mengaplikasikan kode etik guru tersebut, baik dalam mendidik anak bangsa ataupun dalam
kehidupan sehari-hari. Sehingga, guru betul-betul menjadi suri teladan bagi seluruh komponen
bangsa di mana pun berada.
            Kaitannya dengan sertifikasi guru, penyusun sangat setuju dengan pendapat Profesor Dr.
H. Achmad Sanusi, M.P.A. Idelanya, tim asesor datang langsung menguji dan meneliti
kemampuan guru dalam mengajar di depan kelas dan yang telah lulus sertifikasi pun ikut
sertifikasi ulang secara berkala dan berkesinambungan, misalnya lima tahun sekali. Namun
menurut informasi dari dinas terkait, yang menjadi kendala adalah banyaknya guru yang akan
disertifikasi belum sebanding dengan banyaknya tim asesor yang ada hingga saat ini.
            Sebagai solusi menanggulangi masalah ini, terpaksa dengan penilaian portofolio seperti
yang sekarang dilaksanakan. Kalau ada yang meragukan hasil dari penilaian portofolio,
sebaiknya kita semua harus memberikan masukan, saran, dan solusi yang dianggap paling baik,
efektif, efisien, dan accountable bukan hanya mengkritisi, tanpa memberikan solusi.
            Sebagai seorang guru yang bertugas di daerah perdesaan, ujian sertifikasi itu hendaknya
dilaksanakan sebelum seseorang diangkat menjadi guru. Hal ini bisa diterapkan mulai

7
pengangkatan guru yang akan datang. Dengan kata lain, ujian penerimaan CPNS khusus guru
bahkan kalau bisa, diberlakukan sejak ujian penerimaan calon mahasiswa baru fakultas
pendidikan di semua perguruan tinggi negeri maupun swasta di seluruh Indonesia, materinya
mengambil dari standar minimal kelayakan calon guru Indonesia/SMKCGI. Yang kisi-kisinya
atau kalau mungkin soal-soalnya juga ditentukan oleh Badan Nasional Standar Pendidikan
(BNSP) dan bisa dikembangkan oleh Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP). Atau
mengacu kepada standar kompetensi dan kualifikasi berdasar pada PP No. 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan Bab VI Standar Pendidikan dan Tenaga Kependidikan.
            Dengan membaca PP No. 19 Tahun 2005 akan jelas bahwa untuk menjadi seorang tenaga
pendidik yang profesional tidaklah mudah, mereka harus benar-benar teruji dan memenuhi
persyaratan. Setelah diberlakukannya uji sertifikasi yang diikuti dengan mendapatkan tunjangan
profesi bagi guru, diharapkan ada peningkatan kesejahteraan yang diikuti dengan peningkatan
kinerja

  

BAB III

8
PENUTUP

A.  Kesimpulan
            Dari uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan suatu profesi menyusun kode
etik adalah untuk menjunjung tinggi martabat profesi, menjaga dan memelihara kesejahteraan
para anggota, meningkatkan pengabdian anggota profesi, dan meningkatkan mutu profesi dan
mutu organisasi profesi.  Dengan adanya kode etik guru, maka akan ada majelis kehormatan
yang akan mengawal pelaksanaan kode etik tersebut. Jika ada guru yang melanggar kode
etiknya, maka dewan kehormatan ini yang akan memberi sangsi kepada guru yang melanggar. 
            Dari pihak guru sendiri, pengakuan bahwa pekerjaan guru merupakan sebuah profesi
akan memiliki beberapa arti. Pertama, dengan diakui sebagai sebuah profesi tentu akan
meningkatkan salary mereka, sehingga mereka tidak perlu mencari pekerjaan lain untuk
menutupi kebutuhan hidup keluarganya. Dengan demikian mereka lebih memiliki waktu dan
biaya untuk pengembangan keahliannya. Kedua, pengakuan tadi juga akan meningkatkan
prestise pekerjaan guru.

B. Saran
Dengan demikian makalah yang ka,I buat, kami sebagai penulis menyadari bahwa
makalah ini sangatlah jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu ka,I sebagai penulis memohon
maaf jika terdapat bnyak kesalahan dan kekurangan baik dalam penulis maupun percetakan.
Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
menyempurnakan makalah ini dan berikutnya. Semoga makalah ini bermanfaat dan kita bias
mengambil hikkmah yang terkandung didalamnya, Ammin.

                                                DAFTAR PUSTAKA

9
Soetjipto... Prof, Rafli Kosani Drs, M, sc. 2009. Profesi keguruan jakarta: Rineka Cipta.
Hal. 29-35

Supriadi, D. 1998. Manajemen dan Kepemimpinan. Jakarta: Depdikbud.

Surya, H.M. 1998. Organisasi dan Profesi. No. 7/1998. Hlm. 15-17.


http://makalahfrofesikependidikan.blogspot.com/2010/07/penerapan-kode-etik-pada-profesi

10

Anda mungkin juga menyukai