Anda di halaman 1dari 12

TALAK, IDDAH, KHULU’, FASAKH, DAN RUJUK

Disusun Oleh :

1. Sulistyawati 181010218
2. Vadhel Sg Lembah 181010215
3. Ian kristina 181010005
4. Fitriyani 181010020
5. Indayani 181010006

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PALU

2020
1. Kompetensi Dasar
a. Memahami pengertian talak dan hukum talak
b. Memahami macam-macam talak
c. Memahami perbedaan talak, khuluk, dan fasakh
d. Memahami pengertian iddah dan hukum iddah
e. Memahami pengertian rujuk dan hukum rujuk
f. Memahami syarat dan tata cara rujuk

2. Indikator Pencapaian
a. Siswa dapat memahami pengertian talak dan hukum talak
b. Siswa dapat memahami macam-macam talak
c. Siswa dapat memahami perbedaan talak, khuluk, dan fasakh
d. Siswa dapat memahami pengertian iddah dan hukum iddah
e. Siswa dapat memahami pengertian rujuk dan hukum rujuk
f. Siswa dapat memahami syarat dan tata cara rujuk

3. Tujuan Pembelajaran
a. Menjelaskan pengertian talak dan hukum talak
b. Menyebutkan macam-macam talak
c. Menjelaskan perbedaan talak, khuluk, dan fasakh
d. Menjelaskan pengertian iddah dan hukum iddah
e. Menjelaskan pengertian rujuk dan hukum rujuk
f. Menyebutkan syarat dan tata cara rujuk

4. Metode Pembelajaran
- Pendekatan : CTL
- Model : Cooperatif Learning
- Metode : Ceramah, diskusi, dan resitasi

5. Sarana dan Sumber Pembelajaran


- Sarana Pembelajaran:
a) Papan Tulis
b) Spidol
c) LCD Proyektor
- Sumber Pembelajaran :
a) Buku FIQHI kelas XI
b) Al-Qur’an dan terjemahannya
c) LKS

6. Materi Pembelajaran
a. Pengertian Talak
Talak secara bahasa ialah memutuskan ikatan. Diambil dari kata itlaq yang
artinya adalah melepaskan dan meninggalkan. Sedangkan menurut istilah syara’,
talak yaitu “melepaskan tali perkawinan dan mengakhiri hubungan suami isteri.”
Dalam istilah fiqh talak mempunyai dua arti, yaitu arti yang umum dan arti
yang khusus. Talak menurut arti yang umum ialah segala macam bentuk
perceraian baik yang dijatuhkan oleh suami, yang ditetapkan oleh Hakim, maupun
perceraian yang jatuh dengan sendirinya atau perceraian karena meninggalnya
salah seorang dari suami atau isteri.
Talak dalam arti yang khusus ialah perceraian yang dijatuhkan oleh suami.
Dengan pengertian talak tersebut, maka jelas yang dimaksud dengan talak adalah
melepaskan ikatan antara suami-isteri, sehingga diantara keduanya tidak berhak
berkumpul lagi dalam arti tidak boleh mengadakan hubungan suami-isteri tanpa
diadakan rujuk terlebih dahulu dalam masa iddah nya.
Mengenai hukum talak, terdapat perbedaan pendapat dikalangan ahli fiqh.
Dari kalangan Ulama’ Hanafiyah berpendapat bahwa talak itu terlarang kecuali
bila diperlukan.
Sedang menurut madzhab Syafi’i membedakan hukum talak menjadi
empat yaitu:
 Wajib yaitu seperti talaknya orang yang tidak bisa bersetubuh.
 Haram yaitu menjatuhkan talak sewaktu isteri dalam keadaan haid.
 Sunnah yaitu seperti talaknya orang yang tidak bisa melaksanakan
kewajibannya sebagai suami karena tidak ada keinginan sama sekali
kepada isterinya.
 Makruh seperti terpeliharannya semua peristiwa tersebut di atas.

Ulama Hanabilah memperinci hukum talak sebagai berikut:


 Haram yaitu talak yang tidak diperlukan atau talak tanpa alasan. Karena
merugikan bagi suami-isteri dan tidak ada kemaslahatan yang mau dicapai
dengan perbuatan talaknya itu.
 Wajib yaitu talak yang dijatuhkan oleh pihak hakam dalam perkara syiqoq
yakni perselisihan isteri yang tidak dapat didamaikan lagi, dan kedua belah
pihak memandang bahwa perceraian adalah jalan terbaik dalam
menyelesaikan persengketaan mereka.
 Sunnah yaitu talak yang dijatuhkan kepada isteri yang sudah keterlaluan
dalam melanggar perintah Allah.
 Mubah yaitu talak yang terjadi hanya apabila diperlukan, missal karena
kelakuan isteri jelek.

b. Macam-Macam Talak
Adapun talak ditinjau dari segi boleh tidaknya suami rujuk kembali dibagi
menjadi dua macam yaitu:
1. Talak Raj’i
Talak raj’i yaitu talak dimana suami mempunyai hak merujuk kembali
isterinya setelah talak itu dijatuhkan dengan lafaz - lafaz tertentu dan isteri
benar-benar sedah digauli. Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 118 yang
dimaksud dengan talak raj’i adalah talak kesatu atau kedua, dimana suami
berhak rujuk selama isteri dalam masa iddah. Dalam talak raj’i seorang suami
memiliki hak untuk kembali kepada isterinya (rujuk) sepanjang isterinya masih
dalam masa iddah, baik isteri tersebut bersedia dirujuk maupun tidak.
2. Talak Ba’in
Talak ba’in yaitu talak yang ketiga kalinya, dan talak yang jatuh sebelum
suami isteri berhubungan serta talak yang dijatuhkan isteri kepada suaminya.
Talak ba’in dibagi menjadi dua yaitu:
 Talak ba’in sughra adalah talak yang tidak boleh dirujuk tetapi boleh akad
nikah baru dengan bekas isterinya meskipun dengan masa iddah. Talak
ba’in sughra adalah talak yang tidak boleh dirujuk tetapi boleh akad nikah
baru denga bekas isterinya meskipun dengan masa iddah. Dengan
demikian, pada talak ba’in sughra suami tidak berhak lagi merujuki
isterinya, akan tetapi suami masih berhak untuk berkumpul kembali
dengan isterinya dengan akad nikah yang baru dan dengan maskawin yang
baru pula.
 Talak ba’in kubra ialah talak yang ketiga dari talak-talak yang dijatuhkan
oleh suami. Dalam talak ba’in kubra ini mengakibatkan si suami tidak
boleh merujuk atau mengawini kembali isterinya baik dalam masa iddah
maupun sesudah masa iddah habis. Seorang suami yang mentalak ba’in
kubra isterinya boleh mengawini isterinya kembali apabila telah
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a) Isteri telah kawin dengan laki-laki lain
b) Isteri telah dicampuri oleh suaminya yang baru
c) Isteri telah dicerai oleh suami yang baru
d) Telah habis masa iddah nya.
Apabila kita perhatikan sekumpulan nash tentang tuntutan melanggengkan
ikatan perkawinan dan larangan untuk menjatuhkan talak kecuali dalam keadaan
darurat, maka berdasarkan induksi dari keseluruhan nash tersebut dapat
disimpulkan bahwa Undang - Undang atau ketentuan yang akan diberlakukan
mesti menerapkan asas "mempersempit kemungkinan terjadinya talak". Talak
baru dapat dijatuhkan apabila alasan-alasan yang dikemukakan oleh suami
tersebut telah mendapat legalitas dari Syara' dan mesti pula di jatuhkan di
Pangadilan Agama.
Peraturan yang telah ditetapkan dalam perundang-undangan di Indonesia
tentang ketentuan menjatuhkan talak, telah sesuai dan sejalan dengan maqashid al-
Syara'. Berdasarkan induksi dari sekumpulan nash tentang topik di atas,
sebagaimana yang telah penulis kemukakan, maka penulis sepakat dengan
ketentuan yang berlaku di Indonesia bagi umat Islam yang menyatakan bahwa
talak hanya jatuh di Pengadilan Agama., sebagaiman yang terdapat dalam
Kompilasi Hukum Islam pasal 115: "Perceraian hanya dapat dilakukan didepan
sidang Pengadilan Agama setelah Pengadilan Agama berusaha dan tidak berhasil
mendamaikan kedua belah pihak".

c. Talak, Khuluk, dan Fasakh


1. Talak

Pengertian talak menurut bahasa adalah melepaskan ikatan,


meninggalkan dan memisahkan. Pengertiam talak menurut istilah adalah
putusnya tali pernikahan yang telah dijalin oleh suami istri. Talak merupakan
atlernatif terakhir jika pernikahan sudah tidak mungkin dipertahankan lagi.
Talak boleh dilakukan dan halal hukumna, tetapi perbuatan tersebut dibenci
oleh Allah Swt. Sebagai sabda Rasulullah saw. yang artinya: Dari Ibnu Umar,
ia berkata bahwa Rasulullah saw. berkata, “Sesuatu yang halal yang sangat
dibenci olah Allah ialah talak.” (H.R Abi Dawud dan Ibnu Majah).

Talak merupakan jalan keluar Allah Swt. kepada hamba-Nya. Sepasang


suami istri tentu mendambakan keluarga yang bahagia. Akan tetapi, kadang
tujuan pernikahan sulit tercapai oleh sikap atau kondisi yang ada pada diri
suami atau istri. Untuk mengatasi masalah tersebut Allah Swt. memberi jalan
yaitu talak dengan tata cara yang teah ditentukan-Nya. Allah Swt. memberi
hak talak sebanyak tiga kali.

2. Khuluk
Khuluk (talak tebus) merupakan talak yang diucapkan suami dengan
cara istri membayar ganti rugi atau mengembalikan mahar yang pernah
diterima dari suami. Khuluk dilakukan suami atas permintaan istri karena
sikap suami yang telah melanggar ketentuan pernikahan. Jika pernikahan
tersebut dipertahankan akan menyebabkan tidak tercapainya tujuan
pernikahan.

Khuluk merupakan salah satu bentuk keseimbangan hak antara


suami dan istri. Jika suami memiliki hak untuk menjatuhkan talak, seorang
istri memiliki hak untuk menuntut dijatuhkannya talak jika suami telah
melangar ketentuan pernikahan.

Ketika seorang istri mengajukan khuluk, ia memberikan ganti rugi


kepada suami dengan cara mengembalikkan seluruh atau sebagian mahar
yang pernah diterimannya. Selain itu, tebusan atau ganti rugi juga dapat
dilakukan dengan harta lain yang bukan mahar.

3. Fasakh

Fasakh merupakan batalnya akad atau lepasnya ikatan perkawinan


antara suami istri yang disebabkan oleh terjadinya cacat atau kerusakan pada
akad itu sendiri, atau disebabkan oleh hal-hal yang datang kemudian yang
menyebabkan akad tidak dapat dilanjutkan.

Fasakh yang disebabkan oleh adanya cacat atau kerusakan yang


terjadi dalam akad nikah yaitu sebagai berikut.

 Setelah akad dilakukan, diketahui bahwa pasangan itu ternyata


saudara sekandung, seayah seibu, atau saudara sepersusunan.
 Seorang anak yang belum balig (lelaki atau perempuan) dinikahkan
oleh walinya yang bukan ayah atau kakeknya kemudian anak ini
mencapai usia balig ia berhak untuk memiliki (hak khiar) perkawinan
yang telah diakadkan itu diteruskan atau dihentikan. Hak ini
dinamakan khiar bulug (hak pilih setelah seseorang sampai usia
balig). Jika salah seorang diantara anak yang telah balig tersebut
memilih untuk tidak melanjutkan pernikahan tersebut, akad ini
dianggap fasakh.
Adapun fasakh yang disebabkan oleg sesuatu yang datang pada
saat akad sehingga akad tersebut tidak dapat dilanjutkan yaitu sebagai berikut.

 Jika suami istri dahulunya non-islam kemudian istrinya beragama


Islam, pada saat itu juga akad tersebut batal karena muslimah dilarang
menikah dengan laki-laki musyrik.
 Jika salah seorang dari suami-istri murtad atau keluar dari agama
Islam untuk selamanya.

d. Pengertian Iddah dan Hukum Iddah

Kata ‘iddah berarti jumlah atau perhitungan. Yakni wanitamenghabiskan


hari-hari untuk menunggu waktu sesudah berpisah dengan suaminya sehingga la
tidak boleh kawin, kecuali setelah berakhirnya hari-hari itu.

Diambil dari buku Fiqh Islam bahwa ‘iddah adalah “masa menanti yang
diwajibkan atas perempuan yang diceraikan suaminya (cerai hidup atau cerai
mati), gunanya supaya diketahui kandungannya berisi atau tidak.

Jadi ‘iddah adalah suatu tenggang waktu untuk tidak melaksanakan


pernikahan bagi seorang wanita yang ditinggal mati atau dicerai oleh suaminya,
sampai dengan waktu yang telah ditentukan oleh syara’. Hal ini dilakukan sebagai
tanda beta sungkawa untuk perenungan diri atau untuk pembersihan rahim dalam
kandungan wanita.

Iddah diwajibkan untuk memastikan apakah perempuan tersebut


rahimnya sedang mengandung atau tidak, hal tersebut adalah penyebab
kenapa seorang perempuan harus menunggu dalam masa yang telah
ditentukan. Apabila ia menikah dalam masa iddah, sedangkan kita tidak
mengetahui apakah perempuan tersebut sedang hamil atau tidak dan
ternyata dia hamil maka akan timbul sebuah pertanyaan “Siapa bapak dari
anak ini?” dan ketika anak tersebut lahir maka dinamakan “anak syubhat”,
yakni anak yang tidak jelas siapa bapaknya dan apabila anaknya adalah
perempuan maka ia tidak sah, karena ia tidak dinikahkan oleh walinya.
e. Pengertian Rujuk dan Hukum Rujuk
Rujuk dalam bahasa Arab berarti kembali artinya hidup sebagai
suami isteri antara laki-laki dan wanita yang melakukan perceraian dengan
jalan talak raj’i selama dalam masa iddah tanpa pernikahan baru.
Menurut fuqaha’, pengertian rujuk adalah sebagai berikut:
a. Menurut Imam Malik rujuk adalah kembalinya isteri yang telah ditalak selain
ba’in , kepada perlindungan suami, dengan tanpa ada pembaharuan akad serta
dalam masa iddah .
b. Menurut Imam Syafi’i rujuk adalah mengembalikan status seorang wanita
dalam satu ikatan perkawinan dari talak yang bukan ba’in dalam masa iddah
melalui cara-cara tertentu.
c. Menurut Imam Hambali rujuk adalah mengembalikan keadaan isteri kepada
keadaan yang semula setelah terjadinya talak raj’i dan masih berada dalam
masa iddah tanpa akad yang baru.
d. Menurut Imam Hanafi rujuk adalah melanjutkan pernikahan dengan bekas isteri
yang ditalak raj’i dalam masa iddah.
Dari beberapa pengertian rujuk tersebut di atas, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan rujuk adalah kembalinya seorang isteri
yang ditalak raj’i selama dalam masa iddah kepada perlindungan suami dengan
cara-cara tertentu tanpa ada akad yang baru.
Sunnah hukumnya bagi suami untuk merujuk isterinya apabila dilandasi
oleh niat yang tulus dan benar-benar menghendaki adanya ishlah (perdamaian)
diantara keduannya. Dan haram hukumnya apabila hanya untuk main-main,
menyakiti, melecehkan maupun untuk balas dendam sehingga isteri tidak menikah
dengan laki-laki lain.
Hukum rujuk dapat dibedakan menjadi 5 macam yaitu:
1. Wajib, terhadap suami yang mentalak salah seorang isterinya sebelum dia
menggunakan pembagian waktunya terhadap isteri yang ditalak.
2. Haram, apabila rujuknya itu menyakiti si isteri.
3. Makruh, kalau perceraian itu lebih baik dan berfaedah bagi keduannya (suami
isteri).
4. Jaiz (boleh), ini adalah hukum rujuk yang asli.
5. Sunah, jika maksud suami adalah untuk memperbaiki keadaan isterinya, atau
rujuk itu lebih berfaedah bagi keduanya (suami isteri).

f. Syarat dan Tata Cara Rujuk

Rujuk dapat terjadi selama isteri masih dalam masa iddah talak raj’i , maka
apabila mantan suami hendak merujuk isterinya, maka hendaklah memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut:

1) Mantan isteri yang ditalak itu sudah pernah dicampuri

2) Harus dilakukan dalam masa iddah

3) Harus dilakukan oleh dua orang saksi

4) Talak yang dijatuhkan oleh suami tidak disertai ‘iwadh dari isteri

5) Persetujuan isteri yang akan dirujuk.

Dalam madzhab Syafi’i atau kitab Imam asy-Syafi’i “al-Um” tidak


disebutkan tentang tempat tata cara pelaksanaan rujuk. Apakah pengucapan rujuk
itu dilakukan suatu lembaga tertentu, misalnya di Pengadilan Agama atau di
KUA, seperti sekarang ini. Semua itu tidak dijelaskan, dikarenakan kondisi sosial
masyarakat waktu itu, banyak menganut berbagai madzhab yang berbeda-beda.
Sehingga untuk menjadi seragam dalam menentukan hukum Islam sangat minim.
Namun apabila dua pihak yang berpekara yang bukan dari pengikut madzhab
yang termasyur di negeri ini, maka ditunjuklah seorang qodhi yang memutus
perkara itu sesuai dengan madzhab yang diikuti kedua pihak yang berpekara.

Oleh karena itu, rujuk bisa dilakukan di rumah suami atau isteri, di masjid
atau tempat lain yang layak dijadikan untuk rujuk, dengan diputuskan oleh qodhi
(seorang ulama fiqh yang terpandang) dan diikrarkan dengan perkataan secara
tegas dan terang-terangan (benar-benar berniat untuk merujuk) kepada bekas
isterinya dan rujuk tidak bermotif untuk menyakiti atau menyusahkan bekas
isterinya.

Ketentuan tentang pencatatan rujuk ini hanya didasarkan kepada konsep


maslahat mursalah , karena tidak ada nash yang mengaturnya. Dasar konsep ini
adalah untuk membangun suatu hukum untuk mewujudkan kemaslahatan umat,
sebab sebagaimana nikah rujuk pun hanya bisa dibuktikan dengan akta. Hal ini
dimaksudkan untuk menjaga ketertiban hukum dan administrasi dalam
masyarakat.

7. Langkah-Langkah Pembelajaran
a. Kegiatan Pendahuluan
b. Kegiataan Inti
 Guru memberikan penjelasan mengenai materi rujuk
 Siswa disilahkan bertanya pada teman lain atau bertanya secara langsung
bertanya pada guru, terkait dengan gambar ataupun materi pembelajaran.
 Guru membagi kelompok kepada masing-masing siswa dan
mendiskusikan materi yang telah di berikan
 Siswa bersama anggota kelompoknya diminta untuk mengkaitkan materi
yang didiskusikan dengan kehidupan sehari-hari dan menyimpulkannya.
 Guru memberikan tugas kepada siswa (membuat resume dari hasil diskusi
kelompok).
c. Kegiatan Penutup
8. Evaluasi dan Penilaian

Anda mungkin juga menyukai