Dalam surat Al-Baqarah ayat 227 disebutkan, “Dan jika mereka berketetapan hati hendak menceraikan,
maka sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.”
Ayat tentang hukum perceraian ini berlanjut pada surat Al-Baqarah ayat 228 s/d ayat 232.
Selain pada surat Al-Baqarah, aturan tentang berumahtangga juga mengatur Islam dalam surat Ath-
Thalaq ayat 1-7. Termasuk juga membahas tentang kewajiban suami terhadap istri, hingga aturan dalam
Islam ketika seorang istri berada dalam masa iddah.
Masa iddah sendiri yakni masa menunggu, yakni di mana setelah seorang perempuan ditinggal
suaminya. Dikutip dari situs Nahlatul Ulama (NU) Online, perempuan yang telah putus hubungan
perkawinan karena dicerai oleh suaminya tidak serta merta bisa menikah lagi dengan laki-laki lain.
Berbeda dengan laki-laki, perempuan yang bercerai dengan suaminya memiliki masa iddah, di mana
selama waktu tersebut belum selesai ia tidak diperbolehkan menikah. Pun seorang laki-laki tidak
mengutarakan keinginannya untuk menikah dengan perempuan yang masih berada di masa iddah.
Jawaban Nomor 4
Hukum perceraian:
Sebelumnya mari kita lihat alasan-alasan hukum perceraian menurut Pasal 19 PP No.9 Tahun 1975, yang
tercantum dalam pasal tersebut alasan-alasannya adalah :
Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang
sukar disembuhkan;
Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa
alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;
Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang lebih berat setelah
perkawinan berlangsung;
Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain;
Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan
kewajibannya sebagai suami isteri;
Antara suami isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan
hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Melihat point-point diatas, maka dapat dikatakan bahwa perceraian yang terjadi tentunya mengandung
beberapa hikmah, antara lain :
Jawaban nomor 7
Secara istilah rukun adalah suatu unsur yang merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari suatu perbuatan atau lembaga yang menentukan sah atau tidaknya
suatu perbuatan tersebut dan ada atau tidaknya sesuatu itu. sedangkan syarat adalah
sesuatu yang tergantung padanya keberadaan hukum syar’I dan ia berada diluar
hukum itu sendiri yang ketiadaanya menyebabkan hukum itupun tidak ada. Dalam
syari’ah rukun dan syarat sama-sama menentukan sah atau tidaknya suatu transaksi.
Perbedaan rukun dan syarat menurut ulama ushul fiqih, bahwa rukun merupakan sifat
yang kepadanya tergantung keberadaan hukum, tetapi ia berada di dalam hukum itu
hukum tetapi ia berada diluar hukum itu sendiri. Sah yaitu sesuatu pekerjaan (ibadah)
Rukun talak ialah unsur pokok yang harus ada dalam talak dan terwujudnya talak tergantung ada dan
lengkapnya unsur-unsur yang dimaksud. Rukun dan talak antara lain:
1. Suami.
Suami adalah yang memiliki hak talak dan yang berhak menjatuhkannya.
a. Berakal
b. Baliq
2 Istri.
b. Kedudukan isteri yang ditalak itu harus berdasarkan atas akad perkawinan yang sah.
3 Siqhat talak.
Siqhat talak adalah kata-kata yang diucapkan oleh suami terhadap isterinya yang menunjukkan talak,
baik itu sharih maupun kinayah, baik berupa ucapan atau lisan, tulisan, isyarat bagi suami tuna wicara
ataupun dengan suruhan orang lain.
4 Qashdu(sengaja),
artinya bahwa dengan ucapan talak itu memang dimaksudkan oleh yang mengucapkannya untuk talak,
bukan untuk maksud lain.
Masyarakat yang ingin melakukan perceraian hendaknya memenuhi persyaratan – persyaratan sbb:
1). Suami – istri yang hendak melakukan pengajuan cerai, mendatangi Kantor Urusan Agama.
2). Suami – Istri memberikan keterangan tentang alasan mereka ingin mengajukan perceraian kepada
Staff Pegawai KUA.
3). Setelah mendengar keterangan dari kedua belah pihak atas alasan mereka ingin bercerai, kemudian
Staff Kua membuatkan Surat Pengantar / Surat Permohonan Cerai yang telah ditandatangani kepala
KUA.
4). Kemudian Suami – Istri mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan Agama dengan membawa Surat
Pengantar Cerai dari KUA.
5). Suami – Istri membayar biaya proses perceraian kepada pengadilan agama.
7). Setelah resmi bercerai, Kedua belah pihak menandatangani berkas- berkas cerai.
Jawaban nomor 9
Talak Sunni Yaitu talak yang dijatuhkan sesuai dengan tuntutan sunnah. Dikatakan talak sunni jika
memenuhi 4 (empat) syarat yaitu : a) Isteri yang ditalak sudah pernah digauli, bila belum pernah digauli
maka bukan termasuk talak sunni. b) Isteri dapat segera melakukan menunggu ‘iddah’ suci setelah
ditalak yaitu dalam keadaan suci dari haid c) Talak itu dijatuhkan ketika isteri dalam keadaan suci, baik
dipermulaan, dipertengahan maupun diakhir suci, kendati beberapa saat lalu datang haid. d) Suami tidak
pernah menggauli isteri selama masa suci di mana talak itu dijatuhkan. Talak yang dijatuhkan oleh suami
ketika isteri dalam keadaan suci dari haid tetapi pernah digauli, tidak termasuk talak sunni.
Talak Bid’i Yaitu talak yang dijatuhkan tidak sesuai atau bertentangan dengan tuntutan sunnah dan tidak
memenuhi ketentuan syarat-syarat talak sunni. Termasuk dalam talak bid’i adalah : a) Talak yang
dijatuhkan terhadap isteri pada waktu haid (menstruasi) baik dipermulaan haid maupun
dipertengahannya. b) Talak yang dijatuhkan terhadap isteri dalam keadaan suci tetapi pernah digauli
oleh suaminya dalam keadaan suci dimaksud.
Talak Ba’in Yaitu talak yang tidak memberi hak merujuk bagi bekas suami terhadap bekas isterinya.
Untuk mengembalikan bekas isteri ke dalam ikatan perkawinan harus melalui akad nikah baru lengkap
dengan rukun dan syarat-syaratnya. Talak bain terbagi dua macam yaitu : a. Talak Bain Sughra, yaitu
talak bain yang menghilangkan kepemilikan bekas suami terhadap isteri tetapi tidak menghilangkan
kehalalan bekas suami untuk menikahkan kembali dengan bekas isterinya b. Talak Bain Kubra yaitu talak
yang menghilangkan pemilikan bekas suami terhadap bekas isteri serta menghilangkan kehalalan bekas
suami untuk kawin kembali dengan bekas isterinya, kecuali setelah bekas isteri itu kawin lagi dengan
lelaki lain, telah berkumpul dengan suami kedua serta telah bercerai secara wajar dan telah selesai
menjalankan iddahnya. Talak bain kubra terjadi pada talak yang ketiga.