LANDASAN TEORI
a. Pengertian Perceraian
yang umum yaitu segala macam bentuk perceraian, baik yang dijatuhkan
oleh suami, yang ditetapkan oleh Hakim, maupun perceraian yang jatuh
Selain itu, “t}ala>q” juga mempunyai arti yang khusus, yaitu “perceraian
di atas, maka dapat dipahami bahwa perceraian adalah suatu istilah yang
1
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indnesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1998), 163.
2
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, (Bandung: PT Alma‟rif, 1985), 7.
3
Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974, (Bandung: Fokus Media, 2005), 19.
14
15
antara suami dan istri, sehingga keduanya tidak lagi berkedudukan sebagai
suami istri dan tidak lagi menjalani kehidupan suami dan istri dalam suatu
manusia, warga masyarakat, dan umat beragama) antara bekas suami dan
bekas istri, apalagi mereka telah mempunyai anak selama berumah tangga
b. Hukum Talak
4
Muhammad Syaifuddin dkk, Hukum Perceraian, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013),17.
5
Beni Ahmad Saebani, Fiqh Munakahat 2 (Bandung: Pustaka Setia, 2001), 60.
16
dirinya.
3. Haram, talak yang dijatuhkan tanpa alasan yang kuat atau dengan niat
Menurut para ulama, dikatakan bahwa “talak yang sah adalah talak
yang diucapkan oleh suami yang baligh dan berakal, jika suaminya
gila atau mabuk sehingga tidak dalam keadaan sadar, talaknya sia-sia
Talak yang hukumnya tidak sah bukan hanya karena suami gila,
mabuk, atau belum baligh. Jika diucapkan oleh suami karena paksaan
bukan kehendak sendiri, talaknya tidak sah. Demikian pula, kata yang
17
6
Sabiq, Fikih Sunnah., 21.
7
Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia (Antara fiqh Munakahat dan Undang-
undang Perkawinan), (Jakarta: Kencana, 2011), 197.
18
disebut t}ala>q.
setelah melihat adanya sesuatu pada suami dan istri yang menandakan
d. Alasan-alasan perceraian
hati.8 menjatuhkan talak tanpa alasan dan sebab yang dibenarkan adalah
perbuatan tercela dan dibenci oleh Allah SWT, suami istri tetap boleh
8
Syarifudin, Hukum Perkawinan., 200.
19
bahwa antara suami dan istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai
suami istri”.
116 KHI, hanya saja di dalam KHI ditambahkan dua poin sebagai alasan
9
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-
Undang No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
20
artinya Pemohon (suami) dapat mendasarkan cerai talak pada salah satu
perceraian dalam perkawinan itu tidak dilarang, namun orang tidak boleh
dan sejahtera.
mendamaikan kedua belah pihak.” Pasal ini pada dasarnya berguna untuk
pada ayat (2) berbunyi: “Untuk melakukan perceraian harus ada cukup
alasan bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat rukun sebagai suami
istri”.
10
Direktorat Pembinaan Peradilan Agama Islam, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia (Jakarta:
DPBPAI, 2001), 16.
21
itu.
pertengkaran.
11
Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2007), 217.
22
hakim.
mengenai :
3. Tidak adanya harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
ayat (1) HIR dan Pasal 146 HIR, yang justru melarang keluarga
atau as-Sunnah telah mengatur tata cara perceraian. Itu artinya perceraian
bukan hal yang terlarang, sepanjang dilakukan dengan tujuan yang lebih
yang disebut cerai talak dan gugatan seorang istri yang ingin bercerai
Peradilan Agama, maka prosedur cerai talak dan cerai gugat adalah
sebagai berikut:
12
Bambang Waluyo, Sistem Pembuktian dan Peradilan Indonesia, (Bandung: Sinar Grafika,
1992), 85.
13
Hasan, PengantarHukum Keluarga., 205.
24
1. cerai talak
disediakan.15
14
M. Yahya Harahap, kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama UU No. 7 Tahun
1989, (Jakarta: Sinar Grafika, 2001), 216.
15
Mardani, Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011),
25.
25
perkawinan.
2. cerai gugat
16
Ibid., 25.
17
Ibid., 25.
26
mengajukan banding.
berikut:
berlaku
f. Surat izin talak atau cerai bagi Anggota Pegawai Negri Sipil.18
B. Konsep Nafkah
a. Pengertian Nafkah
Kata asli dari nafkah adalah nafaqah yang berasal dari kata
18
Ibid., 26.
28
berkurang dan juga berarti فني و ذهبyang berarti hilang atau pergi, bila
dipergikannya untuk keperluan atau kepentingan orang lain. Bila kata ini
istri berarti pemberian yang wajib dilakukan oleh suami terhadap istrinya
suami-istri. Prinsip ini mengikuti alur pikir bahwa suami adalah pencari
rizeki, dan rizeki yang telah diperolehnya itu menjadi haknya secara
1. Sebab keturunan, Bapak atau ibu (kalau bapak tidak ada) wajib
19
Syarifudin, Hukum Perkawinan., 165.
29
Syarat wajibnya nafkah atas kedua ibu bapak kepada anak ialah
apabila si anak masih kecil dan miskin, atau sudah besar tetapi tidak
mampu berusaha dan miskin pula. Begitu juga sebaliknya, anak wajib
mampu lagi berusaha dan tidak mempunyai harta. Dalam hal ini Allah
Cara bergaul yang baik itu banyak, tetapi secara ringkasnya adalah
menjaga agar keduanya tidak merasa sakit hati atau kesusahan, dan
3. Sebab milik, suami wajib memberi nafkah kepada istri dan anak-
20
QS. Luqman (31): 15.
21
Saebani, Fiqh Munakahat., 27.
30
c. Bentuk-bentuk Nafkah
keluarga, dan hal pokok yang wajib dipenuhi suami telah disepakati oleh
ulama sebagai nafkah adalah: sandang, pangan, dan papan. Karena jelas
ke dalam kelompok yang wajib dibiayai oleh suami, demikian juga alat
yang mewajibkan demikian dari Al-Qur‟an maupun hadis Nabi yang kuat.
Selain itu tidak ada petunjuk yang jelas dan rinci dari Al-Qur‟an
dan hadis Nabi tentang yang termasuk dalam pengertian pangan, oleh
dan situasinya. Hal yang biasa mengenai pengertian pangan itu mencakup
22
QS. an-Nisa‟ (4): 19.
31
makanan dan lauk pauk yang terdiri dari sesuatu yang biasa dikonsumsi
menjelaskan pada Bab XII Bagian Ketiga tentang Kewajiban suami Pasal
80:24
1. Nafkah Pakaian
23
Syarifudin, Hukum Perkawinan., 169.
24
Direktori Pembinaan Peradilan Agama Islam, Kompilasi Hukum Islam, 11.
32
Dalam hal ini Allah berfirman dalam QS. al-Baqarah (2): 233
berikut:
25
QS. al-Baqarah (2): 233.
33
nyaman dan tentram. Tempat tinggal yang baik adalah yang tanahnya
memberikan rasa betah. Rumah yang baik adalah rumah yang sehat.
aman.
tinggal bersama orang tua suami atau istri, setelah itu suami mengajak
istrinya pindah kerumah yang telah dibelinya atau rumah yang telah
kepada orang tua, tidak ada ikut campur pihak ketiga dalam
(1) Suami wajib menyediakan tempat kediaman bagi istri dan anak-
anaknya atau bekas istri yang masih dalam iddah.
(2) Tempat kediaman adalah tempat tinggal yang layak untuk istri
selama dalam ikatan perkawinan, atau dalam iddah talak atau
iddah wafat.
(3) Tempat kediaman disediakan untuk melindungi istri dan anak-
anaknya dari gangguan pihak lain, sehingga mereka merasa aman
dan tenteram. Tempat kediaman juga berfungsi sebagai tempat
26
QS. at}-T{ala>q (65): 6.
27
Saebani, Fiqh Munakahat., 44.
28
Direktori Pembinaan Peradilan Agama Islam, Kompilasi Hukum Islam, 12.
35
suami. Jika istri hidup serumah dengan suami, maka suami wajib
minum, pakaian, tempat tinggal. Dalam hal ini istri tidak berhak meminta
nafkah secukupnya kepada istri tanpa alasan yang benar, maka istri
nafkah yang harus diterima oleh istri serta mengharuskan suami untuk
terbukti kebenarannya.
berikut:
36
kebutuhan istri, dengan ukuran yang baik bagi setiap pihak. Oleh karena
keberadaan manusia.30 Selain itu dijelaskan pula dalam Firman Allah QS.
at}-T{ala>q (65): 6
29
Al-Bukha>ri>, Ṣ aḥ i>ḥ al-Bukha>ri>, (Beirut: Da>r al-Fikr, 1981), V: 125.
30
Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahah (Kajian Fikih Nikah Lengkap), (Jakarta: Rajawali
Pers, 2010), 164-166.
31
QS. at}-T{ala>q (65): 6.
37
32
Abdul Aziz Muhammad Azzam, Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fikih Munakahat: Khitbah,
Nikah, dan Talak (Jakarta: Amzah, 2009), 215.
33
QS. al-Baqarah (2): 228.
38
Dari ayat dan hadis tersebut sudah jelas, bahwa tidak ada
suami.35
dengan syari‟at, dan itu kembali kepada keadaan yang dialami oleh
orang yang memiliki kelapangan, dua mud; bagi orang yang sedang,
satu setengah mud dan bagi orang yang mengalami kesulitan (sempit),
satu mud.36
34
Muslim, Ṣ aḥ i>ḥ Muslim, (Beirut: Dār al-Fikr, 1981), II: 205.
35
Saebani, Fiqh Munakahat., 28.
36
Ibnu Rusyd dan Abu Usamah Fakhtur, Bida>yatul Mujtahid wa Niha>yatu al-Muqtas}id (Jakarta:
Pustaka Azzam, 2007), 107.
39
37
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh al-Isla>m Wa Adillatuhu (Jakarta: Gema Insani, 2012), 100.