Anda di halaman 1dari 7

Nama : Aidhea Ayu Lensi

Nim : 02011381823404
Kelas : B
UAS Hukum Perkawinan

1. Sebutkan Dan Jelaskan Putusnya Perkawinan Menurut Uu Perkawinan


JAWAB :

DIATUR DIDALAM

• UU NO. 16 TAHUN 2019


• PASAL 39 s/d
• PASAL 41
• PP NO. 9 TAHUN 1975
• PASAL 14 s/d
• PASAL 36

PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT UU PERKAWINAN PASAL 38 :

1. KEMATIAN
2. PERCERAIAN
3. KEPUTUSAN PENGADILAN

1) Putusnya perkawinan karena kematian terjadi karena salah satu pihak dalam
perkawinan meninggal dunia apakah itu suami atau istri, mana yang lebih dulu atau
pun para pihak suami dan istri secara bersamaan meninggal dunia. Putusnya
perkawinan karena kematian merupakan kejadian yang berada diluar kehendak atau
kuasa dari para pihak dalam perkawinan. Tidak terdapat campur tangan dari pasangan
yang hidup lebih lama ataupun campur tangan pengadilan dalam hal ini. Putusnya
perkawinan karena kematian sepenuhnya merupakan kehendak atau kuasa dari Tuhan
Yang Maha Kuasa. Putusnya perkawinan karena kematian lazim disebut dalam
masyarakat kita dengan istilah cerai mati.
2) putusnya perkawinan dapat disebabkan karena adanya perceraian. Putusnya
perkawinan karena perceraian dapat terjadi baik atas keinginan suami atau istri. Ini
artinya baik suami atau istri memiliki hak yang sama dalam mengajukan gugatan
perceraian ke pengadilan yang berwenang mengadili, memeriksa dan memutus
gugatan perceraian tersebut. G
3) yang meninggalkan tempat kediamana bersama, sehingga perlu diambil langkah-
langkah terhadap perkawinan orang tersebut, untuk kepentingan keluarga yang
ditinggalkan. Perceraian membawa akibat yang luas bagi perkawinan, bagi suami-
isteri, harta kekayaan perkawinan maupun bagi anak-anak yang dilahirkan dalam
perkawinan tersebut.
4) Putusnya perkawinan atas putusan pengadilan juga bisa terjadi karena adanya
permohonan dari salah satu pihak suami atas istri atau para anggota keluarga yang
tidak setuju dengan perkawinan yang dilangsungkan oleh kedua calon mempelai. Atas
permohonan ini pengadilan memperbolehkan perkawinan yang telah berlangsung
dengan alasan bertentangan dengan syara’ atau perkawinan tidak sesuai dengan syarat
yang telah ditentukan baik dalam Undang-Undang perkawinan maupun menurut
hukum agama.
5) Putusnya Perkawinan atas Putusan Pengadilan dapat terjadi apabila dilakukan di
depan Pengadilan Agama, baik itu karena suami yang menjatuhkan cerai (talak),
ataupun karena isteri yang menggugat cerai atau memohon hak talak sebab sighat
taklik talak.

2.Sebutkan Dan Jelaskan Alasan-Alasan Perceraian Menurut Pp No. 9 Tahun 1975


JAWAB:
Alasan-Alasan Perceraian Menurut PASAL 19 PP NO. 9 TAHUN 1975
1) Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi dan lain
sebagainya yang sukar disembuhkan;penjelasan
 Kalimat salah satu pihak berbuat zina dapat menjadi alasan perceraian . Berbuat zina
disamping perbuatan yang hina, juga akan menurunkan martabat dan citra pelakunya
ditengah masyarakat , disamping itu jika salah satu pasangan suami istri berbuat zina
akan membuat marah salah satu pasangannya dan berlanjut pada pengungkitan
perbuatan zina yang berkepanjangan. Sedikit uraian diatas dan melihat kenyataan
yang terjadi di masyarakat dengan sekali saja berbuat zina, cukup menjadi alasan
perceraian. Karena akibat buruk yang ditimbulkan dari berbuat zina sangat besar dan
kata “ zina “ tidak didahului dengan kata “pe”. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun
dilakukan hanya sekali berbuat zina sudah cukup dapat dijadikan sebagai alasan
perceraian.
 Sedangkan alasan atau menjadi “pemabuk, pemadat, penjudi” ,membutuhkan
pengulangan perbuatan karena kata mabuk,madat dan judi didahului oleh kata “pe” ,
ini menunjukan bahwa harus ada perbuatan yang secara berulang-ulang/sering ,
sehingga berbuat mabuk, madat dan judi yang baru satu kali dilakukan kiranya belum
dapat dijadikan sebagai alasan perceraian.Jadi karena seringnya perbuatan tersebut
dilakukan maka orang yang sering mabuk disebut pemabuk, orang yang sering madat
disebut pemadat dan orang yang sering melakukan judi disebut penjudi. untuk
perluasan ( ektensif ) dari kalimat menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, sangat luas
dan bahkan akibatnya lebih parah dibandingkan menjadi pemabuk, pemadat dan
penjudi, perluasan tersebut antara lain meliputi : menjadi penipu, perampok, pencuri,
pembunuh, pemeras, penodong , pencopet, penadah barang curian dan lain
sebagainya , tidaklah perbuatan-perbuatan tersebut dapat dipastikan lebih baik dari
pada menjadi pemabuk, Pemadat dan penjudi, sehingga terhalang untuk dapat
dimasukkan sebagai alasan perceraian.
 Berdasarkan dari kalimat “ dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan”, maka ada
hal yang dimungkinkan untuk perluasan alasan perceraian yang tidak kalah kejinya
dibandingkan dengan berbuat zina seperti liwath ( homo seks ), sahaq ( lesbian ),
bestiality ( menyetubuhi binatang), oral seks dengan pihak lain , semua perbuatan
diatas juga dapat dijadikan alasan perceraian, karena tingkat kekejiannya sama
dengan berbuat zina sehingga meskipun untuk alasan perceraian ditujukan pada hal-
hal yang sukar disembuhkan , tetapi khusus untuk perluasan alasan diatas tidak perlu
dilakukan berulang-ulang /sering tetapi dengan sekali saja perbuatan tersebut
dilakukan sudah cukup untuk dapat dijadikan alasan perceraian walaupun sekali
diperbuat.

2) Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa
izin pihak yang lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar
kemampuannya;
 Kalimat diatas harus ada syatrat-syarat yang harus terpenuhi agar terjadi perbuatan
meninggalkan pihak lain yang dapat dijadikan alasan perceraian yaitu :
1) Sekurang-kurangnya selama 2 tahun,
2) Berturut-turut.
3) Tanpa izin pihak lain ,
4) Tanpa alasan yang sah.

Ke empat syarat diatas bersifat komulatif, artinya ke empat syarat tersebut harus
terpenuhi agar dapat dijadikan alasan perceraian

 Alasan perceraian sebagaimana angka 2 diatas, diakhiri dengan kalimat yang berbunyi
: atau karena hal lain diluar kemampuannya. Kalimat demikian ini memberi isyarat
adanya kelonggaran hakim untuk memberikan interpretasinya atau kemungkinan lain
bahwa meninggalkan pihak lain dalam keadaan terpaksa yang berada diluar
kemampuan untuk menolak keadaan tersebut. Misalnya : Tenaga kerja Indonesia yang
bekerja di luar negeri pada awalnya rutin memberi kabar tentang dirinya kepada
pasangannya tetapi lambat laun tak ada kabar beritanya yang mungkin akses disana
sengaja di putus oleh majikannya dengan cara disekap dan ditempatkan pada kamar
khusus yang orang ain tidak tahu sehingga ia tidak dapat member kabar sebagaimana
pada awal ia bekerja, maka dalam hal yang demikian ia meninggalkan pihak lain
disebabkan sesuatu hal yang berada diluar kemampuannya.
 Menghadapi sesuatu hal lain diluar kemampuannya memang disatu sisi memberikan
kebebasan hakim untuk berinterpretasi sesuai dengan keyakinannya akan tetapi
interpretasi alasan perceraian tersebut harus tetap mengacu kepada muara yang
berujung pada sudah tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah
tangga .Kalau ternyata sesuatu hal lain diluar kemampuannya tidak mengacu pada
muara tersebut dan rumah tangganya tenang-tenang dan tentram saja maka hakim
tidak layak menggunakan interpretasinya , karena mungkin ia masih mau menunggu
suatu saat suami/istrinya akan pulang atau karena bekal yang ditinggalkan suami
masih banyak untuk persiapan beberapa tahun ke depannya sehingga tidak
menjadikan persoalan bagi orang yang ditinggalkan oleh salah satu pasangannya
dalam waktu yang lebih lama.

3). Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang
lebih berat setelah perkawinan berlangsung;

 Salah satu dari suami/istri yang telah terbukti bersalah dan mendapatkan vonis 5
tahun penjara atau lebih, maka dapat disimpulkan disini bahwa begitu salah satu
pihak mendapat vonis hukuman penjara 5 tahun atau lebih dan vonis tersebut telah
berkekuatan hukum tetap terbuka kemungkinan salah satu pihak menjadikannya
sebagai alasan perceraian tanpa perlu menunggu hukumannya dijalani selama lima
tahun atau lebih tersebut.
 Kemudian alasan perceraian no. 3 diatas diakhiri dengan kalimat setelah perkawinan
berlangsung , ini mengandung pengertian bahwa hukuman penjara selama lima tahun
atau lebih tersebut sekalipun suami istri masih pengantin baru dan hukuman belum
dijalani tetapi ia sudah mendapatkan resmi salinan putusan dari Pengadilan yang
memutusnya maka resmi salinan putusan tersebut dapat dijadikan alasan perceraian
yang sekaligus dapat dijadikan sebagai alat bukti di sidang pengadilan.

4). Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang
membahayakan terhadap pihak yang lain;
 Dalam KUHP dengan penjelasannya halaman 366 yang mengutip dari yurisprudensi,
penganiayaan adalah perbuatan dengan sengaja yang menimbulkan rasa tidak enak,
rasa sakit atau luka. Menurut pengertian ini maka perbuatan yang dilakukan salah satu
pihak suami/istri yang menimbulkan rasa tidak enak, rasa sakit berat atau luka berat
dapat dikatagorikan sebagai penganiayaan berat.
 Penganiayaan berat yang membahayakan terhadap pihak yang lain dalam
hubungannya dengan sakit hati (psyikis ) ternyata banyak ragamnya mulai dari
ejekan, hinaan, caci maki yang sangat keterlaluan (meskipun ejekan, hinaan, caci
maki sulit untuk dibuktikan ) akan tetapi mengakibatkan amat tertekan hatinya hingga
mengalami stress bahakan stroke menimpa pihak lainnya Tentang sakit pysik yang
berat, seperti menendang, menempeleng, memukul , menusuk dengan senjata tajam
yang menyebabkan luka parah , menyulut badan dengan api atau menjerat dengan tali
yang menyebabkan pihak lain tidak berdaya, sehingga menimbulkan rasa sakit berat
sekalipun tidak menyebabkan luka. Maka hal-hal yang demikian ini patut
dikatagorikan sebagai penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain
sebab stress berat dapat mengakibatkan kematian.
 Alasan perceraian sebagaimana diuraikan diatas hanya sebagai alat bantu yang harus
bermuara kepada terjadinya ketidak adanya harapan untuk rukun dalam rumah tangga

5). Salah satu pihak mendapat cacat badan atau, penyakit yang mengakibatkan tidak dapat
menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri;
 Kalau dicermati bunyi kalimat diatas akan segera tampak bahwa cacat badan atau
penyakit itu baru bisa dijadikan alasan perceraian jika sudah membawa akibat tidak
dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri. Sebagaimana uraian dalam
angka 4 diatas, disini juga tersirat bahwa penyakit bisa berupa penyakit jasmani dan
rohani ( penyakit pysik dan mental ) yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan
kewajiban sebagai suami atau istri dapat dijadikan sebagai alasan perceraian. Seorang
suami sehat jasmani tetapi punya kebiasaan buruk, malas bekerja atau sifat buruk
lainnya yang mengakibatkan beban pekerjaan beralih kepada istrinya, ia
mengandalkan penghasilan dari istrinya, sehingga suami tidak sedikitpun menghidupi
istri untuk memberi nafkah kepadanya sehingga kewajiban untuk memberi nafkah
kepada istri tidak terlaksana , maka malas dalam hal ini masuk katagori penyakit
rohani yang membawa akibat tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai suami.
 Demikian juga jika perangai atau akhlaq istri sangat buruk yang berakibat tidak dapat
melaksanakan kewajiban sebagai seorang istri untuk berbakti lahir batin terhadap
suaminya, maka hal demikian juga layak dikatagorikan sebagai penyakit rohani ,
karenanya dapat dijadikan sebagai alasan perceraian .
 Adapun tentang salah satu pihak mendapat cacat badan , seperti suami atau istri
yang mengalami kecelakaan sehingga salah satu tangan atau kakinya
mengharuskan diamputasi sehingga menjadi cacat dan dengan diamputasi tersebut
berakibat suami atau istri beakibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai
suami atau istri, maka dapat diajadikan sebagai alasan perceraian. Demikian juga
termasuk penyakit berat lainnya atau gangguan fungsi alat kelamin, seperti inpotensi,
stroke, gila, lumpuh, pendarahan terus menerus , kanker rahim, atau akibat de
generative yang akut sehingga ginjal, jantung, dan sebagainya tidak berfungsi
normal yang berakibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau
istri maka dapat dijadikan sebagai alasan perceraian .

6.)Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak
ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah-tangga;

 Kalimat nomor 6 tersebut diatas kalau dijabarkan kira-kira demikian bunyinya :

Bahwa antara suami dan istri terjadi perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus
sehingga tidak ada harapan lagi untuk dapat hidup rukun dalam rumah tangga, dapat
dijadikan alasan perceraian.

Bahwa antara suami dan istri terjadi perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus
dan masih ada harapan bagi suami istri untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga ,
tidak dapat dijadikan alasan perceraian.

7). Bahwa antara suami dan istri terjadi perselisihan dan pertengkaran yang tidak terus
menerus baik masih ada harapan atau tidak ada harapan lagi bagi suami istri untuk hidup
rukun lagi dalam rumah tangga, tidak dapat dijadikan alasan perceraian.

 Dipisahkannya kata perselisihan dan pertengkaran dalam alasan perceraian angka 6


tersebut diatas tentu mempunyai maksud yang berbeda. Dalam Kamus Besar bahasa
Indonesia , perselisihan adalah persengketaan yang harus diputuskan lebih dahulu
sebelum perkara pokok dapat diadili dan diputus ( halaman 1174 ) sedangkan
pertengkaran adalah percekcokan, perdebatan kedua kata tersebut adalah komulatif,
yang menunjukkan bahwa perselisihan berbeda dengan pertengkaran .
 Oleh karena kehendak kalimat dalam angka 6 tersebut diatas adalah “ terus menerus “
maka pengertian dan pengembangan maknanya diserahkan kepada hakim untuk
menilainya, apakah perselisihan dan pertengkaran suami istri dikatagorikan terus
menerus atau tidak, apakah masih ada harapan untuk hidup rukun lagi atau tidak, atau
apakah setelah terjadi perselisihan dan pertengkaran suami istri masih hidup rukun
lagi dalam rumah tangganya atau tidak.

3.Jelaskan Perbedaan Antara Putusnya Perkawinan Karena Perceraian Dengan Putusnya


Perkawinan Karena Keputusan Pengadilan

Jawab

Putusnya perkawinan karena perceraian itu disebabkan seorang suami atau istri yang
menghendaki/menginginkan hal itu terjadi, adanya perselisihan antara seorang suami dan istri
sehingga ingin putusnya perkawinan, dan berkeinginan untuk putusnya perkawinan dan tidak
akan dapat hidup rukun sebagai seorang suami dan istri. Terdapat dalam pasal 39 uu no 1
tahun 1974 Sedangkan

putusnya perkawinan karena pengadilan itu menunjukkan bahwa tidak ada perselisihan
antara suami dan istri, serta terjadinya perkawinan tersebut yang dianggap tidak sah secara
hukum dan undang-undang negara karena melanggar ketentuan yang telah diundang-
undangkan oleh negara dalam Undang-Undang tentang Perkawinan tetapi putusnya
perkawinan yang diatur dalam UU Perkawinan adalah karena putusan pengadilan. Apa yang
dimaksud dengan "atas putusan pengadilan" itu sendiri tidak di temui penjelasannya dalam
UU Perkawinan atau pun pada Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (PP 9/1975).

4.Seorang Wni Bernama Dinda Menikah Dengan Seorang Wna Bernama Axel, Karena
Perbedaan Agama Mereka Akan Melangsungkan Perkawinan Diluar Negeri. Setelah
Menikah Di Luar Negeri, Mereka Kembali Ke Indonesia, Tindakan Apa Yang Harus
Dilakukan Keduanya Agar Pernikahannya Diakui Di Indonesia (Gunakan Dasar Hukum
Sesuai Aturan Perundang-Undangan Di Indonesia)

JAWAB
Menurut Guru Besar Hukum Perdata Universitas Indonesia Prof. Wahyono Darmabrata ,
menjabarkan ada empat cara perkawinan Beda Agama Agar Dapat Sah Dan Diakui. yaitu
1. meminta penetapan pengadilan,
2. perkawinan dilakukan menurut masing-masing agama,
3. penundukan sementara pada salah satu hukum agama, dan
4. menikah di luar negeri.

Apabila Perkawinan Ingin Di Anggap Sah Dan Di Akui Di Indonesia Harus Memenuhi
Persyarat sah nya perkawinan yang diatur dalam pasal 2 ayat 2 UU No. 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan

(2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Jadi pernikahan yang sah bila di catatkan menurut undang-undang yang berlaku

Dasar Hukum Agar Dapat Perkawinan Beda Agama Dinda Dan Alex Di Anggap Sah Dan
Di Akui Diindonesia Maka haruslah memenuhi
Pasal 56 Ayat (1) Dan (2) Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Yang
Menyatakan Bahwa :
(1) Perkawinan yang dilangsungkan diluar Indonesia antara dua orang warganegara
Indonesia atau seorang warganegara Indonesia dengan warganegara Asing adalah sah
bilamana dilakukan menurut hukum yang berlaku di negara dimana perkawinan itu
dilangsungkan dan bagi warganegara Indonesia tidak melanggar ketentuan-ketentuan
Undang-undang ini.
(2) Dalam waktu 1 (satu) tahun setelah suami isteri itu kembali diwilayah Indonesia, surat
bukti perkawinan mereka harus didaftarkan di Kantor Pencatatan Perkawinan tempat
tinggal mereka.

Jadi Perkawinan yang dilakukan dinda dengan axel itu sah Dan diakui. Syaratnya, pasangan
nikah beda agama mencatatkan perkawinan mereka ke Kantor Catatan Sipil paling lambat
satu tahun setelah kembali ke Indonesia. Ini sesuai dengan ketentuan pasal 56 UU No. 1
Tahun 1974. Konsorsium Catatan Sipil selama ini menganut pandangan bahwa perkawinan
tidak boleh dilarang karena perbedaan asal usul, ras, agama, atau keturunan.

Anda mungkin juga menyukai