1. Sebutkan Pasal yang membahas tentang perceraian baik dalam UU No.1 /1974 dan PP
Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang
Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami istri itu tidak
tersendiri.
Dijelaskan bahwa alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar untuk perceraian adalah :
- Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain
sebagainya yang sukar disembuhkan ( penjelasan pasal 39 ayat (2) huruf a UU.No.
1/1974 jo. Pasal 19 huruf (a) PP.No.9/1975 jo. Pasal 116 huruf (a) Kompilasi Hukum
Islam) .
- Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama 2 ( dua ) tahun berturut-turut tanpa izin
pihak yang lain dan tanpa ada alasan yang sah atau karena ada hal yang lain di luar
kemampuannya ( penjelasan pasal 39 ayat (2) huruf b UU.No. 1/1974 jo. Pasal
19 huruf (b) PP.No.9/1975 jo. Pasal 116 huruf (b) Kompilasi Hukum Islam).
- Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 ( lima ) tahun atau hukuman yang lebih
UU.No. 1/1974 jo. Pasal 19 huruf (c) PP.No.9/1975 jo. Pasal 116 huruf (c) Kompilasi
Hukum Islam).
- Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan
terhadap pihak yang lain ( penjelasan pasal 39 ayat (2) huruf d UU.No. 1/1974 jo. Pasal
19 huruf (d) PP.No.9/1975 jo. Pasal 116 huruf (d) Kompilasi Hukum Islam).
- Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat
UU.No. 1/1974 jo. Pasal 19 huruf (e) PP.No.9/1975 jo. Pasal 116 huruf (e) Kompilasi
Hukum Islam).
2. Pasal berapa yang mengatur tentang alasan-alasan perceraian baik UU. No 1 maupun
tersebut?
Pasal 39 ayat (2) UU Perkawinan diterangkan adanya 6 sebab yang dapat dijadikan
alasan perceraian, baik untuk menjatuhkan talak maupun cerai gugat. Adapun alasan-
o Salah satu pihak atau pasangan melakukan zina, merupakan pemabuk, pemadat,
o Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin
pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya.
o Salah satu pihak atau pasangan mendapat hukuman penjara 5 tahun atau hukuman
o Salah satu pihak atau pasangan melakukan kekejaman atau penganiayaan berat
o Salah satu pihak atau pasangan mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat
o Antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan
tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Alasan Perceraian dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 116 KHI. yakni sebagai berikut.
o Salah satu pihak atau pasangan berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat,
o Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin
pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya.
o Salah satu pihak atau pasangan mendapat hukuman penjara 5 tahun atau hukuman
o Salah satu pihak atau pasangan melakukan kekejaman atau penganiayaan berat
o Salah satu pihak atau pasangan mendapat cacat berat atau penyakit dengan akibat
Penting untuk diketahui bahwa KHI mengatur ketentuan lanjutan akan alasan-alasan
sebagai berikut:
o Gugatan perceraian karena alasan salah satu pihak meninggalkan rumah tanpa izin
dapat diajukan setelah dua tahun terhitung sejak tergugat meninggalkan rumah.
Kemudian, gugatan karena alasan ini dapat diterima jika tergugat (pihak yang
o Gugatan perceraian karena alasan terus terjadi perselisihan di antara suami dan
istri dapat diterima jika Pengadilan Agama telah mengetahui penyebab terjadinya
perselisihan dan telah mendengar pihak keluarga serta orang-orang terdekat dari
o Gugatan perceraian karena alasan salah satu pihak mendapat hukuman penjara
lima tahun atau lebih berat, dapat diajukan dengan menyampaikan salinan putusan
bahwa putusan tersebut telah memiliki kekuatan hukum yang tetap (Pasal 135
KHI).
3. Pada perundang-undangan tersebut pasal berapa yang mengatur tentang kawin hamil
tentang kawin hamil. Salah satunya adalah UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Dalam UU tersebut, tidak terdapat pasal yang secara khusus mengatur tentang kawin
hamil. Namun, terdapat pasal yang mengatur tentang batas usia perkawinan. Pasal 7 ayat
(1) UU No. 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa perkawinan hanya diizinkan apabila pihak
pria mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita mencapai umur 16 tahun.
Pendapat para ahli fikih tentang kawin hamil beragam. Sebagian ahli fikih berpendapat
bahwa kawin hamil tidak dilarang dalam Islam, selama dilakukan dengan cara yang sah
dan tidak merugikan pihak lain. Namun, sebagian ahli fikih lainnya berpendapat bahwa
kawin hamil tidak dianjurkan karena dapat menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan
ibu dan anak, serta dapat mengganggu proses perkembangan anak secara optimal.
Bahwa keduanya boleh (sah) dikawinkan dan boleh pula bercampur, dengan Ketentuan
bila telah bertaubat dan Menjalani hukuman dera (cambuk), Karena keduanya telah
berzina. Pendapat ini berdasarkan hukum yang Pernah diterapkan oleh Sahabat Nabi
SAW
4. Perkara Nuzus, Syiqaq, Khuluk, Talik, Talak, Lian, Iddah, rujuk, Hadhonah, diatur
dalam pasal berapa pada KHI dan Undang-undang peradilan agama, bagaimana bunyi
pasal-pasalnya, adakah perbedaan aturannya dalam KHI dan UU Peradilan Agama? Dan
apakah dalam UU No. 1 tahun 1974 adakah bunyi pasal mengatur tentang perkara
tersebut?
Nuzus adalah perkara di mana suami melanggar taklik talak, yaitu suami yang
tidak mengucapkan talak pada saat yang telah ditentukan dalam taklik talak. Taklik
talak adalah perjanjian yang diucapkan calon mempelai pria setelah akad nikah,
yang berisi janji suami untuk memberikan talak pada istrinya dalam kondisi tertentu.
Dalam hal suami melanggar taklik talak, maka istrinya berhak mengajukan gugatan
melanggar taklik talak dan apakah istrinya berhak atas gugatan nuzus tersebut. Jika
hakim memutuskan bahwa suami melanggar taklik talak, maka hakim akan
memberikan putusan yang mengikat suami untuk memberikan talak pada istrinya.
Perkara nuzus diatur dalam Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Pasal 19
Syiqaq: Syiqaq adalah keretakan yang sangat hebat antara suami dan istri
Syiqaq adalah pertengkaran antara suami dan istri yang tidak dapat diselesaikan
sendiri oleh keduanya. Perselisihan ini dapat disebabkan oleh istri nusyuz atau suami
yang berbuat kejam dan aniaya kepada istrinya. Syiqaq juga dapat diartikan sebagai
keretakan yang sangat hebat antara suami dan istri sehingga tidak mungkin lagi
hidup bersama. Dalam hukum Islam, syiqaq dapat menjadi alasan perceraian jika
tidak dapat diselesaikan dengan cara lain. Dalam hal ini, pengadilan agama dapat
mengangkat hakam atau juru damai yang berasal dari kedua belah pihak untuk
isteri dengan jatuhnya talak satu dari suami kepada istri dengan tebusan harta.
dengan jatuhnya talak satu dari suami kepada istri dengan tebusan harta atau uang
dari pihak istri yang menginginkan cerai dengan cara khulu’. Syarat yang menjadi
illat (sebab) dibolehkannya khuluk adalah suami istri itu tidak bisa lagi menjalankan
Hendaknya terdapat persetujuan bersama antara suami istri mengenai jumlah uang
atau harta tebusan perceraian. Jika tidak terdapat persetujuan bersama mengenai
jumlah uang penebus, hakim pengadilan agama menentukan jumlah uang penebus
itu.
Prosedur cerai dengan jalan khuluk di pengadilan agama adalah sebagai berikut:
sebagaimana yang diatur dalam pasal 131 ayat 5 KHI, berarti setelah ada putusan
Talak adalah istilah dalam hukum Islam yang merujuk pada perceraian yang
dilakukan oleh suami terhadap istrinya. Talak dapat dilakukan dengan cara lisan atau
tertulis, dan dapat dilakukan tanpa sebab atau dengan sebab tertentu. Dalam hukum
Islam, talak merupakan hak suami yang diakui secara sah dan diatur dalam
talak yang dijatuhkan oleh suami baru dianggap sah secara hukum agama, namun
belum dianggap sah secara hukum negara apabila belum didaftarkan dan
disidangkan pada Pengadilan Agama. Oleh karena itu, perceraian antara suami dan
istri harus diajukan dan dipersidangkan di Pengadilan Agama agar dianggap sah
secara hukum negara. Dalam proses talak, suami harus mengajukan permohonan
baik lisan maupun tertulis kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat
tinggalnya. Setelah itu, Pengadilan Agama akan memanggil suami dan istri untuk
akta cerai dan Salinan putusan yang menjadi bukti sah perceraian antara suami dan
istri. Talak juga dapat dibedakan menjadi talak sunni dan talak bid’i. Talak sunni
adalah talak yang dijatuhkan sesuai dengan tuntunan sunnah dan memenuhi syarat-
syarat talak sunni, sedangkan talak bid’i adalah talak yang dijatuhkan tidak sesuai
atau bertentangan dengan tuntunan sunnah dan tidak memenuhi syarat-syarat talak
sunni. Talak bid’i dapat berdampak pada pembagian warisan terhadap istri yang
ditalak.
Lian: Lian adalah perkara di mana seorang suami menuduh istrinya berzina dan
Lian adalah istilah dalam hukum Islam yang merujuk pada tuduhan zina yang
dilakukan oleh suami terhadap istrinya. Lian terjadi ketika seorang suami menuduh
istrinya melakukan perbuatan zina dengan laki-laki lain dan istri menolak tuduhan
tersebut. Dalam hal ini, suami harus mengajukan sumpah lian di hadapan hakim dan
empat orang saksi yang hadir. Sumpah lian berisi pernyataan suami bahwa istrinya
telah berzina dengan laki-laki lain, dan jika pernyataan tersebut tidak benar, maka
suami akan terkena kutukan Allah. Setelah suami bersumpah lian, maka istri harus
bersumpah lian dengan cara yang sama untuk menolak tuduhan suaminya. Jika istri
bersumpah lian, maka perkawinan antara suami dan istri tersebut akan batal secara
otomatis dan mereka tidak dapat hidup bersama lagi sebagai suami istri. Lian diatur
dalam Pasal 126-129 Kompilasi Hukum Islam (KHI). Dalam hukum Islam, lian
merupakan upaya untuk melindungi kehormatan dan martabat seorang istri dari
Iddah: Iddah adalah masa tunggu bagi seorang wanita setelah talak atau perceraian
Iddah adalah masa tunggu bagi seorang wanita setelah talak atau perceraian
sebelum ia dapat menikah lagi. Masa iddah ini bertujuan untuk memberikan waktu
bagi pasangan yang bercerai untuk merenungkan kembali keputusan mereka dan
memberikan kesempatan bagi suami untuk meminta rujuk. Selain itu, masa iddah
juga memberikan waktu bagi istri untuk memastikan bahwa ia tidak hamil. Masa
iddah ini diatur dalam Pasal 119-125 Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Pasal 39-
talak atau perceraian yang terjadi dan kondisi istri, seperti berikut:
Iddah karena talak: Masa iddah bagi istri yang ditalak oleh suaminya adalah tiga
bulan atau tiga kali haid, tergantung mana yang lebih cepat berakhir. Namun, jika
istri dalam keadaan hamil, maka masa iddah berakhir setelah ia melahirkan.
Iddah karena khuluk: Masa iddah bagi istri yang bercerai karena khuluk adalah tiga
bulan atau tiga kali haid, tergantung mana yang lebih cepat berakhir.
Iddah karena kematian: Masa iddah bagi istri yang ditinggal mati oleh suaminya
adalah empat bulan dan sepuluh hari. Namun, jika istri dalam keadaan hamil, maka
Selama masa iddah, istri tidak diperbolehkan menikah lagi atau melakukan
hubungan suami istri dengan suami lamanya. Namun, jika istri ingin menikah lagi
setelah masa iddah berakhir, maka ia harus mengajukan permohonan izin nikah ke
pengadilan agama.
perceraian.Rujuk adalah istilah dalam hukum Islam yang merujuk pada proses
kembali bersatu kembali setelah terjadi perceraian. Rujuk dapat dilakukan oleh
suami dan istri yang telah bercerai, dengan syarat bahwa perceraian baru terjadi satu
atau dua kali dan rujuk akan membawa kemaslahatan atau kebaikan bagi istri dan
anak-anak. Rujuk dapat dilakukan dengan cara lisan atau perbuatan seperti suami
menyentuh atau mencium istrinya dengan nafsu atau suami mensetubuhi istrinya.
Syarat rukun rujuk adalah tidak diperlukan adanya akad nikah yang baru karena
akad yang lama belum terputus, pernikahan awal dilakukan sakral dan sah
disaksikan oleh para saksi serta banyak umat Muslim. Namun, secara hukum negara,
agama, dan adat, rujuk dibuktikan dengan adanya akta pernikahan dalam Islam
yakni Sertifikat Kursus Calon Pengantin yang mutlak milik penerima Sakral yang
Sah yaitu suami, yang dikeluarkan oleh Badan Penasihatan Pembinaan dan
rujuk dapat dilakukan sebelum masa menunggu atau masa iddah habis.
Hadhanah adalah istilah dalam hukum Islam yang merujuk pada pemeliharaan
dan pengasuhan anak di bawah umur. Hadhanah menjadi tanggung jawab kedua
orang tua, baik kedua orang tua masih hidup rukun atau ketika perkawinan mereka
telah bercerai. Dalam hukum Islam, hadhanah dapat dilakukan oleh ayah atau ibu,
tergantung pada keadaan dan kondisi anak. Hadhanah harus dilakukan oleh orang
yang sudah baligh berakal dan tidak terganggu ingatannya, karena hadhanah
hadhanah menjadi salah satu hal yang harus diputuskan oleh pengadilan agama.
terhadap anak, apakah ayah atau ibu, berdasarkan pertimbangan kepentingan dan
kesejahteraan anak. Hadhanah diatur dalam Pasal 105-108 Kompilasi Hukum Islam
tersebut mengatur tentang prosedur dan syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam
Undang Peradilan Agama tidak ditemukan dalam hasil pencarian. Namun, terdapat
perbedaan antara cerai gugat dan khulu’ dalam KHI, sedangkan dalam Undang-
Undang No. 7 Tahun 1989 dan Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975 tidak
5. Bagaimana pula perkara hak dan kewajiban suasmi istri dalam peraturan tersebut,
hak dan kewajiban bagi suami dan istri. Berikut adalah beberapa hak dan kewajiban
Hak Suami:
Memimpin keluarga dan bertanggung jawab atas kehidupan keluarga. Menuntut istri
Kewajiban Suami:
Menafkahi istri dan anak-anaknya. Memberikan perlindungan dan keamanan bagi istri
dan anak-anaknya. Memberikan nafkah yang cukup dan layak bagi istri dan anak
anaknya.
Hak Istri:
Mendapatkan perlindungan dan keamanan dari suami. Mendapatkan nafkah yang cukup
Kewajiban Istri:
Menjaga kehormatan suami dan keluarga. Menjaga rumah tangga dan mendidik anak-
anak. Patuh pada suami dan membantu suami dalam memimpin keluarga. Peraturan
mengenai hak dan kewajiban suami dan istri diatur dalam Pasal 31-35 Undang-Undang
6. Jelaskan bagaimana penyelesaian perselisihan terus menerus dalam Undang undang no.
Penyelesaian perselisihan terus menerus dalam Undang-undang No. 1 KHI dan Undang-
undang Peraturan Peradilan Agama diatur dalam beberapa pasal, antara lain:
perselisihan antara suami dan istri, maka pengadilan agama harus berusaha
dapat diselesaikan secara musyawarah dan mufakat, maka pengadilan agama harus
• Pasal 116 KHI mengatur bahwa jika terjadi perselisihan antara suami dan istri yang
tidak dapat diselesaikan secara musyawarah dan mufakat, maka istri dapat mengajukan
• Pasal 118 KHI mengatur bahwa jika terjadi perselisihan antara suami dan istri yang
tidak dapat diselesaikan dengan cara lain, maka pengadilan agama dapat mengangkat
• Pasal 126-129 KHI mengatur tentang lian, yaitu perselisihan antara suami dan istri
terkait tuduhan zina. Dalam hal ini, pengadilan agama harus memeriksa dan
Agama, penyelesaian perselisihan antara suami dan istri diutamakan dengan cara
musyawarah dan mufakat. Namun, jika tidak dapat diselesaikan dengan cara tersebut,
7. Jelaskan tentang pasal yang mengatur cerai talak, cerai gugat pada 3 peraturan tersebut,
uraikan persamaan dan perbedaan tentang pasal yang mengatur istilah tersebut ?
Pasal yang mengatur cerai talak dan cerai gugat diatur dalam Undang-Undang Nomor 1
Peradilan Agama. Berikut adalah persamaan dan perbedaan pasal yang mengatur istilah
tersebut: Persamaan:
• Ketiga peraturan tersebut mengatur tentang cerai talak dan cerai gugat sebagai bentuk
pengadilan agama.
• Ketiga peraturan tersebut mengatur bahwa perceraian harus dilakukan dengan cara
Perbedaan:
talak dapat dilakukan oleh suami tanpa sebab atau dengan sebab tertentu, sedangkan
cerai gugat dapat dilakukan oleh suami atau istri dengan sebab tertentu.
• Kompilasi Hukum Islam mengatur bahwa cerai talak dapat dilakukan oleh suami tanpa
sebab atau dengan sebab tertentu, sedangkan cerai gugat dapat dilakukan oleh suami
• Undang-Undang Peradilan Agama mengatur bahwa cerai talak dapat dilakukan oleh
suami tanpa sebab atau dengan sebab tertentu, sedangkan cerai gugat dapat dilakukan
• Kompilasi Hukum Islam mengatur bahwa dalam cerai talak, suami harus memberikan
nafkah iddah kepada istri, sedangkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
cerai gugat, su ami atau istri harus memberikan nafkah iddah kepada pasangan yang
Dalam kesimpulannya, ketiga peraturan tersebut mengatur tentang cerai talak dan cerai
gugat sebagai bentuk perceraian antara suami dan istri. Namun, terdapat perbedaan
dalam hal sebab perceraian, nafkah iddah, dan beberapa hal lainnya.
8. Setelah perceraian diproses di Pengadilan,kapan proses ikrar talak dan rujuk dilakukan
oleh para pihak? Dan kapan pula perceraian di anggap resmi bahwa para pihak sudah
perkawinan dapat putus karena kematian, perceraian, dan atas keputusan pengadilan.
Selain itu, Pasal 39 ayat (1) UUP mengatakan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di
depan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak
berhasil mendamaikan.
Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah
pihak.
Pasal 66 ayat (1) Seorang suami yang beragama Islam yang akan menceraikan istrinya
pasal-pasal berikut :
Pasal 114 Putusnya perkawinan yang disebabkan karena perceraian dapat terjadi karena
Pasal 115 Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama setelah
Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
Pasal 117 Talak adalah ikrar suami di hadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi
salah satu sebab putusnya perkawinan, dengan cara sebagaimana dimaksud dalam pasal
Pasal 129 Seorang suami yang akan menjatuhkan talak kepada isterinya mengajukan
permohonan baik lisan maupun tertulis kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi
tempat tinggal isteri disertai dengan alasan serta meminta agar diadakan sidang untuk
keperluan itu.
Pasal 132 ayat 1 Gugatan perceraian diajukan oleh isteri atau kuasanya pada Pengadilan
Agama,. Yang daerah hukumnya mewilayahi tempat tinggal penggugat kecuali isteri
dan istri dianggap putus dan sah secara hukum apabila telah diajukan ke Pengadilan
Agama, baik cerai yang disebabkan karena pengajuan gugatan cerai oleh istri maupun
permohonan cerai talak oleh suami. Sepanjang tidak ada pengajuan ke Pengadilan
Agama, perkawinan antara suami istri masih dianggap berlangsung dan belum terjadi
perceraian, sampai salah satu pihak mengajukan gugatan atau permohonan cerai talak ke
Pengadilan Agama.
Perkawinan poligami dalam hukum Islam tidak Dilarang dan diakomodir oleh pemerintah
dengan Keluarnya UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Namun masih banyak
laki laki yang Melakukan poligami sirri (tanpa mengajukan ijin ke Pengadilan). UU
Nomor 1 Tahun 1974, mensyaratkan bbagi Laki-laki yang ingin berpoligami harus
memenuhi Syarat kumulatif dan alternatif serta mendapat ijin Dari pengadilan agama
seternpat.’ Pasal 4 ayat (2) UU nomor 1 Tahun 1974 berbunyi “penqadilan Hanya akan
memberikan ijin kepada suami yang Ingin beristri lagi apabila;Istri tidak dapat
Menjalankan kewajibannya sebagai istri, lstri Mendapat cacat badan atau penyakit yang
tidak Dapat disembuhkan, lstri tidak dapat melahirkan Keturunan”. Syarat yang tersebut
pada Pasal 4 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 1974 merupakan syarat Altematif, artinya
apabila terpenuhi salah satu dari Ketiga point tersebut, suami dapat mengajukan ijin
Poligami.
UU Nomor 1 Tahun 1974 juga mensyaratkan Pada Pasal 5 ayat (1 ), bahwa “Untuk dapat
keperluan hidup istri-istri dan anak-anak Mereka, (c) Adanya jaminan bahwa suami akan
Berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak Mereka•. Pengajuan permohonan ijin
poligami harus Memenuhi ketiga syarat tersebut pada Pasal 5 ayat ( 1) Atau biasa disebut