Anda di halaman 1dari 13

Poligami, isbat

poligami, dan
Pernikahan beda agama
Oleh:
Aufal Hasaniy
Ummul Afroh
Definisi poligami
 Etimologi
Bahasa Greek (yunani)
Poly / polus : banyak
Gamein / gomos : kawin / perkawinan
 Terminologi
poligami merupakan sistem perkawinan yang salah satu pihak memiliki atau mengawini
beberapa lawan jenisnya Dalam waktu yang bersamaan. Seseorang yang melakukan bentuk
perkawinan seperti itu disebut Dikatakan bersifat poligam.
Poligami dalam hukum islam

 Ayat yang sering dikutip sebagai dalil kebolehan poligami adalah Al-Quran surah al-
Nisâ‟ [4]: 3:
‫َو ِإ ْن ِخ ْف ُتْم َأاَّل ُتْق ِس ُط وا ِف ي ا ْل َي َت ا َم ٰى َف ا ْن ِك ُح وا َم ا َط ا َب َلُك ْم ِم َن ال ِّن َس ا ِء َم ْث َن ٰى َو ُثاَل َث َو ُر َب ا َع ۖ َفِإْن ِخ ْف ُتْم َأاَّل َتْع ِد ُلوا‬
‫َف َو ا ِح َد ًة َأْو َم ا َم َل َك ْت َأْي َم ا ُنُك ْم ۚ َٰذ ِل َك َأْد َن ٰى َأاَّل َت ُعو ُلوا‬
yang artinya:
Jika kamu (para pengasuh anak-anak yatim) khawatir tidak bisa bertindak adil (manakala
kamu ingin mengawini mereka), maka nikahilah perempuan-perempuan yang kamu
senangi dari perempuan-perempuan (lain) sebanyak: dua, tiga, atau empat. Lalu jika kamu
takut tidak dapat berlaku adil, maka seorang saja atau budak-budak yang kamu miliki.
Yang demikian itu lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.
 Konteks Historis

Para mufassir sepakat bahwa sebab turunnya ayat ini berkenaan dengan perbuatan para wali yang tidak
adil terhadap anak yatim yang berada dalam perlindungan mereka.Ayat ini diturunkan di Madinah setelah
perang Uhud. Sebagaiman dimaklumi, karena kecerobohan dan ketidakdisiplinan kaum Muslim dalam
perang itu mengakibatkan mereka kalah telak. Banyak prajurit Muslim yang gugur di medan perang.
Dampak selanjutnya, jumlah janda dan anak-anak yatim dalam komunitas Muslim meningkat drastis.

 Konteks Sosiologis

Secara sosiologis ayat ini turun untuk merespon kebiasaan suku bangsa Arab Jahiliyah yang
membolehkan seorang laki-laki menikah lebih dari empat orang wanita, enam dan sepuluh
Islam memperbolehkan poligami dengan syarat-syarat tertentu. Sebelum turun ayat 3 pada surat an-
nisa poligami sudah ada, dan pernah pula dijalankan oleh para Nabi sebelum Nabi Muhammad SAW
ayat ini membatasi poligami sampai empat orang saja. Keadilan uang dipersyaratkan pada ayat di
atas adalah keadilan dalam berbagai hal yaitu:
 Adil dalam hal memberikan nafkah hidup mereka selain makan, minum, serta pakaian dan sebagainya.
 Pakaian, rumah atau tempat tinggal sebab orang hidup tidak cukup hanya makan dan minum saja tanpa
tempat tinggal dan pakaian untuk menutup aurat.
 Waktu dalam menggilir istri-istri, masing-masing beberapa lama, jika yang satu mendapatkan giliran satu
malam maka suami juga harus menggilir istri lainya juga satu malam.
 Waktu bepergian bersama istri juga harusmendapat keadilan, untuk itu diperlukan undian bagi suami yang
mempunyai lebih dari satu istri saat ini ia menghendaki bepergian.
Poligami Sebagai Alternatif Solusi Dari Persoalan Yang Timbul Dalam Masyarakat

 Jumlah wanita melebihi jumlah laki-laki.


 Nafsu biologis laki-laki sangat besar, yang mungkin tidak bisa dipenuhi oleh satu orang
istri, atau istrinya sendirimemang sedang tidak ingin memenuhi kebutuhan biologisnya.
 Masa kesuburan laki-laki bisa berlangsung sampai 70 tahun atau lebih, sementara
kesuburan pada wanita umumnya hanya sampai umur 50 tahun atau lebih.
 Poligami juga melahirkan perilaku pengayoman bagi anak-anak yatim yang berada
dalam tanggungan seorang ibu yang kurang mampu..
Poligami dalam hukum diindonesia
Dari beberapa dasar dan aturan yang telah dikemukakan dapat dipahami bahwa asas
perkawinan adalah monogamy yang bersifat mutlak, tetapi monogami terbuka, sebab
menurut
 pasal 3 (1) UU No. 1/1974 dikatakan bahwa:
seorang suami hanya boleh mempunyai seorang istri begitu pula sebaliknya.
 Pasal 3 ayat (2) UU Perkawinan:
Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari
seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
 Khusus untuk yang beragama islamPasal 56 ayat (1) KHI:
Suami yang hendak beristeri lebih dari satu orang harus mendapat izin dari Pengadilan
Agama.
 Agar dapat melakukan poligami secara sah menurut hukum di Indonesia, maka poligami tersebut harus memenuhi
syarat poligami sebagai berikut:
 Suami wajib mengajukan permohonan ke Pengadilan di daerah tempat tinggalnya, dengan syarat:
 Ada persetujuan dari istri/istri-istri, dengan catatan persetujuan ini tidak diperlukan jika:
 istri/istri-istrinya tidak mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian’
 tidak ada kabar dari istri selama minimal 2 tahun; atau
 karena sebab-sebab lainnya yang perlu mendapat penilaian dari hakim pengadilan.
 Adanya kepastian suami mampu menjamin keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka;
 Adanya jaminan suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak.
 Pengadilan hanya memberikan izin poligami jika:
 istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri;
 istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
 istri tidak dapat melahirkan keturunan.
Hukum pernikahan beda agama di
Indonesia.

 Pengertian
perkawinan antar-agama adalah iktan lahir batin antar seorang pria dengan wanita ang
masing-masing berbeda agamanya dan mempertahankan perbedaan agamanya itu sebagai
suami istri dengan tujuan untuk membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal
bedasarkan ketuhanan yang maha esa. perkawinan antar-agama merupakan hubungan dua
insan yang berbeda keyakinan dan diikat dalam satu pertalian yaitu perkawinan.
 Perkawinan Beda Agama Dalam Islam

Q.S al-Baqarah[2]:[221] yang artinya:


Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik, sebelum mereka beriman. Sungguh,
hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik
meskipun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki)
musyrik (dengan perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman. Sungguh,
hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun
dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga
dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia
agar mereka mengambil pelajaran.
Perkawinan beda agama Di Indonesia

Dalam hal ini undang-undang perkawinan relatif jelas menolak kebolehan orang berbeda agama melangsungkan
pernikawinan, karena dianggap sah apabila kedua mempelai tunduk pada suatu hukum yang tidak ada larangan pernikahan
dalam agamanya, hal ini tidak berarti lepas dari masalah. Sebalknya ia mengundang berbagai penafsiran.
Penafsiran terhadap ketentuan itu akan memunculkan :
 Pertama, tafsiran bahwa perkawinan beda agama merupakan pelanggaran terhadap UU No. 1/1974 pasal 2 ayat 1 jo
pasal 8 f, yang menyatakan bahwa perkawinan adalah sah jika dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan
kepercayaannya itu. Dalam penjelasan UU ditegaskan bahwa dengan perumusan pasal 2 ayat 1 tidak ada perkawinan di
luar hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.
 Kedua, perkawinan antar-agama itu sah dan dapat dilangsungkan karena telah tercakup dalam perkawinan campuran.
Alasannya, pasal 57 tentang perkawinan campuran yang menitikberatkan pada dua orang yang di Indonesia tunduk
pada hukum yang berlainan. Ini berarti pasal ini mengatur perkawinan antara dua orang yang berbeda kewarganegaraan
juga mengatur dua orang yang berbeda agama.
 Ketiga, perkawinan antar-agama sama sekali tidak diatur dalam UU No. 1/1974, sehingga berdasarkan pasal 66 UU
No. 1/1974, persoalan perkawinan beda agama dapat dirujuk pada peraturan perkawinan campuran, karena belum
diatur dalam undang-undang perkawinan.
Secara normatif, perkawinan beda agama dalam KHI dibagi menjadi tiga.
 Pertama, perbedaan agama sebagai kekurangan syarat perkawinan. Perbedaan agama yang terjadi dan diketahui sebelum
akad nikah diatur dalam bab VI mengenai Larangan Kawin (Pasal 40 dan 44), serta bab X mengenai Pencegahan
Perkawinan (Pasal 61). Seorang pria dilarang melangsungkan perkawinan dengan wanita yang tidak beragama Islam (Pasal
40 c), sementara seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria yang tidak beragama Islam
(Pasal 44). Memang bagian ini secara harfiah terpisah dari ketentuan mengenai rukun dan syarat perkawinan, namun pasal
18 menjelaskan bahwa sesungguhnya bab VI ini memiliki hubungan dengan bab IV bagian kedua mengenai calon mempelai.
 Kedua, perbedaan agama sebagai alasan pencegahan perkawinan. Pencegahan tidaklah memiliki konsekuensi bagi absah
tidaknya pernikahan, karena tidak / belumterjadi akad nikah (Pasal 61), pencegahan diajukan kepada Pengadilan Agama
dalam daerah hukum di mana perkawinan akan dilangsungkan dengan memberitahukan kepada PPN setempat (Pasal 65).
Yang dapat mengajukan pencegahan adalah keluarga dalam garis keturunan ke bawah, saudara, wali nikah, wali pengampu
dari pihak mempelai (Pasal 62). Suami atau istri yang masih terikat dalam perkawinan dengan salah satu calon mempelai
dapat mengajukan pencegahan perkawinan (pasal 63). Bahkan, pejabat yang bertugas mengawasi perkawinan berkewajiban
mencegah perkawinan bila rukun dan syarat perkawinan tidak terpenuhi (Pasal 64).
 Ketiga, beda agama sebagai alasan pembatalan perkawinan. Pasal 75 bagian dari pasal-pasal yang mengatur tentang
pembatalan perkawinan, yang salah satu alasan pembatalannya adalah “salah satu dari suami istri murtad”. Keputusan
pembatalan perkawinan karena alasan salah satu dari suami istri murtad, tidak berlaku surut.
SEKIAN DAN TERIMA KASIH 🙏

Anda mungkin juga menyukai